Anda di halaman 1dari 5

Bab 1.

Pendahuluan
1.1

Latar Belakang
Komoditi kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditi pertanian di

Indonesia. Salah satu olahan kelapa sawit adalah minyak sawit mentah atau Crude
Palm Oil (CPO). Potensi CPO Indonesia sangat besar dan mengalami peningkatan
tiap tahunnya. Pada tahun 2010 produksi minyak sawit (CPO) sebesar 22,50 juta ton,
meningkat menjadi 29,28 juta ton pada tahun 2014 atau terjadi peningkatan 30,14
persen.
CPO merupakan salah satu bahan baku pembuatan Fatty alcohol. Fatty
alcohol (Alkohol lemak) adalah alkohol alifatis yang merupakan turunan dari lemak
alam ataupun minyak alam. Alkohol lemak merupakan bahan dasar oleokimia dalam
pembuatan surfaktan dari minyak alami atau sintesis petrokimia dan digunakan
sebagai bahan baku primer pembuatan surfaktan karena bersifat biodegradable
(Baileys: 1996). Industri alkohol lemak di Indonesia masih terbatas sedangkan
surfaktan dibutuhkan dalam jumlah besar dan saat ini masih dipenuhi dari impor,
seperti yang disajikan pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Data Impor Surfaktan Indonesia
No

Tahun

2012

2013

2014

2015

2016

Jumlah (ton)
730,69

Nilai (US$)
1.642.371,083

965,21

1.938.587,583

944,13

1.854.974,417

1362,93

1.520.416,833

800,28

1.675.227,429

Sumber: BPS (2016).

Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa perkembangan impor surfaktan Indonesia pada
tahun 2012-2015, mengalami fluktuasi. Pada tahun 2012 Indonesia mengimpor
sekitar 730,69 ton dengan nilai US$ 1.642.371,083. Naik dibandingkan tahun

sebelumnya sebesar 965,21 ton yaitu sekitar US$ 1.938.587,583. Sedangkan tahun
2016 mengalami penurunan sebesar 800,28 ton dengan nilai US$ 1.675.227,429.

Adapun alkohol lemak dapat digunakan secara luas pada industri sebagai
berikut :

Plasticizer (C6-C10)
Detergen (C11 keatas)
Pengemulsi
Pelumas
Softener
Kosmetik , untuk pembuatan macam-macan cream
Makanan sebagai anti oksidan
Surfaktan
Bahan anti Busa
Parfum
Farmasi
1.2 Pentingnya mendirikan pabrik
Dengan semakin melonjaknya pertumbuhan manusia maka kebutuhan dalam
pemakaian detergen, softener, alat kosmetik dan lain-lain akan semakin meningkat.
Untuk itu dibutuhkan fatty Alkohol dalam jumlah banyak. Menurut data Frost and
Sullivan dalam Profil Industri Oleokimia Pada tahun 2014, diperkirakan untuk tahun
2022 konsumsi dunia untuk fatty alcohol meningkat sebesar rata-rata 4 persen
pertahun (Compund Annual Growth Rate (CAGR)).
Pertumbuhan konsumsi fatty alcohol tertinggi di Asia adalah di India dan
China. Pertumbuhan konsumsi fatty alcohol di India diperkirakan 10 persen pertahun,
jika pada tahun 2011 konsumsi fatty alcohol India adalah 76 ribu ton maka pada
tahun 2022 diperkirakan konsumsi fatty alcohol sebesar 235 ribu ton. Di China, pada
tahun 2011 konsumsi fatty alcohol sebesar 380 ribu ton maka pada tahun 2022

diperkirakan sebesar 878 ribu ton dengan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 8,9
persen. Di Eropa, pada tahun 2011 konsumsi fatty alcohol sebesar 653 ribu ton dan
pada tahun 2022 diperkirakan menjadi 736 ribu ton. Selengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 1.1

Gambar 1.1 Prediksi Konsumsi Fatty Alcohol Dunia tahun 2022 (Sumber : Frost and
Sullivan)
Ekspor fatty acid mempunyai kecenderungan menurun pada tahun 2011-2013,
pada tahun 2012 ekspor fatty acid mencapai 645,60 ribu ton menurun dibandingkan
pada tahun 2011 yang sebesar 685,52 ribu ton, dan pada tahun 2013 menurun lagi
sebesar 16,73 persen yaitu sebesar 537,37 ribu ton. Pada tahun 2013, ekspor fatty
alcohol sebesar 259,78 ribu ton, naik 41,63 persen dibandingkan tahun sebelumnya
yaitu sebesar 183,41 ribu ton. Gliserol juga mengalami kenaikan, jika pada tahun
2012 ekspor gliserol adalah sebesar 409,38 ribu ton, maka pada tahun 2013
meningkat menjadi 485,27 ribu ton. Sedangkan Biodiesel meningkat dari 1,32 juta
ton pada tahun 2012 menjadi 1,69 juta ton pada tahun 2013. Rata-rata pertumbuhan
ekspor fatty acid sebesar 3,52 persen, fatty alcohol sebesar 19,88 persen, gliserol

sebesar 43, 18 persen dan biodiesel sebesar 27,72 persen. Untuk selengkapnya
mengenai ekspor industri oleokimia dasar dan biodiesel dapat dilihat pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Perkembangan Ekspor Industri Oleokimia Dasar (Ribu Ton)
Komoditi
2010
Fatty Acid
516,11
Fatty Alcohol
156,13
Gliserol
170,86
Biodiesel
Total
843,10
Sumber: BPS, diolah Kemenperin

2011
685,52
188,13
291,20
1.164,85

2012
645,60
183,41
409,38
1.321,40
2.559,79

2013
537,57
259,78
485,27
1.687,68
2.970,30

Dibandingkan dengan ekspor, maka nilai impor industri oleokimia dasar dan
biodiesel lebih rendah. Namun demikian, nilai impor secara total dari oleokimia dasar
dan biodiesel meningkat dari tahun ke tahun. Total impor oleokimia dasar dan
biodiesel pada tahun 2013 adalah sebesar 48,65 ribu ton, meningkat dari tahun 2012
yang sebesar 27,87 ribu ton. Impor fatty Acid dan fatty alcohol meningkat, fatty acid
mengalami rata-rata kenaikan impor sebesar 118,93 persen karena kenaikan yang
cukup tajam dari tahun 2013 terhadap tahun 2012. Sedangkan fatty alcohol
mengalami kenaikan sebesar 22,54 persen per tahun, namun demikian pertumbuhan
tahun 2013 terhadap tahun 2012 untuk fatty alcohol terbilang cukup rendah dibanding
tahun sebelumnya yaitu 5,5 persen. Sementara itu, impor gliserol dan biodiesel
menurun, bahkan untuk tahun 2013, tercatat tidak ada impor biodiesel. Data
selengkapnya mengenai impor oleokimia dasar dan biodiesel dapat dilihat pada Tabel
1.2
Tabel 1.2 Perkembangan Impor Industri Oleokimia Dasar (Ribu Ton)
Komoditi
Fatty Acid
Fatty Alcohol
Gliserol
Biodiesel
Total

2010
5,45
11,45
7,79

2011
5,05
14,26
14,24

24,69

33,54

2012
5,62
19,26
2,53
0,10
27,87

2013
25,45
20,70
2,50
48,65

Sumber: BPS, diolah Kemenperin


Melihat semakin besarnya permintaan oleochemical, baik untuk pasar dalam
negeri maupun pasar international, membuat produsen oleochemical terus
meningkatkan kapasitas produksinya, sehingga pendirian pabrik fatty alcohol sangat
penting karna nilai jual yang lebih besar dapat memberikan keuntungan yang lebih
besar pula. Selain itu adanya pabrik akan menciptakan lapangan pekerjaan yang baru.

Anda mungkin juga menyukai