Anda di halaman 1dari 6

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH IRIGASI MELALUI PENDEKATAN

PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT)


Khairuddin, Sumanto dan Rina DN
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan
Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru
ABSTRAK
Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Irigasi Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman dan
Sumberdaya Terpadu (PTT). Pengkajian dilaksanakan mulai bulan Nopember 2002 sampai dengan bulan
Maret 2003 (MH. 2002/2003) di lahan sawah irigasi Riam Kanan desa Penggalaman, kecamatan Martapura
Barat Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. PTT adalah suatu pendekatan untuk mengoptimalkan potensi
secara terpadu, sinergi dan partisipatif dalam upaya meningkatkan produksi padi. Metode yang digunakan
adalah metode observasi dengan 3 ulangan. Dari luasan areal hamparan pertanaman padi varietas unggul
IR66 dengan model PTT di lahan sawah irigasi Riam Kanan desa Penggalaman, Kabupaten Banjar sekitar 40
ha, diantaranya 1 ha ditanami padi varietas IR66 dengan jarak tanam 20x20 cm dengan model PTT lengkap,
38 ha dengan perlakuan PTT petani dan 1 ha sebagai kontrol (teknologi petani). Hasil pengkajian di lahan
sawah irigasi Riam Kana desa Penggalaman, kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar menunjukan
bahwa produksi padi varietas unggul IR 66 dengan model PTT lengkap memberikan hasil yang paling tinggi,
yaitu 5,264 t GKG/ha, kemudian diikuti model PTT petani 4,448 t GKG/ha dan non-PTT (teknologi petani)
hanya 3,466 t GKG/ha. Atau dengan menggunakan model PTT terjadi peningkatan produktivitas padi sekitar
18 % - 51 % dibandingkan dengan teknologi petani. Keuntungan usahatani padi yang diperoleh dengan
menggunakan model PTT cukup tinggi, yaitu Rp. 3.771.500,- dengan R/C rasio sekitar 2,34
Kata Kunci : Budidaya Padi, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dan Sawah Irigasi
PENDAHULUAN
Dimasa mendatang kecenderungan tingkat konsumsi beras per kapita mengalami penurunan,
walaupun dengan laju penurunan yang relatif kecil. Namun karena jumlah penduduk Indonesia masih terus
meningkat sekitar 1,2 4,8 % per tahun, maka secara agregat total permintaan beras juga akan meningkat
mencapai 34,3 juta ton tahun 2004 dan tahun 2005 diperkirakan mencapai 35,8 juta ton. Dilain pihak laju
peningkatan produksi padi pada prioede ke priode tertentu menurun sangat tajam. Pelandaian produksi
tersebut sampai tahun terakhir masih berlanjut disebabkan sulitnya menaikan produktivitas padi di lahan
sawah terutama di wilayah intensifikasi (Hasanudin, A., 2004; A.M. Fagi et. al., 2002).
Pelandaian produktivitas lahan sawah dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain penurunan
kandungan bahan organik, penurunan penambatan N2 udara pada tanah sawah, penurunan kecepatan
penyediaan hara N, P, dan K dalam tanah, penimbunan senyawa-senyawa toksik bagi tanaman (gas H2S),
asam-asam organik, ketidakseimbang-an penyediaan hara, kahat hara mikro (Cu, Zn) kahat Fe dan S, tanah
terlalu reduktif, penyimpangan iklin, tekanan biotik dan varietas (Puslitbangtan, 2001).
Dalam situasi yang makin kompetitif, maka usahatani padi harus dilaksanakan dalam sistem yang
lebih efisien dengan produktivitas yang tinggi dan mampu menghasilkan produk dalam jumlah yang
mencukupi, berkelanjutan, berkualitas dan memiliki daya saing tinggi sehingga mampu berkompetisi di pasar
global, bila tidak maka usahatani padi akan tertinggal oleh usahatani lainnya (Hasanuddin, A., 2004).
Upaya terobosan untuk mengatasi peningkatan produktivitas padi terutama pada daerah pelandaian
produktivitas adalah melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT), suatu pendekatan untuk
mengoptimalkan potensi secara terpadu, sinergi, dan partisipatif dalam upaya meningkatkan produksi padi di
setiap daerah. Atau suatu pendekatan yang mempertimbangkan keserasian dan sinergisme antara komponen
teknologi produksi (budidaya) dengan sumber lingkungan setempat.
Hasil uji coba model PTT pada MK. 2001 di 8 propinsi (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan) masing-masing pada
lahan seluas 5 ha menunjukan adanya peningkatan produktivitas padi antara 7,1% - 38,4% dibanding
teknologi petani (Fagi., A.M., et. al., 2002). Hasil uji coba tersebut menunjukan bahwa PTT mempunyai
prospek yang baik untuk dikembangkan lebih lanjut.

Oleh karena itu pada tahun 2002 sampai 2003 pengembangan PTT dilaksanakan di sentra produksi
padi (16 propinsi) di Indonesia meliputi ; Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi,
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan
Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.
Model PTT ini dikembangkan dengan tujuan (1) meningkatkan produktivitas padi sawah irigasi dan
(2) meningkatkan nilai ekonomi/keuntungan usahatani melalui efisiensi input.
KOMPONEN TEKNOLOGI PENCIRI PTT
Sebagai tahap awal introduksi teknologi Badan Litbang Pertanian yang diterapkan dalam sistem
PTT terdiri dari komponen-komponen teknologi sebagai berikut :
1.
2.

Benih bermutu (kemurnian dan daya kecambah tinggi).


Varietas unggul baru yang sesuai lokasi, termasauk padi tipe baru (Fatmawati dsb) dan padi hibrida
(Maro, Rokan dsb).
3. Bibit muda (<21 HSS).
4. 1-3 bibit per lubang
5. Jarak tanam jajar legowo 4 : 1,
6. Pemberian bahan organik atau kompos sebanyak 2 ton/ha,
7. Pemupukan N berdasarkan bagan warna daun (BWD);
8. Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah serta pemecahan masalah kesuburan tanah apabila
terjadi;
9. Irigasi intermitten;
10. Pengendalian gulma terpadu
11. Pengendalian hama dan penyakit sistem PHT;
12. Panen dan pasca panen menggunakan alat perontok secara beregu (Las, et. al., 2003).
Berdasarkan sifatnya, teknologi diatas terbagi atas:(1) teknologi untuk pemecahan masalah
setempat/spesifik; dan (2) teknologi untuk perbaikan cara budidaya yang lebih efisien dan efektif. Dalam
pelaksanaannya tidak semua komponen teknologi di atas harus diterapkan sekaligus, terutama pada lokasi
yang mempunyai permasalahan spesifik. Namun, ada 6 komponen PTT yang umum diperlukan hampir di
setiap lokasi dan sebagai penciri PTT, yaitu (1) benih bermutu (kemurnian dan daya kecambah tinggi); (2)
varietas unggul baru yang sesuai lokasi; (3) bibit muda (<21 HSS) apabila kondisi lingkungan
memungkinkan; (4) 1-3 bibit per lubang; (5) pemupukan N berdasarkan bagan warna daun (BWD); (6)
pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah serta pemecahan masalah kesuburan tanah apabila terjadi.
Adanya teknologi compulsory tersebut selain sebagai penciri PTT, juga pada umumnya komponen teknologi
tersebut dapat diterapkan dan besar pengaruhnya terhadap kenaikan hasil, dan pendapatan petani.
BAHAN DAN METODA
Pengkajian dilaksanakan mulai bulan Nopember 2002 sampai dengan bulan Maret 2003 (MH.
2002/2003) di lahan sawah irigasi Riam Kanan desa Penggalaman Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar
Kalimantan Selatan.
Dari luasan pertanaman padi dengan model PTT di lahan sawah irigasi Riam Kanan desa
Penggalaman, sekitar 40 ha, diantaranya 1 ha ditanami varietas unggul IR-66 dengan perlakuan model PTT
lengkap, 38 ha dengan perlakuan model PTT petani dan 1 ha perlakuan kontrol (cara tradisional petani),
dengan metode yang digunakan adalah observasi dengan 3 ulangan.
Perlakuan dengan pola PTT lengkap terdiri dari beberapa komponen utama seperti penggunaan
bibit muda umur 15 hari setelah semai (HSS) dengan 1-3 bibit/rumpun, pemberian pupuk kandang dengan
takaran 2 t/ha, pemberian pupuk N dilakukan berdasarkan hasil kesesuaian warna daun pada skala BWD <4,
sedang pemberian pupuk P dan K ditentukan berdasarkan hasil analisis tanah. Kemudian komponen
teknologi PTT lainnya adalah penggunaan varietas unggul (IR66), penggunaan benih bermutu (seleksi benih
dengan air garam), perlakuan benih dengan insektisida Fipronil 0,5 l/ha, penanaman padi dengan cara tegel
menggunakan jarak tanam 20x20 cm, pengendalian gulma terpadu (herbisida + manual), pengendalian
hama penyakit berdasarkan monitoring populasi hama dan perbaikan panen dan penaganan pasca panen.

Sedangkan perlakuan PTT petani adalah model PTT yang tidak lengkap, akan tetapi ada sebagian komponen
model penciri PTT yang mereka gunakan. Sebagai kontrol diamati pertanaman padi pola tradisional petani.
Pemberian pupuk kandang dengan takaran sekitar 2 t/ha dilakukan sesaat sebelum pengolahan tanah
terakhir. Bibit muda varietas unggul baru IR66 berumur sekitar 15 hari setelah semai (HSS) sampai 20 HSS,
ditanam 1-3 bibit per lubang dengan cara tanam tegel (jarak tanam) 20x20 cm. Sebagai pupuk dasar
diberikan pupuk N dengan takaran 75 kg Urea/ha, 75 kg SP-36/ha, dan 50 kg KCl/ha pada 7 hari setelah
tanam dengan cara disebar merata pada areal pertanaman padi. Pupuk P dan K diberikan seluruh takaran
sebagai pupuk dasar, sedang pemupukan N susulan (ke 2) diberikan lagi 75 kg urea/ha bila warna daun padi
dengan bagan warna daun (BWD) pada skala <4. Pengamatan warna daun padi dengan menggunakan alat
BWD dilakukan setiap 7-10 hari setelah pemberian pupuk urea sebagai pupuk dasar dan pemberian pupuk
urea susulan. Monitoring dengan alat BWD dihentikan bila tanaman padi sudah keluar malai 10%.
Pemeliharaan tanaman dilaksanakan dengan pengendalian gulma terpadu dan pengendalian hama
dan penyakit tanaman. Pengendalian gulma dilakukan dua kali, yang pertama dilakukan pada umur sekitar 3
minggu setelah tanam dengan herbisida dan yang kedua dilakukan pada umur sekitar 6 minggu setelah tanam
secara manual dengan tangan. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan monitoring
populasi hama secara priodek. Apabila terjadi serangan hama, maka dilaksanakan penyemprotan dengan
menggunakan insektisida sesuai anjuran dan mengikuti kaidah pengendalian hama terpadu.
Parameter yang diamati dalam pengkajian ini adalah analisa tanah sebelum penanaman dan hasil
padi (t/ha, k.a. 14%). Hasil padi ditentukan dari rata-rata ubinan 2 m x 5 m dengan ulangan 3 kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Sifat fisik dan kimia tanah pada lokasi pengkajian di lahan sawah irigasi Riam Kanan desa
Penggalaman kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.

Sifat fisik dan kimia tanah pada lokasi lahan sawah irigasi Riam Kanan desa Penggalaman Kecamatan
Martapura Barat, Kabupaten Banjar, MK. 2002

Sifat Fisik dan Kimia Tanah


pH-H2O
C-organik
N-total (%)
P-Bray I (ppm)
P-total (ppm)
K-dd (me/100g)
Tektur (%)
Pasir
Debu
Liat
Sumber : Lab. Tanah Faperta Unlam Banjarbaru, 2002

Kandungan
4,42
1,26
0,62
0,58
119,24
0,05

Kriteria
sangat masam
rendah
tinggi
rendah
tinggi sekali
redah sekali

32,85
41,38
25,78

Dari Tabel 1 di atas diketahui bahwa kondisi kesuburan tanah pada lokasi pengkajian dilihat dari
sifat fisik dan kimia tanahnya adalah termasuk kurang subur, hal ini dicirikan oleh pH yang sangat masam,
bahan organik (C-organik) yang rendah, kandungan P dan K tersedia rendah. Dari hasil analisis tanah ini
dapat diketahui takaran untuk pemupukan P dan K untuk tanaman padi di lokasi pengkajian masing-masing
adalah 75 kg SP-36/ha dan 50 kg KCl/ha (Makarim, A.K., et.al., 2003).
Teknologi Budidaya Padi Tradisional Petani
Teknologi budidaya padi secara tradisional petani yang selama ini diterapkan petani di lahan sawah
irigasi Riam Kanan desa Penggalaman adalah sangat sederhana sekali, yaitu benih yang digunakan sebagian
petani untuk bibit adalah benih yang berasal dari tanaman padi tahun sebelumnya. Bibit yang digunakan
untuk ditanam berumur antara 20 sampai dengan 30 hari setelah semai dengan jumlah bibit sekitar 3-5
bibit/lubang dan jarak tanam sekitar 20 x 20 cm tetapi tidak teratur.
Pemupukan yang dilaksanakan tidak berimbang, yaitu hanya diberi pupuk N dan P saja, masingmasing dengan takaran 200-250 kg urea/ha dan 100-150 kg SP-36/ha, sedangkan pupuk K umumnya tidak
diberikan, karena harga pupuk K cukup mahal dan petani belum memahami bahwa dengan pemupukan
berimbang akan dapat meningkatkan hasil padi. Pemberian pupuk organik juga tidak dilakukan.

Pemeliharaan tanaman dalam hal ini pengendalian gulma dilakukan umumnya 2 kali secara manual
dengan tangan. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilakukan kalau ada serangan. Pengendalian
hama dilakukan dengan menggunakan insektisida sesuai anjuran dan untuk hama tikus umumnya hanya
dilakukan dengan pengumpanan beracun (pestisida).
Karena terbatasnya tenaga kerja untuk panen, biasanya hanya tenaga kerja keluarga yang dipakai,
maka masih banyak petani yang menumpuk sementara hasil panen diatas rumpun padi yang sudah dipanen,
setelah selesai panen seluruhnya baru hasil panen dikumpulkan disuatu tempat khusus untuk proses
perontokan padi. Perontokan padi sebagian masih ada dengan cara di pukulkan/dibanting dan di injak-injak
dengan kaki.
Peningkatan produktivitas padi sawah irigasi dengan model PTT
Pengamatan hasil padi dilakukan melalui ubinan 2 m x 5 m dengan 3 ulangan. Hasil pengamatan
menunjukan bahwa perlakuan model PTT lengkap memberikan hasil padi yang paling tinggi, yaitu 5,264 t
GKG/ha, kemudian diikuti model PTT petani 4,448 t GKG/ha dan non PTT (teknologi petani) 3,466 t
GKG/ha (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil padi unggul IR66 di lokasi pengembangan PTT di sawah irigasi desa Penggalaman, kecamatan
Martapura, Kabupaten Banjar, MH. 2002/2003.
Perlakuan

Produksi padi (t GKG/ha)

PTT lengkap

5,264

PTT petani

4,448

Non-PTT (Teknologi Petani)

3,466

Dari Tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa produksi padi dengan perlakuan model PTT lengkap dan
model PTT petani dibandingkan dengan produksi non PTT (teknologi petani) menunjukan adanya
peningkatan produktivitas padi yang sangat nyata masing-masing sebesar 51% dan 18%.
Pengkajian model PTT di Sukamandi memberikan hasil padi lebih dari 8 t GKG/ha dengan R/C
rasio lebih besar dari 2,0 (Puslitbangtan, 2001). Demikian pula hasil pengkajian PTT di 8 propinsi (Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi
Selatan) masing-masing pada lahan seluas 5 ha menunjukan adanya peningkatan produktivitas padi antara
7,1% - 38,4% dibanding teknologi petani. Hal ini sejalan dengan pernyataan oleh (Gani, A., 2002) bahwa
dalam PTT komponen-komponen utamanya bersinergi sesamanya sehingga secara kombinasi akan
memberikan potensi yang besar untuk kenaikan hasil padi.
Seperti dilaporkan oleh (Makarim, A.K., dan Irsal Las, 2004) penerapan komponen PTT pada padi
sawah di berbagai kabupaten di Indonesia ternyata menghasilkan gabah yang bervariasi dari 3 hingga 10 t/ha.
Besarnya keragaan ini disebabkan oleh beragamnya kondisi lingkungan biofisik tanaman, seperti intensitas
hama dan penyakit tanaman, kondisi kesuburan tanah, ketersediaan air dan tingkat pengelolaan lahan. Dari
sebanyak 20 kabupaten contoh, 13 kabupaten mempunyai kisaran hasil padi antara 5-7 t GKG/ha. Dua
kabupaten yaitu Deli Serdang (Sumatera Utara) dan Blitar (Jawa Timur) menghasilkan 7-8 t GKG/ha. Hanya
satu kabupaten yaitu Madina (Sumatera Utara) yang melaporkan mendapat hasil 10 t GKG/ha. Sebaliknya,
hasil yang sangat rendah (3 t/ha) terjadi di Kabupaten Sambas yaitu petani yang menerapkan PTT dan nonPTT masing-masing memperoleh 3 t/ha dan 2,3 t/ha. Di lokasi ini lingkungan tanaman tidak menguntungkan,
karena selain lahannya sering terkena banjir dengan kualitas air rendah (salinitas dan kadar besi tinggi), juga
tingginya serangan hama dan penyakit. Hasil PTT antara 4-5 t/ha terjadi di 3 kabupaten, yaitu Rokan Hulu,
Banjar dan Pinrang dimana ketiganya memiliki kendala kesuburan lahan, termasuk ketersediaan air yang
kurang dan serangan hama dan penyakit.
Model PTT disamping meningkatkan produktivitas padi juga efisiensi usaha tani, dari pemakaian
pupuk urea dapat dihemat sekitar 33%, demikian pula pemakaian benih dapat di hemat minimal 33% dari
yang semula (30-50) kg/ha menjadi hanya sekitar 20 kg/ha. Dilain pihak pengembangan padi dengan pola
PTT ini juga dapat meningkatkan pendapatan (Tabel 3).

Tabel 3. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Model PTT lengkap di lokasi pengembangan PTT di sawah irigasi Riam
Kanan, desa Penggalaman, Kabupaten Banjar, MH. 2002/2003.
A.
B.

Keterangan
Penerimaan (kg)

Jumlah Fisik
5.264

C.

Biaya Produksi
1. Benih (kg)
2. Pupuk (kg)
a.
Urea
b.
Sp36
c.
KCl
d.
Pupuk kandang
Total Biaya Pupuk
3. Pestisida dan Herbisida
a.
Insektisida
b.
Rodentisida & pengumpanan
c.
Herbisida
Total Biaya Insektisida dan herbisida
4. Tenaga Kerja (HOK)
a.
Penyiapan lahan
b.
Menanam
c.
Memupuk
d.
Menyiang
e.
Menyemprot
f.
Panen dan Pasca Panen
Total biaya tenaga kerja
Total Biaya

D.

Keuntungan

E.

R/C rasio

Harga (Rp/satuan)
1.250

Nilai (Rp)
6.580.000

20

3.500

70.000

150
75
50
2.000

1.200
1.900
1.900
100

180.000
142.500
95.000
200.000
687.500
136.000
100.000
40.000
276.000

28
14
4
15
4
58

15.000
15.000
15.000
15.000
15.000
15.000

420.000
210.000
60.000
225.000
60.000
870.000
1.845.000
2.808.500
3.771.500
2,34

Dari Tabel 3 diketahui bahwa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan model PTT
lengkap cukup tinggi, yaitu Rp 3.771.500,- dengan R/C rasio sekitar 2,34.
KESIMPULAN
Pengembangan padi dengan menggunakan model PTT lengkap, PTT petani di lahan irigasi Riam
Kanan desa Penggalaman, kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar memberikan produktivitas padi
yang cukup tinggi, yaitu 5,264 t GKG/ha dan 4,448 t GKG/ha, kemudian diikuti oleh produktivitas padi non
PTT (teknologi petani) hanya sekitar 3,466 t GKG/ha. Atau model PTT dapat meningkatkan produktivitas
padi berkisar antara 23% sampai dengan 51%.
Dilain pihak pengembangan padi dengan model PTT juga dapat meningkatkan efisiensi usahatani
padi, seperti pemakaian pupuk urea dapat dihemat sekitar 33 %, begitu juga dengan pemakaian benih padi,
sedangkan keuntungan bersih yang diperoleh dari usahatani padi cukup tinggi, yaitu Rp. 3.771.500,- dengan
R/C rasio sekitar 2,34.
DAFTAR PUSTAKA
A.M. Fagi. et. al. 2003. Penelitian Padi Menuju Repolusi Hijau Lestari. A.M. Fagi, Irsal Las, M. Syam, A.K.
Makarim, dan A. Hasanuddin (Penyusun). Badan Litbang Pertanian - Jakarta.
Anischan Gani, 2002. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu danSinergisme Komponen Teknologi.
Makalah pada pelatihan tenaga Pendamping. Kegiatan P3T, Bogor-Sukamnadi, 7 12 Maret 2002.
Hasanuddin, A. 2003. Pengelolaan Tanaman Padi Terpadu : Suatu StrategiTeknologi Spesifik Lokasi.
Makalah Panduan Pelatihan Pemasyarakatan dan Pengembangan Padi Varietas Unggul Tipe Baru,
Balitpa-Sukamandi, 31 Maret 3 April 2003.
Makarim, A.K. et.al. 2003. Pengelolaan Hara dan Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Padi Secara
Terpadu. A.K. Makarim, I.N. Widiarta, HendarsihS, Dan S. Abdulrachman (Penyususun).
Departemen Pertanian-Puslitbangtan Bogor.

Makarim, A.K. dan Irsal Las, 2004. Terobosan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Irigasi Melalui
Pengembangan Model Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT). Seminar Kebijakan
Padi pada Pekan Padi Nasional II, 15 Juli 2004, Sukamandi.
Puslitbangtan, 2001. Pengelolaan Tanaman Terpadu : Pendekatan Inovatif Sistem Produksi Padi. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 23 No. 2. Badan Litbang Pertanian-Puslitbangtan
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai