Anda di halaman 1dari 4

HAND OUT

BAB THAHARAH

Sesungguhnya Islam adalah agama yang suci dan bersih. Tidak ada satupun agama yang
mengatur tentang bersuci sebagaimana agama Islam.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang
yang mensucikan diri/ berthaharah. (Al-Baqarah: 222)
Di dalam kitab-kitab fiqih para ulama menempatkan pembahasan Bab Thaharah dalam bab
pertama, sebelum pembahasan yang lainnya. Maka dalam rubrik ini, kami juga akan mengawali
pembahasan tentang masalah Thaharah.
Makna Thaharah
Thaharah menurut arti bahasa adalah pembersihan dari segala kotoran, baik yang tampak
maupun yang tidak tampak. Adapun arti Thaharah secara syariat adalah meniadakan atau
membersihkan hadats dengan air atau debu yang bisa dipakai untuk menyucikan. Selain itu
bermakna juga, usaha untuk menghilangkan najis dan kotoran. Disini bisa diambil pengertian
akhir bahwa Thaharah adalah melenyapkan sesuatu yang ada di tubuh yang menjadi hambatan
bagi pelaksanaan shalat dan ibadah lainnya.
Pembagian Thaharah

Thaharah terbagi menjadi dua macam yaitu: Thaharah Batin dan Thaharah Lahir.
Thaharah batin, yaitu Thaharah dari berbagai macam kemusyrikan dan kemaksiatan. Hal ini bisa
dilakukan dengan menguatkan tauhid dan beramal shalih. Thaharah semacam ini lebih penting
daripada Thaharah fisik. Sebab tidak mungkin Thaharah fisik ini akan bisa terwujud manakala
masih adanya najis kemusyrikan. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis. (QS.
At-Taubah: 28)
Sedangkan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu tidak najis. (HR. Bukhari Muslim).
Maka dari itu, sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk membersihkan hatinya
dari najis kemusyrikan dan keragu-raguan. Yaitu dengan cara ikhlas, bertauhid dan berkeyakinan
serta bertekad untuk bisa membersihkan diri dan hatinya dari kotoran-kotoran kemaksiatan,
pengaruh-pengaruh iri, dengki, suap, tipu daya, sombong, ujub, riya dan sumah. Semua ini bisa
dilakukan dengan cara taubat yang sebenar-benarnya dari semua dosa dan maksiat. Dan thaharah
ini merupakan sebagian dari iman.
Adapun sebagian yang lainnya adalah thaharah fisik atau lahir. Thaharah fisik, yaitu bersuci
dari kotoran-kotoran dan najis-najis, dan thaharah ini adalah separuh keimanan yang kedua.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Bersuci itu separuh dari keimanan.
Thaharah macam kedua ini dilakukan menurut tata cara yang telah disyariatkan oleh Allah
yaitu dengan cara berwudhu, mandi atau tayamum (ketika sedang tidak ada air), serta
membersihkan najis dari pakaian, badan, dan tempat shalat.
Thaharah ini bisa dilakukan dengan dua hal:
Pertama: Thaharah dengan cara menggunakan air, dan inilah cara Thaharah yang paling
pokok. Oleh sebab itu, setiap air yang turun dari langit atau keluar dari perut bumi adalah air
yang menempati asal penciptaannya. Maka hukum air tersebut adalah suci dan menyucikan dari
segala hadats dan kotoran meskipun sudah mengalami perubahan rasa atau warna atau baunya
oleh sebab sesuatu yang bersih. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam:

Sesungguhnya air itu dapat menyucikan. Yang tidak bisa dibuat najis oleh sesuatupun.
(HR. Abu Dawud).
Di antara macam-macam air tersebut adalah air hujan, mata air, air sumur, air sungai, air
lembah, air salju yang mencair, dan air laut. Sehubungan dengan air laut, Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam bersabda:

Air laut itu bisa menyucikan dan bangkainya pun halal. (H.R. Abu Dawud)
2

Adapun berkenaan dengan air zam zam telah ditetapkan oleh suatu hadits dari Ali
Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pernah meminta dibawakan
satu timba dari air zam zam, lalu air tersebut beliau pakai untuk minum dan untuk berwudu. (HR.
Imam Ahmad)
Akan tetapi apabila air itu telah berubah warna, rasa, atau baunya yang disebabkan oleh
benda najis, menurut ijma (kesepakatan) para ulama, air itu pun najis yang harus dihindari yang
artinya tidak boleh lagi digunakan untuk bersuci.
Kedua: Thaharah dengan memakai debu yang suci. Thaharah ini merupakan ganti dari
thaharah dengan air oleh sebab tidak memungkinkan bersuci dengan menggunakan air pada
bagian-bagian yang harus disucikan atau karena tidak adanya air, atau karena takut bahaya yang
ditimbulkan jika menggunakan air sehingga bisa digantikan dengan debu yang suci.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman:


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang
kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu
sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh
perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang
baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun. (QS. An-Nisa : 43)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,Bumi (mana saja) dijadikan sebagai
masjid, dan suci bagiku. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan asal hadits ini dari Shahih Al Bukhari
dan Muslim).
Definisi Hadats dan Najis

Hadats adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang tidak sah melakukan ibadah tertentu
seperti shalat; dapat dibedakan menjadi dua:
1. Hadats Kecil: segala sesuatu yang membatalkan wudhu, seperti kentut, kencing, buang
air besar, dll.
2. Hadats Besar: sesuatu yang menyebabkan mandi besar, seperti mimpi basah, bersetubuh,
haidh, dan nifas.

Najis adalah sesuatu yang datang dari dalam diri (tubuh) manusia ataupun dari luar manusia,
yang dapat menyebabkan tidak sahnya badan, pakaian, atau tempat untuk dipakai beribadah;
dapat dibedakan menjadi tiga:
1. Najis Mukhaffafah (najis ringan): misalnya air kecing bayi yang belum berumur 2 tahun
dan belum makan apa pun selain air susu ibu.
2. Najis Mutawasithah (najis sedang):
a. Hukmiyah: benda suci yang terkena benda najis dan masih bisa disucikan (dengan air,
dll.).

b. Ainiyah: benda yang pada asalnya dihukumi najis dan tidak bisa disucikan.
3. Najis Mughalladhoh (najis berat): misalnya air liur/air kencingnya anjing atau babi, dan
atau keturunanya.
Pembahasan dalam makalah ini akan memfokuskan pada jenis thaharah fisik, yang meliputi
wudhu, mandi wajib (al-ghuslu), dan tayammum.

Sumber :
http://majalahalibar.blogspot.com/2010/11/thaharah-bersuci.html
http://majalahalibar.blogspot.com/2010/12/berwudhu.html
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/panduan-praktis-tata-cara-wudhu.html
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/pembatal-pembatal-wudhu.html
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/5-hal-yang-menyebabkan-mandi-wajib.html
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/tata-cara-mandi-wajib.html
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/panduan-tata-cara-tayammum.html

Anda mungkin juga menyukai