Hubungan Korupsi Dengan Sila Ke
Hubungan Korupsi Dengan Sila Ke
Semua perkara yang terjadi di Indonesia harus diputuskan secara adil dan tidak memihak sesuai
dengan hukum yang berlaku. Namun realitanya penegakan hukum di Indonesia belum seadil yang
diharapkan. sebagai perbandingan Kasus pencurian sandal jepit yang dilakukan bocah 15 tahun
berinisial AAL yang mencuri sandal milik Brigadir (Pol) Satu, Ahmad Rusdi Harahap rasanya tak
sebanding dengan ancaman hukuman lima tahun penjara sementara banyak koruptor yang dihukum
hanya 1,5 tahun. Itu pun sewaktu di dalam jeruji besi pelaku korupsi dalam menikmati penjara versi
hotel bintang 5 yang dilengkapi dengan fasilitas hotel bintang 5 seperti yang dirasakan oleh Artalyta
Suryani yang tersandung kasuspenyuapan jaksa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
pada
tahun
2008
silam.
Sila ke lima memberikan spirit yang sangat konstruktif, artinya meski kita muak dengan para
tersangka kasus korupsi bukan berarti kita harus bercaci maki tanpa memperdulikan atika-etika
kemanusiaan. Sebab bagai manapun yang terlibat kasus korupsi punya hak untuk diberikan keadilan
dalam hukum. Namun begitu bukan berarti para koruptor tidak semata-mata diberi keringanan
dengan vonis hukum yang tidak adil. Oleh karena korupsi merupakan kejahatan paling keji di negeri
ini, sehingga harus diberikan vonis yang berat dengan harapan dapat memberikan efek jera. Selama
ini vonis hukum bagi tersangka kasus korupsi tidak dapat memberikan efek yang sistematik sehingga
orang takut melakukan korupsi. Terlebih lagi suap menyuap merupakan budaya yang tengah
merajarela dalam sistem pemerintahan kita yang seolah menjadi hal yang lumrah dalam memuluskan
suatu persoalan. Gelinya lagi, hukum di Indonesia masih berpihak pada yang memiliki uang.
Sila kelima juga berarti semua masyarakat indonesia berhak menerima keadilan
dalam segala aspek . Dalam hal ini kita tahu bahwa dengan adanya korupsi yang
sudah jelas menyalahi aturan, dapat merusak aspek kehidupan masyarakat
terutama dalam bidang ekonomi dan aspek sosial serta menghalangi terciptaya
kehidupan yang adil sesuai yang disebutkan pancasila sila ke lima tersebut.
Contoh distribusi dana pada masyarakat miskin yang dikorupsi seperti beras
bulog.
Reformasi Birokrasi
Untuk melaksanakan fungsi birokrasi secara tepat, cepat, dan konsisten guna mewujudkan birokrasi
yang akuntabel dan baik, maka pemerintah telah merumuskan sebuah peraturan untuk menjadi
landasan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia, yaitu Peraturan Presiden nomor 80
tahun 2011 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025.
Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance dan
melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan
terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya
manusia aparatur. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem penyelangggaraan
pemerintah dimana uang tidak hanya efektif dan efisien, tetapi juga reformasi birokrasi menjadi
tulang punggung dalam perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tujuan reformasi birokrasi adalah untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan
karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral,
sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.
Adapun visi reformasi birokrasi yang tercantum dalam lembaran Grand design
Reformasi Birokrasi Indonesia adalah terwujudnya pemerintahan kelas dunia. Visi
tersebut menjadi acuan dalam mewujudkan pemerintahan kelas dunia, yaitu pemerintahan yang
profesional dan berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada
masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan pada
abad ke 21 melalui tata pemerintahan yang baik pada tahun 2025.
melakukan perubahan kepada kondisi yang lebih baik daripada sebelumnya meskipun apa yang
dianggap baik belum tentu benar dan tergantung pada konteksnya-, dan kedua adanya pernyataan
secara implisit bahwa masa pemerintahan Soeharto sama sekali tidak terkait dengan masa
sebelumnya.
Pada masa Habibie (baca : pemerintahan Habibie), memang dilakukan reformasi politik, hanya saja
kurang terukur dan jika dapat dikatakan terlalu tergesa-gesa. Misalnya keputusannya tentang
referendum di Timor-Timur (Timtim) yang memberikan dua opsi yaitu tetap bergabung dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau merdeka.
Reformasi berikutnya adalah keluarnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah (desentralisasi). Kebijakan ini sangat populer karena memang sebelumnya telah berkembang
wacana agar otonomi segera diwujudkan. Alasannya adalah karena dalam UU No. 5 tahun 1974
sudah diatur tentang otonomi daerah dan hingga 1998 belum juga terwujud.
Pada masa pemerintahan Gus Dur reformasi politik yang menonjol adalah adanya amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD45) oleh MPR. Pada masa pemerintahan Megawati, reformasi
politik yang paling menonjol adalah dimulainya sistem pemilihan presiden dan wakil presiden
secara langsung. Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), reformasi politik
yang menonjol adalah berakhirnya konflik di Aceh melalui penandatanganan perjanjian damai
antara pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005.
Ada banyak sisi positif reformasi politik yang salah satunya adalah munculnya kesadaran
berdemokrasi meskipun corak dan pola berdemokrasi masih perlu ditata. Maksudnya demokrasi
jangan dipahami persoalan mayoritas minoritas, tetapi demokrasi berkaitan dengan kemampuan
untuk saling memahami bahwa setiap orang memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dan
perlunya kesadaran untuk saling menghargai satu sama lain. Sebaliknya, aspek negatif reformasi
politik jika tidak dikelola dengan baik adalah munculnya gejala disintegrasi bangsa. Akibat
otonomi daerah misalnya, muncul resistensi pola baru, yaitu terjadinya pengkotak-kotakan daerah
dan anak bangsa. Seolah mereka yang berasal dari daerah dan etnis lain apalagi tidak seagama tidak
boleh melamar pekerjaan, membuka usaha atau berdomisili pada daerah tertentu. Pikiran jelek kita
mengatakan apakah NKRI masih ada pada beberapa tahun ke depan ?