Anda di halaman 1dari 12

Fraktur Terbuka Tibia Dextra Sepertiga Tengah

Kelompok A4
Welmin SL (102009146), Ahmad B (102013184), Meidy L (102014020),
Vivian C (102014036), Maria AN (102014084), Leonardo P (102014110),
Devi LSP (102014146), Vina C (102014214)
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Abstrak:
Fraktur atau patah tulang memiliki berbagai jenis macam tergantung dari bentuk
patahan, arah patahan dan lokasi patahan. Beberapa dari keadaan fraktur dapat menyebabkan
sindroma kompartemen yang menyebakan peningkatan tekanan intertisial di dalam
kompartemen osteofasial yang tertutup. Salah satu faktor resiko dari kejadian fraktur adalah
faktor usia yang menyebabkan turunnya densitas tulang yang menyebabkan rapuhnya tulang
sehingga mudah patah. Penanganan terhadap fraktur dapat dilakukan secara medikamentosa
dengan memberikan obat NSAID atau secara non-medikamentosa yang membutuhkan
perlakuan bedah tergantung dari bentuk dan tingkat keparahan fraktur.
Kata kunci: Fraktur, densitas tulang, NSAID
Abstract
Fractures have various kinds of kinds depending on the form of the fracture, the
direction of the fracture and the location of the fracture. Some of the fracture can cause
compartment syndrome that caused an increase in interstitial pressure in the closed
compartment osteofasial. One of the factors of risk of fracture is the age factor causing a
downgrade in bone density that causes fragile bones to break easily. Treatment of the
fracture can be done medically to give NSAIDs or non-medical that require surgical
treatment depends on the form and severity of the fracture.
Keywords: Fractures, bone density, NSAID

Pendahuluan
Penyakit-penyakit sistem muskuloskeletal menduduki tempat pertama di antara
penyakit-penyakit yang mengubah kualitas hidup. Keadaan ini berkaitan dengan keterbatasan
aktivitas, disabilitas, dan gangguan. Di Amerika Serikat, satu dari setiap tujuh orang
menderita salah satu jenis gangguan muskuloskeletal, yang menghabiskan biaya lebih dari 60
milyar dolar setahunnya. Biaya ini mencakup hilangnya penghasilan dan biaya pengobatan.
Penyakit sistem muskuloskeletal dapat dibagi menjadi dua golongan: penyakit sistemik dan
1

penyakit lokal. Pasien dengan penyakit sistemik, seperti artritis reumatoid, lupus eritematosus
sistemik, dan polimiosilis, dapat terlibat sakit kronis dengan kelemahan umum, nyeri dan
kaku sendi secara berkala. Pasien dengan penyakit lokal pada dasarnya merupakan individu
sehat yang menderita keterbatasan gerakan dan nyeri pada satu daerah tertentu. Yang
termasuk ke dalam kelompok ini adalah pasien yang menderita nyeri punggung, tennis elbow,
artritis, atau bursitis, dan juga fraktur. Di dalam makalah kali ini, akan dibahas mengenai
fraktur yang terjadi pada regio antebrachii dextra sepertiga tengah. Fraktur sendiri berarti
hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat
total maupun yang parsial. Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut pada subbab-subbab
berikutnya.1,2
Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung (auto
anamnesis) atau tidak langsung (allo anamnesis) untuk membantu mengarahkan masalah
pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Teknik anamnesis yang dipadukan dengan teknik
komunikasi dan empati akan membuka saluran komunikasi dan kepercayaan antar dokter dan
pasien. Sehingga pasien akan lebih patuh dalam mengonsumsi obat dan melakukan anjuran
dokter. 1
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetric dan ginekolog (khusus wanita), riwayat
penyakit dalam keluarga, anamnesis sistem dan anamnesis pribadi ( meliputi sosial ekonomi,
budaya, kebiasaan, dll). Pasien dengan sakit menahun, perlu dicatat pasang surut
kesehatannya, termasuk obat obatan dan aktivitas sehari-harinya.1
Dalam kasus ini, dokter melakukan anamnesis secara langsung dari pasien (auto
anamnesis). Anamnesis dimulai dengan memperkenalkan diri dan mempersiapkan
lingkungan yang nyaman dan kondusif. Riwayat kesehatan yang perlu dikumpulkan meliputi
(1) Identifikasi data meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa,
pekerjaan, pendidikan terakhir, dan status perkawinan; (2) Keluhan utama yang berasal dari
kata-kata pasien sendiri yang menyebabkan pasien mencari perawatan, harus disertai dengan
indikator waktu; (3) Riwayat penyakit sekarang meliputi perincian tentang sifat dan beratnya
serangan, lokalisasi dan penyebaran, hubungannya dengan waktu, hubungannya dengan
aktivitas, keluhan penyerta, keluhan pencetus, keluhan pemberat, riwayat perjalanan ke
daerah endemis, apakah ada saudara sedarah atau tetangga yang memiliki penyakit sama,
2

perkembangan penyakit, obat yang sudah dikonsumsi; (4) Riwayat kesehatan masa lalu,
apakah pernah dirawat di rumah sakit, apakah pernah di opname sebelumnya, riwayat
pemakaian alat seperti gastroskopi, foto thorax; (5) Riwayat keluarga, yaitu diagram usia dan
kesehatan, atau usia dan penyebab kematian dari setiap hubungan keluarga yang paling dekat
mencakup kakek-nenek, orang tua, saudara kandung, anak dan (6) Riwayat Pribadi dan Sosial
seperti aktivitas dan gaya hidup sehari-hari, situasi rumah dan orang terdekat, sumber stress
jangka pendek dan panjang, pekerjaan dan pendidikan.1
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuantemuan dalam anamnesis. Terkadang pemeriksaan fisik membuat pasien merasa tidak
nyaman, takut akan rasa nyeri, ditelanjangi secara fisik, oleh karena itu kita harus melakukan
pemeriksaan fisik dengan terampil dan professional disertai rasa empati. Teknik pemeriksaan
fisik berikut dengan pemeriksaan visual (inspeksi), periksa raba (palpasi), pemeriksaan ketok
(perkusi), dan Pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi).1
Pemeriksaan yang penting adalah (1) keadaan umum, perhatikan tingkat kesadaran,
amati raut wajah yang penting, berat badan dan postur tubuh, aktivitas motorik, kerapihan
dan kebersihan dirinya. (2) Tanda tanda vital, ukur tinggi, berat badan, tekanan darah, denyut
nadi dan pernapasan, serta suhu bila diperlukan. (3) Inspeksi, memeriksa observasi kulit
dilanjutkan dengan identifikasi adanya lesi, perhatikan lokasi, distribusi, susunan tipe, dan
warnanya. Kemudian kita harus melihat sistem yang lain, seperti kepala, mata, hidung,
tenggorok, rambut, leher, punggung, telinga, thoraks, payudara, aksila, nodus epitroklearis,
thoraks anterior dan paru, sistem kardiovaskular. (4) Palpasi untuk mengetahui adakah
berlaku pembesaran lien, ginjal, dan hepar. Pembesaran lien diukur dengan cara schuffner,
yaitu garis khayal yang menghubungkan tepi arcus costae kiri dengan umbilicus sampai ke
SIAS, dengan schuffner 1 dimulai dari kiri dan schuffner 4 di umbilical. (5) Perkusi, untuk
mengetahui bunyi organ dalam tubuh. (6) Auskultasi penting untuk mengetahui keadaan dan
frekuensi jantung serta iramanya. Adakah mempunyai bunyi tambahan, bradikardi atau
takikardia dan peristaltik usus.1,2
Diperoleh dari pemeriksaan fisik kesadaran = CM dan tanda-tanda vitalnya normal.
Terdapat luka pada regio cruris dextra sepertiga tengah bagian ventral dengan ukuran 10x2
cm. Tepi luka tidak rata, sudut luka tumpul, terdapat jembatan jaringan, tidak terdapat
pendarahan aktif. Penonjolan fragmen tulang dan ada deformitas dan menjadi lebih pendek.
3

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiografik menyatakan adanya awal cedera dan kemajuan proses
penyembuhan sebelumnya. Perbandingan dengan foto foto ekstremitas lain yang sehat
sering digunakan untuk melihat adanya perubahan tak terlihat pada ekstremitas yang sakit.3
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi
fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka
sebaiknya kita mempergunakan yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis. Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus
dibuat 2 foto tulang yang bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan
lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak
mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi yang tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa
bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Adakalanya
diperlukan proyeksi khusus, misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal
atau humerus proksimal.2,4
Tujuan pemeriksaan radiologis:

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.

Untuk konfirmasi adanya fraktur.

Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya.

Untuk menentukan teknik pengobatan.

Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.

Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler.

Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.

Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.2

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

Dua posisi proyeksi; dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-posterior dan


lateral.

Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi
yang mengalami fraktur.
4

Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota
gerak terutama pada fraktur epifisis.

Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah
tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu dilakukan foto pada
panggul dan tulang belakang.

Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid foto
pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari
kemudian.2

Working diagnosis
Diagnosis kerja atau working diagnosis untuk kasus ini ialah fraktur oblique tibia
dextra 1/3 tengah. Tibia merupakan salah satu tulang yang sering terpapar pada banyak jenis
trauma kendaraan, industri dan atletik dikarenakan permukaan anterior tibia yang terletak
subkutis di seluruh panjangnya. Maka, fraktur tibia sering merupakan fraktur. Juga
dikarenakan lokasinya yang subkutis, suplai darah ke tibia kurang daripada tulang lain, serta
infeksi dan penyatuan tertunda dan non-union lebih sering ditemukan.5
Etiologi
Fraktur dapat disebabkan karena terjadi cedera traumatik, fraktur patologik dan secara
spontan.3
Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :3
o

Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara
spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
di atasnya.

Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

o Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :3
o Tumor Tulang (Jinak atau Ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan
progresif.
5

o Infeksi (osteomielitis) : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai
salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
o Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
Secara Spontan
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan
orang yang bertugas dikemiliteran. 3
Patofisiologi
Jenis-jenis fraktur terdiri dari fractur complete, fraktur simple dan fraktur kompleks.
Fraktur complete adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran (bergeser pada posisi normal). Fraktur in complete, patah hanya terjadi pada
sebagian dari garis tengah tulang. Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan
robeknya kulit. Fraktur terbuka (fraktur kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit
atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.4
Fraktur terbuka digradasi menjadi 3 tipe, yaitu:4

Fraktur tipe I
Pada fraktur tipe atau derajat I, terdapat luka yang panjangnya kurang dari 1 cm dan
luka relatif masih bersih dengan sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali kontaminasi.
Luka dapat terjadi karena perforasi dari dalam keluar oleh salah satu ujung tulang yang
patah. Pola frakturnya sederhana, misalnya spiral atau oblik-pendek. Fraktur derajat I ini
umum disebabkan karena trauma dengan energi yang tidak begitu besar.

Fraktur tipe II
Pada fraktur tipe atau derajat II, ialah fraktur dengan laserasi kulit yang panjangnya
lebih dari 1 cm, atau berkisar antara 1-10 cm dengan adanya kerusakan kecil/tidak adanya
kerusakan pada jaringan lunak. Pada fraktur ini tidak dijumpai otot yang mati dan
ketidakstabilan fraktur berkisar dari sedang sampai parah.

Fraktur tipe III


Pada fraktur tipe atau derajat III, disertai dengan kerusakan jaringan lunak dan
biasanya juga disertai dengan perdarahan dengan/tanpa kontaminasi luka. Pola frakturnya
kompleks dengan instabilitas fraktur. Luka biasanya memiliki panjang lebih dari 10 cm.
Fraktur tipe III ke dalam 3 sub-tipe, yaitu:
6

Fraktur tipe IIIA


Biasanya dikarenakan oleh trauma/benturan dengan energi yang besar. Pada
fraktur tipe IIIA ini masih ada sejumlah jaringan lunak yang cukup untuk menutupi
fraktur. Fraktur tipe IIIA ini berupa fraktur segmental atau kominutif yang parah.

Fraktur tipe IIIB


Disertai dengan kehilangan jaringan lunak yang luas dengan tulang yang sudah
terekspos dan lapisan periosteal yang terbuka. Fraktur tipe IIIB ini umum disertai
dengan kontaminasi berat dan memerlukan donor jaringan untuk menutup luka.

Fraktur tipe IIIC


Fraktur terbuka apapun yang sudah menciderai pembuluh darah arteri dan
membutuhkan perbaikan segera.
Menurut Smeltzer, fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen

tulang, fraktur bergeser/tidak bergeser. Jenis ukuran fraktur adalah:5


1. Greenstick: fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
2. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3. Oblique: fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil
dibanding batang tulang).
4. Spiral: fraktur memuntir seputar batang tulang.
5. Communitive: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
6. Depresi: fraktur dengan tulang patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah).
7. Kompresi: fraktur di mana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
8. Patologik: fraktur yang terjadi pada bawah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
paget, metastasis tumor tulang).
9. Avulasi: tertariknya fragmen tulang dan ligamen atau tendon pada perlekatannya.
10. Impaksi: fraktur di mana fragmen tulang lainnya rusak.

Penatalaksanaan Medika Mentosa


Perlu dilakukan tata laksana terhadap nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur. Pada
keadaan tersebut pasien dapat diberikan paracetamol 500 mg hingga dosis maksimal 3000 mg
7

per hari. Langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid
seperti ibuprofen 400 mg, 3 kali sehari. Golongan narkotik hendaknya dihindari karena dapat
menyebabkan delirium.6
Penatalaksanaan Non-Medika Mentosa
Untuk fraktur sendiri, prinsip penatalaksanaannya adalah mengembalikan posisi
patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan fraktur (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan
sepenuhnya seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan
bentuknya kembali seperti bentuk semula (remodelling).7
Fraktur dapat ditangani sesuai dengan kondisi dari tulang. Imobilisasi dengan gips
merupakan penanganan pilihan pada fraktur lengan bawah kedua tulang yang tidak disertai
dislokasi dan fraktur ulna saja. Alatnya dengan stress sharing, dengan cara penyembuhan
tulang sekunder. Reduksi tertutup dan imobilisasi dengan long arm cast telah dipergunakan
untuk fraktur lengan bawah dengan dislokasi, tapi mungkin kurang memuaskan kecuali jika
reduksinya dapat dipertahankan dengan hati-hati. Gips harus memiliki cetakan interoseus
yang baik dengan potongan melintang berbentuk oval, bukan bulat, karena dapat membantu
mempertahankan ruang interoseus. Fraktur radius sepertiga distal harus dimobilisasi dalam
posisi pronasi (merelaksasikan tarikan deformasi m. pronator quadratus) untuk mencapai
kemungkinan terbaik kesegarisan yang dapat diterima. Long arm cast dipakai selama 4
minggu, dan kemudian diganti dengan short arm cast atau brace fungsional selama 2 minggu.
Durasi pemakaian gips dan imobilisasi adalah sekitar 6 sampai 8 minggu sebelum
menyambung.8
Kebanyakan fraktur lengan bawah, termasuk fraktur radius saja, fraktur kedua tulang,
dan fraktur yang disertai dislokasi caput radii atau destruksi articulatio radioulnaris distalis
memerlukan reduksi terbuka dan fiksasi interna. Alat yang digunakan adalah stess shielding
dan cara penyembuhan tulang primer.8
Pada fraktur monteggia, reduksi tertutup caput radii dapat dilakukan, diikuti dengan
pemasangan pelat untuk fraktur ulna. Reduksi simultan caput radii akan terjadi saat fraktur
corpus ulnae telah tereduksi secara anatomis dan terfiksasi. Bergantung pada stabilitas caput
radii setelah reduksi, imobilisasi pascaoperatif dapat bervariasi dari long arm cast sampai
brace fungsional.8
8

Pada fraktur galeazzi, radius direduksi secara anatomis dan difiksasi pada pelat.
Penanganan ini akan mengembalikan posisi articulatio radioulnaris. Long arm cast atau brace
fungsional mempertahankan lengan bawah pada posisi supinasi selama 4 minggu.
Penanganan kemudian diikuti dengan short arm cast selama 2 minggu berikutnya.8
Fraktur colles dan smith juga memiliki cara penanganan yang berbeda dengan fraktur
monteggia dan galaezzi. Cara pertama adalah dengan reduksi tertutup dan pemasangan gips,
yang merupakan penanganan fraktur yang tidak memerlukan fiksasi bedah. Cara ini
diindikasikan untuk pasien dengan fraktur tanpa dislokasi atau dengan dislokasi minimal
tanpa kominutif yang banyak. Radiograf pascareduksi harus memperlihatkan pemulihan
kemiringan palmar dan panjang radius. Secara umum, pasien berusia lebih dari 60 tahun
biasanya ditangani dengan short arm cast untuk mencegah kekakuan siku. Setelah
pemasangan long arm cast selama 3 sampai 6 minggu pertama, akan diteruskan dengan
pemasangan short arm cast. Long arm cast memberikan dukungan yang lebih baik untuk
fraktur kominutif tidak stabil serta memberikan kontrol rotasional dan kontrol nyeri yang
lebih baik. Fraktur tanpa lokasi dapat ditangani dengan short arm cast.8
Ada pula fiksator eksterna yang sangat berguna untuk fraktur kominutif, fraktur
dengan dislokasi yang tidak dapat ditangani dengan reduksi terbuka atau fiksasi interna. Alat
yang digunakan adalah stress-sharing dengan cara penyembuhan tulang sekunder, dengan
disertai pembentukan kalus. Kadang-kadang, pin perkutaneus atau fiksasi interna dapat
digunakan sebagai adjuvan fiksasi eksterna.8
Selain itu, bila frakturnya artikular dengan dislokasi, digunakan metode reduksi
terbuka dan fiksasi interna. Alat yang digunakan adalah stres-shielding untuk fiksasi pelat dan
stress-sharing untuk fiksasi pin. Cara penyembuhannya primer, jika tercapai fiksasi solid
dengan pelat sehingga tidak terbentuk kalus, cara penyembuhan sekunder jika fiksasi solid
tidak tercapai, atau pada pin perkutaneus. Gips pasca oprasi biasanya dianjurkan selama 2
sampai 6 minggu, bergantung pada stabilitas fiksasi.8
Komplikasi
Komplikasi patah tulang dapat dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini,
dan komplikasi lambat atau kemudian. Komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah
tulang atau segera setelahnya, komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian,

dan komplikasi kemudian terjadi lama setelah patah tulang. Pada ketiganya dibagi lagi
masing-masing menjadi komplikasi lokal dan umum sebagai berikut:7
1

Komplikasi segera:

Lokal:
Kulit: abrasi, laserasi, penetrasi
Pembuluh darah: robek
Sistem saraf: saraf tepi motorik dan sensorik
Otot

Umum:

Rudapaksa multipel

Syok: hemoragik, neurogenik

Komplikasi dini:

Lokal:
Nekrosis kulit, gangren, sindrom kompartemen, trombosis vena, infeksi sendi,
osteomielitis umum
Tetanus

Komplikasi lama:

Lokal:
Sendi: ankilosis fibrosa, ankilosis osal
Tulang: gagal taut, distrofi refleks, osteoporosis pascatrauma, gangguan
pertumbuhan, osteomielitis, patah tulang ulang
Otot/tendo: penulangan otot, ruptur tendon
Saraf: kelumpuhan saraf lambat

Umum:
Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur)

10

Prognosis
Prognosis pada fraktur tibia terbuka, semakin tinggi derajat cidera tulang yang terjadi
maka umumnya akan lebih sulit untuk diterapi, mengingat biasanya cidera tulang derajat
tinggi misalnya derajat III sering diiringi dengan adanya infeksi dan kegagalan penyatuan
tulang.9
Pencegahan
Pemeriksaan osteoporosis rutin yang merupakan salah satu upaya mencegah fraktur.
Digunakan obat-obat untuk mencegah fraktur apabila pasien menderita osteoporosis yaitu
obat-obat yang mengurangi resorpsi tulang seperti kalsium / vitamin D, bifosfat, dan/atau
terapi estrogen.10
Kesimpulan
Fraktur dapat dibedakan sesuai dengan jenis-jenis nya yang memiliki komplikasi dan
penatalaksanaan sesuai dengan jenis fraktur apa yang mengenai tulang tersebut. Komplikasi
juga dapat terjadi pada fraktur, dan semakin berat frakturnya makan prognosisnya pun akan
semakin buruk.

11

Daftar Pustaka
1

Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2006. h. 309.

Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif Watampone;
2007. h.355-61, 364-70.

Muscari ME. Keperawatan pediatric. Edisi ke 3. Jakarta : EGC; 2007. H.378.

Rasad S. Radiologi diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. h.314, 46.

Sabiston. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC;2006.p.384.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar


ilmu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 25-7, 31-2, 815, 822, 2650.

Sjamsuhidajat R, Jong WD, penyunting. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2008. h. 840-68.

Thomas MA. Terapi dan rehabiliasi fraktur. Jakarta: EGC; 2011. h. 158-81

Patel M. Open tibia fractures Medscape. 2011. Diakses tanggal : 27 Maret 2016
Diaksesdari:http://emedicine.medscape.com/article/1249761-overview#a010

10 Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. h. 381.

12

Anda mungkin juga menyukai