Anda di halaman 1dari 11

Penulis: Merari Siregar

Penerbit: Balai Pustaka


Tahun Pertama Terbit: 1920
Jumlah Halaman: 163

Novel yang satu ini bisa dikategorikan novel klasik terbitan Balai Pustaka. Ia
menandai zaman dimana sastra Indonesia masih didominasi penggunaan bahasa melayu yang
kental. Adapun tema umum novel yang satu ini adalah kehidupan percintaan seorang gadis
yang pernikahannya tidak membawa pada hidup yang bahagia tetapi justru pada
kesengsaraan. Tokoh sentral dalam kisah cinta ini bernama Mariamin dan Aminuddin.
Keduanya berkerabat dekat tetapi berbeda nasib. Aminudin merupakan anak kepala
kampung, seorang bangsawan yang kaya raya dan disegani banyak orang. Sementara itu
Mariamin tumbuh di lingkungan keluarga yang miskin. Sejak kecil keduanya sudah
berkenalan dan bermain bersama. Beranjak dewasa, Aminuddin dan Mariamin merasakan
getaran cinta yang kuat. Aminuddin berjanji akan menikahi Mariamin. Niatnya ini
diutarakan pada ibu dan ayahnya, Baginda Diatas. Sang ibu setuju sebab ia menganggap
Mariamin masih keluarganya dan dengan menikahkannya dengan Aminuddin, ia bisa
menolong kemiskinan gadis itu. Namun, pendapat berbeda datang dari ayah Aminuddin
yakni Baginda Diatas. Ia diam-diam tidak menyetujui rencana Aminuddin sebab ia
beranggapan pernikahan tersebut tidak pantas dan akan menurunkan derajat bangsawannya.
Untuk mewujudkan niatnya, akhirnya Aminuddin berangkat ke Medan untuk mencari
kerja. Saat di Medan, ia masih rajin berkirim kabar dengan Mariamin. Sampai suatu waktu, ia
akhirnya mengirim berita ke kampung bahwa ia sudah siap untuk berumahtangga dengan
wanita pujaannya tersebut. Sayangnya, Baginda Diatas, ayah Aminuddin tidak setuju. Ia
menyusun rencana agar isterinya tidak menyetujui keinginan Aminuddin. Caranya, ia
membawa isterinya ke dukun sewaan dan pura-pura meramal jodoh terbaik untuk
Aminuddin, anaknya. Sang dukun berkata bahwa jodoh Aminuddin bukanlah Mariamin

melaikan seorang gadis bangsawan di desa mereka. Ibu Aminuddin pun percaya dan setuju
berangkat ke Medan dengan membawa gadis bangsawan yang hendak dinikahkan dengan
Aminuddin.
Saat mereka tiba di Medan, Aminuddin kaget sebab keputusan orangtuanya
menjodohkan dengan gadis tersebut memukul jiwanya. Tapi ia tak bisa menolak sebab saat
itu ia terikat adat busaya yang harus selalu patuh pada keputusan orang tua. Akhirnya
Aminuddin mengirim surat kepada Mariamin sambil memohon maaf karena ia terpaksa
menikahi gadis lain meskipun tanpa cinta. Mendengar kabar terebut, Mariamin sangat sedih.
Ia bahkan sempat sakit. Setahun berselang, ibu mariamin akhirnya menerima pinangan
seorang laki-laki bernama Kasibun. Ia berharap pernikahan tersebut akan mengobati luka
Mariamin. Akan tetapi apa yang diniatkan ibu Mariamin tidak terjadi. Pernikahan tersebut
malah menambah penderitaan lain bagi Mariamin. Sebab, ternyata Kasibun memiliki isteri
yang diceraikannya dengan alasan ingin menikahi Mariamin.
Selanjutnya, Kasibun membawa Mariamin ke Medan. Mereka mengalami hubungan
suami isteri yang compang sebab Mariamin tidak ingin melakukan hubungan intim dengan
suaminya. Alasannya, ternyata Karibun memiliki penyakit kelamin yang bisa menular.
Mendapat penolakan tersebut, Karibun kalap dan sering menyiksa isterinya, Mariamin.
Penderitaannya semakin bertambah sejak Aminuddin bertamu ke rumahnya suatu waktu.
Melihat reaksi Mariamin yang tak biasa, Karibun pun membaca sesuatu yang lain dan
kemudian cemburu. Semakin hari ia semakin sering menyiksa isterinya.
Pada akhirnya Mariamin tak sanggup lagi dan akhirnya melaporkan suaminya,
Karibun, ke polisi. Akhirnya Karibun ditetapkan bersalah dan diwajibkan membayar denda
serta melepaskan Mariamin tak lagi jadi isterinya. Mariamin akhirnya kembali ke desanya
dan hidup menderita di sana. Ia sakit-sakitan hingga akhirnya meninggal dunia dalam derita.

Penulis: Haji Abdul Malik Karim Amrullah


Penerbit: Bulan Bintang
Tahun Terbit: 1939
Jumlah Halaman: 224

Di wilayah Mengkasar, di tepi pantai, di antara Kampung Baru dan Kampung Mariso
berdiri sebuah rumah bentuk Mengkasar. Di sanalah hidup seorang pemuda berumur 19
tahun. Pemuda itu bernama Zainuddin. Saat ia termenung, ia teringat pesan ayahnya ketika
akan meninggal. Ayahnya mengatakan bahwa negeri aslinya bukanlah Mengkasar. Di Negeri
Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang) 30 tahun lampau, seorang pemuda bergelar
Pendekar Sutan, kemenakan Datuk Mantari Labih, yang merupakan pewaris tunggal harta
peninggalan ibunya. Karena tak bersaudara perempuan, maka harta bendanya diurus oleh
mamaknya. Datuk Mantari labih hanya bisa menghabiskan harta tersebut, sedangkan untuk
kemenakannya tak boleh menggunakannya. Hingga suatu hari, ketika Pendekar Sutan ingin
menikah namun tak diizinkan menggunakan hartany atersebut, terjadilah pertengkaran yang
membuat Datuk Mantari labih menemui ajalnya. Pendekar Sutan ditangkap, saat itu ia baru
berusia 15 tahun.
Ia dibuang ke Cilacap, kemudian dibawa ke Tanah Bugis. Karena Perang Bone,
akhirnya ia sampai di Tanah Mengkasar. Beberapa tahun berjalan, Pendekar Sutan bebas dan
menikah dengan Daeng Habibah, putri seorang penyebar agama islam keturunan Melayu.
Empat tahun kemudian, lahirlah Zainuddin. Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal.
Beberapa bulan kemudian ayahnya menyusul ibunya. Ia diasuh Mak Base. Pada suatu hari,
Zainuddin meminta izin Mak Base untuk pergi ke Padang Panjang, negeri asli ayahnya.
Dengan berat hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi. Sampai di Padang Panjang,
Zainuddin langsung menuju Negeri Batipuh. Sesampai di sanan, ia begitu gembira, namun
lama-lama kabahagiaannya itu hilang karena semuanya ternyata tak seperti yang ia harpakan.

Ia masih dianggap orang asing, dianggap orang Bugis, orang Mengkasar. Betapa malang
dirinya, karena di negeri ibunya ia juga dianggap orang asing, orang Padang. Ia pun jenuh
hidup di padang, dan saat itulah ia bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang membuat
hatinya gelisah, menjadikannya alasan untuk tetap hidup di sana. Berawal dari suratmenyurat, mereka pun menjadi semakin dekat dan kahirnya saling cinta.
Kabar kedekatan mereka tersiar luas dan menjadi bahan gunjingan semua orang
Minang. Karena keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib
bagi keluarganya. Zainuddin dipanggil oleh mamak Hayati, dengan alasan demi
kemaslahatan Hayati, mamak Hayati menyuruh Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh.
Zainuddin pindah ke Padang Panjang dengan berat hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk
saling setia dan terus berkiriman surat. Suatu hari, Hayati datang ke Padang Panjang. Ia
menginap di rumah temannya bernama Khadijah. Satu peluang untuk melepas rasa rindu pun
terbayang di benak Hayati dan Zainuddin. Namun hal itu terhalang oleh adanya pihak ketiga,
yaitu Aziz, kakak Khadijah yang juga tertarik oleh kecantikan Hayati.

UNSUR INSTRINSIK TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK

1. Tema:
Novel karya Hamka yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, yang bertema
tentang cinta yang sejati, tulus dan cinta yang setia antara laki-laki dan perempuan tetapi
tidak dapat dipersatukan dan tak tersampaikan karena tradisi adat Minangkabau yang begitu
mengikat dan terlalu mendiskriminasi adat lainnya pada saat itu.
2. Alur:
Menggunakan Alur maju, karena di dalam Novel tersebut banyak mengulang kisah
masa lalu dari kehidupan Zainuddin, seperti contoh dari awal cerita Novel tersebut, terdapat
bagian cerita tentang perjalanan hidup ayah Zainuddin yang diceritakan oleh Mak Base.
Cerita dari Muluk tentang karya Zainuddin yang terakhir kalinya sebelum dia meninggal.
Selebihnya menceritakan tentang masa depan kehidupan Zainuddin dan Hayati.
3. Tokoh:
Tokoh Utama: Zainuddi, Hayati, Khadijah, dan Aziz
Alasanya karena di dalam cerita mereka sering terlibat dalam dialog langsung maupun
tidak langsung. Konflik dalam cerita juga diakibatkan oleh tokoh tersebut.
Tokoh Pendukung: Mak Base (Orang Tua Angkat Zainuddin), Muluk (Sahabat Zainuddin),
Daeng Masiga, dan Mak Tengah Limah (Mamak dari Hayati).
Alasannya karena mereka sebagai tokoh pendukung dari tokoh utama mereka juga
melakukan dialog dengan tokoh utama pada novel tersebut. Tokoh Pendukung juga menjadi
tokoh dalam adanya konflik dalam novel tersebut.
4. Penokohan:
a. Zainuddin (Tokoh Protagonis)
Seorang pemuda yang baik hati, alim, sederhana, memiliki ambisi dan cita-cita yang
tinggi, pemuda yang setia, sering putus asa, hidupnya penuh kesengsaraan oleh cinta, tetapi
memiliki percaya diri yang tinggi, mudah rapuh, orang yang keras kepala.
Bukti: Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didikan ahli seni, ahli syair, yang
lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain. (1986 : 27)

b. Hayati (Tokoh Protagonis)


Perempuan yang baik, lembut, ramah dan penurut adat. Perempuan yang pendiam,
sederhana, dan memiliki kesetiaan. Perempuan yang menghormati ninik mamaknya,
penyayang, memiliki belas kasihan, orang yang tulus, sabar dan terkesan mudah dipengaruhi.
c. Aziz (Tokoh Antagonis)
Seorang laki-laki yang pemboros, suka berfoya-foya, tidak setia, tidak memiliki tujuan
hidup, orang kaya dan berpendidikan, orang yang tidak beriman, tidak bertanggung jawab
dan dalam hidup hanya bersenang-senang senang menganiaya istrinya dan putus asa. Bukti:
..ketika akan meninggalakan rumah itu masih sempat juga Aziz menikamkan kata-kata
yang tajam ke sudut hati Hayati..sial. (181:1986)
d. Khadijah
Perempuan yang berpendidikan, berwatak keras, senang mempengaruhi orang lain, orang
kaya, penyayang teman, merupakan orang kota, memiliki keinginan yang kuat.
5. Sudut Pandang
Penulis dalam meceritakan Novel tersebut menggunakan sudut pandang orang ke
tiga. Bukti dengan menggunakan dia dan menggambarkan tokoh Zainuddin dan hayati
secara jelas melalui deskripsi dan cerita yang menyampaikan melalui pengamatan dari
pembaca. Terlihat dialog-dilaog yang menceritakan tentang karakter dari para tokoh.
6. Latar/ Setting
Latar tempat:
a. Mengkasar (tempat Zainuddin dilahirkan)
b. Dusun Batipuh (tempat Hayati tinggal dan bertemu dengan Zainuddin pertama kali)
c. Padang Panjang (Tempat Zainuddin pindah dari Batipuh untuk mendalami ilmu,
tempat Khadijah tinggal, tempat adanya pacuan kuda dan Pasar Malam)
d. Jakarta/ Batavia (Tempat Zainuddin dan temannya Muluk pertama kali pindah ke
e.

Jawa)
Surabaya (Tempat Zainuddin tinggal dan menjadi penulis, tempat pindahan kerja Aziz

dan Hayati)
f.
Lamongan (di rumah sakit, tempat terakhir kalinya Zainuddin dan Hayati berdialog
sebelum meninggal)

Latar Waktu:
a. Siang
b. Malang
Penggambaran Waktu tidak begitu tergambar jelas dalam cerita hanya mengalir siang dan
malam.
Latar Suasana:
a. Mengharukan (saat Hayati menerima cinta Zainuddin ketika Zainuddin menyatakan
b.

lewat surat dan bertemeu di bentang sawah milik Datuk)


Menyedihkan (ketika Zainuddin hiup dengan sengsara, permintaan Zainuddin di
tolak oleh keluarga Hayati, ketika Hayati meninggal)

7. Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck menggunkan bahasa
melayu kental di padukan bahasa Minangkabau. Sering pula menggunakan bahasa
pengandaian.
8. Amanat
a. Tersirat
Demikian penghabisan kehidupan orang besar itu. Seorang di antara Pembina yang
menegakkan batu pertama dari kemuliaan bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh
cinta. Dan sampai matipun dalam penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun
riwayat tanah air tidaklah akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup
menghilangkan jasanya. Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi
kesenangannya buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak
b. Tersurat
Jika cinta itu tulus dari hati yang sebenarnya, maka cinta itu tidak perlu

memaksanakan untuk dimiliki.


Walaupun cinta tak tersampaikan, kita harus tetap menjaga cinta itu dengan baik.
Dalam hidup kita tidak boleh mudah putus asa dan harus selalu memiliki tujuan

hidup.
Ikutilah kata hati dan juga dengan pemikiran jika ingin bertindak.
Cinta tak sampai seharusnya bukan akhir dari segalanya.

Cinta dapat membuat orang yang merasakan cinta itu melakukan segalanya untuk

orang yang dicintai.


Cinta sejati dan tulus tak lekang oleh waktu.
Sejahat-jahat orang yang mencintai kita, sadarlah bahwa ia tidak pernah
membenci kita.

UNSUR INSTRINSIK AZAB DAN SENGSARA


1. Tokoh :
Mariamin adalah seorang gadis yang cantik dan baik hati.
Aminudin adalah seorang anak yang berbudi pekerti luhur sopan santun dan sangat

pintar.
Sutan Baringin adalah seorang yang berwatak keras dan sombong.
Nuria adalah seorang yang lembut, penyayang dan baik hati.
Bapaknya Aminuddin
Ibunya Aminuddin

Istri Aminuddin
Baginda Mulia
Marah Sait(Pakrol Bambu/Pengacara)

2. Latar :
Di sebuah gubuk di tepi sungai di kota Sipirok
Di sebuah gubuk di tengah-tengah sawah
Sungai di kota Sipirok
Rumah Mariamin yang besar
Di Medan (Deli) di rumah Kasibun(suami Mariamin)
Di kebun tempat Aminuddin bekerja
Kampung A yang dikepalai oleh Bapaknya Aminuddin
Pekuburan Mariamin di sebrang jalan kampung A
3. Amanat
Allah S.W.T menjadikan laki-laki dan perempuan dan mempersatukan mereka itu dengan
maksud, supaya mereka itu berkasih-kasihan, si perempuan menyenangkan hati suaminya dan
si suami menghiburkan hari istrinya. Maka seharusnyalah mereka sehidup semati, artinya;
kesengsaraan sama di tanggung, kesenangan sama dirasa. Itulah kewajiban seorang suami
istri.
4. Alur
Alur novel ini campuran, yaitu alur maju dan alur mundur
5. Sudut Pandang

Orang pertama tunggal yang ditandai dengan kata:


a. Adinda
b. Kakanda
c. Anakanda
Orang kedua yang di tandai dengan kata:
a. Anggi (adik)
b. Angkang (Kakak)
6. Gaya Penulisan
Gaya penulisan novel ini adalah dengan menggunakan bahasa Indonesia dan dicampuri
oleh bahasa Melayu.

TUGAS SINOPSIS

Disusun :
Ibnu Rifki Adinata
No 25
Kelas 9F

SMP NEGERI 2 SUKOHARJO


2014

Anda mungkin juga menyukai