PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Menurut hasil survei penduduk, jumlah penduduk Indonesia tahun 2015
adalah 255.182.144 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,4% atau 3,6
juta jiwa per tahun. (Badan Pusat Statistik, 2015).
Bila tanpa pengendalian yang berarti maka jumlah penduduk Indonesia akan
terus bertambah dan bisa saja memunculkan masalah kependudukan yang baru.
Untuk itu pemerintah menggalakkan program Keluarga Berencana (KB). Keluarga
Berencana merupakan suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan
jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi (Sulistyawati, 2011). Tujuan
penggunaan kontrasepsi adalah untuk menghambat atau menunda kehamilan karena
berbagai alasan, antara lain perencanaan kehamilan, pembatasan jumlah anak,
menghindari risiko medis dari kehamilan, serta sebagai program pemerintah untuk
mengendalikan jumlah populasi (Pernoll, 2001). Dalam program Keluarga
Berencana, terdapat berbagai jenis Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
diantaranya Alat Kontrasepsi Dalam Lahir (AKDR), Alat Kontrasepsi Bawah Kulit
(AKBK) dan Kontrasepsi Mantap seperti Vasektomi (MOP) dan Tubektomi (MOW).
MOP adalah metode kontrasepsi untuk lelaki yang tidak ingin memiliki anak
lagi. Perlu prosedur bedah untuk melakukan MOP sehingga diperlukan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan tambahan lainnya untuk memastikan apakah seorang klien
sesuai untuk menggunakan metode ini (Affandi, dkk, 2011).
Secara nasional pada bulan Februari 2015 terdapat 533.067 peserta KB baru.
Peserta KB Baru adalah pasangan usia subur yang baru pertama kali menggunakan
alat/cara kontrasepsi dan atau pasangan usia subur yang kembali menggunakan
metode kontrasepsi setelah melahirkan/keguguran. Dari jumlah tersebut, sebanyak
28.543 orang adalah peserta pria dengan peserta MOP berjumlah 547 orang dan
pengguna kondom adalah 27.996 orang. Sisanya merupakan peserta wanita dengan
metode kontrasepsi terbanyak adalah suntikan dan pil. (BKKBN, 2015)
Berdasarkan data yang diperoleh, MOP memiliki peminit paling sedikit yakni
hanya sekitar 0,1% dari seluruh peserta KB. Belum membudayanya penggunaan
MOP sebagai program kontrasepsi disebabkan antara lain karena kondisi lingkungan
sosial, budaya, masyarakat dan keluarga yang masih menganggap partisipasi pria
belum atau tidak penting dilakukan, pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarganya
dalam ber-KB masih rendah dan keterbatasan penerimaan dan aksesbilitas pelayanan
1
kontrasepsi pria masih terbatas. (Rizkitama, 2015). Masih banyak masyarakat yang
percaya bahwa MOP merupakan tindakan pemotongan penis, menyebabkan gairah
seksual menurun, penis tidak bisa ereksi setelah operasi, berkurang atau tidak
keluarnya cairan ejakulasi, pria menjadi gemuk, lemah dan kurang produktif, dan
vasektomi dipercaya operasi besar sehingga masyarakat masih urung untuk
melakukannya. Oleh karena itulah diperlukan peningkatan sosialisasi dan
penyampaian informasi yang tepat agar masyarakat tidak salah mengerti tentang
vasektomi sebenarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.2
Efektivitas
Vasektomi adalah metode kontrasepsi sederhana yang dianggap paling dapat
diandalkan dan sangat efektif dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang
rendah. Tingkat kehamilan dikaitkan dengan vasektomi dilaporkan di kisaran 02%, dengan sebagian besar pelaporan <1%. (Schwingl, 2000)
2.1.4
Indikasi MOP
Indikasi dari Metode Operasi Pria/vasektomi yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
Seperti pada tubektomi, pria yang akan melakukan operasi Metode Operasi
Pria/vasektomi harus melakukannya secara sukarela dan menandatangani surat
persetujuan. Disamping itu mereka berhak mendapat keterangan yang benar dan
terperinci dari dokter atau petugas pelayanan lainnya. (Mulyani dan Mega.R,
2013)
2.1.5
Kontraindikasi MOP
Tidak ada kontraindikasi permanen untuk MOP, tetapi MOP harus
ditunda jika adanya infeksi lokal, infeksi sistemik akut, tanda-tanda atau gejala
penyakit menular seksual, filariasis, kaki gajah, massa intraskrotalis, atau
hipersensitivitas terhadap obat anestesi yang akan digunakan (International
Planned Parenthood Federation, 1999). Kondisi yang dapat meningkatkan
risiko atau kesulitan melakukan operasi adalah riwayat trauma skrotum,
varikokel besar atau hidrokel, riwayat operasi untuk kriptorkismus, hernia
inguinal, dan gangguan koagulasi tertentu. Bila memungkinkan, kondisi harus
diperbaiki atau dikendalikan sebelum operasi. Ketika kondisi ini hadir, pasien
harus diberitahu tentang kemungkinan peningkatan risiko. (Schwingl, 2000)
hingga
100
laki-laki
mungkin
memiliki
rasa
sakit
atau
memar.
Infeksi di lokasi pemotongan. Sangat jarang terjadi infeksi di dalam
skrotum.
Benjolan kecil karena kebocoran sperma dari vas deferens ke jaringan di
dekatnya. Hal ini biasanya tidak menyakitkan. Jika menyakitkan, bisa
diobati dengan istirahat dan obat nyeri. Kadang-kadang, operasi mungkin
jantung di kemudian hari pada pria yang melakukan MOP. Tapi bertahun-tahun
penelitian sejak itu tidak menemukan hubungan antara MOP dan masalah
kesehatan tersebut. (Urology Care Foundation, 2014)
Secara umum MOP tidak memiliki efek samping jangka panjang, tidak
berpengaruh terhadap kemampuan maupun kepuasan seksual (Meilani dkk,
2010). Setelah sembuh dari MOP, seorang pria dan pasangannya semestinya
tidak merasakan adanya perbedaan saat berhubungan seks. MOP yang tidak
mengalami komplikasi tidak menyebabkan masalah ereksi. Ejakulasi dan
orgasme akan tetap terjadi sama seperti sebelum MOP. Jumlah air mani tidak
menurun lebih dari lima persen. Satu-satunya perubahan yang dirasakan
pasangan mungkin benjolan di situs vasektomi, jika telah terbentuk benjolan.
(Urology Care Foundation, 2014)
2.1.8 Kelebihan Metode Operasi Pria
Ada beberapa kelebihan dari MOP, antara lain:
1. Lebih aman dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang sangat rendah.
2. Vasektomi lebih murah daripada tubektomi pada wanita.
3. Teknik operasi kecil yang sederhana dan hanya perlu waktu sebentar sekitar
4.
5.
6.
7.
20 menit saja.
Lebih praktis, hanya memerlukan satu kali tindakan.
Komplikasi yang dijumpai sedikit dan ringan.
Tidak akan menggangu ereksi, potensi seksual dan produksi hormon.
Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapat digunakan
seumur hidup (permanen).
BAB III
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
MOP (Metode Operatif Pria) adalah salah satu metode kontrasepsi pria yang
efektif dan aman digunakan. Umumnya MOP dilakukan dengan cara memotong
kedua vas deferens kemudian diikat, sehingga sperma yang diproduksi tidak bisa
disalurkan dan tidak bertemu dengan ovum akibatnya tidak terjadi kehamilan.
Belum membudayanya penggunaan MOP sebagai program kontrasepsi disebabkan
antara lain karena kondisi lingkungan sosial, budaya, masyarakat dan keluarga yang
masih menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting dilakukan,
pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarganya dalam ber-KB masih rendah dan
keterbatasan penerimaan dan aksesbilitas pelayanan kontrasepsi pria masih terbatas.
MOP memiliki beberapa keuntungan, yakni lebih aman, efektif, praktis, risiko
komplikasi kecil, lebih murah, dan tidak mengganggu aktivitas seksual. Namun
MOP juga memiliki kekurangan, antara lain perlu tindakan pembedahan, masih ada
kemungkinan risiko komplikasi, masih ada kemungkinan gagal, tidak langsung
efektif setelah tindakan, dan tidak bisa dilakukan jika masih ingin memiliki anak.
MOP bisa dikembalikan dengan tindakan pembedahan mikro namun tidak
menjamin kesuburan dapat kembali.
3.2. SARAN
1. Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai MOP.
2. Menurunkan atau menghilangkan kepercayaan masyarat yang salah tentang
MOP.
3. Memastikan pria yang mengikuti MOP sudah berdiskusi dengan pasangan dan
tidak berada di bawah tekanan.