TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Faktor
2.1.1 Definisi Analisis Faktor
Analisis faktor merupakan suatu teknik untuk menganalisis tentang saling
ketergantungan dari beberapa variabel secara simultan dengan tujuan untuk
menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti
menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit dari pada variabel yang diteliti. Hal ini
berarti, analisis faktor dapat juga menggambarkan tentang struktur data dari suatu
penelitian (Suliyanto, 2005).
Analisis faktor adalah suatu teknik interdependensi (interdependence
technique), dimana tidak ada pembagian variabel menjadi variabel bebas dan variabel
tergantung dengan tujuan utama yaitu mendefinisikan struktur yang terletak di antara
varaibel-variabel dalam analisis. Analisis ini menyediakan alat-alat untuk
menganalisis struktur dari hubungan interen atau korelasi di antara sejumlah besar
variabel dengan menerangkan korelasi yang baik antara variabel, yang diasumsikan
untuk merepresentasikan dimensi-dimensi dalam data (Hair, 2010).
Jadi, pada prinsipnya analisis faktor digunakan untuk mengelompokkan
beberapa variabel yang memiliki kemiripan untuk dijadikan satu faktor, sehingga
dimungkinkan dari beberapa atribut yang memengaruhi satu komponen variabel dapat
diringkas menjadi beberapa faktor utama yang jumlahnya lebih sedikit.
2.
2.
3.
2.1.4 Jumlah Sampel Ideal Dan Jenis Data Untuk Analisis Faktor
Secara umum, jumlah sampel dalam analisis faktor minimal 50 pengamatan.
Bahkan seharusnya ukuran sampel sebanyak 100 atau lebih besar. Biasanya ukuran
sampel dalam analisis ini dianjurkan memiliki paling sedikit 5 kali jumlah variabel
yang akan diamati, karena semakin banyak sampel yang dipilih akan mencapai
patokan rasio 10:1, dalam arti untuk satu variabel ada 10 sampel (Hair, 2010). Dalam
pengertian SPSS, hal ini berarti untuk setiap 1 kolom yang ada, seharusnya terdapat
10 baris data, sehingga jika ada 5 kolom (variabel), minimal seharusnya ada 50 baris
data (sampel).
Data dalam analisis faktor minimal adalah interval, sehingga apabila data yg
diperoleh berupa data ordinal, harus ditransformasikan menjadi data interval,
misalnya dengan menggunakan metode successive interval (Suliyanto,2005).
2.1.5 Penentuan Jumlah Faktor
Untuk menentukan banyaknya jumlah faktor yang terbentuk dalam analisis
faktor dapat dilakukan beberapa pendekatan berikut:
1.
peneliti.
2.
eigenvalue. Jika suatu variabel memiliki eigenvalue > 1, dianggap sebagai suatu
faktor, sebaliknya jika suatu variabel hanya memiliki eigenvalue < 1, tidak
dimasukkan dalam model.
3.
faktor yang dinyatakan dalam persentase. Untuk dapat menentukan berapa jumlah
faktor yang diambil, harus memiliki nilai persentase varian > 0,5. Sedangkan apabila
menggunakan kriteria kumulatif persentase varian, besarnya nilai kumulatif
persentase varian > 60%.
Untuk mengetahui peranan masing-masing variabel dalam suatu faktor dapat
ditentukan dari besarnya loading variabel yang bersangkutan. Loading dengan nilai
terbesar berarti mempunyai peranan utama pada faktor tersebut. Variabel yang
memiliki nilai loading < 0,5 dianggap tidak memiliki peranan yang berarti terhadap
faktor yang terbentuk sehingga variabel tersebut dapat diabaikan dalam pembentukan
faktor.
2.1.6 Penamaan Faktor Yang Terbentuk
Untuk menamai faktor yang telah dibentuk dalam analisis faktor, dapat
dilakukan dengan cara berikut.
1.
2.
Dengan membagi sampel awal menjadi dua sama besarnya. Apabila ada jumlah
sampel ganjil, maka satu sampel harus dihilangkan atau dimasukkan kepada dua
bagian sampel tersebut. Kemudian sampel yng telah dibagi dua dianalisis satu
persatu. Apabila hasil analisis faktor antara sampel pertama dan sampel kedua
tidak banyak perbedaan, faktor yang terbentuk dinyatakan baik.
2.
Merumuskan masalah
b.
dengan variabel-variabel lain, untuk memperoleh analisis faktor yang semua varaibelvariabelnya harus berkorelasi. Untuk menguji ketepatan dalam model faktor, uji
statistik yang digunakan adalah barletts test sphericity dan Kiser-Mayer-Olkin
(KMO) untuk mengetahui kecukupan sampelnya.
akan dianalisis didasarkan pada besarnya eigenvalue serta persentase total variannya.
Hanya faktor yang memiliki eigenvalue sama atau lebih besar dari satu yang
dipertahankan dalm model analisis faktor, sedangkan yang lainnya dikeluarkan dari
model.
d.
Rotasi faktor.
Hasil dari ekstraksi faktor dalam matriks faktor mengidentifikasikan hubungan
antar faktor dan variabel individual, namun dalam faktor-faktor tersebut banyak
variabel yang berkorelasi sehingga sulit diinterpretasikan. Melalui rotasi faktor
matriks, faktor matriks ditransformasikan ke dalam matriks yng lebih sederhana
sehingga mudah diinterpretasikan. Rotasi faktor menggunakan prosedur varimax.
e.
Interpretasi faktor.
Interpretasi
faktor dilakukan
dengan
mengklasifikasikan
variabel
yang
mempunyai factor loading minimum 0,4 sedangkan variabel dengan faktor loading
kurang dari 0,4 dikeluarkan dari model.
f.
masing faktor. Pemilihan ini didasarkan pada nilai factor loading tertinggi.
g.
teknik analisis faktor antara principal component analysis dan maximum likelihood
dengan melihat jumlah residual (perbedaan) antara korelasi yang diamati dengan
korelasi yang diproduksi. Semakin kecil persentase nilai residual (dalam hal ini
adalah nilai root mean square error = RMSE), maka semakin tepat penentuan teknik
tersebut.
2.1.9 Asumsi Analisis Faktor
Prinsip utama dalam analisis faktor adalah korelasi, artinya variabel yang
memiliki korelasi erat akan membentuk suatu faktor, sedangkan variabel yang ada
dalam suatu faktor akan memiliki korelasi yang lemah dengan variabel yang terdapat
pada faktor yang lain. Karena prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka
asumsi dalam analiss faktor berkaitan erat dengan korelasi berikut:
a.
c.
d.
2.2
terdiri atas variabel-variabel yang lainnya pula) jika variabel tersebut berkorelasi
dengan sejumlah variabel lain yang masuk dalam kelompok faktor tertentu. Ketika
sebuah variabel berkorelasi dengan variabel lain, variabel tersebut berbagi varians
dengan variabel lain tersebut, dengan jumlah varians yang dibagikan adalah besar
korelasi pangkat dua ( 2 ). Varians adalah akar dari standar deviasi, yakni jumlah
penyimpangan data dari rata-ratanya (Santoso, 2012).
Dengan demikian, varians total pada sebuah variabel dapat dibagi menjadi
tiga bagian:
1.
Common variance, yakni varians yang dibagi dengan varians lainnya atau
jumlah varians yang dapat diekstrak dengan proses factoring.
2.
Specific variance, yakni varians yang berkaitan dengan variabel tertentu saja.
Jenis varians ini tidak dapat dijelaskan dengan korelasi hingga menjadi bagian
dari variabel lain. Namun varians ini masih berkaitan secara unik dengan satu
variabel.
3.
Error variance, yakni varians yang tidak dapat dijelaskan lewat korelasi. Jenis
ini muncul karena proses pengambilan data yang salah, pengukuran variabel
yang tidak tepat dan sebagainya.
metode
maksimum
likelihood
adalah
metode
yang
adalah:
L( ) = f ( xi , )
i =1
Parameter dari model faktor yang akan diduga dengan metode maksimum
likelihood adalah faktor loading dan faktor unik. Faktor loading adalah matriks
koefisien pengaruh antara variabel dengan faktor, dengan entri konstanta yang belum
diketahui. Faktor unik adalah vektor yang tidak dapat diukur secara langsung tetapi
berhubungan dengan variabel observasi. Masalah yang timbul sekarang adalah
bagaimana cara menduga parameter-parameter dalam analisis faktor tersebut, upaya
pendugaan parameter-parameter model tersebut memerlukan teknik analisis statistika
yang mampu memberikan solusi bagi permasalahan yang ada. Maka menjadi salah
satu aspek menarik yang ingin diketahui adalah pendugaan dengan metode
kemungkinan maksimum (maximum likelihood) terhadap model faktor tersebut untuk
dipelajari secara lebih rinci (Priyanto, 2008).
Jika common factor F dan specific factor dapat diasumsikan menjadi data
yang berdistribusi normal, kemudian estimasi maximum likelihood dari factor loading
dan specific variance dapat diperoleh. Ketika Fj dan j secara bersama-sama dalam
keadaan normal, maka observasi Xj
2007).
2.4 Makanan Tambahan
2.4.1 Definisi Makanan Tambahan
Pada saat ASI tidak cukup lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi, maka makanan
pendamping ASI harus ditambahkan untuk diet bayi. Transisi dari ASI eksklusif ke
makanan padat yang biasa dimakan oleh keluarga, disebut sebagai makanan
tambahan, biasanya dimulai dari umur di atas 6 bulan (WHO, 2013).
Makanan tambahan adalah makanan tambahan yang diberikan pada saat bayi
memerlukan zat-zat gizi yang kadarnya sudah berkurang pada ASI, dengan tujuan
melengkapi zat-zat ASI yang mulai berkurang, mengembangkan kemampuan bayi
untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk,
mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan, mencoba adaptasi
terhadap makanan yang mengandung kadar energi tinggi (Suryanah, 1996).
Makanan tambahan diberikan sebagai komplemen ASI agar anak memperoleh
cukup energi, protein, dan zat-zat gizi lain (vitamin dan mineral) untuk pertumbuhan
dan perkembangan bayi. Pemberian ASI boleh dilanjutkan selama hal itu masih
memungkinkan, karena ASI dapat memberikan sejumlah energi dan protein yang
bermutu tinggi, serta mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi
(Prasetyono, 2012).
2.4.2 Jenis Makanan Tambahan
2.
3.
1.
Sudah diberikan ASI tapi masih tetap lapar, dan tidak pernah cukup dari
biasanya. Ini dapat dilihat jika berat badan bayi tidak bertambah.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
pendamping ASI pada usia 6 bulan, awalnya 2-3 kali sehari antara 6-8 bulan,
meningkat menjadi 3-4 kali sehari antara 9-11 bulan dan 12-24 bulan dengan
makanan ringan bergizi tambahan yang ditawarkan 1-2 kali per hari, seperti yang
diinginkan.
Jadwal waktu ketat, tidak dianjurkan. Menurut Mitayani (2010), berikut ini
merupakan pedoman cara memberikan makanan pada bayi umur 0-6 bulan:
1.
ASI merupakan makanan utama, diberikan setiap saat sesuai kehendak bayi.
2.
Pada usia 5 bulan, bayi dapat diberikan buah yang dihaluskan sedikit demi
sedikit.
3.
Pada usia 6 bulan, dapat diberikan makanan lumat seperti bubur tepung, tim
saring, nasi pisang dilumatkan, sebanyak 2 kali sehari.
4.
Mulai usia 7 bulan, makanan lumat dapat diganti dengan makanan lembek
secara bertahap.
5.
bulan maka:
1.
2.
Akan lebih sulit melatih bayi makan apabila mereka sudah berumur di atas 8
bulan karena mereka sudah mulai gelisah dan tidak mau mencoba hal-hal baru,
sementara pada usia 6-7 bulan banyak bayi merasa sangat lapar sehingga
mereka akan makan apa saja yang diberikan pada mereka.
2.4.4 Risiko Pemberian Makanan Tambahan pada Usia Kurang dari Enam Bulan
Menurut Suririnah (2009), pemberian makanan tambahan pada bayi usia 0-6
bulan akan menyebabkan beberapa hal yang dapat merugikan kesehatan bayi
diantaranya:
1.
2.
Risiko alergi makanan terutama pada keluarga dengan riwayat alergi meningkat.
Setelah usia 6 bulan, sistem kekebalan tubuh dan pencernaan bayi sudah lebih
matang sehingga dapat mengurangi risiko alergi berat.
tahap laktasi dapat dipakai sebagai taksiran batas atas kebutuhan hampir semua zat
gizi pada masa tersebut (Budianto, 2009).
2.5.2 Kandungan ASI
Menurut Yuliarti (2010), kandungan yang terdapat di dalam ASI, antara lain:
1.
ASI mengandung 88,1% air sehingga ASI yang diminum bayi selama
pemberian ASI eksklusif sudah mencukupi kebutuhan bayi dan sesuai dengan
kesehatan bayi. Bayi baru lahir yang hanya mendapat sedikit ASI pertama
(kolostrum-cairan kental kekuningan) tidak memerlukan tambahan cairan
karena bayi dilahirkan dengan cukup cairan di dalam tubuhnya. ASI dengan
kandungan air yang lebih tinggi biasanya akan keluar pada hari ketiga atau
keempat.
2.
ASI mengandung bahan larut yang rendah. Bahan larut tersebut terdiri dari
3,8% lemak, 0,9% protein, 7% laktosa, dan 0,2% bahan-bahan lain. Salah satu
fungsi utama air adalah untuk menguras kelebihan bahan-bahan larut melalui
air seni. Zat-zat yang dapat larut (misalnya sodium, potasium, nitrogen, dan
klorida) disebut sebagai bahan-bahan larut. Ginjal bayi yang pertumbuhannya
belum sempurna hingga usia 3 bulan mampu mengeluarkan kelebihan bahan
larut lewat air seni untuk menjaga keseimbangan kimiawi di dalam tubuhnya.
Karena ASI mengandung sedikit bahan larut maka bayi tidak membutuhkan
banyak air seperti layaknya anak-anak atau orang dewasa.
Bagi Bayi
Menurut Danuatmaja (2003), manfaat ASI secara eksklusif pada bayi terdiri
dari:
1.
2.
pelindung bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, dan jamur. Selain
itu, ASI akan merangsang terbentunya antibodi bayi lebih cepat (imunisasi aktif
dan pasif).
3.
4.
b.
Bagi Ibu
Menyusui tidak hanya bermanfaat bagi bayi, tetapi juga bermanfaat bagi ibu.
KB alamiah.
Menyusui dapat disebut sebagai cara kontrasepsi alamiah. Selama menyusui,
ibu dapat menunda kehamilan, tentunya dengan syarat ibu belum mengalami
menstruasi.
2.
3.
Diet alami.
Menyusui dapat mengurangi berat badan ibu. lemak yang tersimpan selama
masa kehamilan, digunakan sebagai energi pembentuk ASI, sehingga kadar
lemak dalam tubuh ibu berkurang.
4.
5.
Menyusui dapat mengurangi risiko kejadian kanker payudara dan kanker rahim.
dengan pendidikan yang tinggi biasanya akan mengerti bagaimana cara menjaga dan
memenuhi kehidupan bayi agar tetap sehat dan terhindar dari penyakit, begitu juga
sebaliknya. Termasuk dalam hal ini, pada pemberian makanan tambahan pada bayi
usia 0-6 bulan.
2.6.2 Faktor Pengetahuan Ibu
Faktor pengetahuan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan tingkat
pengenalan informasi tentang pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang
dari enam bulan. Akibat kurang informasi, banyak ibu menganggap susu formula
sama baiknya, bahkan lebih dari ASI. Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat
memberikan susu formula jika merasa ASI-nya kurang atau terbentur kendala
menyusui. Untuk itu, ibu dan keluarga perlu mendapatkan informasi tentang
fisiologis laktasi, keuntungan pemberian ASI, kerugian pemberian susu formula,
pentingnya rawat gabung, cara menyusui yang baik dan benar, dan siapa yang harus
dihubungi jika terdapat keluhan atau masalah seputar menyusui (Danuatmaja,2003).
2.6.3 Faktor Pekerjaan Ibu
Faktor pekerjaan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan aktivitas ibu
setiap harinya untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya
yang menjadi alasan pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam
bulan. Pekerjaan ibu bisa saja dilakukan di rumah, di tempat kerja baik yang dekat
maupun jauh dari rumah. Ibu yang belum bekerja sering memberikan makanan
tambahan dini dengan alasan melatih atau mencoba agar pada waktu ibu mulai
bekerja bayi sudah terbiasa.
Biasanya semakin baik perekonomian keluarga maka daya beli akan makanan
tambahan juga mudah, sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga, maka daya
beli akan makanan tambahan lebih sukar.
2.6.6 Faktor Kesehatan Ibu
Faktor kesehatan ibu adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi ibu
yang menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan pada bayi usia kurang dari
enam bulan, misalnya kegagalan laktasi, penyakit yang membuat ibu tidak dapat
memberi ASI, serta adanya kelainan payudara yaitu terjadinya pembendungan air
susu karena penyempitan laktus laktiferus oleh karena tidak dikosongkan dengan
sempurna, kelainan puting susu seperti puting susu terbenam dan cekung sehingga
menyulitkan bagi bayi untuk menyusu, mastitis (suatu peradangan pada payudara
disebabkan oleh kuman terutama staphylococcus aureus melalui luka pada putting
susu), tidak ada susu (agalaksia), dan air susu sedikit keluar (Oligogalaksia).
Menyusui menjadi kontra indikasi bila ibu menderita penyakit berat seperti kegagalan
jantung, penyakit ginjal atau paru-paru yang serius dengan penyakit tuberkulosis
aktif, masih dapat menyusui bayinya bila diberi terapi dalam dua bulan ibu tidak
infeksi lagi, biasanya bayi juga diberi terapi pencegahan dengan imunisasi BCG.
Kurangnya dukungan sosial dalam mengatasi masalah diatas maka ibu cenderung
memberikan makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan sebagai
pengganti ASI.
menciptakan tekanan negatif dalam rongga mulut yang diperlukan dalam proses
menyusui, keadaan ini dapat menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan.
2.7
Kerangka Operasional
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan arah dari alur penelitian ini
Pemberian Makanan
Tambahan Pada Bayi Usia
5. Pekerjaan Ibu
6. Kesehatan Ibu
7. Kesehatan Bayi
8. Petugas Kesehatan
Analisis Faktor
Metode Principal
Component (PCA)
Metode maximum
likelihood
Model Principal
Component (PCA)
Model maximum
likelihood
Kesesuaian
Model
Gambar 2.1. Kerangka Operasional Penelitian