Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemampuan menalar menyebabkan manusia sebagai satusatunya makhluk yang mampu
mengembangkan pengetahuan secara terusmenerus dan dengan sungguhsungguh. Manusia
mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhankebutuhan hidupnya. Manusia memikirkan halhal baru, menjelajah ufuk baru, karena
manusia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu. Manusia
mengembangkan kebudayaan yang memberikan makna kepada kehidupannya. Manusia
harus memanusiakan diri dalam hidupnya. Dengan demikian manusia memiliki tujuan
tertentu yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan hidupnya. Dengan pengetahuan inilah
manusia menjadi makhluk yang multidimensi dan unik di muka bumi ini.
Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Untuk dapat menghargai suatu
ilmu, misalnya ilmu keperawatan atau kesehatan masyarakat maka kita harus mengerti
hakikat ilmu itu sebenarnya. Pengertian yang mendalam terhadap hakikat ilmu yang kita
pelajari, akan mampu meningkatkan apresiasi kita serta membuka mata kita terhadap
berbagai kekurangan yang ada padanya.
Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berfikir radikal dalam arti mulai dari radix suatu gejala
dari akar suatu hal yang hendak dimasalahkan, dan dengan jalan penjajagan yang radikal
filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan yang universal.
Filsafat saat ini telah berkembang lebih maju dalam berbagai bidang dan mempunyai
peranan penting dalam kehidupan. Cabang filsafat sendiri saat ini telah berkembang dalam
berbagai bidang yaitu filsafat pengetahuan, filsafat moral, filsafat seni, metafisika, politik,
filsafat agama, filsafat ilmu, filsafat pendidikan, filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat
matematika dan lain sebagainya. Filsafat juga sangat berperan dalam bidang kesehatan
khususnya keperawatan. Filsafat dalam bidang keperawatan ini dapat dipandang atau dilihat
dari dua sisi yaitu dari sisi filsafat pendidikannya dan filsafat ilmu keperawatannya serta
pelayanannya. Sehingga perlu dikaitkan atau dipahami dengan filsafat untuk mencari
kebenaran tentang ilmu keperawatan guna memajukan ilmu keperawatan.
Filsafat dalam bidang pendidikan keperawatan mampu memberikan pedoman kepada
para pendidik (dosen/guru) sehingga akan dapat mewarnai sikap perilakunya dalam
mengelola proses belajar mengajar (PBM). Selain itu dengan adanya filsafat akan didapatkan
pengetahuan yang murni atau kemajuan pengetahuan di bidang pelayanan keperawatan untuk
dapat diaplikasikan demi kesembuhan pasien dengan didasarkan pada premis-premis
pendukung hal tersebut. Oleh karena itu, inilah alasan mengapa ilmu filsafat itu sangat
penting untuk dipelajari terutama filsafat keperawatan, sebagai tuntunan atau dasar untuk
melakukan penalaran yang tepat dan berpikir secara mandiri, logika, kritis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan konsep filsafat keperawatan?
2. Bagaimana keperawatan sebagai ilmu dilihat dari objek formal dan material?
3. Apa itu ilmu keperawatan (ontology)?
4. Bagaimana lahirnya ilmu keperawatan (epistimologi)?
5. Untuk apa ilmu keperawatan itu digunakan (aksiologi)?
6. Manfaat filsafat dalam ilmu keperawatan?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penyusunan tugas ini adalah mendukung mengetahui dan
memahami dan berpikir kritis tentang konsep mata kuliah filsafat
dalam ilmu
keperawatan.
b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian filsafat dan filsafat keperawatan,
ontology, epistimologi dan aksiologi ilmu keperawatan, hakekat keperawatan, peranan
filsafat dalam ilmu keperawatan serta relevansi antara filsafat ilmu dengan keperawatan.
D. Manfaat
Mendapatkan pengetahuan tentang filsafat keperawatan dan mahasiswa akan dapat
menggunakan logika dalam berfikir dam memiliki kemampuan merumuskan pemikiran
dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
BAB II
KONSEP TEORI TERKAIT
Philos berarti cinta dan shopia atau shopos berarti kebijaksanaan, pengetahuan, dan
hikmah. Dalam pengertian ini seseorang dapat disebut telah berfilsafat apabila seluruh
ucapannya dan perilakunya mengandung makna dan ciri sebagai orang yang cinta
terhadap kebijaksanaan, terhadap pengetahuan dan terhadap hikmah. Pada awalnya,
kata sofia lebih sering diartikan sebagai kemahiran dan kecakapan dalam suatu
pekerjaan, seperti perdagangan dan pelayaran. Dalam perkembangan selanjutnya,
makna dari kata kemahiran ini lebih dikhususkan lagi untuk kecakapan di bidang syair
dan musik. Makna ini kemudian berkembang lagi kepada jenis pengetahuan yang dapat
mengantarkan manusia untuk mengetahui kebenaran murni. Sofia dalam arti yang
terakhir ini, kemudian dirumuskan oleh Pythagoras bahwa hanya Dzat Maha Tinggi
(Allah) yang mampu melakukannya.
Oleh karena itu, manusia hanya dapat sampai pada sifat pencipta kebijaksanaan.
Pythagoras menyatakan: cukup seorang menjadi mulia ketika ia menginginkan hikmah
dan berusaha untuk mencapainya. Harun Hadiwijono berpendapat bahwa filsafat
diambil dari bahasa Yunani, filosofia. Struktur katanya berasal dari kata filosofien yang
berarti mencintai kebijaksanaan. Dalam arti itu, menurut Hadiwijono filsafat
mengandung arti sejumlah gagasan yang penuh kebijaksanaan. Artinya, seseorang dapat
disebut berfilsafat ketika ia aktif memperoleh kebijaksanaan. Kata filsafat dalam
pengertian ini lebih memperoleh kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian ini lebih
berarti sebagai Himbauan kepada kebijaksanaan. Harun Nasution beranggapan bahwa
kata filsafat bukan berasal dari struktur kata Philos dan shopia, philos dan shophos atau
filosofen. Tetapi kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang struktur katanya berasal
dari kata philien dalam arti cinta dan shofos dalam arti wisdom. Orang Arab menurut
Harun memindahkan kata Philosophia ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikan
tabiat susunan kata-kata bahasa Arab, yaitu filsafat dengan pola (wajan) falala,
falalah, dan fila. Berdasarkan wajan itu, maka penyebutan kata filsafat dalam bentuk
kata benda seharusnya disebut falsafat atau Filsaf. Harun lebih lanjut menyatakan
bahwa kata filsafat yang banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia, sebenarnya bukan
murni berasal dari bahasa Arab sama seperti tidak murninya kata filsafat terambil dari
bahasa Barat, philosophy.
Harun justru membuat kompromi bahwa filsafat terambil dari dua bahasa, yaitu
Fil diambil dari bahasa Inggris dan Safah dari bahasa Arab. Sehingga kata filsafat,
3
adalah gabungan antara bahasa Inggris dan Arab. Berfilsafat artinya berpikir menurut
tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan
dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya.
Atas dasar itu, maka menurut Harun, secara etimologi filsafat dapat didefinisikan
sebagai : Pengetahuan tentang tentang hikmah, Pengetahuan tentang prinsip atau dasar,
mencari kebenaran, Membahas dasar dari apa yang dibahas Ali Mudhafir berpendapat
bahwa kata filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata Falsafah (Arab),
Phyloshophy (Inggris), Philosophie (Jerman, Belanda dan Perancis).
Semua kata itu, berasal dari bahasa Yunani Philosphia. Kata philosophia sendiri
terdiri dari dua suku kata, yaitu Philien, Philos dan shopia. Philien berarti mencintai,
philos berarti teman dan sophos berarti bijaksana, shopia berarti kebijaksanaan. Dengan
demikian, menurut Ali Mudhafir ada dua arti secara etimologi dari kata filsafat yang
sedikit berbeda. Pertama, apabila istilah filsafat mengacu pada asal kata philien dan
shopos, maka ia berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (ia menjadi sifat).
Kedua, apabila filsafat mengacu pada asal kata philos dan shopia, maka ia berarti teman
kebijaksanaan (filsafat menjadi kata benda).
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari
bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia
(persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan,
keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti
cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos
(filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi
yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan
hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal
sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual. Sebelum
Socrates ada satu kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum sofis) yang
berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai ukuran realitas dan
menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam kesimpulan mereka. Sehingga kata sofis
mengalami reduksi makna yaitu berpikir yang menyesatkan. Socrates karena
kerendahan hati dan menghindarkan diri dari pengidentifikasian dengan kaum sofis,
4
melarang dirinya disebut dengan seorang sofis (cendekiawan). Oleh karena itu istilah
filosof tidak pakai orang sebelum Socrates (Muthahhari, 2002).
Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki
manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoretis dan filsafat
praktis. Filsafat teoretis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi,
ilmu pertambangan, dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang
ketuhanan dan metafisika. Filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2)
urusan rumah tangga; (3) sosial dan politik.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu
secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan
sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara
aktif, sistematis, dan mengikuti prinsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi
suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau ditolak.
Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik tertentu (Takwin, 2001).
Defenisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah masalah falsafi pula.
Menurut para ahli logika ketika seseorang menanyakan pengertian (defenisi/hakikat)
sesuatu, sesungguhnya ia sedang bertanya tentang macam-macam perkara. Tetapi
paling tidak bisa dikatakan bahwa falsafah itu kira-kira merupakan studi yang
didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan,
tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk ini,
memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari
proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektika. Dialektika ini
secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada dialog.
Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof
adalah:
1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap
tentang seluruh realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumber daya,
hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang
diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakan
dan untuk menyatakan apa yang Anda lihat.
5
Plato (427348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang bersifat untuk
mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles (382322 SM) mendefenisikan
filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan
filosof lainnya Cicero (106043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua ilmu
pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan keinginan untuk
mendapatkannya. Menurut Descartes (15961650), filsafat ialah kumpulan segala
pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.
Sedangkan Immanuel Kant (17241804) berpendapat filsafat ialah ilmu pengetahuan
yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4
persoalan:
a. Apakah yang dapat kita ketahui?
Jawabannya termasuk dalam bidang metafisika.
b. Apakah yang seharusnya kita kerjakan?
Jawabannya termasuk dalam bidang etika.
c. Sampai di manakah harapan kita?
Jawabannya termasuk pada bidang agama.
d. Apakah yang dinamakan manusia itu?
Jawabannya termasuk pada bidang antropologi.
Setidaknya ada tiga karakteristik berpikir filsafat yakni:
1. Sifat menyeluruh: seseorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya
mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin tahu hakikat
ilmu dari sudut pandang lain, kaitannya dengan moralitas, serta ingin yakin
apakah ilmu ini akan membawa kebahagian dirinya. Hal ini akan membuat
ilmuwan tidak merasa sombong dan paling hebat. Di atas langit masih ada langit.
contoh: Socrates menyatakan dia tidak tahu apa-apa.
2. Sifat mendasar: yaitu sifat yang tidak saja begitu percaya bahwa ilmu itu benar.
Mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria
tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa?
Seperti sebuah pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan
menentukan titik yang benar.
3. Spekulatif: dalam menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal sebuah
lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya dibutuhkan sebuah sifat spekulatif
baik sisi proses, analisis maupun pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan
mana yang logis atau tidak. Sir Isacc Newton, seorang ilmuwan yang sangat
terkenal, President of the Royal Society memiliki ketiga karakteristik ini. Ada
banyak penyempurnaan penemuan-penemuan ilmuwan sebelumnya yang
dilakukannya. Dalam pencariannya akan ilmu, Newton tidak hanya percaya pada
kebenaran yang sudah ada (ilmu pada saat itu). Ia menggugat (meneliti ulang)
hasil penelitian terdahulu seperti logika Aristotelian tentang gerak dan kosmologi,
atau logika cartesian tentang materi gerak, cahaya, dan struktur kosmos. Saya
tidak mendefenisikan ruang, tempat, waktu dan gerak sebagaimana yang
diketahui banyak orang ujar Newton. Bagi Newton tak ada keparipurnaan, yang
ada hanya pencarian yang dinamis, selalu mungkin berubah dan tak pernah
selesai. ku tekuni sebuah subjek secara terus menerus dan ku tunggu sampai
cahaya fajar pertama datang perlahan, sedikit demi sedikit sampai betul-betul
terang.
2.1.2
dan
akuntabilitas
pemikiran
serta
gagasan-gagasan
yang
bisa
banyak
komprehensif.
pengertian
Karena
begitu
ilmu
jika
kita
banyaknya
telusuri
secara
pendapat
yang
kepandaian,
tentang
duniawi,
akhirat,
lahir,
batin,
dan
sebagainya.
Ilmu merupakan buah dari pemikiran manusia dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan. Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan
manusia. Untuk bisa menghargai ilmu sebagaimana mestinya, maka
kita
harus
mengerti
apakah
hakikat
ilmu
sebenarnya.
Seperti
yang
tersusun
secara
sistematis,
serta
memberikan
penyimpangan
dalam
mencari
kebenaran.
tersusun
secara
sistematis
dalam
rangkaian
sebab
akibat
10
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut
epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani yakni episcmc yang berarti
knowledge, pengetahuan dan logos yang berarti teori. Istilah ini pertama kali
dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat dua cabang filsafat yakni
epistemology dan ontology (on = being, wujud, apa + logos = teori ), ontology ( teori
tentang apa). Epistemology adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang asal
muasal, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam
kaitan dengan ilmu, landasan epistemology mempertanyakan bagaimana proses yang
memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ? Bagaimana prosedurnya ?
Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita menndapatkan pengetahuan yang benar ?
Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ? Apakah kriterianya ? Cara atau teknik atau
sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?
(Jujun S. Suriasumantri, 1985 dalam Surajiyo, 2007).
Landasan epistemology ilmu tercermin secara operasional dalam metode ilmiah.
Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh
pengetahuannya berdasarkan : (a) Kerangka Pemikiran yang bersifat logis dengan
argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil
di susun ; (b) Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran
tersebut; (c) melakukan verifikasi terhadap hipotesis termasuk untuk menguji kebenaran
pertanyaannya secara factual. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984/1985
dalam Surajiyo, 2007).
Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang bersifat rasional dalam
mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam. Verifikasi secara empiris berarti
evaluasi secara objektif dari suatu pernyataan hipotesis terhadap kenyataan factual.
Verifikasi ini berarti bahwa ilmu terbuka untuk kebenaran lain selain yang terkandung
dalam hipotesis (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984/1985 dalam Surajiyo,
2007). Dalam kaitan dengan moral, dalam proses kegiatan ilmuwan setiap upaya ilmiah
harus ditunjukkan untuk menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran,
tanpa mempunyai kepentingan langsung tertentu dan hak hidup yang berdasarkan
kekuatan argumentasi secara individual. Jadi, ilmu merupakan sikap hidup untuk
mencintai kebenaran dan membenci kebohongan (Surajiyo, 2007 hlm. 152).
11
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai
dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa
terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah ialah
yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan
yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa; sehingga memenuhi asas
pengaturan secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif akademis. Dengan
demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu,
atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Sedang pengetahuan tak-ilmiah adalah
yang masih tergolong prailmiah.
Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar
diperoleh, baik yang telah lama maupun baru didapat. Di samping itu termasuk yang
diperoleh secara pasif atau di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu
(oleh nabi).
Pengetahuan Manusia
Pengetahuan
Sains
Filsafat
Mistis
Obyek
Paradigma
Empiris
Sains
Abstrak Rasional Rasional
Abstrak
Mistis
Metode
Metode Ilmiah
Metode Rasional
Latihan percaya
Kriteria
Rasional Empiris
Rasional
Rasa, iman, logis,
Suprarasional
kadang empiris
Dengan lain perkataan, pengetahuan ilmiah diperoleh secara sadar, aktif,
sistematis, jelas prosesnya secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak,
kemudian diakhiri dengan verifikasi atau diuji kebenaran (validitas) ilmiahnya.
Sedangkan pengetahuan yang prailmiah, walaupun sesungguhnya diperoleh secara sadar
dan aktif, namun bersifat acak, yaitu tanpa metode, apalagi yang berupa intuisi, sehingga
tidak dimasukkan dalam ilmu. Dengan demikian, pengetahuan pra-ilmiah karena tidak
diperoleh secara sistematis-metodologis ada yang cenderung menyebutnya sebagai
pengetahuan naluriah.
Dalam sejarah perkembangannya, di zaman dahulu yang lazim disebut tahapmistik, tidak terdapat perbedaan di antara pengetahuan-pengetahuan yang berlaku juga
untuk obyek-obyeknya. Pada tahap mistik ini, sikap manusia seperti dikepung oleh
kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, sehingga semua obyek tampil dalam kesemestaan
dalam artian satu sama lain berdifusi menjadi tidak jelas batas-batasnya. Tiadanya
perbedaan di antara pengetahuan-pengetahuan itu mempunyai implikasi sosial terhadap
12
13
korespondensi, yaitu kesesuaian antara hasil pemikiran rasional dengan dukungan data
empiris melalui penelitian, dalam rangka menarik kesimpulan umum dari yang khusus.
Sesudah melalui tahap ontologis, maka dimasukan tahap akhir yaitu tahap
fungsional. Pada tahap fungsional, sikap manusia bukan saja bebas dari kepungan
kekuatan-kekuatan gaib, dan tidak semata-mata memiliki pengetahuan ilmiah secara
empiris, melainkan lebih daripada itu. Sebagaimana diketahui, ilmu tersebut secara
fungsional dikaitkan dengan kegunaan langsung bagi kebutuhan manusia dalam
kehidupannya. Tahap fungsional pengetahuan sesungguhnya memasuki proses aspel
aksiologi filsafat ilmu, yaitu yang membahas amal ilmiah serta profesionalisme terkait
dengan kaidah moral.
Sementara itu, ketika kita membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan
dalam satu nafas tercakup pula telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai
hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang
hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial.
Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu,
dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang
dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi,
diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap hal-hal
yang gaib seperti soal surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan.
Telaahan kedua adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif
mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural,
metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode
ilmiah, meliputi langkah-langkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir
yang berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya. Telaahan
ketiga ialah dari segi aksiologi, yang sebagaimana telah disinggung di atas terkait dengan
kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh.
Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi
Tahapan
Ontologi
(Hakikat Ilmu)
Bagaimana prosedurnya?
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa
ilmu?
Mendapatkan
Bagaimana prosedurnya?
Pengetahuan)
Aksiologi
(Guna
Pengetahuan)
kita tidak akan mungkin mengetahui, menemukan hal-hal yang ada di balik pengaman
dan ide kita. Sedangkan teori pengetahuan yang bersifat obyektif akan memberikan
jawaban YA.
BAB III
PEMBAHASAN
Indonesia
Nomor
16
Pasal 1, yang dimaksud dengan perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan
perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan perundang undangan
yang berlaku.
Menurut konsorsium Ilmu-ilmu Kesehatan (1992) praktik keperawatan adalah
tindakan mandiri perawat professional/ners melalui kerjasama yang bersifat
kolaboratif baik dengan klien maupun tenaga kesehatan lain dalam upaya
memberikan asuhan keperawatan yang holistic sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatan
individu dan berkelompok.
Sementara praktik keperawatan profesional adalah tindakan mandiri perawat
professional dengan menggunakan pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh
mencakup ilmu dasar dan ilmu keperawatan sebagai landasan dan menggunakan
proses keperawatan sebagai pendekatan dalam melakukan asuhan keperawatan (Pokja
Keperawatan CHS, 2002).
Sedangkan pelayanan
keperawatan
adalah
suatu
bentuk
pelayanan
ilmu yang
membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality yang berbentuk
jasmani/kongkret maupun rohani/abstrak.
Dua aspek penting dari ontology keilmuan dalam keperawatan yaitu (1)
prinsip penafsiran tentang realitas dan (2) batas batas telaahan. Prinsip penafsiran
18
3.2.2
lebih
terorganisir
dengan
inilah yang merupakan salah satu kelemahan umum yang sering terjadi pada setiap
kelompok ilmuwan dan profesi, namun perlu diupayakan untuk diredusir dan
dihilangkan. Pengetahuan keilmuan itu haruslah bersifat obyektif, dalam arti bahwa
setiap orang yang mempelajari obyek yang sama dengan cara yang sama akan sampai
kepada kesimpulan yang sama pula. Pengetahuan keilmuan yang disusun merupakan
abstraksi yag mereduksikan realitas menjadi konsep, dengan tingkat generalisasi yang
tinggi.
Mekanisme yang memproses pengetahuan keilmuan tersebut adalah metode
ilmiah yang mengandung tiga bagian, yaitu :
-
proses kebenaran
proses penyusunan.
Proses keabsahan pengetahuan keilmuan menetapkan persyaratan yang harus
dipenuhi oleh suatu kegiatan agar dianggap sah secara keilmuan. Persyaratan ini ialah :
logis, analitis, dan sistematis adalah sah menurut criteria ilmiah. Selanjutnya suatu
pengetahuan diperlukan pula kriteria kebenaran ilmiah, yang ditentukan melalui
pengujian secara empiris, yang sifatnya logis, analitis, dan sistematis.
Pengetahuan keilmuan bidang keperawatan yang diperoleh dan disusun
sedemikian
rupa
memiliki
fungsi
yang
jelas
bagi
dunia
keilmuan
untuk
21
3.2.3
sebagaimana adanya (das Sein) yang dalam konteks ini ditafsirkan sebagai bebas nilai,
maka landasan aksiologis baik internal, eksternal, maupun social adalah sarat nilai.
Secara internal, misalnya disebutkan bahwa tidak setiap wujud empirik dapat dijadikan
sebagai objek penelitian, terutama yang berkaitan dengan fitrah (hak hak azasi)
manusia. Rekayasa genetic dalam bentuk kloning, telah menimbulkan masalah moral.
Penelitian dalam ilmu kedokteran ini dikontrol dengan ketat oleh nilai nilai aksiologis
yang sifatnya internal. Penelitian keperawatan (nursing research) dan penelitian dalam
keperawatan. (research in nursing), memang belum dikembangkan secara sungguh
sungguh, yang sama sekali berbeda dengan pendekatan penelitian bidang kedokteran,
psikologi, sosiologi, antropologi, pendidikan, dan sebagainya, walaupun beberapa
bagian dari pengetahuan ilmiah tentang ilmu ilmu tersebut dipinjam dan dimasukkan
ke dalam ilmu keperawatan.
Nilai eksternal menyangkut nilai nilai yng berkaitan dengan penggunaan
pengetahuan ilmiah. Seperti juga ditemukannya atom atau nuklir yang bisa membawa
berkah atau bencana bagi hidup dan kehidupan manusia. Hal ini sangat tergantung dari
manusia yang menggunakannya. Oleh karena itulah maka kode etik merupakan suatu
persyaratan mutlak bagi eksistensi praktik profesi.
3.2.4
secara optimal yang memiliki perangkat kebutuhan. Asumsi yang diajukan adalah
bahwa manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosial-spiritual yang tidak dapat (potensial
tidak dapat) berfungsi optimal dalam kaitan dengan kondisi kesehatan dan proses
penyembuhan, rehabilitasi, pencegahan timbulnya masalah, dan promosi kesehatan.
Selanjutnya di atas landasan postulat, asumsi, dan prinsip prinsip kita dapatkan
prinsip bahwa efektivitas bantuan terhadap individu, keluarga, dan kelompok
komunitas yang tidak dapat berfungsi optimal dalam kaitan dengan kondisi kesehatan,
proses penyembuhan, rehabilitasi, pencegahan timbulnya masalah dan promosi
kesehatan merupakan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual secara holistik.
Apabila kita nilai, maka ketiga proposisi mengenai pikiran dasar ini, untuk
menentukan apakah semua ini spesifik atau khas bersifat ilmu keperawatan, atau
mungkin milik disiplin pengetahuan lain yang telah ada seperti ilmu ekonomi,
psikologi, sosiologi, kedokteran, kesehatan masyarakat atau mungkin antropologi.
Jawabannya adalah mungkin saja, namun tetap tidak mengurangi sifat khas atau
spesifiknya ilmu keperawtan sebab baik kebutuhan manusia maupun sifat bio-psikososial dan spiritual itu dikaitkan dalam konteks manusia yang tidak dapat berfungsi
(potensial tidak dapat berfungsi) dengan optimal dalam kaitan dengan kondisi
kesehatan, penyembuhan, pencegahan, dan promosi kesehatan. Dan pada gilirannya
akan menyebabkan perbedaan kerangka konseptual makro yang dibangun.
Kerangka konsep ilmu keperawatan baik makro maupun mikro (hanya
menyangkut salah satu aspek dari ilmu keperawatan) di Amerika telah berkembang
sejak sebelum 1950-an, dan symposium mengenai model dan teori keperawatan
dilakukan untu pertama kalinya tahun 1966. Dalam kurun waktu 1970-an model, teori
dan ilmu keperawatan berkembang dengan kecepatan tinggi. Di Indonesia, Lokakarya
Nasional Keperawatan tahun 1983, yang disponsori Departemen Kesehatan dan WHO,
merupakan tonggak sejarah perkembangan ilmu keperawatan di Indonesia. Dari data itu
dapat disimpulkan bahwa ilmu keperawatan sebagai disiplin keilmuan yang mandiri
memiliki latar belakang yang sangat solid.
Pendidikan keperawatan di Negara Negara Anglo Saxon atau yang berkiblat
Anglo Saxon seperti Amerika, Canada, Australia, Filipina, dan Thailand pada umumnya
mencakup program diploma, asosiate, dan program bakloreat (S1). Nampaknya
pendidikan perawat Indonesia sedang dan akan mengikuti pendidikan perawat (Ners)
24
model spesifik pendidikan dokter Indonesia dengan merujuk pada pendidikan model
Amerika Australia-Thailand. Sedangkan di daratan Eropa, termasuk Belanda (sebagai
leluhur yang melahirkan mantra dan zuster keperawatan) yang menganut system
pendidikan continental, ilmu keperawatan tidak dikembangkan sebagai ilmu yang
mandiri, namun bersama sama dengan keperawatan midwifery. Berbeda dengan di
Indonesia, di mana pendidikan bidan misalnya, dimasukkan ke dalam lingkup
pendidikan Obstetric-Gynekologi, bagian dari ilmu kedokteran.
3.2.5
Hadits Nabi : Bila suatu pekerjaan diserahkan kepada bukan ahlinya tunggu saja
kehancurannya.
Hadis ini menunjukkan bahwa setiap muslim harus memiliki keprofesionalan yang
tinggi, begitu juga dengan perawat. Saat ini, isu perawat professional menjadi bahasan
utama di bidang keperawatan. Perawat dituntut dapat bekerja secara professional.
Perawat yang professional adalah tenaga professional yang mandiri, bekerja secara
otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program
pendidikan profesi keperawatan, terdiri dari ners generalis, ners spesialis dan ners
konsultan. Jika telah lulus uji kompetensi yang dilakukan oleh badan regulatori yang
bersifat otonom, selanjutnya disebut Registered Nurse (RN).
25
Dalam pengembangan ilmu keperawatan tidak bisa terlepas dari peranan filsafat
didalamnya. Adapun manfaat atau peranan filsafat dalam keperawatan antara lain adalah:
1. Memudahkan proses keperawatan karena tanpa mempelajari filsafat ilmu keperawatan
maka akan semakin sulit melaksanakan proses keperawatan
2. Dengan mengetahui dan melaksanakan perilaku yang mengandung makna, rasa cinta
terhadap kebijaksanaan, terhadap pengetahuan, terhadap hikmah dan ucapannya yang
baik dan sopan seseorang dapat mengetahui bagaimana landasan dasar dari ilmu
keperawatan tersebut
3. Dapat memecahkan suatu permasalahan meliputi dampak teknologi, sosial budaya,
ekonomi, pengobatan alternatif, kepercayaan spritual dan masih banyak yang lainnya
mengenai seluk beluk lingkup profesi keperawatan yang semuanya digunakan dalam hal
pencapaian profesionalisme seorang perawat
4. Menghindari dan meminimalisasi kesalahpahaman dan konflik dalam pencarian
kebenaran tentang ilmu keperawatan
5. Sebagai dasar dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan untuk bertindak
melalui pengalaman-pengalaman yang sudah ada
6. Mendapatkan kebenaran tentang hal-hal yang dianggap belum pasti apakah tindakan yang
kita lakukan dan pendapat yang kita keluarkan itu adalah benar atau salah, misalnya jika
kita melakukan tindakan seperti injeksi terhadap klien kita harus tahu terlebih dahulu
prosedur-prosedur apa saja yang dilakukan, jadi setelah kita mengetahuinya maka kita
akan melakukan tindakan itu secara benar
7. Dengan filsafat seorang perawat dapat menggunakan kebijaksanaan yang dia peroleh dari
filsafat sehingga perawat tersebut dapat lebih berfikir positif (positif thinking) dan dengan
positif thinking tersebut seorang perawat dapat menjalankan tugasnya dengan baik
sehingga pasien yang tadinya susah berkomunikasi dapat menjadi lebih dapat
berkomunikasi dengan baik dan akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan
pasien tersebut.
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat dalam keperawatan mempunyai peranan yang sangat penting. Keperawatan
sendiri bisa dilihat dari dua sudut yaitu tentang ilmu keperawatan itu sendiri dan tentang
pendidikan keperawatan. Peran filsafat dalam pendidikan bagi mahasiswa dalam perguruan
tinggi yaitu supaya
tahu
bagaimana
cara
berpikir kritis
dan
bagaimana cara
27
DAFTAR PUSTAKA
Ann Marrien, dkk. 2014. Nursing Teorhiests and Their Work. Eighth Edition. USA : Mosby
Hidayat A.A. 2002. Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Liza. 2006. Pengantar Filsafat dan Ilmu. Dapat diunduh dalam http://www.foxitsoftware.com
Muhammad. 2010. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Naziruddin, Udin. 2004. Buku Ajar : Filsafat Keilmuan dalam Keperawatan dan Kesehatan.
Bandung : PSIK UNPAD.
Noname. Filsafat Ilmu dan Metode Riset Normal. Dapat diunduh dalam
http://usupress.usu.ac.id/files/Filsafat%20Ilmu%20dan%20Metode%20Riset_Normal_bab
%2010.pdf
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Dapat diunduh dalam
http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/04/permenkes-no-148-ttg-praktikpwt-2010.pdf
Poedjiadi, A. 2008. Peranan Filsafat Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan.
http://www.education.com/filsafat. Diakses 16 september 2016.
Potter & Perry. 2009. Fundamentals of Nursing. USA : Mosby
PPNI. 2005. Standar Kompetensi Perawat Indonesia. Tidak Diterbitkan.
Sadulloh, U. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta
Soemowinoto, S. 2008. Pengantar Filsafat Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Soewardi, Herman. 1999. Roda Berputar Dunia Bergulir: Kognisi Baru tentang Timbul
Tenggelamnya Sivilisasi. Bandung: Bakti Mandiri.
Supriyanto, S. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta : Prestasi Pustaka
28
29