Peningkatanproduktivitas
Peningkatanproduktivitas
Oleh karena itu pada tahun 2002 sampai 2003 pengembangan PTT dilaksanakan di sentra produksi
padi (16 propinsi) di Indonesia meliputi ; Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi,
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan
Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.
Model PTT ini dikembangkan dengan tujuan (1) meningkatkan produktivitas padi sawah irigasi dan
(2) meningkatkan nilai ekonomi/keuntungan usahatani melalui efisiensi input.
KOMPONEN TEKNOLOGI PENCIRI PTT
Sebagai tahap awal introduksi teknologi Badan Litbang Pertanian yang diterapkan dalam sistem
PTT terdiri dari komponen-komponen teknologi sebagai berikut :
1.
2.
Sedangkan perlakuan PTT petani adalah model PTT yang tidak lengkap, akan tetapi ada sebagian komponen
model penciri PTT yang mereka gunakan. Sebagai kontrol diamati pertanaman padi pola tradisional petani.
Pemberian pupuk kandang dengan takaran sekitar 2 t/ha dilakukan sesaat sebelum pengolahan tanah
terakhir. Bibit muda varietas unggul baru IR66 berumur sekitar 15 hari setelah semai (HSS) sampai 20 HSS,
ditanam 1-3 bibit per lubang dengan cara tanam tegel (jarak tanam) 20x20 cm. Sebagai pupuk dasar
diberikan pupuk N dengan takaran 75 kg Urea/ha, 75 kg SP-36/ha, dan 50 kg KCl/ha pada 7 hari setelah
tanam dengan cara disebar merata pada areal pertanaman padi. Pupuk P dan K diberikan seluruh takaran
sebagai pupuk dasar, sedang pemupukan N susulan (ke 2) diberikan lagi 75 kg urea/ha bila warna daun padi
dengan bagan warna daun (BWD) pada skala <4. Pengamatan warna daun padi dengan menggunakan alat
BWD dilakukan setiap 7-10 hari setelah pemberian pupuk urea sebagai pupuk dasar dan pemberian pupuk
urea susulan. Monitoring dengan alat BWD dihentikan bila tanaman padi sudah keluar malai 10%.
Pemeliharaan tanaman dilaksanakan dengan pengendalian gulma terpadu dan pengendalian hama
dan penyakit tanaman. Pengendalian gulma dilakukan dua kali, yang pertama dilakukan pada umur sekitar 3
minggu setelah tanam dengan herbisida dan yang kedua dilakukan pada umur sekitar 6 minggu setelah tanam
secara manual dengan tangan. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan monitoring
populasi hama secara priodek. Apabila terjadi serangan hama, maka dilaksanakan penyemprotan dengan
menggunakan insektisida sesuai anjuran dan mengikuti kaidah pengendalian hama terpadu.
Parameter yang diamati dalam pengkajian ini adalah analisa tanah sebelum penanaman dan hasil
padi (t/ha, k.a. 14%). Hasil padi ditentukan dari rata-rata ubinan 2 m x 5 m dengan ulangan 3 kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Sifat fisik dan kimia tanah pada lokasi pengkajian di lahan sawah irigasi Riam Kanan desa
Penggalaman kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.
Sifat fisik dan kimia tanah pada lokasi lahan sawah irigasi Riam Kanan desa Penggalaman Kecamatan
Martapura Barat, Kabupaten Banjar, MK. 2002
Kandungan
4,42
1,26
0,62
0,58
119,24
0,05
Kriteria
sangat masam
rendah
tinggi
rendah
tinggi sekali
redah sekali
32,85
41,38
25,78
Dari Tabel 1 di atas diketahui bahwa kondisi kesuburan tanah pada lokasi pengkajian dilihat dari
sifat fisik dan kimia tanahnya adalah termasuk kurang subur, hal ini dicirikan oleh pH yang sangat masam,
bahan organik (C-organik) yang rendah, kandungan P dan K tersedia rendah. Dari hasil analisis tanah ini
dapat diketahui takaran untuk pemupukan P dan K untuk tanaman padi di lokasi pengkajian masing-masing
adalah 75 kg SP-36/ha dan 50 kg KCl/ha (Makarim, A.K., et.al., 2003).
Teknologi Budidaya Padi Tradisional Petani
Teknologi budidaya padi secara tradisional petani yang selama ini diterapkan petani di lahan sawah
irigasi Riam Kanan desa Penggalaman adalah sangat sederhana sekali, yaitu benih yang digunakan sebagian
petani untuk bibit adalah benih yang berasal dari tanaman padi tahun sebelumnya. Bibit yang digunakan
untuk ditanam berumur antara 20 sampai dengan 30 hari setelah semai dengan jumlah bibit sekitar 3-5
bibit/lubang dan jarak tanam sekitar 20 x 20 cm tetapi tidak teratur.
Pemupukan yang dilaksanakan tidak berimbang, yaitu hanya diberi pupuk N dan P saja, masingmasing dengan takaran 200-250 kg urea/ha dan 100-150 kg SP-36/ha, sedangkan pupuk K umumnya tidak
diberikan, karena harga pupuk K cukup mahal dan petani belum memahami bahwa dengan pemupukan
berimbang akan dapat meningkatkan hasil padi. Pemberian pupuk organik juga tidak dilakukan.
Pemeliharaan tanaman dalam hal ini pengendalian gulma dilakukan umumnya 2 kali secara manual
dengan tangan. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilakukan kalau ada serangan. Pengendalian
hama dilakukan dengan menggunakan insektisida sesuai anjuran dan untuk hama tikus umumnya hanya
dilakukan dengan pengumpanan beracun (pestisida).
Karena terbatasnya tenaga kerja untuk panen, biasanya hanya tenaga kerja keluarga yang dipakai,
maka masih banyak petani yang menumpuk sementara hasil panen diatas rumpun padi yang sudah dipanen,
setelah selesai panen seluruhnya baru hasil panen dikumpulkan disuatu tempat khusus untuk proses
perontokan padi. Perontokan padi sebagian masih ada dengan cara di pukulkan/dibanting dan di injak-injak
dengan kaki.
Peningkatan produktivitas padi sawah irigasi dengan model PTT
Pengamatan hasil padi dilakukan melalui ubinan 2 m x 5 m dengan 3 ulangan. Hasil pengamatan
menunjukan bahwa perlakuan model PTT lengkap memberikan hasil padi yang paling tinggi, yaitu 5,264 t
GKG/ha, kemudian diikuti model PTT petani 4,448 t GKG/ha dan non PTT (teknologi petani) 3,466 t
GKG/ha (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil padi unggul IR66 di lokasi pengembangan PTT di sawah irigasi desa Penggalaman, kecamatan
Martapura, Kabupaten Banjar, MH. 2002/2003.
Perlakuan
PTT lengkap
5,264
PTT petani
4,448
3,466
Dari Tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa produksi padi dengan perlakuan model PTT lengkap dan
model PTT petani dibandingkan dengan produksi non PTT (teknologi petani) menunjukan adanya
peningkatan produktivitas padi yang sangat nyata masing-masing sebesar 51% dan 18%.
Pengkajian model PTT di Sukamandi memberikan hasil padi lebih dari 8 t GKG/ha dengan R/C
rasio lebih besar dari 2,0 (Puslitbangtan, 2001). Demikian pula hasil pengkajian PTT di 8 propinsi (Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi
Selatan) masing-masing pada lahan seluas 5 ha menunjukan adanya peningkatan produktivitas padi antara
7,1% - 38,4% dibanding teknologi petani. Hal ini sejalan dengan pernyataan oleh (Gani, A., 2002) bahwa
dalam PTT komponen-komponen utamanya bersinergi sesamanya sehingga secara kombinasi akan
memberikan potensi yang besar untuk kenaikan hasil padi.
Seperti dilaporkan oleh (Makarim, A.K., dan Irsal Las, 2004) penerapan komponen PTT pada padi
sawah di berbagai kabupaten di Indonesia ternyata menghasilkan gabah yang bervariasi dari 3 hingga 10 t/ha.
Besarnya keragaan ini disebabkan oleh beragamnya kondisi lingkungan biofisik tanaman, seperti intensitas
hama dan penyakit tanaman, kondisi kesuburan tanah, ketersediaan air dan tingkat pengelolaan lahan. Dari
sebanyak 20 kabupaten contoh, 13 kabupaten mempunyai kisaran hasil padi antara 5-7 t GKG/ha. Dua
kabupaten yaitu Deli Serdang (Sumatera Utara) dan Blitar (Jawa Timur) menghasilkan 7-8 t GKG/ha. Hanya
satu kabupaten yaitu Madina (Sumatera Utara) yang melaporkan mendapat hasil 10 t GKG/ha. Sebaliknya,
hasil yang sangat rendah (3 t/ha) terjadi di Kabupaten Sambas yaitu petani yang menerapkan PTT dan nonPTT masing-masing memperoleh 3 t/ha dan 2,3 t/ha. Di lokasi ini lingkungan tanaman tidak menguntungkan,
karena selain lahannya sering terkena banjir dengan kualitas air rendah (salinitas dan kadar besi tinggi), juga
tingginya serangan hama dan penyakit. Hasil PTT antara 4-5 t/ha terjadi di 3 kabupaten, yaitu Rokan Hulu,
Banjar dan Pinrang dimana ketiganya memiliki kendala kesuburan lahan, termasuk ketersediaan air yang
kurang dan serangan hama dan penyakit.
Model PTT disamping meningkatkan produktivitas padi juga efisiensi usaha tani, dari pemakaian
pupuk urea dapat dihemat sekitar 33%, demikian pula pemakaian benih dapat di hemat minimal 33% dari
yang semula (30-50) kg/ha menjadi hanya sekitar 20 kg/ha. Dilain pihak pengembangan padi dengan pola
PTT ini juga dapat meningkatkan pendapatan (Tabel 3).
Tabel 3. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Model PTT lengkap di lokasi pengembangan PTT di sawah irigasi Riam
Kanan, desa Penggalaman, Kabupaten Banjar, MH. 2002/2003.
A.
B.
Keterangan
Penerimaan (kg)
Jumlah Fisik
5.264
C.
Biaya Produksi
1. Benih (kg)
2. Pupuk (kg)
a.
Urea
b.
Sp36
c.
KCl
d.
Pupuk kandang
Total Biaya Pupuk
3. Pestisida dan Herbisida
a.
Insektisida
b.
Rodentisida & pengumpanan
c.
Herbisida
Total Biaya Insektisida dan herbisida
4. Tenaga Kerja (HOK)
a.
Penyiapan lahan
b.
Menanam
c.
Memupuk
d.
Menyiang
e.
Menyemprot
f.
Panen dan Pasca Panen
Total biaya tenaga kerja
Total Biaya
D.
Keuntungan
E.
R/C rasio
Harga (Rp/satuan)
1.250
Nilai (Rp)
6.580.000
20
3.500
70.000
150
75
50
2.000
1.200
1.900
1.900
100
180.000
142.500
95.000
200.000
687.500
136.000
100.000
40.000
276.000
28
14
4
15
4
58
15.000
15.000
15.000
15.000
15.000
15.000
420.000
210.000
60.000
225.000
60.000
870.000
1.845.000
2.808.500
3.771.500
2,34
Dari Tabel 3 diketahui bahwa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan model PTT
lengkap cukup tinggi, yaitu Rp 3.771.500,- dengan R/C rasio sekitar 2,34.
KESIMPULAN
Pengembangan padi dengan menggunakan model PTT lengkap, PTT petani di lahan irigasi Riam
Kanan desa Penggalaman, kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar memberikan produktivitas padi
yang cukup tinggi, yaitu 5,264 t GKG/ha dan 4,448 t GKG/ha, kemudian diikuti oleh produktivitas padi non
PTT (teknologi petani) hanya sekitar 3,466 t GKG/ha. Atau model PTT dapat meningkatkan produktivitas
padi berkisar antara 23% sampai dengan 51%.
Dilain pihak pengembangan padi dengan model PTT juga dapat meningkatkan efisiensi usahatani
padi, seperti pemakaian pupuk urea dapat dihemat sekitar 33 %, begitu juga dengan pemakaian benih padi,
sedangkan keuntungan bersih yang diperoleh dari usahatani padi cukup tinggi, yaitu Rp. 3.771.500,- dengan
R/C rasio sekitar 2,34.
DAFTAR PUSTAKA
A.M. Fagi. et. al. 2003. Penelitian Padi Menuju Repolusi Hijau Lestari. A.M. Fagi, Irsal Las, M. Syam, A.K.
Makarim, dan A. Hasanuddin (Penyusun). Badan Litbang Pertanian - Jakarta.
Anischan Gani, 2002. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu danSinergisme Komponen Teknologi.
Makalah pada pelatihan tenaga Pendamping. Kegiatan P3T, Bogor-Sukamnadi, 7 12 Maret 2002.
Hasanuddin, A. 2003. Pengelolaan Tanaman Padi Terpadu : Suatu StrategiTeknologi Spesifik Lokasi.
Makalah Panduan Pelatihan Pemasyarakatan dan Pengembangan Padi Varietas Unggul Tipe Baru,
Balitpa-Sukamandi, 31 Maret 3 April 2003.
Makarim, A.K. et.al. 2003. Pengelolaan Hara dan Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Padi Secara
Terpadu. A.K. Makarim, I.N. Widiarta, HendarsihS, Dan S. Abdulrachman (Penyususun).
Departemen Pertanian-Puslitbangtan Bogor.
Makarim, A.K. dan Irsal Las, 2004. Terobosan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Irigasi Melalui
Pengembangan Model Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT). Seminar Kebijakan
Padi pada Pekan Padi Nasional II, 15 Juli 2004, Sukamandi.
Puslitbangtan, 2001. Pengelolaan Tanaman Terpadu : Pendekatan Inovatif Sistem Produksi Padi. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 23 No. 2. Badan Litbang Pertanian-Puslitbangtan
Bogor.