Anda di halaman 1dari 15

Mola Hidatidosa dan Penatalaksanaan pada Pasien

Pendahuluan
Penvakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana terjadi suatu
keabnormalan konsepsi plasenta yang disertai sedikit atau bahkan tanpa perkembangan jani n.
Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan
sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas
yang berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease. Kehamilan
mola secara histologis ditandai dengan kelainan vili korionik yang terdiri dari proliferasi
trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. Mola biasanya terletak di rongga
uterus, namun kadang-kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium. Mola hidatidosa
merupakan bentuk jinak dari penyakit trofoblas gestasional dan dapat mengalami transformasi
menjadi bentuk ganasnya yaitu koriokarsinoma.1
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau dalam
keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa,
anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang penyakit
dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari
masalah yang dikeluhkan oleh pasien.2 Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan
menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut.
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya
1

Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan


untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk
mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua
data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan akurat berhubungan
dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.2
Melalui keluhan pasien yang terdapat pada skenario didapatkan informasi bahwa anamnesis
dilakukan secara autoanamnesis, pasien seorang perempuan berusia 36 tahun sudah menikah
G3P2A0 dengan keluhan keluar darah banyak dari jalan lahir yang dirasakan sejak 1 jam yang
lalu dan ditemukan jaringan bulat bulat seperti anggur. Pasien sudah telat haid 3 bulan namun tes
kehamilan negative. Riwayat persalinan G1 bayi laki-laki berat 2800g lahir normal di rumah
sakit ditolong oleh dokter pada tahun 2010 tanpa adanya komplikasi. Riwayat persalinan G2
bayi laki-laki berat 2700g lahir normal di bidan tanpa komplikasi pada tahun 2013. Nyeri,
demam dan riwaya trauma tidak ada. Ada nausea dan vomitus 5-6x/hari.
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik, hal pertama yang harus kita lakukan adalah menilai keadaan
umum pasien dan pemeriksaan tanda-tanda vital, kemudian pemeriksaan di daerah kepala,
diperiksa konjungtiva, sklera, bibir, mata, telinga dan lidah. Setelah itu dilakukan pemeriksaan
thoraks, jantung dan abdomen secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Yang terakhir
adalah pemeriksaan ektermitas dilakukan secara inspeksi dan palpasi. Tidak lupa dilakukan
pemeriksaan uterus untuk melihat perbesaran sesuai umur kehamilan, juga meraba bagian janin
dan mendengarkan denyut jantung janin.3
Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien compos mentis, keadaan umum
tampak sakit sedang, tekanan darah pasien 110/60 mmHg, nadi 86x/menit, nafas 16x/menit, dan
suhu 37.2oC. Didapati adanya konjungtiva anemis, sklera normal tidak ikterik. Pada pemeriksaan
abdomen tampak simetris/rata tanpa bekas operasi dan tidak dirasa adanya nyeri tekan. Inspeksi
genitalia tampak normal, serviks terbuka 1 jari, tanpa adanya nyeri goyang. Tidak ditemukan
adanya massa / benjolan pada uterus, corpus uteri membesar sesuai usia kehamilan (18-29
minggu). Setelah pemeriksaan, terdapat darah dan jaringan bundar pada jari pemeriksa.
Pemeriksaan Penunjang
2

Laboratorium
Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah kemampuan dalam memproduksi
hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar -hCG seharusnya pada
usia kehamilan yang sama, terutama dari hari ke-100, sangat sugestif.

Hormon ini dapat

dideteksi pada serum maupun urin penderita dan pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah
-hCG kuantitatif serum. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG penting untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah -hCG yang
ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada. Untuk
pemeriksaan Gallli mainini 1/300 suspek mola hidatidosa dan jika 1/200 kemungkinan mola
hidatidosa atau gemelli. Pengukuran -hCG pada urin dengan kadar >100.000 mIU /ml/24 jam
dapat dianggap sebagai mola. 1,4
USG
Pada kelainan mola, bentuk karakteristik yang khas berupa gambaran seperti badai salju
(snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb) dengan atau tanpa
kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah
mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan dan memiliki uterus lebih besar dari usia
kehamilan. USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan
normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya dapat
memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa termasuk myoma uteri dengan
kehamilan ini dan kehamilan janin > 1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa
tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion,
abortus incomplitus atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa
umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik
vesikuler berdiameter antara 5-10 mm. Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik
multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein. Kista ini tidak dapat
diketahui keberadaannya jika hanya dengan pemeriksaan palpasi bimanual.1,4
Sonde Hanifa
Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan cavum uteri .
bila tidak ada tahanan sonde diputar 360o setelah ditarik sedikit bila tetap tidak ada tahanan maka
kemungkinan adalah mola. 1,4
3

Foto Polos Abdomen


Pada kehamilan 3-4 bulan, tidak ditemukan adanya gambaran tulang-tulang janin. Organorgan janin mulai dibentuk pada usia kehamilan 8 minggu dan selesai pada usia kehamilan 12
minggu. Oleh karena itu pada kehamilan normal seharusnya dapat terlihat gambaran tulangtulang janin pada foto rontgen. Selain itu juga untuk melihat kemungkinan adanya metastase.1,4
Pemeriksaan Histologik
Mola hidatidosa komplit : gambaran proliferasi trofoblas, degenerasi hidrofik vili
khorialis dan berkurangnya vaskularisasi/ kapiler dalam stromanya.
Mola hidatidosa parsial : gambaran edema vilinya fokal dan proliferasi trofoblasnya
ringan dan terbatas pada lapisan sinsitiotrofoblas.1,4
Working Diagnosis
G3P2A0 Hamil 10 Minggu dengan Mola Midatidosa dan Anemia
Mola hidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas
plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kistik vili dan perubahan hidropik.
Sehingga tampak membengkak, edematous dan vesikuler.4 Secara histologis terdapat proliferasi
trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan,
membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah. Kelainan ini merupakan neoplasma
trofoblas yang jinak (benigna).
Differential Diagnosis
Gestational Trophoblastic Neoplasia
Gestational Trophoblastic Neoplasia atau Penyakit Trofoblas Ganas (PTG) adalah suatu
tumor ganas yang berasal dari sito dan sinsiotrofloblas yang menginvasi miometrium, merusak
jaringan disekitarnya dan pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan. Penyakit PTG
dapat didahului oleh proses fertilisasi (molahidatidosa, kehamilan biasa, abortus, kehamilan
ektopik) bahkan dapat merupakan produk langsung dari hasil konsepsi atau yang bukan
didahului oleh suatu kehamilan. PTG yang didahului proses pembuahan sel telur digolongkan
4

sebagai khoriokarsinoma dengan kehamilan (gestational choriocarcinoma) sedangyang tanpa


didahului pembuahan sel telur dikenal sebagai koriokarsinoma tanpa kehamilan ( non gestational
choriocarcinoma) yakni yang berasal dari tumor sel germinal pada ovarium. Penyakit ini sering
terjadi pada usia14-49 tahun dengan rata-rata 31 tahun. Resiko terjadinya PTG yang non
metastase 75% didahului oleh molahidatidosa dan sisanya oleh abortus, kehamilan ektopik atau
kehamilan aterm.Resika terjadinya PTG yang metastase 50% didahului oleh molahidatidosa,
25% oleh abortus, 22% oleh kehamilan atermdan 3% oleh kehamilan ektopik.5
Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram. Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering terdapat pula
rasa mules. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditemukannya kehamilan muda pada
pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan. Pada pemeriksaan USG tampak daerah
anekhoik didalam kavum uteri yang bentuknya kadang-kadang menyerupai kantong gestasi,
sehingga dapat disalahtafsirkan sebagai kehamilan ganda. Derah anekhoik tersebut berasal dari
perdarahan subkorionik. Gambaran USG pada abortus inkomplitus tidak spesifik. Tergantung
dari usia gestasi dan banyaknya sisa jaringan konsepsi uterus mungkin masih memebesar,
walaupun tidak sesuai lagi dengan usia kehamilan. Kavum uteri mungkin berisi kantong gestasi
ysng bentuknya tidak utuh lagi.1

Etiologi
Penyebab mola Hidatidosa sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya mola hidatidosa antara lain:4,6
1) Faktor ovum: ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
2) Imunoselektif dari trofoblast
3) Keadaan sosio-ekonomi yang rendah sehingga mengakibatkan rendahnya asupan protein,
asam folat dan beta karoten
4) Jumlah paritas yang tinggi
5) Usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun
5

6)
7)
8)
9)

Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas


Penggunaan kontrasepsi oral untuk jangka waktu yang lama
Riwayat mola Hidatidosa sebelumnya
Riwayat abortus spontan

Epidemiologi
Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi (1 atas 20 kehamilan) dari
pada wanita di negara-negara Barat (1 atas 200 kehamilan). Soejones dkk (1967) melaporkan 1 :
85 kehamilan, RS Dr. Cipto Mangunkusomo, Jakarta 1 : 31 persalinan dan 1 : 49 kehamilan,
Luat A Siregar (Medan) 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan, Soetomo (surabaya) 1 : 80 persalinan,
Djamhoer M (Bandung) : 9-21 per 1000 kehamilan.4 Tidak ada ras atau etnis khusus yang
menjadi predileksi bagi suatu kehamilan mola, meskipun pada negara-negara Asia menunjukkan
angka 15 kali lebih tinggi dibandingkan Amerika. Wanita Asia yang tinggal di Amerika tidak
menampakkan adanya perbedaan angka kehamilan mola dibandingkan degan grup etnis lainnya.
Mola Hidatidosa sering terjadi pada wanita usia reproduktif. Wanita dewasa muda atau
perimenopause berisiko tinggi untuk kehamilan mola. Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun 2
kali lipat lebih beresiko. Dan wanita dengan usia lebih dari 40 tahun beresiko 7 kali lipat
dibandingkan dengan wanita yang usianya lebih muda.1
Patofisiologi
Ada beberapa teori yang dianjurkan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas:1,4,6
1) Teori missed abortion yaitu janin mati pada kehamilan 3-5 minggu tanpa disadari oleh
tubuh (missed abortion), karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari vili dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung. Menerut Reynolds, kematian itu disebabkan kekurangan gizi
berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini yang
menyebabkan gangguan angiogenesis.
2) Teori Neoplasme dari Park yang menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel
trofoblas yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan
yang berlebihan kedalam vili, sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan
gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.

3) Teori sitogenetika, menyatakan bahwa kehamilan mola hidatidosa komplit (MHK) terjadi
karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak berfungsi,
dibuahi oleh sperma yang mengandung haploid 23 X, terjadilah hasil konsepsi dengan
kromosom 23 X, yang kemudian mengadakan duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umumnya
MHK bersifat homozigot, wanita dan berasal dari bapak (androgenetik). Jadi tidak ada
unsur ibu sehingga disebut Diploid Androgenetik. Seperti diketahui, kehamilan yang
sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan membentuk bagian embrional (anak) dan
unsur ayah yang diperlukan untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air
ketuban, dll) secara seimbang. Karena tidak ada unsur ibu, pada MHK tidak ada bagian
embrional (janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang patologis berupa vili
korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti anggur.

Mengapa ada ovum

kosong? Hal ini bisa terjadi karena gangguan pada proses meosis, yang seharusnya
diploid 46 XX pecah menjadi 2 haploid 23 X, terjadi peristiwa yang disebut
nondysjunction, dimana hasil pemecahannya adalah 0 dan 46 XX. Pada MHK ovum
inilah yang dibuahi. Gangguan proses meosis ini, antara lain terjadi pada kelainan
struktural kromosom, berupa balance translocation. MHK dapat terjadi pula akibat
pembuahan ovum kosong oleh 2 sperma sekaligus (dispermi). Bisa oleh dua haploid 23X,
atau satu haploid 23 X dan atu haploid 23Y. Akibatnya bisa terjadi 46 XX atau 46 XY,
karena pada pembuahan dengan dispermi tidak terjadi endoreduplikasi. Kromosom 46
XX hasil reduplikasi dan 46 XX hasil pembuahan dispermi, walaupun tampak sama,
namun sesungguhnya berbeda, karena yang pertama berasal dari satu sperma (homozigot)
sedangkan yang kedua berasal dari dua sperma (heterozigot). Ada yang menganggap
bahwa 46XX heterozigot mempunyai potensi keganasan lebih besar. Pembuahan
dispermi dengan dua haploid 23 Y (46 YY) dianggap tidak pernah bisa terjadi
(nonviable). Sedangkan kehamilan mola hidatidosa parsial (MHP) terjadi karena ovum
normal dari ibu (23 X) dibuahi secara dispermi. Bisa oleh dua haploid 23 X, satu haploid
23 X dan satu haploid 23Y atau dua haploid 2 Y. Hasil konsepsi bisa berupa 69 XXX, 69
XXY, 69 XYY. Kromosom 69 YYY tidak pernah ditemukan. Jadi MHP mempunyai satu
haploid ibu dan dua haploid ayah sehingga disebut Diandro Triploid. Karena disini ada
unsur ibu, ditemukan bayi. Tetapi komposisi unsur ibu dan unsur ayah tidak seimbang,
satu berbanding dua. Unsur ayah yang tidak normal itu menyebabkan pembentukan
7

plasenta yang tidak wajar, yang merupakan gabungan dari vili korialis yang normal dan
yang mengalami degenerasi hidropik. Oleh karena itu fungsinya pun tidak bisa penuh
sehingga janin tidak bisa bertahan sampai besar. Biasanya kematian terjadi sangat dini.

Klasifikasi
Perkembangan penyakit trofoblas ini amat menarik dan ada tidaknya janin telah digunakan
untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplit (klasik) dan parsial (inkomplit).1,4
1) Mola Hidatidosa Komplit (Klasik)
Suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir
seluruh vili khorialis berubah menjadi kumpulan gelembung yang jernih yang mempunyai
ukuran yang bervariasi mulai dari yang lebih mudah terlihat sampai beberapa cm dan
bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis. Massa tersebut dapat tumbuh
cukup besar sehingga memenuhi uterus yang besarnya biasa mencapai ukuran uterus kehamilan
normal lanjut.1,4
Struktur histologiknya ditandai oleh:
1. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus
2. Tidak adanya pembuluh darah dalam vili yang membengkak
3. Proliferasi epitel trofoblas hingga mencapai derajat yang beragam
4. Tidak ditemukan janin dan amnion
Mola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan sisanya
46XY. Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola sempurna dapat
dibagi atas 2 jenis, yaitu :1,4
a. Mola Sempurna Androgenetic
- Homozygous. Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna. Dua komplemen
kromosom paternal identik, didapatkan dari duplikasi kromosom haploid seluruhnya
-

dari ayah.
Heterozygous. Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna. Dapat laki-laki atau
perempuan. Semua kromosom berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar

terjadi karena pembuahan dua sperma.


b. Mola Sempurna Biparental

Genotip ayah dan ibu terlihat, tetapi gen maternal gagal mempengaruhi janin sehingga
hanya gen paternal yang terekspresi. Mola sempurna biparental jarang ditemukan.
Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan sepertinya diturunkan
sebagai autosomal resesif) pernah ditemukan. Telah ditemukan daerah kromosom yang
menjadi calon yaitu 19q13. Presentasi klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna
dapat didiagnosis pada trimester pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul. Gejala
yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu perdarahan vagina. Jaringan mola
terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan. Uterus dapat menjadi membesar
akibat darah yang jumlahnya besar dan cairan merah gelap dapat keluar dari vagina.
Gejala ini terjadi pada 97% kasus mola hidatidosa. Pasien juga melaporkan mual dan
muntah yang hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar human chorionic gonadotropin
(HCG). Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat.
2) Mola Hidatidosa Inkomplit (Parsial)
Secara makroskopik tampak gelembung mola yang disertai janin atau bagian dari janin.
Umumnya janin mati pada bulan pertama atau ada juga yang hidup sampai cukup besar atau
bahkan aterm. Perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat
janin atau sedikitnya kantong amnion. Pada sebagian vili yang biasanya avaskuler terjadi
pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat, sementara vili lainnya yang vaskuler dengan
sirkulasi darah fetus-plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan. Bila ada mola
yang disertai janin ada 2 kemungkinan, pertama kehamilan kembar dimana 1 janin tumbuh
normal dan hasil konsepsi yang 1 lagi mengalami mola parsial.1,4
Manifestasi Klinis
Gejala yang dapat ditemukan pada mola hidatidosa :1,4,7
1) Adanya tanda-tanda kehamilan disertai dengan perdarahan. Perdarahan ini biasa intermitten,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian karena
perdarahan ini, maka umumnya mola hidatidosa masuk RS dalam keadaan anemia.
Perdarahan uterus abnormal yang bervariasi dari spotting sampai perdarahan hebat
merupakan gejala yang paling khas dari kehamilan mola dan pertama kali terlihat antara

minggu keenam dan kedelapan setelah amenore. Sekret berdarah yang kontinyu atau
intermitten dapat berkaitan dengan keluarnya vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur.
2) Hiperemesis gravidarum, yang ditandai dengan nausea dan vomiting yang berat. Hal ini
akibat dari proliferasi trofoblas yang berlebihan dan akibatnya memproduksi terus menerus
-hCG yang menyebabkan peningkatan -hCG. hiperemesis gravidarum tampak pada 15
-25% pasien mola hidatidosa. Walaupun hal ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan
biasa. 10% pasien mola dengan mual dan muntah cukup berat sehingga membutuhkan
perawatan di rumah sakit.
3) Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan
tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler villi yang besar rasa tidak enak pada uterus
akibat regangan miometrium yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda
ini tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan
4) Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal trisemester kedua muncul
pada 10-12%. Pada trisemester kedua sekitar 27 % pasien mola hidatidosa komplit berlanjut
dengan toksemia yang dicirikan oleh tekanan darah > 140 /90 mmHg, proteinuria > 300
mg/dl dan edema generalisata dengan hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi jarang.
5) Hipertiroid. Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat
(10%), namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola
hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar
kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih
banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari tandatanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi segera karena gejala-gejala ini
akan menghilang dengan menghilangnya mola. Mola yang disertai tirotoksikosis
mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan
terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan
tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan
normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin like effect dari
Chorionic Gonadotropin Hormon. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen
tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 %
mola hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi, tremor,
hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin.
6) Kista lutein unilateral/bilateral

10

Diameter kista ovarium lebih dari 6 cm dan menyertai pembesaran ovarium. Kista ini
biasanya tidak dapat dipalpasi dengan manual tetapi diidentifikasi dengan USG pasien dapat
memberikan tekanan dan nyeri pada pelvik karena peningkatan ukuran ovarium dapat
menyebabkan torsi ovarium. Kista ini terjadi akibat respon -hCG yang sangat meningkat
dan secara spontan mengalami penurunan (regresi) setelah mola dievakuasi, rangsangan
elemen lutein yang berlebih oleh hormon korionik gonadotropin dalam jumlah besar yang
disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi. Kista teka lutein multipel yang menyebabkan
pembesaran satu atau kedua ovarium terjadi pada 15-30% penderita mola. Umumnya kista
ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan tetapi ada juga kasus dimana kista lutein
baru ditemukan pada saat follow up. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4
kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari. Pada setengah
jumlah kasus, kedua ovarium membesar dan involusi dari kista terjadi setelah beberapa
minggu, biasanya seiring dengan penurunan kadar HCG. Tindakan bedah hanya dilakukan
bila ada ruptur dan perdarahan atau pembesaran ovarium tadi mengalami infeksi.
7) Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin, balottement kecuali pada mola parsial
8) Emboli paru. Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas keparu-paru.
Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah
kemudian keparu-paru tanpa memberikan gejala apa-apa tetapi pada mola kadang-kadang
jumlah sel trofoblas ini demikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru-paru
akut yang bisa menyebabkan kematian.
Penatalaksanaan
Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:1
1)

Perbaiki keadaan umum


Yang termasuk usaha ini misalnya koreksi dehidrasi, transfusi darah pada anemia berat

(jika<8 gr %) atau karena terjadi syok, dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti
preeklampsia dan tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan
untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam misalnya propiltiourasil 3 x 100 mg
oral dan propanolol 40-80 mg.
2) Pengeluaran jaringan mola
a. Vakum Kuretase

11

Setelah keadaan umum baik, dilakukan jika pemeriksaan DPL kadar -hCG serta foto
thorax selesai bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan
laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian. Sebelum kuretase dengan kuret
tumpul terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oxitocyn 10
mIU dalam 500 cc Dextrose 5 % dan seluruh jaringan hasil kerokan di PA. Tujuh sampai
sepuluh hari sesudah kerokan itu dilakukan kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada
kepastian bahwa uterus betul-betul kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisasisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada
terhadap kemungkinan keganasan.
b. Histerektomi
Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit tropoblas ganas sebaiknya histerektomi
dilakukan pada:
- wanita diatas 35 tahun
- anak hidup di atas 3 orang
- wanita yang tidak menginginkan anak lagi
Apabila ada kista teka lutein maka saat histerektomi, ovarium harus dalam keadaan baik,
karena akan menjadi normal lagi setelah kadar -HCG menurun.
3)

Terapi profilaksis dengan sitostatika


Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi keganasan, misalnya pada

umur tua (35 tahun), riwayat kehamilan mola sebelumnya dan paritas tinggi yang menolak untuk
dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya
diberikan methotrexat atau actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan
alasan jumlah kasus mola menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat yang
berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan
keganasan dengan metastase, serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar
-hCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah
ganas, pertimbangkan untuk memberikan methotrexate (MTX)

3x5 mg sehari selama 5 hari

dengan interval 2 minggu sebanyak 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan actinomycin D 12
g/kgBB/hari selama 5 hari.
4)

Follow up
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi

keganasan setelah mola hidatidosa ( 20%). Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama
12

periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu, dengan pemakaian alat kontrasepsi seperti
kondom, diafragma atau pil anti hamil. Mengenai pemberian pil anti hamil ini ada dua pendapat
yang saling bertentangan. Satu pihak mengatakan bahwa pil kombinasi, disamping dapat
menghindarkan kehamilan juga dapat menahan LH dan hipofisis sehingga tidak terjadi reaksi
silang dengan HCG. Pihak lain menentangnya, justru estrogen dapat mengaktifkan sel-sel
trofoblas. Bagshawe beranggapan bila pil anti hamil diberikan sebelum kadar HCG jadi normal
dan kemudian wanita itu mendapat koriokarsinoma, maka biasanya resisten terhadap sitostatika.
Selama pengawasan, secara berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar -hCG
dan radiologi. Pemeriksaan ginekologi dimulai satu minggu setelah pengeluaran jaringan mola.
Pada pemeriksaan ini dinilai ukuran uterus, keadaan adneksa serta cari kemungkinan metastase
ke vulva, vagina, uretra dan cervix. Sekurang-kurangnya pemeriksaan diulang setiap 4 minggu.
Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap untuk
beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara
yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap -HCG sub unit.
Pemeriksaan kadar -HCG dilakukan setiap minggu atau setiap 2 minggu sampai kadar menjadi
negatif lalu diperiksa ulang sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian 2 bulan selama 6 bulan.
Seharusnya kadar -HCG harus kembali normal dalam 14 minggu setelah evakuasi.
Pemeriksaan foto toraks dilakukan tiap 4 minggu, apabila ditemukan adanya metastase
penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi. Bila telah terjadi remisi spontan
(kadar B HCG, pemeriksaan fisik dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien
tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan dapat hamil kembali.
Komplikasi
Perforasi uterus selama kuretase suction biasanya terjadi karena uterus besar dan tipis.
Jika perforasi diketahui, prosedur sebaiknya diselesaikan dengan bantuan laparoskopik.
Perdarahan merupakan komplikasi yang sering terjadi selama evakuasi kehamilan mola. Karena
alasan ini, oksitosin intravena sebaiknya dilakukan sebelum memulai prosedur. Methergine
dan/atau Hemabate sebaiknya tersedia. Golongan darah pasien sebaiknya telah diketahui untuk
mempersiapkan sekiranya dibutuhkan transfusi. PTG terjadi pada 20% kehamilan mola. Karena
alasan ini, pemeriksaan hCG kuantitatif serial dilakukan selama 1 tahun pasca-evakuasi sampai
13

hasilnya negative. Faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh jaringan molar memiliki aktifitas
fibrinolitik. Semua pasien sebaiknya diperiksa untuk kemungkinan terjadinya disseminated
intravascular coagulopathy (DIC). Emboli trofoblastik dipercaya merupakan penyebab dari
insufisiensi pernapasan akut.8,9
Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung atau
tirotoksikosis. Di negara maju kematian mola hampir tidak ada lagi. Akan tetapi, di negara
berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2 % dan 5,7 %.
Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya di keluarkan,
tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi
koriokarsinoma. Karena diagnosis dini dan pengobatan yang tepat, tingkat kematian saat ini dari
mola hidatidosa pada dasarnya adalah nol. Tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Sekitar 20% wanita dengan mola
lengkap berkembang ke arah keganasan trofoblas. Keganasan trofoblas gestasional (yaitu,
neoplasia trofoblas gestasional) hampir 100% dapat disembuhkan.1
Kesimpulan
Kehamilan Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana
tidak ditemukan janin yang terdiri dari proliferasi trofoblas dan hampir seluruh villi korialis
mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Prevalensi terjadi lebih tinggi di Asia.
Perdarahan vaginal merupakan gejala utama mola hidatidosa, dimana gejala yang mencolok dan
dapat bervariasi mulai spotting sampai perdarahan yang banyak. Diagnosis mola hidatidosa
ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dalam, laboratorium,
radiologik, dan histopatologik. Prognosisnya pun baik, kematian disebabkan oleh perdarahan,
infeksi, payah jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju kematian mola hampir tidak ada lagi.
Akan tetapi, di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2 % dan 5,7 %.
Dengan penanganan yang baik, cepat, dan tepat kematian dapat dihindari.
Daftar Pustaka

14

1. Cunningham,Leveno,Bloom,Hauth,Rose. Obstetri william. Edisi 23. Jakarta: EGC. 2012.


2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.
3. Welsby. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinik. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC;2008.h.50-2.
4. Martadisoebrata D. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin. Dalam : Ilmu
Kebidanan. Editor Wiknjosastro H. Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Edisi ketiga, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : 2006.p.339-59
5. Berek S, Jonethan. Novaks Gynecology International Education, 15thEd 2012 : 1269-82
6. Copeland LJ. Gestational Trophoblastic Neoplasia. In : Textbook of Gynecology. 2 nded.
Philadelphia : WB Saunders Company : 2000.p.1409-15.
7. Mansjoer. A. Dkk., Kelainan pada Kehamilan. Dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
IV, Jilid Pertama. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta., 2014. 265 67
8. Kavanagh J. J., Gershenson D. M., Gestational trophoblastic disease: Hydatidiform Mole,
Nonmetastatic and Metastatic Gestational Trophoblastic Tumor: Diagnosis and
Management; Katz V. L., Lentz G. M., Lobo R. A., Gershenson D. M., Comprehensive
Gynecology. 5th edition; Mosby Elsevier; Philadelphia, 2007.
9. Copeland L. J., Landon M. B.. Malignant diseases and pregnancy. Gabbe S.G., Niebyl J.
R., Simpson J. L., Obstetrics - Normal and Problem Pregnancies. 5th edition; Elsevier
Churchill Livingstone; Philadelphia, 2007.

15

Anda mungkin juga menyukai