: Yunita Pratiwi
NIM
: 150910101020
sebetulnya melahirkan gagasan bagi berdirinya LBB justru tidak ikut serta menjadi
negara anggota setelah Kongres Amerika Serikat menyatakan tidak akan meratifikasi
Perjanjian Versailles (yang menjadi dasar berdirinya LBB), dan dengan demikian
tidak bergabung dalam organisasi ini.
Selain itu, LBB juga tidak dapat merespon secara efektif berbagai persoalan
internasional yang terjadi pada masa itu. Misalnya saja, Insiden Mukden yang terjadi
di Manchuria (Tiongkok bagian utara) pada tahun 1931. Pada masa itu, Jepang
menyewa sebuah jalur kereta di bagian Tiongkok utara untuk melakukan mobilisasi
antara wilayah Manchuria dengan Jepang. Di bulan September tahun 1931, sebagian
dari jalur kereta tersebut diledakkan oleh Tentara Kwantung (yang merupakan tentaratentara Jepang) dalam sebuah operasi tanda palsu (false flag), dan kemudian
memersalahkan tentara-tentara Tiongkok dengan tuduhan telah melakukan sabotase
terhadap jalur kereta ini. Peristiwa ini kemudian digunakan sebagai dalih (pretext)
untuk menyerbu wilayah Manchuria dan mendirikan sebuah negara boneka (puppet
state) yang bernama Manchukuo, dan dipimpin oleh, dalam salah satu ironi terbesar
dalam sejarah Tiongkok, oleh kaisar terakhir dari Dinasti Qing (1644-1912) dari
Kekaisaran Tiongkok, yaitu Henry Puyi (1906-1967). Upaya Tiongkok untuk
berusaha mengusir Jepang dari LBB tidak berhasil, dan permintaan Tiongkok agar
LBB melakukan intervensi untuk membantunya justru datang sangat terlambat.
Laporan resmi LBB kemudian menyatakan bahwa Jepang melakukan agresi ke
Manchuria, dan meminta Jepang untuk berhenti serta menarik mundur pasukannya.
Walau demikian, bukannya menghentikan tindakannya, Jepangyang pada saat itu
termasuk salah satu negara kuat dalam LBB, menyatakan mundur dari organisasi
tersebut, dan mencabut keanggotaannya.
Kejadian yang layak disebut sebagai kegagalan terbesar LBB adalah
ketidakmampuannya untuk mencegah terjadinya Perang Dunia II, ketika Jerman
melakukan invasi terhadap Polandia pada 1 September 1939. Pada tahap tersebut,
tidak ada lagi pihak yang optimis bahwa LBB dapat dipertahankan, dan bahwa
karyanya layak dilanjutkan untuk memerjuangkan perdamaian dunia. Sebaliknya,
dunia justru jatuh ke dalam konflik internasional yang menyebar ke seluruh bagian
dunia.
Sepanjang berlangsungnya Perang Dunia II, berbagai upaya dilakukan untuk
membentuk sebuah organisasi internasional baru yang diharapkan dapat lebih
mengupayakan perdamaian dunia, dan menggantikan LBB yang sudah gagal
menjalankan tugasnya. Upaya pertama yang dilakukan adalah melalui Deklarasi
Istana St. James (Declaration of St. James Palace), yang dihasilkan pada bulan Juni
1941. Wakil-wakil dari beberapa negara Sekutu berkumpul di Istana St. James di
London, yaitu Kerajaan Persatuan, Kanada, Austria, Selandia Baru, Uni Afrika
Selatan, serta pemerintah-pemerintah terasingkan (exiled) dari Belgia, Cekoslovakia,
Yunani, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Polandia, Yugoslavia, serta Jenderal
Charles de Gaulle (1890-1970) dari Perancis. Dalam deklarasi tersebut terkandung
aspirasi bersama negara-negara tersebut, Satu-satunya dasar sejati bagi perdamaian
abadi adalah kehendak masyarakat dunia yang merdeka untuk berkerja sama di dunia
yang, telah dibebaskan dari kejamnya agresi, di mana semua dapat menikmati
jaminan ekonomi dan sosial.
Deklarasi Istana St. James kemudian dilanjutkan oleh dua negara, yaitu Amerika
Serikat dan Kerajaan Persatuan, pada bulan Agustus 1941. Amerika Serikat pada saat
itu belum terjun ke dalam Perang Dunia II (negara ini baru secara resmi terlibat dalam
perang pada empat bulan kemudian). Dua orang wakil-wakil dari negara-negara
tersebut, yaitu Presiden Franklin Delano Roosevelt (1882-1945) dari Amerika Serikat
dan Winston Churchill (1874-1965), perdana menteri Kerajaan Persatuan, bertemu di
atas kapal perang Amerika Serikat USS Augusta di atas Samudera Atlantik.
Pertemuan ini kemudian melahirkan Piagam Atlantik (Atlantic Charter) yang
meletakkan prinsip-prinsip hukum internasional, perlindungan atas teritori, dan hak
untuk menentukan nasibnya sendiri (self-determination). Dokumen ini ditindaklanjuti
pada 1 Januari 1942, ketika Presiden Roosevelt, Perdana Menteri Churchill, Duta
Besar Uni Republik Sosialis Soviet untuk Amerika Serikat Maxim Litvinov (18761951) dan Menteri Luar Negeri Tiongkok T. V. Soong (1891-1971) menandatangani
dokumen tindaklanjut yang dikenal dengan nama Deklarasi oleh Bangsa-bangsa
Bersatu (Declaration by United Nations). Dokumen ini kemudian turut pula
ditandatangani oleh berbagai negara.
Pada bulan Oktober 1943, wakil-wakil dari negara-negara tersebut
menandatangani pula Deklarasi Moskow (Moscow Declaration), seiring bergesernya
perimbangan kekuatan di masa perang kepada kaum Sekutu. Dalam pasal empat dari
deklarasi tersebut disepakati bahwa ketika perang usai akan didirikan sebuah
organisasi internasional yang didasarkan pada kesetaraan di antara negara-negara.
Deklarasi ini dilanjutkan pula dengan Deklarasi Teheran (Teheran Declaration) dua
bulan kemudian.
Di akhir tahun 1944, kembali wakil-wakil dari negara-negara Amerika Serikat,
Kerajaan Persatuan, Tiongkok, dan Uni Soviet, berkumpul di sebuah rumah
peristirahatan pribadi Dumbarton Oaks di Washington, D. C. Dalam pertemuan inilah,
negara-negara tersebut meletakkan dasar-dasar organisasional bagi PBB pada saat
pendiriannya kemudian. Di antaranya, keempat negara ini setuju bahwa organisasi ini
akan memiliki lembaga-lembaga seperti Majelis Umum, Dewan Keamanan,
Sekretariat, dan lembaga-lembaga lainnya. Walau demikian, pertemuan ini tidak turut
menyepakati mengenai hak suara dan pemungutan suara dari Dewan Keamanan,
walaupun wewenangnya berkaitan dengan penggunaan angkatan senjata telah
disepakati. Kesepakatan mengenai hak suara Dewan Keamanan baru disetujui pada
Konferensi Yalta, yang diselenggarakan pada awal tahun 1945. Konferensi ini pula
yang menyepakati akan diadakannya sebuah pertemuan besar pada bulan Juni 1945
untuk mendirikan organisasi internasional sebagaimana telah disepakati melalui
deklarasi dan piagam sebelumnya.
Konferensi utama yang akan diadakan di San Francisco tersebut hampir gagal
diselenggarakan, karena wafatnya Presiden Roosevelt pada 12 April 1945. Walau
demikian, adalah komitmen dari Presiden Harry S Truman (1884-1972) yang
berkomitmen bahwa Konferensi San Francisco akan tetap diadakan sesuai dengan
jadwal. Konferensi yang secara resmi disebut Konferensi Perserikatan Bangsa-bangsa
mengenai Organisasi Internasional (United Nations Conference on Internasional
Organization) ini akhirnya betul-betul diadakan pada 25-26 Juni 1945, dengan
mengundang lima puluh negara untuk hadir, di mana terdapat sekitar 850 anggota
delegasi, serta lebih dari 2.500 anggota staf konferensi. Lebih lanjut usai membahas
isu-isu struktur organisasi dan wewenang PBB, konferensi ini turut pula membahas
pendirian mahkamah permanen yang kemudian dikenal sebagai Mahkamah
Internasional (International Court of Justice, ICJ). Seluruh dokumen yang disusun
kemudian diselesaikan pada 25 Juni 1945 di Gedung Opera San Francisco, dan dibuka
untuk ditandatangani pada 26 Juni 1945. Negara-negara yang hadir menandatangani
dua dokumen, yaitu Piagam PBB dan juga Statuta Mahkamah Internasional.
Penandatanganan tersebut tidak membuat PBB berdiri pada saat itu juga. Baru
pada tanggal 24 Oktober 1945, ketika lima negara utama Amerika Serikat, Perancis,
Republik Tiongkok, Uni Soviet, dan Kerajaan Persatuan serta sebagian besar dari 46
negara lain telah meratifikasi dokumen tersebut, PBB resmi berdiri, dan kemudian
Piagam San Francisco tersebut baru resmi disebut sebagai Piagam Perserikatan
Bangsa-bangsa. Pertemuan pertama PBB, di mana Majelis Umum dan Dewan
Keamanan menggelar rapat, diadakan pada tahun 1946 di Balai Pertemuan Metodis
Westminster di London. Pada pertemuan tersebut, Sir Gladwynn Jebb, seorang
diplomat asal Wales, diangkat menjadi sekretaris eksekutif (executive secretary) dari
PBB, sebelum adanya jabatan sekretaris-jenderal di kemudian hari. Sementara itu
disepakati bahwa Markas Besar PBB akan berada di sebuah Teritori Internasional di
kota New York, Amerika Serikat. Pembangunan dilakukan sampai tahun 1952, di
antara tanah yang dibeli dan disumbangkan oleh seorang hartawan Amerika Serikat,
John D. Rockefeller, Jr., dan sambil menunggu, PBB ditempatkan di sebuah gedung
pertemuan di Lake Success di negara bagian New York, Amerika Serikat. Ketika
bangunan tersebut selesai, PBB dan seluruh kelengkapannya direlokasi ke bangunan
baru tersebut. Sementara itu, Trygve Lie, menteri luar negeri Norwegia, disepakati
menjadi sekretaris-jenderal pertama PBB.
3. Apa saja tujuan PBB itu sendiri ?
Tujuan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
Memelihara perdamaian dan keamanan internasional
Mengembangkan hubungan-hubungan persaudaraan antara bangsa-bangsa
Menciptakan kerja sama dalam memecahkan masalah usaha internasional dalam
bidang ekonomi, sosial budaya, dan hak asasi
Menjadikan PBB sebagai pusat usaha dalam mewujudkan tujuan bersama cita-cita
di atas.
4. Apa saja struktur organisasi dalam PBB ?
a) Majelis Umum (General Assembly)
b) Dewan Keamanan (Security Council)
c) Dewan Ekonomi dan Sosial (Ekonomic and Social Council)
d) Dewan Perwalian (Trustesship Council)
e) Mahkamah Internasional (International Court of Justice)
f) Sekretariat
5. Apa saja permasalahan yang dihadapi oleh PBB ?
a. Masalah Ekonomi Global
Di Markas PBB, Menkeu Sampaikan Dua Masalah Ekonomi Global yakni,
pembiayaan infrastruktur dan perpajakan global. Menteri Keuangan, Bambang
Brodjonegoro, dalam rangkaian pertemuan musim semi Dana Moneter Internasional
dan Bank Dunia (IMF-World Bank Spring Meetings) menyampaikan dua hal penting
terkait permasalahan ekonomi global. Sidang ini merupakan tindak lanjut dari