Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidung adalah saluran udara yang pertama mempunyai dua lubang
(kavum nasi) dipisahkan oleh sekat hidung(septum nasi) (Syaifuddin., 2006)
Polip hidung adalah mukosa hidung yang mengalami hipertrofi yang
dapat terjadi akibat edema kronik (Gruendemann, 2006 : 76) .
Polip hidung adalah tumor bertangkai yang timbul dari mukosa sinus
hidung (Brooker, 2009 : 190) .
Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya
sedikit laporan dari hasil studi epidemiologi serta tergantung pada pemilihan
populasi penelitian dan metode diagnostik yang digunakan. Prevalensi polip
nasi dilaporkan 1-2 % pada orang dewasa di Eropa dan 4,2 % di Finlandia. Di
Amerika Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan antara 1-4%. Pada anakanak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan hanya sekitar 0,1%. Penelitian
Larsen dan Tos di Denmark memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627
per 1000 orang per tahun. Diindonesia studi epidemiologi menunjukan bahwa
perbandingan pria dan wanita 2-3:1 dengan prevalensi 0,2%-4.3% (Erbek et
al, 2007: Soepardi et al, 2007).
Polip hidung merupakan penyakit multifokal, mulai dari infeksi,
inflamasi noninfeksi, kelainan anatomis, serta abnormalitas genetik. Banyak
teori yang mengarahkan polip ini sebagai manifestasi dari inflamasi kronis,
oleh karena kitu, tiap kondisi yang menyebabkan adanya inflamasi kronis
pada rongga hidung dapat menjadi faktor predisposisi polip. Kondisi-kondisi
ini seperti rinitis alergi ataupun non alergi, sinusitis, intoleransi aspirin, asma,
Churg-strauss syndrome, cystic fibrosis, katagener syndrom. Dan Young
syndrome (Ahmad et al, 2012;Soepardi et al, 2007).

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior dapat dijumpai


massa polipoid, licin, berwarna pucat keabu-abuan yang kebanyakan berasal
dari meatus media dan prolaps ke cavum nasi. Polip nassi sensitif terhadap
palpasi dan tidak mudah berdarah (Newton et al,2008).
Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi dari pembuluh darah
submukosa yang diakibatkan oleh peradangan yang menahun dapat
menyebabkan edema mukosa. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan
interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Mukosa akan
menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu
struktur bernama polip (Erbek et al, 2007;Ferguson et al, 2006).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas,maka dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Apa pengertian dari polip ?


Bagaimana etiologi dari polip ?
Bagaimana klasifikasi dari polip ?
Bagaimana manifestasi klinis dari polip ?
Bagaimana patofisiologi dari polip?
Bagaimana pemeriksaan penunjang dari poilp?
Bagaimana penatalaksanaan dari polip ?
Bagaimana komplikasi dari polip?
Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari polip?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas,maka dapat ditentukan tujuan sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Agar mahasiswa kesehatan mengetahui pengertian dari polip hidung.


Agar mahasiswa kesehatan mengetahui etiologi dari polip hidung.
Agar mahasiswa kesehatan mengetahui klasifikasi dari polip.
Agar mahasiswa kesehatan mengetahui manifestasi klinis dari polip.
Agar mahasiswa kesehatan mengetahui patofisiologi dari polip.
Agar mahasiswa kesehatan mengetahui pemeriksaan penunjang dari

polip hidung.
7. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui penatalaksanaan dari polip.
8. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui komplikasi dari polip.

9. Agar mahasiswa mengetahui konsep asuhan keperawatan dari polip


hidung.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Hidung adalah saluran udara yang pertama mempunyai dua lubang
(kavum nasi) dipisahkan oleh sekat hidung(septum nasi) (Syaifuddin., 2006)
Polip hidung adalah mukosa hidung yang mengalami hipertrofi yang
dapat terjadi akibat edema kronik (Gruendemann, 2006 : 76) .
Polip hidung adalah tumor bertangkai yang timbul dari mukosa sinus
hidung (Brooker, 2009 : 190) .
B. Etiologi
1. Faktor Herediter
Seperti : Rhinitis alergika, Asma serta Sinusitis kronis
2. Faktor Non Herediter

Seperti karena: Peradangan mukosa hidung, edema, iritasi, reaksi


hipersensitifitas
(Soepardi dkk, 2003: 96).
C. Klasifikasi
Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi
2 , yaitu :
1. Polip eusinofilik
Sel eosinofil terdapat pada 80-90% polip. Polip jenis ini biasanya
disebabkan proses hipersensitivitas atau alergi. Eosinofilyang ditemukan
pada polip pasien dengan asma bronkial dan alergi mengandung granul
dan produk toksik (sepertileukotrien, eosinophilic cationic protein, major
basophilic protein, platelet activating factor, eosinophilic peroxidase,
danfaktor-faktor kemotaksis yang lain). Produk-produk toksik tersebutlah
yang menyebabkan terjadinya lisis epitel dan kerusakansaraf. Protein
granul spesifik, leukotrien A4, dan platelet activating factor menyebabkan
edem dan hiperresponsif mukosa.
2. Polip neutrofilik
Netrofil terdapat pada 7% kasus polip. Polip jenis ini biasanya
disebabkan oleh proses inflamasi non-alergi dan tidak berespon baik
terhadap kortikosteroid Polip tipe ini berhubungan dengan fibrosis kistik,
sindrom diskinesia dan Youngsindrom.Pembagian stadium polip hidung
menurut Mackay and Lund adalah : a. Stadium 0 : tidak terlihat polip, b.
Stadium 1: polip masih terbatas di meatus medius, c. Stadium 2 : polip
telah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi belum
memenuhi rongga hidung, d. Stadium 3: polip telah memenuhi rongga
hidung. (Zulkarnain,2012).
D. Manifestasi Klinik
1.
2.

Bila disebabkan rhinitis alergi,ingus encer.


Suara berubah karena hidung tersumbat/bindeng.

3. Indra penciuman berkurang.


4. Nyeri kepala.
5. Hidung tersumbat dan rasa penuh dihidung
6. Pada posisi kronis, kadang-kadang agak melebar.
(Mangunkusumo, 2011: 124) .
E. Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan
terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan
interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses
terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan
turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk
polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama.
Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka
waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa
menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong
ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip.
Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus
membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin
dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang
mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis
alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi
musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun.

Begitu sampai dalam

kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di
meatus media ( Siswanto, 2012).
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada polip adalah :
1.

Tes Alergi
Melalui tes ini dapat diketahui kemungkinan pasien memiliki riwayat
alergi.

2. Naso-endoskopi
Polip nasi stadium 1 dan 2 kadang kadang tidak terlihat pada
pemeriksaan rhinoskopi anterior, tetapi tampak pada pemeriksaan
nasoendoskopi.
3. Radiologik
Radiologi dengan polip nasi. CT scan Radiologi dengan posisi Waters
dapat menunjukkan opasitas sinus. CT scan potongan koronal merupakan
pemeriksaan yang terbaik untuk mengevaluasi pasien koronal dari sinus
paranasal sangat baik untuk mengetahui jaringan yang mengalami
kerusakan, luasnya penyakit dan kemungkinan adanya destruksi tulang .
(zulkarnain,2012).
G. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Bila polip masih kecil dapat diobati secara konservatif dengan
kortikosteroid sistemik atau oral , missalnya prednisone 50 mg/hari atau
deksametason selama 10 hari kemudian diturunkan perlahan.
b. Secara local dapat disuntikan ke dalam polip, misalnya triasinolon
asetenoid atau prednisolon 0,5 ml tiap 5-7 hari sekali sampai hilang.
c. Dapat memaki obat secara topical sebagai semprot hidung misalnya
beklometason dipropinoat.
d. Tindakan operasi diambil jika polip tidak bisa diobati dan terus
membesar serta menganggu jalannya pernafasan yaitu operasi
polipektomi atau juga bisa operasi etmoidektomi.
2. Keperawatan
a. Vocational Rehabilitation
Rehabilitasi yang dilakukan untuk memberikan pendidikan pasca operasi
karena akan ada bekas luka dalam hidung sehingga harus diajari cara
membuang ingus yang tidak membuat pasien kesakitan.
b. Social Rehabilitation
Rehabilitasi yang bertujuan untuk adaptasi awal terhadap perubahan
tubuh sebagai bukti dengan partisipasi dalam aktivitas perawatan diri dan
interaksi positif dengan orang lain bertujuan untuk tidak menarik diri dari
kontak social.
(Zulkarnain,2012).

H. Komplikasi
Komplikasi polip menurut Iskandar (2011 : 123)
1. Perubahan bentuk tulang.
2. Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur, dislokasi atau
hematoma pada septum.
3. Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia)
I. Asuhan Keperawatan
a Fokus Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan polip menurut Kusumo (2007)
1. Data subjektif
a) Hidung tersumbat
b) Penciuman berkurang
c) Sering sakit kepala
d) Rasa penuh di hidung
2. Data objektif
a) Ingus encer
b) Suara berubah karena hidung tersumbat
3. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : dapat dijumpai pelebaran kavumnasi terutama pada
polip yang berasal dari sel-sel edmoid
b Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sumbatan
pada hidung
a) Kriteria hasil
Frekuensi pernafasan yang efektif
Menyatakan gejala berkurang
Menyatakan factor penyebab
b) Intervensi
Kaji factor penyebab.
Rasional : dapat mengetahui hidung tersumbat

Kurangi atau hilangkan factor penyebab.


Rasional : Mengurangi kesukaran dalam bernafas.
Hilangkan rasa takut
Rasional : Membantu pasien mengurangi ketakutan

Berikan penyuluhan kesehatan

Rasional

Pasien

lebih

mengetahui

penyebab

ketidakefektifan pola nafasnya

Berikan tindakan nyaman


Rasional : Membuat pasien lebih nyaman.

2. Gangguan persepsi sensori : penciuman berhubungan dengan


sekret yang encer pada hidung.
a) Kriteria hasil
Mengidentifikasi dan

menghilangkan

faktor-faktor

resiko yang potensi, jika memungkinkan.


Menunjukan penuruna perubahan sensori
b) Intervensi

Kaji perubahan penciuman yang terjadi.


Rasional

: Untuk mengidentifikasi perubahan

penciuman yang terjadi.

Orientasikan terhadap bau-bauan.


Rasional : Dengan bau-bauan hidung akan merasakan
rangsangan

Kurangi faktor-faktor penyebab.


Rasional

: Dengan berkurangnya faktor-faktor

penyebab akan lebih mudah menangani gangguan yang


terjadi.
3. Gangguan rasa nyaman hidung tersumbat berhubungan dengan
terpasangnya tampon.
a) Kriteria hasil
Pasien akan mengatakan hidung tidak tersumbat lagi
Bernafas dengan bebas lewat hidung
b) Intervensi
Jelaskan sebab jalan nafas tidak efektif karena terpasang
tampon.
Rasional : Setelah pemberian penjelasan kepada pasien,
pasien dapat menerima tindakan yang dilakukan

Anjurkan

nafas

lewat

mulut

selama

dilakukan

pemasangan tampon.
Rasional : Dngan adanya pemasangan tampon

pada

hidung maka alternatifnya adalah pasien dianjurkan


bernafas lewat mulut

Berikan latihan latihan nafas secara perlahan.


Rasional : Pasien lebih relaksasi

Berikan tindakan kenyamanan.


Rasional : Meningkatkan rasa nyaman pasien

Kolaborasi dengan dokter


Rasional : Kolaborasi dengan dokter maka tujuan akan
tercapai secara optimal.

4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan secret yang encer pada


hidung.
a) Kriteria hasil
Menilai keadaan dirinya terhadap hal-hal realistis tanpa

menyimpang
Menyatakan menunjukkan peningkatan konsep diri
Menunjukkan adaptasi yang baik, menguasai konsep

diri
b) Intervensi
Bina hubungan saling percaya perawat dan pasien.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan pasien pada
perawat

Dorong untuk mengungkapkan perasaannya.


Rasional : Beban yang dirasakan pasien akan lebih
ringan

Jernihkan kesalahan konpsepsi individu tentang dirinya.


Rasional : Pasien akan mengetahui konsep yang benar
tentang diri dan penyakitnya

Ciptakan lingkungan yang kondusif.


Rasional : Lingkungan yang kondusif akan lebih
membantu meningkatkan

konsep dirinya karena

penyuluhan yang diberikan oleh perawat.

Lakukan penyuluhan kesehatan

5. Ansietas ketidaktahuan tentang prognosa pengobatan berhubungan


dengan kurangnya informasi.
a) Kriteria hasil
Pasien tidak cemas lagi
Pasien tahu tentang penyakitdan pengobatannya
b) Intervensi
Kaji tingkat ansietas.
Rasional : Pasien tidak cemas dan kurang informasi

Berikan penentraman hati dan kenyamanan.


Rasional : Dengan melibatkan keluarga pasien akan
merasa lebih nyaman dan percaya pada keluarganya

Beri penjelasan yang jelas pada pasien tentang


perkembangan penyakitnya.
Rasional : Pasien tahu dengan jelas perkembangan
penyakitnya

Libatkan keluarga dalam perbaikan rasa nyaman pasien.


Rasional : Dukungan keluarga akan mengurangi
kecemasan pasien

Bina hubungan saling percaya.


Rasional : Meningkatkan kepercayaan pasien pada
perawat

Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaannya.


Rasional : Mengurangi rasa cemas pasien

6. Resiko infeksi berhubungan dengan terputusnya jaringan akibat


post ioperasi.

a) Kriteria hasil : Tidak terjadi infeksi


b) Intervensi
Ganti balutan hidung setiap hari.
Rasional : Agar tidak ada infeksi

Anjurkan pasien untuk menjaga luka.


Rasional : Dengan menjaga kebersihan diri maka tidak
akan terjadi infeksi

Instruksikan klien dan keluarga melakukan tindakan


aseptic yang sesuai.
Rasional : Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
infeksi

Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai program


Rasional : pemberian antibiotik akan mempercepat
pentyembuhan.

Implementasi dan Evaluasi di sesuaikan dengan diagnosa


keperawatan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad MJ, Ayeh S. 2012. The epidemiological and clinicalaspect of nasal


polyps that require surgery. Iranian Journal Of Otorhinolaryngology.
Brooker, Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC.
Carpenito-Moyet, L.J. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta. EGC.
Dongous,Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.
Erbek SS, Erbek S, Topal O, Cakmak O. 2007. The rolle of allergy in the
severity of nasal polyposis. Am J Rhinol.

Gruendemann, Barbara J dan Billie Fern Sebner. 2006. Buku Ajar Keperawatan
Perioperatif vol. 2. Jakarta : EGC.
Newton JR, Ah-See KW.2008. A review of nasipolyposis. Therapeutics and
Clinical Risk Management.
Soepardi EA. Iskandar N. Bashiruddin J. Restuti RD. 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Jakarta: FKUI
Soepardi, Efiaty Arsyad dan Nurbaiti Iskandar. 2011. Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala Leher. Jakarta : FKUI.
Siswanto,Yanuar.

2010(http://yanuarsiswanto.blogspot.com/2010/05/bab-i-

laporan-pendahuluan-i.html, diakses 1 Oktober 2012).


Zulkarnain,Nuzulul.

2009.

(http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel),

diakses 11 Oktober 2012).

Anda mungkin juga menyukai