Anda di halaman 1dari 56

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

MANAJEMEN PEMBESARAN UDANG VANNAMEI


(Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK UDANG BINAAN
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
KABUPATEN PAMEKASAN
PRAKTEK KERJA LAPANG
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

rhrhrh

Oleh :
RR. AYUDHIA SAVITRI ZAKARIA
PAMEKASAN - JAWA TIMUR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2010

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

MANAJEMEN PEMBESARAN UDANG VANNAMEI


(Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK UDANG BINAAN
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
KABUPATEN PAMEKASAN, MADURA

Praktek Kerja Lapang sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh :
RR. AYUDHIA SAVITRI ZAKARIA

060510211 P

PKL

Mengetahui,

Menyetujui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan,

Dosen Pembimbing,

Prof.Dr.Drh.Hj. Sri Subekti B.S., DEA.


NIP. 130 687 296

Akhmad Taufiq Mukti S.Pi., M.Si.


NIP. 132 295 672

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

RINGKASAN

RR AYUDHIA SAVITRI ZAKARIA. Manajemen Pembesaran Udang


Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Tambak Udang Binaan Dinas Perikanan
Kabupaten Pamekasan, Madura. Dosen Pembimbing Akhmad Taufiq Mukti,
S.Pi., M.Si.

Udang putih Amerika Litopenaeus vannamei merupakan salah satu jenis


udang yang dapat dibudidayakan di Indonesia. Udang vannamei ini kemudian menjadi
salah satu komoditas budidaya andalan bagi pelaku budidaya. Tujuan dari praktek
kerja lapang ini adalah untuk mempelajari dan mempraktekkan secara langsung
tentang manajemen pembesaran dan manajemen kualitas air dalam usaha pembesaran
udang vannamei. Selain itu juga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
usaha pembesaran udang vannamei. Manfaat dari Praktek Kerja Lapang ini adalah
untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman dan keterampilan kerja dalam budidaya
vannamei sehari-hari serta mengetahui hambatan dalam budidaya udang vannamei.
Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di Tambak Udang Binaan Dinas Perikanan
Pamekasan, Madura pada tanggal 28 Juli 5 September 2008.
Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode
deskriptif dengan pengambilan data meliputi data primer yaitu data yang didapat dari
sumber pertama seperti wawancara serta observasi dan data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari sumber tidak langsung seperti lembaga penelitian, dinas perikanan,
laporan pihak swasta serta masyarakat. Pengambilan data dilakukan dengan cara
partisipasi aktif, observasi, wawancara dan studi pustaka.
Proses budidaya udang vannamei di tambak, meliputi : Persiapan tambak yaitu
pengolahan tanah dasar tambak dengan mengembalikan daya dukung tambak
sehingga tambak dapat digunakan kembali untuk proses budidaya setelah panen,

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

penebaran benih yaitu seleksi benih secara visual serta aklimatisasi, pengukuran dan
menjaga kualitas air, pemberian pakan berupa pellet, pemberantasan hama dan
penyakit dan pembesaran.
Teknik budidaya udang vannamei di tambak ini sudah memenuhi persyaratan
teknik budidaya yang benar dan pengembangan usaha sudah mulai dilakukan. Hal ini
dapat dilihat dengan analisis usaha yang menguntungkan yang dapat dilihat dari B/C
Rasio sebesar 1,1 yang artinya setiap penggunaan biaya produksi sebesar Rp. 1,00
akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 1,10 dan rencana pembangunan lahan
baru.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

SUMMARY

RR AYUDHIA SAVITRI ZAKARIA. Growth Management of Shrimp


(Litopenaeus vannamei) at Shrimp Ponds That Trained by Pamekasan
Departement of Fisheries. Lecturer of Counselor Akhmad Taufiq Mukti, S.Pi.,
M.Si.
American white shrimp (Litopenaeus vannamei) widely breed in Indonesia
because it produces a great advantages. Because of these advantages, vannamei
became the most popular culture commodity in this country.
The objective of this Field Work Practice is to obtain a knowledge, experience
and skill as well as to know some difficulties in breeding whiteleg shrimp. The Field
Work Practice was done at shrimp ponds that trained by Pamekasan Departement of
Fisheries in July 28 th - September 5 th 2008.
The Field Work Practice used descriptive method. The primary data were
collected through interview, questionnaire, and observation, while secondary data
were collected through documentation, research center, department of fisheries, and
some reports. Thus, the data were collected by active participation, observation,
interview and documentation.
Litopenaeus vannamei breeding in pond involve several steps : firstly,
including pond preparation where the soil in the pond bottom is processed by
restoring the pond capacity. Second, the fry of whiteleg shrimp then sowed by
selecting with visual test and acclimatization. Third, water quality control. Fourth,
feed management, the shrimp are fed with pellet food. And finally, any disease and
pest are eradicated completely. Furthermore, the whiteleg shrimp breeding technique
and business development has begun to work in this ponds.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya, sehingga
laporan Praktek Kerja Lapang tentang Manajemen Budidaya Udang Vannamei
(Litopenaeus vannamei) ini dapat terselesaikan. Laporan ini disusun berdasarkan hasil
Praktek Kerja Lapang yang telah dilaksanakan di Tambak Udang Binaan Dinas
Perikanan Kabupaten Pamekasan, Madura pada 28 Juli sampai 5 September 2008.
Pada kesempatan kali ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Keluarga besar yang selalu memberikan dukungan doa, semangat dan dana.
2. Ibu Prof. Dr. Drh. Hj. Sri Subekti, DEA. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan
Kelautan, Universitas Airlangga.
3. Bapak Akhmad Taufiq Mukti, S.Pi., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan sejak penyusunan usulan hingga
selesainya penysunan laporan ini.
4. Ibu Nurul, M.Si., Ir. selaku Kepala Dinas Perikanan Pamekasan yang telah
memberi kesempatan untuk bisa melaksanakan Praktek Kerja Lapang ini.
5. Bapak Nurul, Bapak Sono dan pegawai Dinas Perikanan lainnya yang telah
membantu terlaksananya Praktek Kerja Lapang.
6. Bapak Haji Iksan dan Bapak Mulyono sebagai pemilik tambak.
7. Mas Hendro sebagai Teknisi tambak yang telah membimbing selama pelaksanaan
Praktek Kerja Lapang.
8. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu yang telah ikut membantu sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah PKL ini masih belum sempurna,
sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan
dan kesempurnaan karya ilmiah PKL ini.. Akhirnya penulis berharap semoga karya
ilmiah PKL ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi semua pihak.

Surabaya, 30 Mei 2009

Penulis

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ..............................................................................................
iv

PKL

SUMMARY .................................................................................................

vi

KATA PENGANTAR .................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ......................................................................................

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

xii

I PENDAHULUAN ....................................................................................

1.1 Latar Belakang ....................................................................................

1.2 Tujuan .................................................................................................

1.3 Manfaat ..............................................................................................

II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................

2.1 Klasifikasi ..........................................................................................

2.2 Morfologi ...........................................................................................

2.3 Daur Hidup ........................................................................................

2.4 Ekologi ...............................................................................................

2.5 Manajemen Budidaya .........................................................................


2.5.1 Lokasi Budidaya .....................................................................
2.5.2 Konstruksi Tambak ................................................................
2.5.3 Penebaran ...................
2.5.4 Pakan dan Cara Makan ..................
2.5.5 Pengelolaan Kualitas Air ...............
2.5.6 Penanggulangan Hama dan Penyakit ................
2.5.7 Pemanenan ....................
2.5.8 Pemasaran .................
2.5.9 Analisis Usaha ................

10
10
11
11
12
14
16
18
18
18

III PELAKSANAAN

19

3.1 Tempat dan Waktu ...........................................................................

19

3.2 Metode Kerja ...................................................................................

19

3.3 Pengumpulan Data ...........................................................................


3.3.1 Data Primer .............................................................................
3.3.2 Data Sekunder .........................................................................

19
19
20

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

PKL

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................

22

4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang ..............................


4.1.1 Latar Belakang Berdirinya Usaha .........................................
4.1.2 Keadaan Topografi dan Geografi ..........................................
4.1.3 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja ...................................
4.1.4 Bentuk Usaha dan Permodalan ..............................................

22
22
22
23
24

4.2 Sarana Budidaya .............................................................................


4.2.1 Konstruksi Tambak ...............................................................
4.2.2 Sarana dan Prasarana yang lain .............................................
4.2.3 Persiapan Penebaran .............................................................
4.2.4 Penebaran Benih ...................................................................

24
24
24
25
26

4.3 Manajemen Pembesaran dan Pengendalian Penyakit ....................


4.3.1 Manajemen Pakan .................................................................
4.3.2 Manajemen Kualitas Air .......................................................
4.3.3 Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit ..........................

27
27
30
33

4.4 Pemanenan dan Pemasaran ............................................................


4.4.1 Pemanenan ............................................................................
4.4.2 Pemasaran ............................................................................

34
34
36

4.5 Hambatan dan Kemungkinan Pengembangan Usaha ...................


4.5.1 Hambatan yang Dihadapi ....................................................
4.5.2 Kemungkinan Pengembangan Usaha ..................................
4.5.3 Analisis Usaha .......................................................................

36
36
36
38

V SIMPULAN DAN SARAN ...

39

5.1 Simpulan ...

39

5.2 Saran ...

39

DAFTAR PUSTAKA .

40

LAMPIRAN ...

41

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR TABEL

Tabel

PKL

Halaman

1. Parameter kualitas air tambak ...

14

2. Data sampling dan pertumbuhan udang vannamei .....

30

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR GAMBAR

Gambar

PKL

Halaman

1. Morfologi udang vannamei .

2. Siklus hidup udang vannamei ..

3. Proses aklimatisasi di dalam tambak ..

27

4. Probiotik hasil kultur ..

29

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

PKL

Halaman

1. Denah lokasi tambak udang vannamei...

40

2. Analisis usaha ...

41

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi budidaya udang di dunia meningkat secara signifikan sejak usaha
budidaya udang diperkenalkan pertama kali lebih dari lima abad yang lalu. Tahun
1986, produksi budidaya udang dunia mencapai 120.000 ton atau enam persen dari
total udang yang dipasarkan di dunia. Tahun 1988, ada lebih dari 40 negara yang
memproduksi udang budidaya dan hasilnya meningkat tajam, diperkirakan mencapai
450.000 ton atau 22 persen dari total udang yang dipasarkan di dunia (Brown, 1991).
Ada lebih kurang 343 spesies udang yang potensial untuk dikembangkan
secara komersial. Setidaknya ada 110 spesies yang masuk dalam genus Penaeid
(Haliman dan Adijaya, 2005). Spesies udang dari genus ini yang paling banyak
dibudidayakan akhir-akhir ini. Spesies yang paling banyak dibudidayakan, antara
lain : Penaeus monodon, Penaeus stylirostris, Penaeus japonicus dan Litopenaeus
vannamei. Spesies ini banyak dibudidayakan karena pertimbangan tingkat
pertumbuhan yang cepat, toleransi terhadap lingkungan yang cukup tinggi dan daya
serap pasar tinggi (Brown, 1991).
Budidaya udang Penaeid memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
perolehan devisa negara dan udang yang awalnya menjadi primadona di Indonesia
adalah udang windu (Penaeus monodon). Namun, tahun 1994, White Spot Syndrome
Virus (WSSV) mulai mewabah dan menimbulkan kematian massal pada udang windu
di Indonesia. Akibat gangguan penyakit viral tersebut, tahun 2000 lebih dari 50 persen
total areal tambak di Indonesia diperkirakan merugi dan tidak beroperasi, sehingga
para petambak mencoba untuk membudidayakan udang jenis lain yang waktu itu
mulai diperkenalkan di Indonesia, yaitu udang putih pasifik yang dikenal sebagai
udang vannamei sebagai komoditas alternatif. Peresmian udang vannamei

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

dilakukan oleh pemerintah pada tanggal 14 Juli 2001 melalui Surat Keputusan (SK)
Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP. 41/MEN/2001. Salah satu tujuan
diperkenalkannya jenis udang tersebut adalah untuk memacu produksi udang nasional
yang selama beberapa tahun mengalami penurunan (Taukhid dkk., 2006).
Berkembangnya spesies ini disebabkan oleh keunggulan yang dimiliki udang
vannamei dibandingkan dengan udang windu, antara lain : a) pertumbuhan lebih
cepat, terutama pada 60 hari pertama, sehingga masa pemeliharaan relatif lebih
pendek untuk memperoleh ukuran pasar (ukuran 60-80), b) umumnya dapat diperoleh
ukuran panen yang lebih seragam, c) pakan buatan untuk pembesaran udang
vannamei harganya relatif lebih murah dengan rasio konversi pakan yang lebih
rendah, d) produktifitas per satuan luas lahan lebih tinggi, karena hidup di seluruh
kolom air, sehingga kepadatannya dapat ditingkatkan sampai lebih dari seratus
ekor/m2 dan e) udang vannamei yang masuk ke Indonesia berasal dari populasi yang
Spesific Pathogen Free (SPF), terutama terhadap infeksi Taura Syndrome Virus (TSV)
dan lebih resisten terhadap infeksi WSSV (Taukhid dkk., 2006).
Kualitas dan ketersediaan induk dan benih memegang peranan yang penting
dalam keberhasilan budidaya udang vannamei, karena akan menentukan kualitas
udang setelah dipanen (Haliman dan Adijaya, 2005). Selain kualitas benih dan induk,
keberhasilan produksi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang terkait dengan
metode pemeliharaan yang digunakan, antara lain : sistem pemeliharaan secara
intensif, semi intensif dan secara tradisional (ekstensif) (Suyanto dan Mudjiman,
2001).
Suatu usaha budidaya, pasti akan ditemui beberapa kendala atau hambatan.
Kendala dalam usaha pembesaran udang vannamei seringkali terbentur pada kurang
terkontrolnya

PKL

aspek-aspek

teknis

budidaya

(Haliman

dan

Adijaya,

2005).

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Aspek-aspek teknis dari suatu budidaya, antara lain : komoditas yang dibudidayakan,
pakan alami dan pakan buatan yang dimanfaatkan, penanganan hama dan atau
penyakit, kontrol kualitas dan kuantitas air, pola budidaya, pemupukan dan atau
pengapuran, panen dan pasca panen (Mukti dkk., 2006).
Kegiatan yang dilakukan dalam pembesaran udang vannamei ini meliputi
pengadaan benih, penebaran, meningkatkan produksi pakan alami, pemberian pakan
buatan, kontrol terhadap hama, parasit dan atau penyakit, pasca panen, pemasaran,
monitoring dan evaluasi serta analisis usaha (Mukti dkk., 2006). Keterampilan dan
pengetahuan tentang manajemen pembesaran udang vannamei yang baik dapat
menunjang keberhasilan dalam usaha tersebut, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kualitas dan produktifitas udang vannamei (Haliman dan Adijaya,
2005). Salah satu usaha yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tersebut
adalah melakukan Praktek Kerja Lapang tentang manajemen pembesaran udang
vannamei di Desa Montok, Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan, Madura.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini adalah :
1. Mempelajari, memahami dan mempraktekkan secara langsung tentang manajemen
pembesaran udang vannamei (Litopenaeus vannamei) di Desa Montok,
Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan, Madura.
2. Mempelajari manajemen kualitas air dalam usaha pembesaran udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) di Desa Montok, Kecamatan Larangan, Kabupaten
Pamekasan, Madura.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi usaha pembesaran udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) di Desa Montok, Kecamatan Larangan, Kabupaten
Pamekasan, Madura.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

1.3 Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang ini adalah :
1. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan menambah wawasan di bidang
perikanan, khususnya manajemen pembesaran udang vannamei.
2. Membandingkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didapat dari perkuliahan
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan di lapangan serta
menelaah persamaan dan perbedaan yang ada.
3. Melatih mahasiswa untuk bekerja secara mandiri di lapangan dan sekaligus
melatih mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lapangan pekerjaan
yang nantinya akan ditekuni apabila telah lulus.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Udang Vannamei


Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa udang vannamei memiliki
nama atau sebutan yang beragam di masing-masing negara, seperti whiteleg shrimp
(Inggris), crevette pattes blances (Perancis) dan camaron patiblanco (Spanyol).
Udang putih pasifik atau yang dikenal dengan udang vannamei digolongkan dalam :
Kingdom
Sub kingdom
Filum
Sub filum
Kelas
Sub kelas
Super ordo
Ordo
Sub ordo
Famili
Genus
Spesies

: Animalia
: Metazoa
: Arthropoda
: Crustacea
: Malacostraca
: Eumalacostraca
: Eucarida
: Decapoda
: Dendrobranchiata
: Penaeidae
: Litopenaeus
: Litopenaeus vannamei

2.2 Morfologi Udang Vannamei


Tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite
dan endopodite. Seluruh tubuhnya tertutup oleh eksoskeleton yang terbuat dari bahan
kitin. Tubuhnya beruas-ruas dan mempunyai aktivitas berganti kulit luar
(eksoskeleton) secara periodik (molting). Bagian tubuh udang vannamei sudah
mengalami modifikasi, sehingga dapat digunakan untuk beberapa keperluan antara
lain : makan, bergerak dan membenamkan diri ke dalam lumpur, menopang insang,
karena struktur insang udang mirip bulu unggas serta organ sensor seperti antenna
dan antennulae (Haliman dan Adijaya, 2005). Tubuh udang yang dilihat dari luar
terdiri dari bagian, yaitu bagian depan yang disebut cephalothorax, karena

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

menyatunya bagian kepala dan dada serta bagian belakang (perut) yang disebut
abdomen dan terdapat ekor (uropod) di ujungnya (Suyanto dan Mudjiman, 2001).
Bentuk morfologi udang vannamei dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi udang vannamei (Haliman dan Adijaya, 2005)


Keterangan :
1. Kelopak Mata
2. Antennulae
3. Antenna
4. Rahang Atas II
5. Rahang Atas III
6. Periopod

7. Pleopod
8. Rostrum
9. Antennal spine
10. Supraorbital Spine
11. Orbital Spine
12. Hepatic Spirse

13. Hepatic (Hati)


14. Cardia Cregion
15. Telson
16. Uropod

Cephalothorax udang vannamei terdiri dari antenna, antennulae, mandibula


dan dua pasang maxillae. Kepala ditutupi oleh cangkang yang memiliki ujung runcing
dan bergigi yang disebut rostrum. Kepala udang juga dilengkapi dengan tiga pasang
maxilliped dan lima pasang kaki jalan (periopod). Maxilliped sudah mengalami
modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan (Haliman dan Adijaya, 2005).
Bagian abdomen terdiri dari enam ruas, terdapat lima pasang kaki renang pada ruas
pertama sampai kelima dan sepasang ekor kipas (uropoda) dan ujung ekor (telson)
pada ruas yang keenam. Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus)
(Suyanto dan Mudjiman, 2001).
Ciri khusus yang dimiliki oleh udang vannamei adalah adanya pigmen
karotenoid yang terdapat pada bagian kulit. Kadar pigmen ini akan berkurang seiring

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

dengan pertumbuhan udang, karena saat mengalami molting sebagian pigmen yang
terdapat pada kulit akan ikut terbuang. Keberadaan pigmen ini memberikan warna
putih kemerahan pada tubuh udang (Haliman dan Adijaya, 2005). Udang jantan dan
betina dapat dibedakan dengan melihat alat kelamin luarnya. Alat kelamin luar jantan
disebut petasma, yang terletak di dekat kaki renang pertama, sedangkan lubang
saluran kelaminnya terletak di antara pangkal kaki jalan keempat dan kelima
(Adiyodi, 1970).

2.3 Daur Hidup dan Reproduksi


Udang vannamei bersifat nokturnal, yaitu lebih aktif beraktifitas di daerah
yang gelap. Proses perkawinan ditandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba. Saat
meloncat tersebut, betina mengeluarkan sel-sel telur. Saat yang bersamaan, udang
jantan mengeluarkan sperma sehingga sel telur dan sperma bertemu. Proses
perkawinan berlangsung lebih kurang satu menit. Sepasang udang vannamei
berukuran antara 30-45 gram dapat menghasilkan telur yang berukuran 0,22 mm
berkisar antara 100.000-250.000 butir (Adiyodi, 1970). Telur dapat menetas berkisar
antara 18-24 jam pada suhu 28 C (Brown, 1991). Siklus hidup atau siklus produksi
udang vannamei dapat dilihat pada Gambar 2.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Gambar 2. Siklus hidup udang vannamei (Brown, 1991)


Stadia nauplius adalah stadia yang pertama setelah telur menetas. Stadia ini
memiliki lima sub stadia (Brown, 1991). Larva berukuran antara 0,32-0,58 mm,
sistem pencernaannya belum sempurna dan masih memiliki cadangan makanan
berupa kuning telur (Haliman dan Adijaya, 2005).
Stadia zoea terjadi berkisar antara 15 24 jam setelah stadia nauplius. Larva
sudah berukuran antara 1,05 3,30 mm (Haliman dan Adijaya, 2005). Stadia zoea
memiliki tiga sub stadia, yang ditandai dengan tiga kali molting. Tiga tahap molting
atau tiga sub stadia itu disebut dengan zoea 1, zoea 2 dan zoea 3. Stadia ini, larva
sudah dapat makan plankton yang mengapung dalam kolom air. Tubuh akan semakin
memanjang dan mempunyai karapaks. Dua mata majemuk dan uropods juga akan
muncul (Brown, 1991). Lama waktu dari stadia ini menuju stadia berikutnya berkisar
antara 4-5 hari (Haliman dan Adijaya, 2005).

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Stadia mysis memiliki durasi waktu yang sama dengan stadia sebelumnya dan
memiliki tiga sub stadia, yaitu mysis 1, mysis 2 dan mysis 3. Perkembangan tubuhnya
dicirikan dengan semakin menyerupai udang dewasa serta terbentuk telson dan
pleopods. Benih pada stadia ini sudah mampu berenang dan mencari makanan, baik
fitoplankton maupun zooplankton (Brown, 1991).
Saat stadia post larva (PL), benih udang sudah tampak seperti udang dewasa.
Umumnya, perkembangan dari telur menjadi stadia post larva dibutuhkan waktu
berkisar antara 12-15 hari, namun semua itu tergantung dari ketersediaan makanan
dan suhu (Brown, 1991). Hitungan stadia yang digunakan sudah berdasarkan hari.
PL I berarti post larva berumur satu hari. Saat stadia ini, udang sudah mulai aktif
bergerak lurus ke depan dan sifatnya cenderung karnivora. Umumnya, petambak akan
melakukan tebar dengan menggunakan udang yang sudah masuk dalam stadia antara
PL10-PL15 yang sudah berukuran rata-rata sepuluh millimeter (Haliman dan Adijaya,
2005).

2.4 Ekologi
Di alam, populasi udang vannamei dapat ditemukan di Pantai Pasifik Barat,
sepanjang Peru bagian Utara, melalui Amerika Tengah dan Selatan sampai Meksiko
bagian Utara, yang mempunyai suhu air normal lebih dari 20 C sepanjang tahun.
Udang vannamei hidup di habitat laut tropis. Udang dewasa hidup dan memijah di
laut lepas dan larva akan bermigrasi dan menghabiskan masa larva sampai post larva
di pantai, laguna atau daerah mangrove. Secara umum, udang Penaeid membutuhkan
kondisi lingkungan dengan suhu berkisar antara 23-32 C, kelarutan oksigen lebih
dari 3 ppm, pH 8 dan salinitas berkisar antara 10-30 ppt (Brown, 1991).
Udang vannamei sangat toleran dan dapat bertahan hidup pada suhu yang
rendah (di bawah 15 C), walaupun pertumbuhannya akan sedikit terganggu. Sifat ini

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

memungkinkan budidaya udang ini di musim dingin. Namun, pertumbuhan terbaik


dicapai pada suhu berkisar antara 23-30 C, dengan pertumbuhan optimum pada suhu
30 C untuk udang muda (dengan berat rata-rata satu gram) dan suhu 27 C untuk
udang yang lebih besar (12-18 gram). Udang vannamei juga mempunyai kisaran
toleransi yang tinggi terhadap salinitas. Udang ini mampu hidup pada salinitas yang
berkisar antara 0,5-45 ppt (Brown, 1991).

2.5 Manajemen Budidaya


Pembesaran udang vannamei dilakukan di tambak yang dikondisikan sesuai
dengan keadaan pada habitat alami udang vannamei. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam budidaya udang vannamei adalah lokasi budidaya, konstruksi tambak,
penebaran, pakan dan cara makan, pengelolaan kualitas air, penanggulangan hama
dan penyakit, panen dan pasca panen, pemasaran dan analisis usaha (Haliman dan
Adijaya, 2005).

2.5.1 Lokasi Budidaya


Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa persiapan tambak merupakan
langkah awal budidaya udang vannamei, karena itu perlu diperhatikan hal-hal yang
menyangkut persiapan tambak, termasuk pemilihan lokasi. Lokasi tambak udang
harus memenuhi persyaratan tambak yang ideal, baik secara teknis maupun non
teknis.
Persyaratan lokasi tambak udang vannamei secara teknis adalah terletak di
daerah pantai dengan fluktuasi air pasang dan surut 2-3 meter, jenis tanah sebaiknya
liat berpasir untuk menghindari kebocoran air, mempunyai sumber air tawar dengan
debit atau kapasitas cukup besar sehingga kebutuhan air tawar dapat terpenuhi dan
lokasi tambak harus memiliki green-belt yang berupa hutan mangrove di antara lokasi

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

tambak dan pantai. Sementara persyaratan non teknis lokasi tambak udang vannamei
adalah dekat dengan produsen benih udang vannamei, dekat dengan sumber tenaga
kerja,

dekat sentra perekonomian sehingga mudah mendapatkan berbagai bahan

pokok untuk produksi udang dan lokasi bisa dijangkau oleh saluran penerangan dan
alat komunikasi (Haliman dan Adijaya, 2005).

2.5.2 Konstruksi Tambak


Desain dan konstruksi tambak dibuat untuk memberikan lingkungan yang baik
bagi kehidupan udang dan mampu mencegah masuknya patogen dari luar serta mudah
dilakukan pengendalian penyakit (Suyanto dan Mudjiman, 2001). Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan tambak

dilihat dari segi konstruksi, antara lain :

petakan, kedalaman air, saluran air masuk dan saluran pembuangan (Haliman dan
Adijaya, 2005).
Bentuk petakan yang ideal adalah bujur sangkar. Ukuran panjang dan lebar
disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia. Kedalaman air tambak yang baik untuk
budidaya udang vannamei berkisar antara 150-180 cm. Saluran air dalam tambak
terdiri dari dua saluran, yaitu saluran air masuk (inlet) dan saluran air keluar (outlet).
Kedua saluran tersebut harus terpisah satu sama lain. Saluran pembuangan air tengah
(central drainage) berfungsi untuk membuang lumpur dan kotoran dari dasar tengah
kolam (Haliman dan Adijaya, 2005).

2.5.3 Penebaran
Benur udang vannamei yang akan ditebar dan dibudidayakan harus dipilih
yang terlihat sehat. Kriteria benur sehat dapat diketahui dengan melakukan observasi
berdasarkan pengujian visual, mikroskopik dan ketahanan benur. Hal tersebut bisa
dilihat dari warna, ukuran panjang dan bobot sesuai umur Post Larva (PL), kulit dan

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

tubuh bersih dari organisme parasit dan patogen, tidak cacat, tubuh tidak pucat, gesit,
merespon cahaya, bergerak aktif dan menyebar di dalam wadah (Haliman dan
Adijaya, 2005).
Persiapan yang harus dilakukan sebelum penebaran adalah penumbuhan pakan
alami dengan pemupukan. Persiapan lain yang perlu dilakukan yaitu pengukuran
kualitas air, seperti suhu, salinitas, pH, DO, ammonia dan nitrit. Selain itu,
aklimatisasi atau proses adaptasi benur terhadap suhu maupun salinitas juga
merupakan hal yang penting dalam penebaran benur (Haliman dan Adijaya, 2005).
Udang vannamei dapat dibudidayakan dengan kepadatan yang relatif tinggi sampai
lebih dari 150 ekor/m2, bahkan dapat ditebarkan sampai 400 ekor/m2 dalam bak kultur
dengan sistem resirkulasi. Namun, banyaknya padat tebar tergantung dari sistem
budidaya yang dipakai (Brown, 1991).

2.5.4 Pakan dan Cara Makan


Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya udang vannamei
karena menyerap biaya yang berkisar antara 60-70 persen dari total biaya operasional.
Pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan akan memacu pertumbuhan dan
perkembangan udang vannamei secara optimal, sehingga produktivitasnya bisa
ditingkatkan. Prinsipnya adalah semakin padat penebaran benih udang berarti
ketersediaan pakan alami semakin sedikit dan ketergantungan pada pakan buatan
semakin meningkat (Topan, 2007). Udang vannamei membutuhkan pakan dengan
kandungan protein yang lebih rendah daripada udang windu. Kebutuhannya berkisar
antara 18-35 persen dengan rasio konversi pakan 1:1,2 yaitu satu kilogram daging
pada ikan dapat dihasilkan dari pemberian 1,2 kilogram pakan. Hal ini tentu saja akan
membuat biaya produksi untuk pakan udang vannamei lebih rendah daripada biaya
produksi untuk pakan udang windu (Brown, 1991).

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Pakan alami lebih banyak digunakan saat udang masih berukuran kecil. Saat
fase zoea, udang akan bersifat herbivora dan memakan fitoplankton. Saat fase mysis,
udang akan bersifat karnivora, sehingga pakan yang dikonsumsi berupa zooplankton.
Pakan buatan berbentuk pellet dapat mulai dilakukan sejak benur ditebar hingga
udang siap panen. Namun, ukuran dan jumlah pakan yang diberikan harus dilakukan
secara cermat dan tepat, sehingga udang tidak mengalami kekurangan pakan maupun
kelebihan pakan (Haliman dan Adijaya, 2005).
Pakan tambahan digunakan sebagai nutrisi pelengkap pakan alami dan pakan
buatan. Selain itu, pakan tambahan dapat berfungsi merangsang nafsu makan udang,
mempercepat proses molting, memperkecil konversi rasio pakan dan sebagai pupuk
organik (Haliman dan Adijaya, 2005). Contoh dari pakan tambahan adalah vitamin,
immunostimulan, mineral, HUFA, karotenoid dan astaxanthin (Brown, 1991).
Frekuensi pemberian pakan pada udang kecil cukup 2-3 kali sehari karena masih
mengandalkan pakan alami. Setelah terbiasa dengan pakan buatan bentuk pellet,
frekuensi pemberian dapat ditambah menjadi 4-6 kali sehari (Topan, 2007).
Udang vannamei termasuk golongan omnivora. Beberapa sumber pakan udang
vannamei, antara lain : udang kecil (rebon), fitoplankton, copepoda, polychaeta, larva
kerang dan lumut. Udang ini juga termasuk dalam pemangsa sejenis (kanibalisme).
Udang vannamei ini mencari dan mengenali pakan menggunakan sinyal kimiawi
berupa getaran dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus (setae)
yang terdapat pada ujung anterior antennulae, bagian mulut, capit, antenna dan
maxilliped. Udang akan berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki capit untuk
mendekati sumber pakan. Pakan langsung dijepit menggunakan capit kaki jalan,
kemudian pakan dimasukkan ke dalam mulut. Selanjutnya pakan yang berukuran
kecil masuk ke dalam kerongkongan dan esofagus. Bila pakan yang dikonsumsi

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

berukuran lebih besar, akan dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxilliped di
dalam mulut (Haliman dan Adijaya, 2005).

2.5.5 Pengelolaan Kualitas Air


Kualitas air tambak yang baik akan mendukung pertumbuhan dan
perkembangan udang vannamei secara optimal. Oleh karena itu, kualitas air tambak
perlu diperiksa dan dikontrol secara seksama (Haliman dan Adijaya, 2005). Beberapa
parameter kualitas air yang harus terus diamati selama proses budidaya dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter kualitas air tambak
Parameter
Fisik
1. Suhu
2. Kecerahan
Kimia
1. Nitrit

Metode atau alat uji


Termometer
pH
meter
kertas pH

Waktu uji

Pagi dan sore


dan Pagi dan sore

Test kit

2. Fosfat

Test kit

3. Alkalinitas
4. Besi (Fe)
5. H2S

Titrasi asam basa


Test kit
Spektrofotometer

6. pH

pH
meter
kertas pH

7. Salinitas
8. DO

Refraktometer
DO meter

Siang atau sore 2-3


hari sekali
Siang atau sore
seminggu sekali
Siang atau sore
2-3 hari sekali
Seminggu sekali

dan Pagi dan sore


Pagi dan sore
02.00-05.00

Angka referensi
26-30 C
7,5-8,5
0,1 ppm
1-3 ppm
150 ppm
1 ppm
7 ppb
7,5-8,5
15-30 ppt
3 ppm

Sumber : Haliman dan Adijaya (2005)

Suhu optimal untuk pertumbuhan udang vannamei adalah berkisar antara


26-32 C. Jika suhu lebih dari angka optimum, maka metabolisme udang akan
berlangsung cepat dan kebutuhan oksigen akan meningkat. Kadar oksigen dalam

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

tambak mengalami titik jenuh pada kadar yang berkisar antara 7-8 ppm. Namun
udang dapat tumbuh baik pada kadar oksigen minimum berkisar antara 4-6 ppm
(Suyanto dan Mudjiman, 2001).
Salinitas dan pH air di tambak berhubungan erat dengan keseimbangan ionik
dan proses osmoregulasi di dalam tubuh udang. Udang muda yang berumur antara
1-2 bulan memerlukan kadar garam yang berkisar antara 15-25 ppt agar
pertumbuhannya dapat optimal. Setelah umurnya lebih dari dua bulan, pertumbuhan
relatif baik pada kisaran salinitas 5-30 ppt. Pada waktu-waktu tertentu seperti saat
musim kemarau, salinitas air tambak dapat menjadi hypersaline (berkadar garam
tinggi, lebih dari 40 ppt). Air tambak memiliki pH ideal berkisar antara 7,5-8,5.
Umumnya perubahan pH air dipengaruhi oleh sifat tanahnya (Haliman dan Adijaya,
2005). pH air tambak dapat berubah menjadi asam karena meningkatnya benda-benda
membusuk dari sisa pakan atau yang lain. pH air yang asam dapat diubah menjadi
alkalis dengan penambahan kapur (Suyanto dan Mudjiman, 2001).
Kadar gas-gas yang mencemarkan perairan, seperti ammonia (NH3), gas
methan dan asam sulfida (H2S) harus selalu dipantau dan diperhatikan (Suyanto dan
Mudjiman, 2001). Ammonia berasal dari hasil ekskresi atau pengeluaran kotoran
udang. Oleh karena ammonia dan nitrit adalah senyawa beracun, maka harus diubah
menjadi nitrat. Salah satu cara untuk meningkatkan nitrifikasi dan denitrifikasi adalah
dengan meningkatkan jumlah bakteri, yaitu dengan aplikasi probiotik yang
mengandung bakteri yang dibutuhkan (Roffi, 2006). Kekeruhan air tambak
berhubungan erat dengan banyaknya fitoplankton yang tumbuh dalam tambak. Batas
kekeruhan air tambak yang dianggap cukup adalah bila angka seichi disk berkisar
antara 25-45 cm (Suyanto dan Mudjiman, 2001).
2.5.6 Penanggulangan Hama dan Penyakit

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Hama dan penyakit merupakan kendala yang sering mengganggu dan


merugikan dalam usaha budidaya. Hama dapat dibedakan menjadi tiga golongan,
yaitu golongan pemangsa, penyaing dan pengganggu. Penyakit didefinisikan sebagai
segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari
suatu alat-alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung (Suyanto dan
Mudjiman, 2001).
Organisme yang bersifat hama bagi udang vannamei adalah predator dari jenis
ikan, kepiting dan ular (Haliman dan Adijaya, 2005). Hama golongan penyaing adalah
hewan-hewan yang menyaingi udang dalam hidupnya, baik mengenai pangan maupun
papan. Golongan pengganggu biasanya akan merusak sarana tambak, seperti
pematang, tanah dasar tambak dan pintu air. Untuk memberantas hama yang hidup
dalam air, kita dapat menggunakan bahan-bahan beracun atau pestisida. Namun
disarankan agar menggunakan pestisida organik seperti tepung biji teh (mengandung
racun saponin), akar tuba (mengandung racun rotenon) dan sisa-sisa tembakau
(mengandung racun nikotin). Pestisida ini lebih disarankan penggunaannya karena
racunnya tidak terlalu keras dan lebih cepat terurai di dalam tambak sehingga tidak
membahayakan (Suyanto dan Mudjiman, 2001). Mencegah masuknya ikan dan atau
udang liar ke dalam tambak, perlu dipasang jaring pada bagian inlet air laut agar ikan
dan atau udang liar tersebut tidak bisa masuk ke dalam tambak (Haliman dan Adijaya,
2005).
Penyakit pada udang bisa disebabkan oleh parasit, bakteri, jamur maupun
virus. Parasit menyerang udang vannamei bila kualitas air tambak kurang baik,
terutama pada kondisi kandungan bahan organik yang tinggi. Pencegahan keberadaan
parasit bisa dilakukan dengan penggantian air tambak, pemakaian probiotik dan

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

pengelolaan pemberian pakan. Beberapa jenis parasit yang menyerang udang


vannamei yaitu Zoothamnium, Vorticella dan Epistylis (Roffi, 2006).
Bakteri dan jamur tumbuh optimal di perairan yang mengandung bahan
organik tinggi (sekitar 50 ppm). Oleh karena itu, sebaiknya kandungan bahan organik
di air tambak tidak melebihi 50 ppm. Bakteri yang perlu diwaspadai adalah bakteri
vibrio yang menyebabkan penyakit vibriosis. Infeksi bakterial dapat diobati dengan
pemberian antibiotik. Namun perlu berhati-hati dalam menggunakan antibiotik,
karena

antibiotika

seperti

chloramphenicol

dan

nitrofuran

telah

dilarang

penggunaannya karena bisa meninggalkan residu di dalam tubuh ikan. Tindakan


pencegahan juga dapat dilakukan dengan penggunaan probiotik yang mampu
berkompetisi dengan bakteri patogen. Jamur (cendawan) juga sering dijumpai pada
udang yang sakit. Jenis cendawan yang umumnya menyerang udang antara lain
Sirolpidium sp., Halipthoros sp. dan Lagenidium spp. (Haliman dan Adijaya, 2005).
Virus merupakan ancaman serius bagi budidaya udang, karena dapat
menyebabkan kematian udang secara massal dalam waktu singkat. Faktor pemicu
munculnya virus yaitu faktor nutrisi, lingkungan dan genetika. Beberapa virus yang
sering menyerang dan perlu diwaspadai adalah White Spot Syndrome Virus (WSSV),
Taura Syndrome Virus (TSV), dan Infectious Hypodermal Hematopoetic Necrosis
Virus (IHHNV) (Haliman dan Adijaya, 2005).
Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa upaya pencegahan yang
dapat dilakukan untuk meminimalkan infeksi virus adalah dengan pemakaian benih
kualitas unggul (SPR dan SPF), pemakaian imunostimulan, menjaga kualitas air agar
stabil, sehingga udang tidak stres serta monitoring penyakit secara rutin. Biosekuriti
juga perlu diterapkan untuk memperkecil resiko serangan penyakit dari lingkungan
luar tambak ke dalam lokasi dan sebaliknya.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

2.5.7 Pemanenan
Panen merupakan akhir dari suatu periode budidaya yang sangat ditunggu para
petambak (Haliman dan Adijaya, 2005).

Teknik yang digunakan saat panen

tergantung dari ukuran dan sistem pemeliharaan yang digunakan serta ketersediaan
tenaga kerja (Brown, 1991). Udang vannamei dapat dipanen setelah berumur sekitar
120 hari dengan berat tubuh berkisar antara 16-20 gram/ekor. Pemanenan umumnya
dilakukan pada malam hari untuk menghindari terik matahari dan mengurangi resiko
udang ganti kulit selama panen akibat stres (Haliman dan Adijaya, 2005).

2.5.8 Pemasaran
Pemasaran udang vannamei dapat dilakukan di dalam negeri, maupun luar
negeri (ekspor). Permintaan udang vannamei di dunia meningkat dari tahun ke tahun.
Negara-negara tujuan ekspor udang vannamei yang diproduksi Indonesia adalah
Jepang, Cina, Uni Eropa, Amerika Serikat dan negara-negara lainnya (Haliman dan
Adijaya, 2005).

2.5.9 Analisis Usaha


Analisis usaha berfungsi memberikan gambaran usaha

budidaya udang

vannamei. Analisis usaha ini dihitung untuk satu tahun. Kelayakan usaha udang
vannamei dapat dilihat dari cash flow, rentabilitas ekonomi, B/C rasio, payback
period dan break event point (Haliman dan Adijaya, 2005).

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

III PELAKSANAAN

3.1 Tempat dan Waktu


Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan pada Tambak Udang Vannamei binaan
Dinas Perikanan Kabupaten Pamekasan di Desa Montok, Kecamatan Larangan,
Kabupaten Pamekasan, Propinsi Jawa Timur. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal
28 Juli sampai 5 September 2008.

3.2 Metode Kerja


Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode
deskriptif, yaitu metode untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Nasution,
1990).

3.3 Pengumpulan Data


Data yang dambil dalam Praktek Kerja Lapang ini, meliputi data primer dan
data sekunder.

3.3.1 Data primer


Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati
dan dicatat untuk pertama kalinya melalui prosedur dan teknik pengambilan data yang
berupa observasi, wawancara dan partisipasi aktif maupun memakai instrumen
pengukuran yang khusus sesuai dengan tujuan (Nasution, 1990).

A. Observasi
Observasi atau pengamatan secara langsung adalah pengambilan data dengan
menggunakan indera mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

tersebut (Nasution, 1990).

Praktek Kerja Lapang ini observasi dilakukan terhadap

berbagai kegiatan pembesaran udang vannamei, meliputi : proses persiapan tambak,


pemeliharaan, pemanenan dan pasca panen.
B.

Wawancara
Wawancara merupakan cara mengumpulkan data dengan cara tanya jawab

sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan kegiatan.
Wawancara memerlukan komunikasi yang baik dan lancar antara pelaku kegiatan
dengan subyek, sehingga pada akhirnya bisa didapatkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan secara keseluruhan (Nasution, 1990). Wawancara dilakukan
dengan tanya jawab dengan pegawai dan atau teknisi mengenai latar belakang
berdirinya tambak udang tersebut, struktur organisasi, permodalan, produksi,
pemasaran dan permasalahan yang dihadapi dalam menjalankan usaha dan
kemungkinan dikembangkan usaha pembesaran udang vannamei yang lebih efisien.
C.

Partisipasi Aktif
Partisipasi aktif adalah keterlibatan dalam suatu kegiatan yang dilakukan secara

langsung di lapangan (Nasution, 1990).

Jenis kegiatan yang dilakukan adalah

manajemen pembesaran udang vannamei. Kegiatan tersebut diikuti secara langsung


mulai dari persiapan tambak, penebaran, pemeliharaan, pengukuran kualitas air dan
pemanenan.

3.3.2 Data sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung dan telah
dikumpulkan serta dilaporkan oleh orang di luar dari kegiatan itu sendiri (Nasution,
1990). Data ini dapat diperoleh dari data dokumentasi, lembaga penelitian, dinas

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

perikanan, pustaka, laporan pihak swasta, masyarakat dan pihak lain yang
berhubungan dengan usaha pembesaran udang vannamei.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang


4.1.1 Latar Belakang Berdirinya Usaha
Tambak udang ini terbentuk karena dilatarbelakangi oleh ketertarikan
pemilik usaha tersebut untuk membuka usaha di bidang budidaya udang karena
melihat adanya peluang yang cukup besar dalam bidang usaha ini. Pemilik usaha
semakin termotivasi untuk mendirikan usaha ini karena adanya perhatian dan binaan
dari Dinas Perikanan Pamekasan dan melakukan studi banding ke Kampung
Vannamei di Paciran Lamongan dan Duduk Sampeyan Gresik. Keinginan ini juga
didukung oleh tersedianya lahan di daerah pesisir yang cukup luas, yaitu lebih dari
sepuluh hektar yang sebelumnya dimanfaatkan pasirnya untuk dijual. Akhirnya
produksi atau kegiatan budidaya mulai dilakukan pada awal tahun 2006, yang dimulai
dengan proses budidaya sistem semi intensif dengan dua petakan tambak.

4.1.2 Keadaan Topografi dan Geografi


Lokasi tambak ini berada di daerah pesisir dengan topografi datar dan berada
di bawah permukaan laut yang mudah dijangkau karena berada di pinggir jalan desa.
Batas-batas lokasi tambak ini secara geografis adalah Desa Montok di sebelah Barat,
Pantai Talang Siring di sebelah Timur, tambak vannamei di sebelah Utara dan
pemakaman Cina di sebelah Selatan.
Lokasi ini memenuhi beberapa persyaratan teknis dan non teknis lokasi
usaha tambak, yaitu terletak di daerah pantai dengan fluktuasi pasang surut air
berkisar antara 2-3 meter, lokasi tambak memiliki green-belt yang merupakan hutan
mangrove antara lokasi tambak dan pantai, dekat dengan sumber tenaga kerja karena

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

terletak dekat dengan pemukiman penduduk dan dekat dengan sentra perekonomian,
sehingga dengan mudah mendapatkan berbagai bahan untuk proses produksi.
Namun, ada juga persyaratan lokasi yang tidak dapat terpenuhi, yaitu jenis
tanah pasir, sehingga air dalam petakan mudah sekali mengalami kebocoran dan tidak
tersedianya sumber air tawar di sekitar lokasi sehingga kebutuhan air tawar dipenuhi
dengan menyalurkan air tawar dari sumur bor di desa terdekat dengan pipa paralon
sepanjang satu kilometer. Namun, lokasi ini mudah dijangkau saluran penerangan dan
komunikasi. Di sekitar lokasi banyak pula usaha pertambakan, baik itu tambak udang
vannamei secara intensif, semi intensif, tambak bandeng tradisional maupun tambak
garam. Adapun gambar denah dari lokasi tambak udang vannamei ini dapat dilihat
pada Lampiran1.

4.1.3 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja


Usaha tambak udang vannamei di lokasi ini dimiliki oleh dua orang. Namun
manajemen pengelolaannya diserahkan kepada satu orang teknisi dan dibantu oleh
empat orang tenaga kerja. Tiga orang pekerja bertanggungjawab terhadap
pemeliharaan dan pemberian pakan udang, sedangkan sisanya bertanggungjawab
terhadap pemeliharaan mesin-mesin yang digunakan untuk menggerakkan kincir
maupun untuk pompa air. Pekerja harian dipekerjakan pada saat-saat tertentu ketika
membutuhkan banyak tenaga kerja, seperti pada saat pembalikan dan pengambilan
tanah dasar tambak serta saat pemanenan. Jumlah pekerja harian tergantung dari
banyaknya pekerjaan. Biasanya proses pengeringan dilakukan oleh 5-6 orang tenaga
kerja per petak dan pada saat panen bisa mencapai 50 orang yang meliputi pemanen
dalam petakan, tenaga angkut, membersihkan dan mencuci udang sampai proses
sizing.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

4.1.4 Bentuk Usaha dan Permodalan


Bentuk usaha dari usaha tambak udang vannamei ini adalah milik
perorangan. Permodalannya juga didanai oleh pemilik usaha. Namun sejak tahun
2007 ada bantuan dari Dinas Perikanan kepada para petambak di daerah tersebut yang
dapat dilunasi setelah panen.

4.2 Sarana Budidaya


4.2.1 Konstruksi Tambak
Tambak dibuat dengan petakan bujur sangkar, dengan ukuran panjang dan
lebar 50 meter. Kedalaman air tambak berkisar antara 100-150 cm. Haliman dan
Adijaya (2005) menjelaskan bahwa bentuk petakan yang ideal untuk tambak budidaya
udang vannamei adalah bujur sangkar dengan kedalaman berkisar antara 150-180 cm.
Saluran air dalam tambak (inlet dan outlet) menggunakan pipa paralon dan
air disalurkan dengan pompa. Hal ini dilakukan karena tidak tersedianya pintu masuk
dan pintu keluar air. Haliman dan Adijaya (2005) menjelaskan bahwa central
drainage (saluran pembuangan air tengah) diperlukan untuk membuang lumpur dan
kotoran dari dasar tengah kolam. Namun saluran ini tidak tersedia pada petakan
tambak, sehingga penyiponan tidak dapat dilakukan. Air tawar yang masuk diambil
dari sumur bor yang berjarak sejauh kurang lebih satu kilometer dari lokasi tambak
dan dialirkan melalui pipa paralon. Begitu pula air laut, diambil dari tandon dengan
menggunakan pompa dan dialirkan melalui pipa paralon, sedangkan pembuangan air
dilakukan dengan menggunakan pompa dan dibuang di sungai yang mengalir di
sebelah tambak.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

4.2.2 Sarana dan Prasarana yang Lain


Sarana lain yang tersedia di lokasi tambak tersebut selain petakan-petakan
pemeliharaan adalah :
1. Gudang tempat penyimpanan pakan.
Bangunan ini digunakan sebagai tempat untuk menyimpan pakan, alat-alat
pengukuran kualitas air, alat-alat sampling dan pemanenan, timbangan pakan, alat-alat
untuk memperbaiki mesin dan alat-alat lain. Selain sebagai tempat penyimpanan
pakan dan alat-alat produksi lainnya, gedung ini juga digunakan sebagai tempat para
pekerja untuk beristirahat.
2. Tandon air laut.
Pengisian atau masuknya air laut tergantung dari pasang dan surutnya air laut. Air laut
yang akan digunakan terlebih dahulu disimpan dalam tandon dan kemudian
disterilkan dengan pemberian klorin. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar air yang
nantinya masuk dalam kolam pemeliharaan steril dan bebas dari parasit yang dapat
merugikan proses bididaya.
3. Bak kultur probiotik.
Bak ini terbuat dari tong besar yang digunakan untuk membiakkan/kultur probiotik.
Tersedia untuk menyuplai kebutuhan probiotik udang. Tata letak tambak dan sarana
lain dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2.3 Persiapan Penebaran


Tambak dikeringkan dan tanah dasar tambaknya diangkat untuk membuang
sisa-sisa bahan organik di dasar tambak.dilakukan pengangkatan lumpur hitam yang
berasal dari sisa kotoran udang serta sisa pakan yang terbuang dan bahan lain yang
tidak terdekomposisi atau terurai secara sempurna. Haliman dan Adijaya (2005)

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

menjelaskan bahwa lumpur hitam bisa menyebabkan timbulnya senyawa beracun


seperti asam sulfat (H2S) dan amonia. Setelah proses pengeringan dan pembuangan
tanah dasar selesai, selanjutnya tanah diberi kapur (CaO) sebanyak 500 Kg per petak
dengan luas 2500 meter persegi. Adiwidjaya dkk. (2006) menelaskan bahwa tanah
dengan pH kurang dari 6,5 dapat diberikan kapur sebanyak 500-1000 kg/ha. Kapur
berfungsi untuk meningkatkan kapasitas penyangga air dan menaikkan pH (Haliman
dan Adijaya, 2005).
Setelah proses pengapuran, petakan diisi air sampai penuh dengan salinitas
sekitar 30 ppt. Air petakan tersebut kemudian diberi kaporit dan saponin. Saponin
yang diberikan sekitar 50 kilogram per petak, namun saponin harus direndam terlebih
dahulu dalam air tawar selama 12 jam untuk memaksimalkan kemampuannya
sebelum ditebar dalam petakan. Saponin dan kaporit berfungsi sebagai desinfektan.
Saponin berfungsi ganda sebagai pupuk dan bahan beracun untuk membunuh ikan
lain yang mengganggu dan merugikan kehidupan udang (Suyanto dan Mudjiman,
1991). Setelah pemberian saponin dilanjutkan dengan pemberian kaptan (kapur
CaCO3). Banyaknya kaptan tergantung dari warna air petakan dan hasil yang
diinginkan. Kaptan berfungsi sebagai pupuk untuk menumbuhkan plankton.
Setelah semua selesai dilakukan, kincir dapat dinyalakan selama kurang
lebih 12 jam sebelum tebar. Tujuan penyalaan kincir selain untuk menyuplai oksigen
adalah untuk meratakan bahan-bahan yang sebelumnya ditebar dan mempercepat
penguapan zat-zat tersebut, sehingga tidak membahayakan benur yang akan ditebar
(Adiwidjaya dkk., 2006). Namun kincir harus dimatikan satu jam sebelum benur
ditebar agar arus air di dalam tambak berhenti. Jadi benur dapat dihindarkan dari
stress (Haliman dan Adijaya, 2005).

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tahap selanjutnya adalah penebaran probiotik hasil kultur. Probiotik ini


ditebar dengan kadar sepuluh ppm pada masing-masing petakan. Pemberian probiotik
dapat diaplikasikan mulai dari persiapan hingga panen. Peranan probiotik selain
untuk mempercepat proses perombakan bahan organik, juga cukup efektif untuk
menekan laju pertumbuhan bakteri pathogen (Adiwidjaya dkk., 2006).

4.2.4 Penebaran Benih


Setelah tahap-tahap persiapan selesai dilakukan, penebaran benur siap
dilakukan. Benur dipesan dari hatchery yang dimiliki oleh PT. CP Prima di Rembang
dengan harga Rp. 30,00 per ekor. Benih PL 13 dengan panjang sekitar 0,6 cm tersebut
ditebar pada pagi hari untuk memperkecil resiko stres pada benur. Sebelum ditebar,
benur diaklimatisasi dulu agar tidak terlalu stres pada saat penebaran. Haliman dan
Adijaya (2005) menjelaskan bahwa aklimatisasi dilakukan untuk adaptasi terhadap
suhu dan salinitas antara air media pengangkutan benur dan air petakan tambak.
Awalnya plastik berisi benur diapungkan pada pinggiran petakan selama
beberapa saat. Setelah itu ikatan dibuka dan air petakan dimasukkan pelan-pelan ke
dalam plastik untuk memperkecil perbedaan salinitas. Setelah benur dapat beradaptasi
dengan suhu dan salinitas petakan dan gerakannya mulai aktif lagi, benur dapat
ditebar ke dalam petakan. Lama pemeliharaan benur dari saat tebar sampai panen
berkisar antara 3-4 bulan dengan padat tebar 50 ekor/m 2 . Proses aklimatisasi dan
penebaran di dalam tambak dapat dilihat pada Gambar 3.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Gambar 3. Proses aklimatisasi di dalam tambak

4.3 Manajemen Pembesaran dan Pengendalian Penyakit


4.3.1 Manajemen Pakan
Pakan yang diberikan dari awal tebar sampai panen adalah pakan merk
Irawan milik PT. CP Prima. Jenis pakan ini diberikan karena memiliki stabilitas
terhadap air yang baik dan disukai udang. Pada awal pemeliharaan, pakan yang
diberikan berbentuk crumble/remahan, karena ukuran udang yang kecil dan
menyesuaikan dengan bukaan mulut udang (Topan, 2007). Kandungan proteinnya
masih tinggi, yaitu 30 persen karena udang memerlukannya untuk proses
pertumbuhan.
Pakan yang dikonsumsi udang secara normal akan diproses selama 3-4 jam
setelah pakan tersebut dikonsumsi, kemudian sisanya dikeluarkan sebagai kotoran
(Briggs, 2004). Pertimbangan waktu biologis tersebut yang menentukan pemberian
pakan dapat dilakukan pada interval waktu tertentu. Frekuensi pemberian pakan di
tambak tersebut pada awal pemeliharaan dilakukan tiga kali sehari, yaitu pada pukul
06.00, 11.00 dan 15.00 WIB. Frekuensi pemberian pakan tidak terlalu sering karena
benur udang masih memanfaatkan pakan alami yang tersedia dalam petakan.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Banyaknya pemberian pakan pun masih dengan metode blind feeding,


karena banyaknya konsumsi pakan masih belum bisa dikontrol melalui anco. Setelah
dilakukan sampling pertama pada umur 35 hari, pemberian pakan baru bisa dikontrol
melalui anco (Topan, 2007). Jumlah pakan dalam anco adalah 0,6 persen dari total
pakan yang diberikan dan dikontrol setiap dua jam. Pada umur 35 hari, pakan buatan
yang diberikan sudah dalam bentuk pellet dan frekuensi pemberian pakan adalah lima
kali sehari, yaitu pada pukul 06.00, 11.00, 15.00, 19.00, dan 23.00 WIB karena udang
sudah terbiasa dan banyak bergantung pada pakan buatan. Setelah udang berumur 6070 hari, pakan buatan pellet yang diberikan mempunyai kandungan protein yang lebih
rendah, yaitu 28 persen. Kuantitas pemberian pakan perlu diperhatikan agar udang
tidak mengalami kekurangan pakan maupun kelebihan pakan.
Aplikasi pakan tambahan juga diterapkan dalam pemeliharaan udang ditempat
ini. Pakan tambahan tersebut antara lain vitamin C, imunostimulan, omega protein
dan probiotik. Pemberian pakan tambahan dicampurkan pada pakan dengan dosis
tertentu (Adiwidjaya dkk., 2006). Vitamin C diberikan dengan dosis tiga gram per
satu kilogram pakan, imunostimulan sebanyak lima gram per kilogram pakan, omega
sebanyak 20 ml per kilogram pakan, sedangkan bakteri probiotik sebanyak 200 ml per
kilogram pakan. Probiotik yang diberikan adalah probiotik dari jenis Bacillus sp. yang
merupakan hasil kultur. Program pemberian pakan tambahan tersebut diterapkan
selama empat hari berturut-turut dalam satu minggu. Pencampurannya dilakukan pada
pemberian pakan pukul 15.00 WIB.
Tahap-tahap kultur bakteri probiotik tersebut adalah dengan mempersiapkan
media untuk tempat tumbuh dan makanan bakteri, yaitu dengan merebus setengah
kilogram tepung kanji, setengah kilogram tepung kedelai atau kacang hijau, setengah
kilogram tepung beras, 100 mililiter susu kental manis, dan dua liter tetes (molase)

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

dalam 20 liter air. Setelah rebusan tersebut dingin, kemudian dituangkan dalam 80
liter air dan diaerasi. Setelah itu starter bakteri dapat ditebarkan ke dalam wadah
tersebut. Starter yang digunakan adalah probiotik yang dijual di pasaran dengan nama
dagang Pond Plus. Bakteri probiotik hasil kultur ini dapat digunakan selama sekitar
dua minggu pemeliharaan. Namun aerasi harus selalu dinyalakan untuk mensuplai
kebutuhan bakteri tersebut akan oksigen. Probiotik hasil kultur dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 4. Probiotik hasil kultur


Sampling dilakukan satu minggu sekali untuk mengetahui kecepatan
pertumbuhan pada udang. Sampling dilakukan dengan menebar jala dan kemudian
menghitung udang hasil jalaan untuk mengetahui ukuran udang. Data sampling udang
dalam empat petakan tambak lokasi Praktek Kerja Lapang dapat dilihat pada Tabel 2.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Tabel 2. Data sampling dan pertumbuhan udang Vannamei


Mi

Um

ngg

ur

(har

ke-

i)

1.

Size Udang (ekor/Kg)

Berat per Ekor (gr)

ADG (gr/hari)

II

III

IV

II

III

IV

II

III

IV

60

128,5

142,7

132,3

127,8

7,7

7,56

7,8

0,25

0,57

0,2

0,21

2.

67

113,3

128

122

113,3

8,8

7,8

8,19

8,82

0,15

0,11

0,09

0,14

3.

74

99,4

103,5

104,6

94,3

10

9,66

14,5

10,6

0,17

0,18

0,18

0,25

4.

81

84,5

86,4

92

83,1

11,8

11,5

10,86

12

0,25

0,26

0,19

0,2

5.

88

74

75,4

78

71,4

13,5

13,2

12,28

14

0,24

0,24

0,27

0,28

6.

95

65,5

71,55

71,05

66,7

15,4

13,9

14

14,99

0,24

0,1

0,17

0,14

Sumber : Observasi dan partisipasi langsung

Data yang tercantum dalam Tabel 2 memperlihatkan bahwa pertumbuhan ratarata udang vannamei per hari adalah 0,2 gram atau dapat diartikan bahwa
pertumbuhannya adalah 1,5 gram per minggu. Konversi rasio pakannya biasanya
berkisar antara 1:1,3 sampai 1:1,5 dengan kelangsungan hidup 80-90 persen. Haliman
dan Adijaya (2005) menjelaskan bahwa konversi rasio pakan adalah jumlah pakan
yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram udang. Konversi rasio pakan dan
tingkat kehidupannya biasanya dihitung saat panen setelah tonase hasil panen
diketahui. Sintasan yang dicapai masih sangat tinggi dan kondisi udang dalam kondisi
yang sehat dan bagus. Hal ini ditandai dengan kondisi tubuh bagian luar udang yang
bersih, anggota tubuh yang masih lengkap, serta udang responsif terhadap pakan dan
responsif terhadap adanya rangsang dari luar.

4.3.2 Manajemen Kualitas Air


Sistem yang digunakan dalam budidaya udang ini adalah sistem budidaya
semi intensif, sehingga ada penggantian atau sirkulasi air dan ada pemasangan kincir.
Sumber air laut didapatkan dari laut yang sebelumnya diendapkan di tandon.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Sedangkan sumber air tawar didapatkan dari sumur bor sejauh satu kilometer dari
lokasi budidaya.
Solis dan Ibarra (1994) menjelaskan bahwa kualitas air tambak akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan udang vannamei oleh karena itu,
kualitas air tambak perlu diperiksa secara seksama. Parameter-parameter kualitas air
yang diukur dalam pelaksanaan PKL di lokasi tersebut adalah : suhu, salinitas, pH,
kekeruhan, oksigen terlarut, amonia, nitrit dan alkalinitas. Parameter-parameter
tersebut akan mempengaruhi proses metabolisme tubuh udang, seperti keaktifan
mencari pakan, proses pencernaan dan pertumbuhan udang (Haliman dan Adijaya,
2005).
Suhu diukur pada setiap pagi dan sore hari. Hasil yang didapat dari
pengukuran parameter tersebut adalah berkisar pada 27-28,5 C pada pagi hari dan
29-31 C pada sore hari. Suhu yang terjadi pada tambak tersebut masih merupakan
suhu yang optimal bagi pertumbuhan udang, sehingga memacu pertumbuhan udang
secara maksimal. Suhu optimal yang diperlukan oleh udang vannamei adalah berkisar
antara 26-32 C (Arief, 2007). Jika suhu melebihi kisaran itu, maka metabolisme
dalam tubuh udang akan berlangsung cepat, sehingga kebutuhan oksigen terlarut akan
meningkat (Briggs, 2004). Penanggulangannya adalah kincir diaktifkan, sehingga
kandungan oksigen terlarut yang dibutuhkan dapat tercukupi.
Salinitas air pada seluruh petakan tambak berkisar antara 10-27 ppt dengan
rincian salinitas pada petak I berkisar antara 18-20 ppt, petak II berkisar antara
25-27 ppt, petak III berkisar antara 10-15 ppt dan petak IV berkisar antara 25-27 ppt.
Salinitas terendah terdapat pada petak III, yaitu 10 ppt. Padahal kandungan air laut
yang terdiri dari garam-garam mineral sangat bermanfaat untuk mempercepat
pengerasan kulit udang setelah molting (Arief, 2007). Oleh karena itu, sebaiknya

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

salinitas ditingkatkan menjadi kisaran 15 ppt atau lebih, karena kisaran salinitas
optimal untuk pertumbuhan udang vannamei adalah 15-30 ppt. Langkah yang dapat
dilakukan untuk mengatasi rendahnya salinitas tersebut adalah dengan menambah
input air laut. Sebaliknya jika salinitas terlalu tinggi, salinitas diturunkan dengan
membuang sebagian air di dalam tambak dan menggantinya dengan air tawar
sehingga salinitas optimal dapat dicapai (Suyanto dan Mudjiman, 1991).
Besarnya pH pada tambak berkisar pada nilai 7,7-8,1 pada pagi hari
dan 8,3-8,9 pada sore hari. Haliman dan Adijaya (2005) menjelaskan bahwa air
tambak yang ideal mempunyai pH berkisar antara 7,5-8,5 dan umumnya pH air
tambak pada sore hari lebih tinggi daripada pagi hari. Hal ini karena adanya
penyerapan karbondioksida (CO 2 ) akibat fotosintesis fitoplankton. Sedang pada pagi
hari CO 2 melimpah karena dihasilkan dari respirasi udang serta organisme lain yang
hidup dalam tambak tersebut.
Plankton juga mempengaruhi kekeruhan air tambak. Kekeruhan pada air
tambak tersebut berkisar antara 10-20 cm. Tingkat kekeruhan perlu diperhatikan agar
tidak terlalu keruh, karena walaupun plankton mempunyai banyak fungsi, antara lain
sebagai pakan alami, penyangga (buffer) terhadap intensitas cahaya matahari dan
bioindikator kestabilan lingkungan air media pemeliharaan, bahan organik yang
menumpuk dalam jumlah banyak juga merupakan sarang bakteri dan vibrio yang
merugikan budidaya udang vannamei (Solis dan Ibarra, 1994). Hal ini diatasi dengan
melakukan pembuangan dan penggantian dengan air yang baru serta aplikasi
probiotik yang dapat mengurai bahan-bahan organik.
Suyanto dan Mudjiman (1991) menjelaskan bahwa terlalu tingginya populasi
plankton akan membahayakan udang pada malam hari, karena hal tersebut akan
mempengaruhi tingkat ketersediaan oksigen terlarut dalam air dan akan menjadi

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

kompetitor udang dalam mengambil oksigen. Pada tambak tersebut, besarnya oksigen
terlarut pada malam hari berkisar antara 1,6-3 ppm. Hal ini tentu sangat
mengkhawatirkan karena nilai oksigen terlarut yang dianjurkan adalah lebih dari tiga
ppm. Masalah ini diantisipasi dengan pemasangan kincir. Satu unit kincir satu lengan
dengan daun kincir 10-14 buah dapat menyuplai oksigen untuk 1,2 ton udang. Namun
pada prakteknya kincir tersebut relatif kurang untuk mencukupi kebutuhan udang
dengan berat 1,2 ton. Hal ini disebabkan karena adanya kompetisi antara udang
dengan plankton maupun bahan organik dalam perairan tambak yang sama-sama
membutuhkan oksigen.
Nilai alkalinitas total, nitrit dan amonia diukur dengan menggunakan test kit.
Nilai alkalinitas total pada tambak ini adalah 750 ppm, sedangkan nilai amonianya 0,5
ppm. Amonia berasal dari hasil ekskresi atau pengeluaran kotoran udang yang
berbentuk gas. Selain itu, amonia bisa berasal dari pakan yang tidak termakan oleh
udang vannamei sehingga larut dalam air (Briggs, 2004). Usaha untuk memperkecil
kandungan amonia pada petakan adalah dengan cara meningkatkan jumlah bakteri
pengurai, yaitu dengan aplikasi probiotik (Adiwidjaya, 2007). Karena itu aplikasi
probiotik dilakukan di lokasi setiap dua hari sekali dengan pemberian Biosolution,
Super PS dan probiotik kultur secara bergantian dengan dosis sepuluh ppm dan
langsung ditebar setelah diencerkan atau dicampur dengan air. Peranan bakteri
pengurai pada budidaya organisme perairan cukup memberikan nilai tambah, baik
untuk meningkatkan kelangsungan hidup maupun pertumbuhan. Bakteri pengurai
memiliki kemampuan untuk menjadi organisme terpenting yang berperan dalam
proses penguraian dan dekomposisi (Roffi, 2006).

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

4.3.3 Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit


Pencegahan masuknya hama dan penyakit dilakukan sejak tahap persiapan.
Langkah-langkah yang diambil antara lain dengan mensterilkan air yang masuk
dengan kaporit dan saponin. Pemasangan filter berupa net atau jaring pada pipa inlet
dan outlet air laut dan air tawar juga dilakukan untuk mencegah masuknya hama ke
dalam petakan. Sedangkan pencegahan keberadaan penyakit pada udang vannamei
bisa dilakukan dengan penggantian air tambak, pengelolaan pemberian pakan dan
pemberian probiotik (Adiwidjaya, 2007).
Pada tahap pemeliharaan, udang di tambak ini belum mengalami
permasalahan atau terserang penyakit yang serius. Permasalahan yang sering timbul
adalah menurunnya nafsu makan udang akibat molting. Hal ini diantisipasi dengan
aplikasi vitamin C, imunostimulan serta probiotik untuk menambah nafsu makan
udang. Pemberian kapur (CaCO3) juga diterapkan untuk menyuplai kalsium sebagai
pembentuk karapaks udang untuk mempercepat proses molting (Roffi, 2007). Karena
pada saat proses molting, kondisi tubuh udang vannamei melemah dan mudah
terserang penyakit (Haliman dan Adijaya, 2005).

4.4 Pemanenan dan Pemasaran


4.4.1 Pemanenan
Pemanenan udang dilakukan karena beberapa sebab atau alasan.
Alasan-alasan dilakukannya pemanenan udang tersebut antara lain : karena melihat
harga udang yang tinggi pada ukuran tertentu dan dirasa lebih menguntungkan jika
dibandingkan dengan biaya pembesaran untuk ukuran yang lebih besar, kondisi
kualitas air yang terus menurun sehingga tidak memungkinkan lagi untuk media
hidup udang vannamei serta karena udang terserang penyakit sehingga dengan
terpaksa dipanen untuk menghindari kerugian yang lebih besar.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Namun, normalnya panenan dilakukan pada umur sekitar 100 hari saat
ukuran udang mencapai 60-70 ekor per kilogram. Waktu pelaksanaannya ialah pada
malam atau pagi hari untuk menghindari terik matahari sehingga udang tidak stres
terhadap perubahan suhu yang mengakibatkan moltingnya udang (Haliman dan
Adijaya, 2005). Udang yang berganti kulit saat panen akan mengurangi harga jualnya.
Oleh karena itu, sebelum panen ada aplikasi pemberian kaptan dan semen putih
sebanyak kurang lebih 400-500 kg/ha untuk mengeraskan karapaks udang.
Proses pemanenan dilakukan dengan tahap-tahap antara lain : air dalam
petakan dipompa keluar dan saat ketinggian air mencapai lutut orang dewasa,
beberapa pekerja menyaring udang-udang tersebut menggunakan alat penyaring yang
dirancang khusus untuk panen. Setelah air menyusut, sisa-sisa udang di dasar tambak
dipungut belakangan. Udang yang telah dipanen kemudian dicuci sampai bersih
dengan cara disemprot air berulang-ulang. Udang yang sudah dicuci bersih kemudian
dikelompokkan oleh petugas yang mengelompokkan udang berdasar besar dan
kualitasnya. Pengelompokan udang ini berfingsi untuk memisahkan udang yang
mempunyai kualitas bagus dengan udang yang mengalami molting. Setelah melewati
proses ini, udang dimasukkan dalam keranjang-keranjang besar dan ditimbang.
Sampling panen untuk penentuan ukuran udang dilakukan oleh kedua belah
pihak, yaitu pihak pemilik tambak dan pihak pembeli udang. Udang yang sudah
ditimbang lalu dimasukkan dalam kontainer fiber di atas truk/pick up dan dicampur
dengan es. Susunannya berurutan antara es dengan udang. Perlakuan udang pasca
panen perlu diperhatikan, karena udang termasuk produk makanan yang mudah sekali
rusak (Haliman dan Adijaya, 2005).
Tenaga kerja dari proses pemanenan sampai pengelompokan adalah dari
kedua belah pihak, sedangkan proses pengangkutan dilakukan oleh pembeli yang

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

merupakan penyalur untuk cold storage. Tenaga yang digunakan saat panen mulai
dari proses penjaringan udang dalam tambak sampai pengelompokan dan penempatan
udang di dalam kontainer pendingin pada truk sebanyak lebih kurang 20-30 orang.

4.4.2 Pemasaran
Tambak-tambak udang di daerah ini sudah memiliki pembeli tetap dari
Pasuruan yang biasa membeli udang hasil panen mereka. Harga udang berubah-ubah,
tergantung dari harga udang di pasaran. Setiap saat memungkinkan terjadinya
kenaikan maupun penurunan harga, jadi para petambak harus bisa melihat saat yang
tepat untuk memanen udangnya. Harga udang saat ini adalah Rp.38.000,00 pada
ukuran 70. Yang dimaksud ukuran disini adalah banyaknya udang dalam satu
kilogram. Jadi misalnya ukuran udang adalah 70, maka artinya dalam satu kilogram
terdapat 70 ekor udang. Harga tersebut berkurang Rp.200,00 jika ukuran udang
bertambah satu (Rp.37.800,00 pada ukuran 71).

4.5 Hambatan dan Kemungkinan Pengembangan Usaha


4.5.1 Hambatan yang Dihadapi
Hambatan klasik yang selalu dihadapi oleh pengusaha kecil adalah masalah
permodalan. Pemilik usaha ini mengatasinya dengan mencari pinjaman pada pembeli
maupun Dinas Perikanan. Hambatan lain yang dihadapi petambak udang vannamei di
daerah ini adalah sulitnya ketersediaan sumber air tawar, sehingga para petambak
mengeluarkan dana yang cukup besar untuk membuat sumur bor di desa terdekat dan
menyalurkan dengan pipa paralon sepanjang satu kilometer. Hal ini cukup
merepotkan petambak dalam mendapatkan dan menyalurkan air tawar untuk proses
budidaya udang vannamei.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

4.5.2 Kemungkinan Pengembangan Usaha


Pemilik tambak udang di lokasi ini memang memiliki rencana untuk
mengembangkan usahanya karena peluang pengembangan usaha di daerah ini masih
sangat luas. Hal ini didukung oleh masih banyak tersedianya lahan kosong yang akan
dijadikan petakan-petakan. Saat ini pemilik usaha sedang membangun atau membuat
beberapa petakan baru yang akan digunakan untuk proses budidaya. Tujuan dari
pengembangan usaha ini tentu saja untuk memperbanyak pemasukan dan
memaksimalkan fungsi lahan. Waktu yang diperlukan untuk pengembangan usaha ini
adalah waktu jangka panjang, yaitu lebih kurang sepuluh tahun.

4.5.3 Analisis Usaha


Analisis usaha diperlukan untuk mengetahui apakah suatu usaha layak atau
tidak dan untuk mengetahui keuntungan dari usaha tersebut. Kelayakan usaha udang
vannamei dapat dilihat dari cash flow, B/C rasio, payback period dan break event
point (Haliman dan Adijaya, 2005).
Cash flow pada usaha budidaya udang vannamei adalah Rp. 118.894.000,00.
Artinya arus uang keluar masuk pada usaha budidaya udang vannamei senilai Rp.
118.894.000,00 per tahun. B/C Rasio dari usaha ini adalah 1,1. Artinya dengan
penggunaan biaya produksi sebesar Rp. 1,00 akan diperoleh keuntungan sebesar
Rp.1,10. Payback Periodnya adalah 1,73 tahun. Artinya dalam jangka waktu 1,73
tahun modal yang diinvestasikan pada usaha budidaya udang vannamei akan kembali.
Sedangkan BEP udang vannamei dari usaha tersebut adalah Rp. 34.327,00. Artinya
titik impas dalam usaha budidaya udang vannamei tersebut akan tercapai jika harga
jual udang vannamei per kilogram adalah Rp.34.327,00. Analisis usaha selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 2.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Hasil dari karya ilmiah PKL dapat disimpulkan bahwa manajemen
pembesaran udang vannamei di Desa Montok, Kecamatan Larangan, Kabupaten
Pamekasan, Madura ini menggunakan sistem budidaya semi intensif. Manajemen
kualitas air yang diterapkan adalah dengan adanya pergantian air, penebaran kaptan,
pemberian probiotik dan pengoperasian kincir secara berkala. Faktor-faktor yang
mempengaruhi usaha pembesaran udang vannamei di Desa Montok, Kecamatan
Larangan, Kabupaten Pamekasan, Madura, antara lain : faktor alam, kualitas benur
yang ditebar, ketersediaan air dan dana. Usaha udang vannamei tersebut memiliki
peluang usaha yang sangat menjanjikan, namun mengalami beberapa kendala. Baik
itu dalam permodalan, pembinaan maupun ketersediaan air tawar.

5.2 Saran
Disarankan kepada pihak Dinas Perikanan sebagai pembina dapat menangani
permasalahan tersebut dengan memberikan bantuan modal, membina dan mengawasi
serta memfasilitasi pembangunan saluran air tawar, sehingga para petambak tidak lagi
mengalami kesulitan mendapatkan air tawar untuk menunjang dan mengembangkan
usahanya.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah lokasi tambak udang vannamei di Desa Montok, Pamekasan

Keterangan :
1. Jalan desa
2. Mangrove
3. Tambak
4. Tandon
5. Gudang penyimpanan sarana dan prasarana

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Lampiran 2. Analisis usaha pembesaran udang vannamei

Berikut ini adalah analisis usaha budidaya udang vannamei di lokasi PKL.
Analisis usaha ini dihitung untuk satu tahun (tiga kali musim tebar) dengan size
udang sekitar 70.
1. Luas lahan

: 4 x 2500 meter persegi

2. Padat tebar

: 50 ekor/meter persegi

3. Jumlah benur

: 500.000 ekor @ Rp.30,00

4. SR

: 85%

5. Hasil panen

: 425.000 ekor

6. Ukuran

: 70 ekor/Kg

7. Tonase

: 6071 Kg

8. FCR

: 1:1,3

9. Kebutuhan pakan

: 8000 Kg @ Rp.12.000,00

10. Harga jual udang

: Rp.38.000,00

A BIAYA
1 Modal Investasi

PKL

a. sewa tanah (per tahun)

Rp.

2.000.000,00

b. Pembuatan kolam

Rp.

20.000.000,00

c. Pembuatan rumah jaga, instalasi air, pipa, dll Rp.

30.000.000,00

Jumlah

52.000.000,00

Rp.

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Lampiran 2 (lanjutan)
2 Penyusutan Modal Investasi
5% x modal investasi

Rp.

2.600.000,00

a. Jumlah benur 500.000 @ Rp.30,00

Rp.

15.000.000,00

b. Pakan 8.000 Kg @ Rp.12.000,00

Rp.

96.000.000,00

c. Tenaga kerja (4 org @ 400rb, 1 org @1jt)

Rp.

7.800.000,00

d. Listrik dan bahan bakar

Rp.

5.000.000,00

e. Obat-obatan, pupuk, dan probiotik

Rp.

30.000.000,00

Jumlah

Rp. 153.800.000,00

3 Biaya Operasional per Siklus

4 Biaya Total
Biaya Total = Biaya Tetap + Biaya Operasional
= Rp. 54.600.000,00 + Rp. 153.800.000,00
= Rp. 208.400.000,00
B PENERIMAAN DAN LABA
1 Penerimaan
Penerimaan = Volume Produksi x Harga Jual
= 6071 Kg x Rp. 38.000,00
= Rp. 230.698.000,00

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Lampiran 2 (lanjutan)

2 Laba
Laba Operasional = Penerimaan Biaya Operasional
= Rp. 230.698.000,00 Rp. 153.800.000,00
= Rp. 76.898.000,00
Laba per Siklus

= Penerimaan Biaya Total


= Rp. 230.698.000,00 Rp. 208.400.000,00
= Rp. 22.298.000,00

Laba per Tahun

= Laba per Siklus x 3 Periode


= Rp. 22.298.000,00 x 3
= Rp. 66.894.000,00

C ANALISIS KELAYAKAN USAHA


1 Cash Flow
Cash Flow = Laba Bersih per Tahun + Modal Investasi
= Rp. 66.894.000,00 + Rp. 52.000.000,00
= Rp. 118.894.000,00
Artinya arus uang keluar masuk pada usaha budidaya udang vannamei
senilai Rp. 118.894.000,00 per tahun.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Lampiran 2 (lanjutan)
2 B/C Rasio
B/C Rasio = Penerimaan
Biaya total
= Rp. 230.698.000,00
Rp. 208.400.000,00
= 1,1
Artinya dengan penggunaan biaya produksi sebesar Rp.1,00 akan diperoleh
keuntungan sebesar Rp.1,10.

3 Payback Period
PP = Modal Investasi + Biaya Operasional
Cash Flow
= Rp.52.000.000,00 + Rp.153.800.000,00
Rp.118.894.000,00
= 1,73 tahun
Artinya dalam jangka waktu 1,73 tahun modal usaha yang diinvestasikan pada
usaha budidaya udang vannamei akan kembali.
4 BEP
BEP

= Biaya Total
Jumlah Produksi

= Rp.208.400.000,00
6071 Kg
= Rp.34.327,00
Artinya titik impas dalam usaha budidaya udang vannamei tersebut akan
tercapai jika harga jual udang vannamei per kilogram adalah Rp.34.327.000,00.

PKL

Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di


Zakaria, Ayudhia Savitri
Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Pamekasan

Anda mungkin juga menyukai