Agustus 2016
Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo
Oleh :
Miranty Aditya Hadini, S.Ked
K1A1 12 110
Pembimbing
dr. JUNUDA RAF, M.Kes, Sp.KJ
A. PENDAHULUAN
Sehat adalah suatu keadaan yang sejahtera secara menyeluruh baik fisik,
mental dan juga sosial dan tidak hanya bebas dari suatu penyakit atau kelemahan.
Apabila mental terganggu, maka individu tersebut dapat dikatakan sakit. Begitu
pentingnya kesehatan mental terhadap konsep sehat itu sendiri.4
Kesehatan mental atau jiwa menurut UU No.3/1961 adalah suatu kondisi
yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional yang optimal
dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
Seseorang yang memiliki mental atau jiwa yang sehat berarti mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta memiliki
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes 2005). Ketika hal-hal
tersebut tidak dapat lagi dilakukan maka individu itu dapat dikatakan mengalami
gangguan mental.4
Konsep gangguan jiwa dari DSM-IV-TR yang tercantum dalam buku
PPDGJ III adalah adanya gejala klinis yang bermakna baik perilaku maupun
psikologik yang dapat menimbulkan penderitaan (distress) serta ketidakmampuan
(disability). Buku PPDGJ III mengelompokkan diagnosis gangguan jiwa ke dalam
100 kategori diagnosis salah satunya adalah gangguan suasana perasaan (mood)
termasuk di dalamnya yaitu gangguan distimia.3
Gangguan suasana perasaan (mood disorder) merupakan hal yang umum
dan lazim. Gangguan ini terbanyak ditemukan baik di pelayanan kesehatan mental
maupun dalam praktek medis dokter umum. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa, diperkirakan 9-26% wanita dan 5-12%
pria pernah mengalami depresi yang gawat dalam kehidupan mereka. Gangguan
suasana perasaan itu sendiri didefinisikan sebagai perubahan suasana perasaan
(mood) atau afek biasanya ke arah depresi dengan atau tanpa anxietas yang
menyertainya atau ke arah suasana perasaan yang meningkat. Apabila perubahan
ini terjadi secara bergantian maka disebut unipolar, sedangkan apabila terjadi
secara bersamaan disebut bipolar. Perubahan afek ini biasanya disertai dengan
suatu perubahan pada keseluruhan tingkatan aktivitas.1,5,6
Pada penelitian komunitas yang dilakukan di New Haven, Baltimore, dan
St. Louis pada tahun 1980 sampai 1982 didapatkan angka prevalensi enam bulan
terbanyak dengan nomor urut satu sampai empat pada usia 65 tahun ke atas
sebagai berikut: perempuan usia lanjut banyak mengalami fobia, gangguan
kognitif berat, distimia, dan depresi berat tanpa berkabung, sedangkan pada lakilaki usia lanjut lebih banyak mengalami gangguan kognitif berat, fobia,
penyalahgunaan atau ketergantungan alkohol dan distimia. Perempuan usia 45-64
tahun lebih banyak mengalami fobia, distimia, depresi berat dan obsesif
kompulsif, sedangkan laki-laki berumur 45-64 tahun lebih banyak mengalami
penyalahgunaan atau ketergantungan alkohol, fobia, distimia, depresi berat.
Gangguan afektif lebih banyak mengenai perempuan usia lanjut daripada lakilaki, sedangkan penyalahgunaan atau ketergantungan alkohol lebih banyak pada
laki-laki usia lanjut daripada perempuan.1,5,6
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan suasana
perasaan antara lain faktor biologi termasuk didalamnya faktor genetik. Menurut
penelitian, anak dari pasien bipolar kemungkinan 18 kali lebih besar terkena
gangguan suasana perasaan. Selain itu faktor biologis lainnya yang menjadi
penyebab adalah neurotransmitter, endokrin, ritme tiur, dan aktifitas otak. Faktor
psikologis dan faktor sosial juga dapat mempengaruhi angka kejadian terjadinya
gangguan susasana perasaan seseorang.1,5,6
B. DEFINISI
Gangguan distimia adalah suatu gangguan kronis yang ditandai dengan
adanya mood yang terdepresi (atau mudah marah pada anak-anak dan remaja)
yang berlangsung hampir sepanjang hari dan ditemukan pada sebagian besar hari.
Istilah distimia yang berarti tidak menyenangkan (ill-humored) diperkenalkan
pada tahun 1980. Sebelumnya, sebagian besar pasien yang saat ini digolongkan
C. EPIDEMIOLOGI
Gangguan distimia merupakan gangguan yang sering ditemukan di antara
populasi umum, yang mengenai 5 sampai 6 persen dari semua orang yang
mengenai antara setengah dan sepertiga dari semua pasien klinik. Prevalensi
gangguan distimia yang dilaporkan di antara remaja muda sekitar 8 persen pada
anak laki-laki dan 5 persen pada anak perempuan; meskipun demikian tidak ada
perbedaan gender untuk angka insiden. Gangguan distimia adalah lebih sering
pada wanita yang berusia kurang dari 64 tahun dibandingkan laki-laki pada setiap
usia. Gangguan distimia juga lebih sering ditemukan di antara orang yang tidak
menikah dan orang muda dan pada orang berpenghasilan rendah. Gangguan
distimia sering terdapat bersamaan dengan gangguan jiwa lain, terutama gangguan
depresif berat, dan pada orang dengan gangguan depresif berat terdapat
kecenderungan menurunakan adanya remisi penuh di antara episode. Pasien juga
dapat memiliki gangguan ansietas yang terdapat bersamaan (terutama gangguan
panik), penyalah gunaan zat, dan gangguan kepribadian ambang. Gangguan
distimik lebih lazim ditemukan pada orang yang memiliki kerabat derajat pertama
dengan gangguan depresif berat.1,2,5,6
D. ETIOLOGI
Penyebab pasti seseorang bisa menderita gangguan distimia belum diketahui
secara pasti. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
c) Faktor psikososial
Satu pengamatan klinis lama yang telah direplikasi adalah bahwa
peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres lebih sering mendahului
E. KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis gangguan distimia menurut DSM-IV-TR menetapkan
bahwa adanya mood yang terdepresi yang terjadi pada sebagian besar waktu dan
paling tidak 2 tahun (atau 1 tahun untuk anak-anak dan remaja). Untuk memenuhi
kriteria diagnosis, seorang pasien tidak boleh menunjukkan gejala yang terhitung
sebagai gangguan depresi major dan tidak pernah mengalami episode manik atau
hipomanik. DSM-IV-TR memungkinkan klinis untuk menetukan apakah onset
adalah awal ( sebelum usia 21 tahun) atau akhir (21 tahun dan lebih).1,3
Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR Gangguan Distimia
a) Mood depresi hamper sepanjang hari selama berhari-hari, lebih lama
depresi dari pada tidak, sebagaimana ditunjukkan secara subjektif atau
melalui pengamatan orang lain, untuk setidaknya dua tahun. Catatan:
Pada anak dan remaja, mood dapat iritabel dan durasinya harus
sedikitnya 1 tahun.
b) Saat depresi terdapat dua (atau lebih) hal berikut:
1. Nafsu makan buruk atau makan berlebihan
2. Insomnia atau hipersomnia
3. Kurang tenaga atau lelah
4. Harga diri rendah
5. Konsentrasi buruk atau sulit mengambil keputusan
6. Rasa putus asa
c) Selama periode 2 tahun gangguan (1 tahun untuk anak-anak atau
remaja), orang tersebut tidak pernah bebas gejala dalam kriteria a dan
b lebih dari 2 bulan.
d) Tidak pernah ada episode depresif berat selama 2 tahun pertama
gangguan (1 tahun untuk anak-anak dan remaja); yaitu gangguan
tidak lebih baik dimasukkan kedalam gangguan depresif berat kronis,
atau gangguan depresif berat, dalam remisi parsial.
zat
atau
obat)
atau
keadaan
medis
umum
(cth,hipotiroid).
h) Gejala secara klinis menyebabkan penderitaan atau hendaya bermakna
fungsisosial, pekerjaan, atau area fungsi lain.
Sedangkan berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa (PPDGJ) III:
Pedoman Diagnosis:
F. PENATALAKSANAAN
Penelitian yang telah dilakukan membuktikan efektivitas penatalaksanaan
dengan psikoterapi dan farmakoterapi lebih besar dari pada apabila kedua
modalitas tersebut dilakukan terpisah.1,2,5,6,10
I. Psikoterapi
1. Terapi Kognitif
Suatu teknik mengajarkan pasien cara berpikir dan bersikap untuk
menggantikan sikap negative yang salah mengenai diri mereka sendiri,
dunia dan masa depan. Terapi ini merupakan terapi jangka pendek untuk
menyelesaikan masalah saat ini.
2. Terapi Perilaku:
Terapi perilaku untuk gangguan depresif didasarkan pada teori bahwa
depresi disebabkan oleh hilangnya pendorong positif sebagai akibat
perpisahan,kematian, atau perubahan lingkungan yang tiba-tiba. Berbagai
metode pengobatan berpusat pada tujuan spesifik untuk meningkatkan
aktivitas, untuk mendapatkan pengalaman menyenangkan dan untuk
mengajarkan pasien bagaimana cara bersantai. Mengganti perilaku pasien
terdepresi dipercaya merupakan cara paling efektif untuk mengubah pikiran
dan perasaan depresi yang menyertai. Terapi ini seringkali digunakan untuk
mengobati keputusasaan yang dipelajari pada beberapa pasien yang
tampaknya
menghadapi
setiap
tantangan
kehidupan
dengan
rasa
ketidakmampuan.
3. Psikoterapi Psikoanalitik Berorientasi Tilikan
Pendekatan psikoterapeutik berusaha untuk menghubungkan perkembangan
dan pemeliharaan gejala depresif dan ciri kepribadian maladaptif dengan
konflik yang tidak terpecahkan pada masa anak-anak awal. Tilikan ke dalam
ekivalen depresi (seperti penyalahgunaan zat) atau ke dalam kekecewaan
masa anak-anak sebagai pendahulu terhadap depresi dewasa dapat digali
melalui terapi. Hubungan sekarang yang ambivalen dengan orang tua,
teman, dan orang lain di dalam kehidupan pasien sekarang ini diperiksa.
Gangguan distimik melibatkan suatu kondisi depresi kronis yang menjadi
cara hidup orang tertentu. Mereka secara sadar mengalami dirinya sendiri
seperti
amfetamin
dan
metilfenidat.
Hal-hal
yang
sebelumnya
Apabila obat tersebut memiliki efektivitas yang baik bagi
anggota keluarga lainnya yang memiliki gejala yang sama
yang berlangsung hampir sepanjang hari dan ditemukan pada sebagian besar hari.
Penyebab pasti seseorang bisa menderita gangguan distimia belum diketahui
secara pasti. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
distimia, yang merupakan faktor-faktor yang juga menyebabkan gangguan
suasana perasaan pada umumnya yaitu teori biologis, teori genetic, teori
psikososial, teorifreud, dan teori kognitif.
Pada pasien distimia tidak ditemukan adanya gejala psikotik. Pasien dengan
gangguan distimia memiliki gejala mirip dengan gangguan depresi mayor namun
lebih banyak gejala yang bersifat subjektif.
Penatalaksanaan untuk gangguan distimia dibagi menjadi dua berdasarkan
hasil penelitian tentang efektivitas penggunaan kedua macam terapi ini yaitu
psikoterapi dan farmakoterapi. Psikoterapi dibagi menjadi 5 yaitu terapi kognitif,
terapi perilaku,psikoterapi psikoanalitik berorientasi tilikan, terapi interpersonal
dan terapi keluarga dan kelompok. Adapun untuk farmakoterapi, golongan obat
antidepresan SSRI, MAOIs dan tryciclic sama efektif,namun golongan SSRI
dapat ditoleransi dengan baik. Contoh obat golongan SSRI yang biasa digunakan
adalah fluoxetine dan sertraline.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan Harold I,M.D, Sadock Benjamin J, M.D, Grebb Jack A. M.D. Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid I, Penerbit Binarupa
Aksara, Jakarta,2010.
2. Ismail R.Irawati, Siste Kristina. Buku Ajar Psikiatri, Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2010.
3. Maslim, Rusdi. Buku Saku PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
FK-Unika Atmajaya:2013.
4. Faperta
UGM
Kesehatan
Jiwa.
http://www.faperta.ugm.ac.id/articles/kesehatan_jiwa.pdf .
5. Kay Jerald, Tasman Allan. Essentials of Psychiatry.USA.2006.
6. Reus Victor. Mood Disorder in Review of General Psychiatry 5th edition. New
York. 2000.
7. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi
Ketiga. Jakarta : Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya :
2007.
8. Maramis Willy, Maramis Albert. Distimik. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Surabaya.
9. Puri, B.K., dkk. Buku Ajar Psikiatri Edisi Ke-2. EGC. Jakarta : 2011.
10. Kaplan,H,I., Sadock, B,J. Coprehensive Textbook of Psychiatry, Eight
Edition. USA. 2005