Anda di halaman 1dari 23

POLA SEBARAN RESIDU PUPUK PADA LAHAN PERTANIAN

MENGGUNAKAN METODE ELECTROMAGNETIC CONDUCTIVITY


(Studi Kasus : Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat)

USULAN PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu syarat melakukan Tugas Akhir tingkat sarjana pada
Program Studi Geofisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Padjadjaran

Imam Syahid
140710120015

PROGRAM STUDI GEOFISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................. i


BAB I. PENDAHULUAN
1.1....................................................................................................

Latar

Belakang ................................................................................... 1
1.2.................................................................................................... Identifikasi
Masalah .................................................................................... 2
1.3....................................................................................................
Batasan
Masalah .................................................................................... 2
1.4....................................................................................................

Tujuan

Penelitian .................................................................................. 2
1.5.................................................................................................... Sistematika
Penulisan .................................................................................. 2
1.6.................................................................................................... Waktu dan
Tempat Penelitian ..................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1....................................................................................................Metode
Elektromagnetik........................................................................ 4
2.2.Konduktivitas............................................................................ 7
BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................... 10
3.1 Pengumulan Data....................................................................... 10
3.1.1.Waktu dan Tempat................................................................ 10
3.1.2.Desain Lintasan Pengukuran................................................ 10
3.1.3.Pofile Alat............................................................................ 10
1

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan data Dinas Pertanian Jawa Barat pada tahun 2013, pertanian di bumi
Parahyangan ini menghasilkan 12,083 jtua ton padi dengan luasa lahan sekitar 2 juta
hektar sawah dan ladang,akan tetapi kemungkinan terjadi gagal panen sangatlah besar
dimana yang diakbitkan oleh beberapa factor seperti kualitas tanah, hama dan lainlain.
Pemanfaatan metode Conductivity meter bisa digunakan di bidang pertanian
untuk menentukan tingkat polutan pada daerah pertanian, yang dimana dengan
menggunakan conductivity meter bisa mendapatkan data dari suatu lapisan tanah di
bawah permukaan yang berpengaruh pada pertanian, seperti menentukan lahan yang
cocok untuk pertanian atau menilai lapisan tanah pada suatu lahan pertanian yang
tercemar pestisida. Conductivity meter adalah metode geofisika yang digunakan
untuk menyelidiki sifat-sifat magnetik batuan.Konduktivitas adalah kemampuan
mengahantarkan panas ,listrik dan suara melalui media seperti panas dan electron
electron dalam logam. Yang dimana nantinya akan digunakan untuk mengukur
dampak polutan suatu daerah.
Penelitian ini di estimasikan akan dilakukan dalam rentang waktu dari bulan
Maret 2016 sampai bulan Juli 2016. Tempat pengambilan sampel berlokasi di Desa
Dangdeur, Kecamatan Banyuresmi,Garut.Di Laboratorium Geofisika Lingkungan dan
Sumber Daya Alam Universita Padjadjaran untuk preparasi sampel

1.2 Identifikasi Masalah


Apa hubungan konduktivitas dengan polutan?
Melakukan perbandingan daerah yang tercemar pestisida dengan yang tidak
menggunkan pestisida
1.3 Batasan Masalah
Metode pengukuran

yang

akan

digunakan

adalah

conductivity meter,

pengambilansampel data dilakukan di beberapa titik yang bertujuan sebagai


pembanding tingkat pencemaran.
1.4 Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi dan mengklasifikasi tanah yang tercemar pestisida di daerah
pertanian Desa Ciwaruga, Kabupaten Bandung Barat,Jawa Barat. Hal ini berguna
untuk informasi daerah yang telah tercemar atau tidaknya oleh pupuk pestisida
1.5 Sistematika Penelitian
Bab pertama pada tulisan ini berisi pendahuluan yang diantaranya adalah latar
belakang, Identifikasi masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, sistematika
penulisan, dan rencana penelitian. Bab kedua berisi tinjauan pustaka yang
menjelaskan hal yang mendasari penelitian ini. Pada bab ketiga menjelaskan metode
yang digunakan dalam penelitian ini.

1.6 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan pada Maret 2016 yang diestimasikan akan selesai
pada bulan Juni 2016, yang berlokasi di daerah pertanian Desa Ciwaruga , Kabupaten
Bandung Barat, Jawa Barat. Rencana pelaksanaan penelitian akan ditampilkan pada
Tabel 1.1
Tabel 1.1 Rencana Pelaksanaan Penelitian

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metode Elektromagnetik
Metode EM adalah salah satu metode geofisika untuk mengetahui anomali
di bawah permukaan yang memanfaatkan sifat medan magnet dan medan listrik
(Buttler, 2010). Medan konduktivitas EM-31 sering digunakan dalam upaya
mencari perubahan struktur dalam tanah yang mungkin mengindikasikan adanya
timbunan, pipa, atau sumur kering (McNeil, 1980).
Survei elektromagnetik (EM) pada dasarnya diterapkan untuk mengetahui
respons

bawah

permukaan

menggunakan

perambatan

gelombang

elektromagnetik yang terbentuk akibat adanya arus bolak-balik dan medan


magnetik. Medan elektromagnetik primer dihasilkan oleh arus bolak-balik yang
melewati sebuah kumparan yang terdiri dari lilitan kawat. Respons bawah
permukaan berupa medan elektromagnetik sekunder dan resultan medan
terdeteksi sebagai arus bolak-balik yang menginduksi arus listrik pada koil
penerima (receiver) sebagai akibat adanya induksi elektromagnetik. Secara detil,
tahapannya sebagai berikut (Frohlich, 1982) :
a. Medan EM primer dihasilkan dengan melewatkan arus AC melalui
kumparan
kawat (transmitter).
b. Medan EM yang dihasilkan akan merambat di atas dan di bawah
c.

permukaan.
Jika ada material konduktif di bawah permukaan, komponen magnetik

d.

dari gelombang EM menginduksi arus eddy (AC) di dalam konduktor.


Arus eddy menghasilkan medan EM sekunder yang terdeteksi oleh
penerima.

e. Penerima juga mendeteksi medan primer (medan yang terdeteksi adalah


kombinasi dari medan primer dan sekunder yang memiliki fase dan
amplitudo berbeda).
f. Setelah kompensasi pada bidang utama (yang dapat dihitung dari posisi
relatif dan orientasi dari kumparan), baik besaran dan fase relatif bidang
sekunder dapat diukur.
g. Resultan dari medan primer dan sekunder memberikan informasi tentang
geometri, ukuran dan sifat listrik dari konduktor bawah permukaan.

Gambar 2.1 Skema Pengukuran Metode EM. (Frohlich, 1982).


Pada instrumen survei elektromagnetik, koil penerima mendeteksi medan
primer dan sekunder dengan beda fase tertentu. Besaran fisis yang terdeteksi
berupa konduktivitas bahan dalam satuan Siemen/meter yang merupakan
kebalikan dari resistivitas. Seperti pada survei konduktivitas, konduktivitas yang
terukur merupakan konduktivitas semu sesuai dengan persamaan (Kearey et al.,
2002) :
=

4
Hs
2
Hp
0 s

( )

(2.1)

Dimana,

= konduktivitas semu (Siemen/m)

Hs = medan magnet sekunder (Tesla)


Hp = medan magnet primer (Tesla)

= permeabilitas ruang hampa

s = jarak antara koil pemancar dan koil penerima (meter)


adalah:

=2 f

(2.2)

Metode EM domain frekuensi memaparkan sinyal kontinu dengan frekuensi


pasti. Contoh dari intrumen EM domain frekuensi adalah Geonics EM31 dan EM34.
Intrumen ini pada umumnya menggunakan cara pemetaan untuk mengetahui variasi
di bawah permukaan. Jarak pasti antar koil dari EM31 adalah 3,67 meter dengan
frekuensi kerja 9,8 kHz. Penetrasi kedalaman untuk sistem loop horizontal coplanar
(HCP) dapat mencapai 3 meter dan untuk penetrasi kedalaman sistem loop vertical
coplanar (VCP) dapat mencapai kedalaman 6 meter. Dengan menggabungkan dua
teknik di atas akan didapatkan pengukuran konduktivitas lebih jelas sebagai fungsi
instrumen untuk kedua dipol vertikal dan horisontal (Sianturi. dkk, 2012).

Gambar 2.2 (a) Sistem Loop Vertical Coplanar (VCP) dan (b) Sistem Loop
Horizontal Coplanar (HCP)
2.2 Konduktivitas
Konduktivitas adalah suatu sifat atau karakterisasi aliran listrik dari bahan
suatu batuan. Pada bagian batuan, atom-atom terikat secara ionik atau kovalen.
Karena adanya ikatan ini maka batuan mempunyai sifat menghantarkan arus
listrik. Aliran arus listrik di dalam batuan dapat digolongkan menjadi tiga
macam, yaitu:
1. Konduksi Elektronik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak
elektron bebas sehingga arus listrik di alirkan dalam batuan atau mineral
oleh elektron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga di pengaruhi oleh
sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang di lewatinya. Salah satu
sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis)
yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus
listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan
tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya. Resistivitas
memiliki pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan), dimana
resistansi tidak hanya bergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada
faktor geometri atau bentuk bahan tersebut, sedangkan resistivitas tidak
bergantung pada faktor geometri. Jika di tinjau resistivitas listrik pada
sebuah silinder pejal dengan panjang L dan luas penampang A, mempunyai
harga resistan R di antara permukaannya :

RA
L

(2.3)
di mana :
A = luas (meter2)

L = panjang (meter)
R = hambatan/resistan (ohm)

= hambatan jenis/resistivitas (ohm-meter)


Dari hukum ohm, resistan merupakan banyaknya tegangan yang
terukur pada luasan silinder, terhadap resultan aliran arus yang
melewatinya :
R

V
I

(2.4)

dengan :
R = tahanan jenis/resistan (ohm)
V = tegangan (volt)
I = arus (ampere)
Resistivitas berbanding terbalik dengan konduktivitas ( ) yang
satuannya mho/m atau mho/cm.

I
j
1
L

RA V L E

(2.5)
dengan :
j = rapat arus (ampere/m2)
E = medan listrik (volt/m)
2. Konduksi Elektrolisis
Untuk batuan yang termasuk konduktor yang jelek, maka harga
resistivitasnya sangat besar berbeda halnya untuk batuan yang berpori dan
terisi oleh fluida, terutama air. Batuan tersebut disebut sebagai batuan yang
termasuk konduktor elektrolisis. Oleh karena itu harga resistivitas bervariasi
bergantung pada mobilitas, konsentrasi dan derajat disosiasi dari ion dan
bergantung pada konstanta dielektrik dari zat pelarut. Konduktivitas dari

batuan berpori sangat bervariasi terhadap volume dan susunan pori serta
sejajar dengan konduktifitas dan banyanya air yang terisi.
Menurut persamaan empiris (Archie, 1942 dalam Anca, 2004)
e a m S n w

(2.6)
dimana :

= porositas (fraksi volume pori)


s = fraksi dari pori yang terisi air

w = resistivitas air
n2
m = konstanta
0.5 a 2.5, 1.3 m 2.5
Konduktivitas air sangat bervariasi bergantung pada jumlah dan
konduktivitas klorida larutan, sulfat dan mineral lain.
Susunan geometri dari celah dalam batuan mempunyai pengaruh yang
kecil, tetapi dapat membuat anisotropi resistivitas, artinya mempunyai
magnitude aliran arus yang karakteristik dari lapisan-lapisan batuan yang
umumnya lebh konduktif dari ukuran lapisan batuan yang lebih besar.
3.

Konduksi Dielektrik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik
terhadap aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai
elektron bebas sedikit, bahkan tidak sama sekali. Elektron dalam batuan
berpindah dan berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh medan
listrik di luar, sehingga terjadi poliarisasi. Peristiwa ini tergantung pada
konduksi dielektrik batuan yang bersangkutan, contoh : mika.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1

Pengumpulan Data
3.1.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2016 hingga bulan
Juli 2016. Pengukuran metode CM akan dilakukan pada bulan Maret
2016 di Desa Dangdeur, Kecamatan Banyuresmi,Garut. Penelitian akan
dilakukan di Laboratorium Geofisika Lingkungan dan Sumber Daya
Alam Unoad untuk preparasi sampel.
3.1.2

Desain Lintasan Pengukuran

Jarak antara titik = 50 cm


Total per line = 12 m
3.1.3 Profile Alat

10

Selama pengambilan data, alat yang digunakan adalah CM-31


dimana alat ini termasuk CMD (Conductivity Measurement Direct). Alat
ini mempunyai beberapa bagian seperti:
-

Transmitter adalah salah satu bagian dari alat yang berfungsi

sebagai gelombang EM yang akan digunakan dalam pengukuran.


Receiver adalah bagian lainnya dari alat ini yang berfungsi
sebagai penerima gelombang EM sekunder (hasil pengukuran

yang kemudian akan dikonversi dan terbaca pada display unit)


Kabel konektor adalah kabel yang menghubungkan antara display
unit dan serangkaian probe transmitter dan receiver.
Saat alat ini digunakan untuk mengukur akan diperoleh parameter

terukur. Parameter yang terukur itu adalah:


a. Konduktivitas
Konduktivitas adalah parameter utama yang terukur dari
instrumen CMD, hal ini dikarenakan adanya proses induksi
gelombang elektromagnetik di bawah permukaan bumi yang
menginduksi material yang bersifat konduktif. Konduktivitas itu
sendiri merupakan kemampuan material atau bahan yang terdapat di
bawah permukaan untuk menghantarkan arus ataupun panas.
Konduktivitas didefinisikan sebagai kuantitas dalam mS/m.
b. In-Phase
Parameter kedua yang diukur secara simultan dengan
konduktivitas jelas adalah In Phase. Hal ini didefinisikan
sebagai kuantitas relatif dalam ppt dari medan magnet primer
dan terkait erat dengan kerentanan magnetik bahan diukur. Jadi
peta InPhase dapat membantu membedakan struktur buatan
dari geologi alam di peta konduktivitas terlihat jelas.
c. Meas Error (ME)
ME merupakan standar batas pengambilan data

pada saat pengukuran yang terbaca pada alat CMD.


ME yang digunakan biasanya bernilai < 0.3 %.

11

Gambar 3.3 Profile Alat CMD Type CM-031

12

BAB IV
PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan pada penelitian yang menginterpretasikan pola


sebarang pupuk pestisida dan struktur bawah permukaan daerah ciwaruga Kab
Bandung Barat dengan metode Conductivity meter (CM)
4.1 Interpretasi Metode CM
Interpretasi metode CM dilakukan berdasarkan peta kontur MA konduktifitas
agar dapat mengetahui persebaran pupuk pestisida dengan nilai konduktifitas yang
ada dan grafik hubungan MA konduktifitas dengan nilai inphase untuk mengetahui
dugaan awal anomali di daerah penelitian kemudian dilakukan interpretasi lebih
lanjut dengan peta kontur MA konduktifitas
4.1.1 Interpretasi Peta Kontur MA Konduktiftas

Gambar 4.1 Peta Sebaran MA Konduktifitas Daerah Non Pertanian


13

Pada peta kontur MA konduktifitas di atas dapat dilihat rentang nilai konduktifita
daerah penelitian adalah 55 mS/m 135 mS/m, warna didominasi oleh warna biru
yang bila dilihat pada kolom nilai warna di atas yang menyatakan bahwa nilai
konduktifitas di daerah Non Peratanian relatif rendah yang berarti daerah tersebut
belum tercemar pestisida karena pada daerah yang tercemar pestisida nilai
konduktifitas relatif tinggi, adapaun pada peta diatas terdapat nilai yang tinggi hal itu
terjadi karena

14

15

Gambar 4.2 Peta Sebaran MA Konduktifitas Daerah Pertanian

16

Gambar 4.4 Grafik perbandingan MA konduk dan Inphase Lintasan 1 sampai 5


daerah (Non pertanian)

17

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan MA Konduk dan Inphase Line 1 Sampai 5


(Pertanian)

18

ANALISA

DAFTAR PUSTAKA

Kuseno Triandi., Sampurno Joko ., Arman Yudha.. 2014. Aplikasi EMConductivity Sistem Loop Vertical Coplanar untuk Identifikasi Sebaran Pupuk
pada Lahan Pertanian di Sungai Raya,Kubu Raya,Kalimantan Barat.

POSITRON, Vol.IV,No 1 (2014), Hal. 01-06, ISSN :2301-4970

Anda mungkin juga menyukai