Produksi asam sitrat dalam bioreaktor CSTR menggunakan Aspergillus niger telah
dilakukan. Medium propagasi untuk inokulum terdiri dari Gula pasir; Ekstrak tauge 20%
(b/v); (NH4)2SO4; KH2PO4. Medium fermentasi terdiri dari Gula pasir 15% (b/v);
(NH4)2SO4 0,6% (b/v); KH2PO4 0,3% (b/v); pH medium fermentasi 6,0. Kondisi selama
fermentasi, yaitu suhu : 291oC; Agitasi 150 rpm dan lama proses fermentasi selama 5 hari.
Produksi asam sitrat tertinggi terjadi pada hari ke 5 sebesar 9,024 g/l. Kadar glukosa
meningkat sampai hari ke 3 (208, 75 g/l) kemudian menurun sampai hari ke 5 (101 g/l).
Sedangkan konsentrasi biomassa tertinggi pada hari ke 3 (16,8079 g/l) dengan laju
pertumbuhan spesifik sebesar 0.165/hari. Koefisien Y x/s = 0.054 g biomassa/ g glukosa;
koefisien Y p/x = 0.91 g asam sitrat/ g biomassa, sedangkan koefisien Y p/s = 0,023 g asam
sitrat/ g glukosa.
PENDAHULUAN
Asam sitrat adalah asam organik yang secara alami terdapat pada buah-buahan seperti
jeruk, nenas dan pear. Asam sitrat pertama kali diekstraksi dan dikristalisasi dari buah jeruk,
sehingga asam sitrat hasil ektraksi dari buah-buahan ini dikenal sebagai asam sitrat alami.
Wehner (1893) pertama kali melaporkan produksi asam sitrat sebagai hasil sampingan
pada fermentasi produksi asam oksalat dengan menggunakan Penicillium glaucum. Tahun
1917, Currie juga melaporkan bahwa Aspergillus niger dapat menghasilkan asam sitrat pada
medium pH rendah dengan kadar gula tinggi. Sejak saat itu asam sitrat diproduksi secara
komersial dengan menggunakan kapang A. niger.
Dewasa ini telah diketahui banyak jenis kapang yang dapat menghasilkan asam sitrat,
seperti A. niger, A. awamori, A. fonsecaeus, A. luchuensis, A. wentii, A. saitoi, A. flavus, A.
clavatus, A. fumaricus, A. phoenicus, Mucor viriformis, Ustulina vulgaris dll. Selain kapang,
beberapa
bakteri
memproduksi
asam sitrat,
diantaranya:
menggunakan media cair maupun media padat. Fermentasi sistem terendam lebih sulit
dilakukan dibandingkan prosedur permukaan, tetapi dapat dilakukan secara curah, proses
curah terumpani, atau sinambung. Fermentasi curah digunakan untuk substrat glukosa, dan
curah terumpani lebih layak diterapkan untuk untuk tetes tebu. Biakan sinambung mempunyai
produktivitas yang lebih tinggi (Mangunwidjaja & Suryani, 1994).
Produksi asam sitrat pada proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah jenis media, pH media, waktu fermentasi, suhu, aerasi, dan
mikroorganisme yang digunakan. Faktor yang paling menentukan adalah media tumbuh
(substrat) dan mikroorganisme yang digunakan (Friedrich et al., 1994).
Pada umumnya hasil samping pertanian dan perkebunan seperti jerami padi, onggok,
bagas, dan kulit kakao masih mengandung lignoselulosa. Limbah ini masih mengandung pati,
protein, lemak, dan senyawa kimia lainnya. Dengan teknologi fermentasi, hasil samping ini
dapat dimanfaatkan lebih lanjut menjadi produk lain yang berguna seperti pangan, pakan
ternak, pelarut organik, asam-asam organik seperti asam sitrat dan lain-lain (Judoamidjojo et
al., 1989).
TUJUAN
Percobaan bertujuan untuk mempelajari produksi asam sitrat pada proses fermentasi
menggunakan A. niger dan merancang reaktor yang tepat.
METODOLOGI
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini:
1. Mikroorganisme : Aspergillus niger berumur 5 hari.
2. Medium propagasi untuk inokulum terdiri dari:
a. Gula pasir 15 gram
b. Ekstrak tauge 20% (b/v) 11 ml
c. (NH4)2SO4 450 mg
d. KH2PO4 225 mg
Semuanya bahan kemudian dilarutkan dalam 100 ml akuades, pH 6,0
3. Medium fermentasi terdiri dari:
a. Gula pasir 15% (b/v)
b. (NH4)2SO4 0,6% (b/v)
c. KH2PO4 0,3% (b/v)
d. pH medium fermentasi 6,0
4. Kondisi fermentasi :
a. Suhu : 291oC
b. Agitasi 150 rpm
c. Lama 5 hari
Alat yang digunakan adalah
1. Spektrofotometer
2. Tabung reaksi
3. Gelas ukur
4. Timbangan
5. Vortex
6. Erlenmeyer
7. Labu ukur
8. Pipet
9. Kertas Ph
10. Shaker
11. Autoklaf
12. Kertas saring
13. Oven
14. Alat titrasi dan alat vakum.
Prosedur kerja:
1. Membuat media propagasi dengan komposisi yang sudah ditentukan. Namun, gula
dipisahkan dari bahan lainnya. Lalu semua bahan disterilisasi pada suhu 121oC selama 15
menit dan dinginkan.
2. Melakukan inokulasi dengan suspensi spora A.niger sebanyak 2% (v/v). Selanjutnya hasil
inokulasi pada media propagasi yang telah diinkubasi ini disebut inokulum.
3. Kemudian lakukan inkubasi pada incubator goyang pada suhu 291oC (suhu kamar)
selama 24 jam.
4. Bioreaktor tangki pengaduk (CSTR) yang akan digunakan juga dilakukan sterilisasi.
5. Membuat media fermentasi dengan komposisi yang telah ditentukan dalam Erlenmeyer
1000 ml dengan melarutkan 900 ml media dan inokulum 100 ml. Namun gula dan bahan
lainnya dpisahkan. Kemudian disterilisasi pada suhu 121oC, 15 menit dan dinginkan.
6. Kemudian melakukan inokulasi inokulum.
Total Asam=
HASIL
Produksi asam sitrat meningkat selama proses fermentasi dan maksimum sebesar
9,024 g/l pada hari ke 5. Kadar glukosa meningkat sampai hari ke 3 (208, 75 g/l) kemudian
menurun sampai hari ke 5 (101 g/l). Sedangkan konsentrasi biomassa tertinggi pada hari ke 3
(16,8079 g/l) (Tabel 1 & Gambar 1) dengan laju pertumbuhan spesifik sebesar 0.165/hari
(Gambar 2). Koefisien Y x/s = 0.054 g biomassa/ g glukosa, nilai ini menunjukkan bahwa dalam 1
gram glukosa terbentuk 0,054 g biomassa. Koefisien Y p/x = 0.91 g asam sitrat/ g biomassa, nilai
ini menunjukkan bahwa dalam 1 gram biomassa terbentuk 0,91 g asam sitrat. Koefisien Y p/s =
0,023 g asam sitrat/ g glukosa, nilai ini menjunjukkan bahwa dalam 1 g glukosa terbentuk 0,023
asam sitrat (Gambar 3-5).
2
pH
0
1
2
3
4
5
4,5
2
2
2
2
2
glukosa
(g/l)
57,25
151,75
158,5
208,75
160,75
101
asam sitrat
(g/l)
0
2,496
4,608
5,952
6,912
9,024
ln biomassa
1,851649
2,442197
2,738107
2,821851
2,771427
2,797633
PEMBAHASAN
pH medium
pH medium dalam proses fermentasi sangat penting. Pada proses awal fermentasi
diketahui bahwa pH medium sebesar 4,5 kemudian menurun pada hari ke 2 sampai ke 5 sebesar
2,0 (Gambar 6). Pada awal fermentasi merupakan awal saat spora mulai terbentuk untuk memulai
germinasi. Sedangkan selama proses fermentasi untuk produksi asam sitrat diperlukan pH 2. pH
yang rendah akan mengurangi resiko kontaminasi pada saat fermentasi oleh mikroorganisme lain.
pH yang rendah juga menghambat produksi dari asam organik yang tidak diinginkan (misalnya
asam glukonat, asam oksalat) dan hal ini membuat perbaikan asam sitrat dari media cair.
Pengambilan amonia dalam proses germminasi spora menyebabkan dilepaskannya proton pada
pH rendah setelah fase germinasi terbentuk. Menurut Papagianni (1995), meningkatnya pH
menjadi 4,5 selama fase produksi akan menurunkan hasil asam sitrat sampai 80%.
pH pada media juga mempengaruhhi produksi asam sitrat dari A. niger karena beberapa
enzim yang berperan dalam siklus TCA sensitif terhadap pH. pH yang rendah selama fermentasi
untuk produksi asam sitrat yang optimal diperlukan pH sekitar 2. Jika kondisi tersebut tidak
diperoleh hasil produksi akan berkurang (Mattey, 1992). Papagianni (1995) & Papagianni et al.
(1999) melaporkan bahwa pH mempengaruhi morfologi dan produktivitas asam sitrat dari A.
niger dari hasil data kuantitatif. Morfologi dengan agregat yang kecil dan filament yang pendek
berkaitan dengan meningkatnya produksi asam sitrat pada pH sekitar 2,0 0,2. Pada pH 1,6
morfologi akan berkembang abnormal (bulbous hyphae) dan produksi asam sitrat akan menurun
secara drastis. Pada pH 3,0 agregat mempunyai bentuk perimeter yang lebh panjang dan terbentuk
asam oksalat.
menyeluruh. Nilai pH optimum sekitar 1,7 2,0. Jika pH lebih tinggi (alkalis) menyebabkan
pembentukan asam asam oksalat dan glukonat dalam jumlah banyak. Karenanya pengendalian
kondisi proses secara cermat merupakan prasyarat untuk mempertahankan keteraturan metabolik
dan mendukung pembentukan asam sitrat yang lebih banyak. Kondisi yang sesuai tersebut
memungkinkan stimulasi glikolisis untuk penyediaan aliran karbon yang tidak terbatas ke dalam
metabolisme antara. Akumulasi sitrat selanjutnya tergantung pada pemasokan oksaloasetat
(Mangunwidjaja & Suryani 1994).
Mangunwidjaja & Suryani (1994) juga menjelaskan bahwa kekurangan mangan akan
menurunkan aktivitas enzim dalam siklus asam trikarboksilat yang diikuti oleh penurunan
anabolisme. Gangguan metabolisme ini menyebabkan perbedaan tingkat ion amonium
intraselluler yang dapat membantu menghilangkan penghambatan enzim fosfofruktose oleh sitrat.
Mangan juga terlibat dalam biokimia permukaan sel dan morfologi hifa. Kebutuhan oksigen yang
tinggi memungkinkan reoksidasi sitoplasma NADH tanpa pembentukan ATP dan melibatkan
suatu cabang respirasi alternatif yang berbeda dari rantai respirasi normal.
Sumber karbon dalam proses fermentasi
Pada proses fermentasi ini, sumber gula yang digunakan adalah sukrosa. Sukrosa akan
dipecah menjadi fruktosa dan glukosa. Dari hasil pengamatan (Gambar 6), diketahui bahwa kadar
glukosa meningkat sampai hari ke-3, baru kemudian menurun sampai hari ke-5. Sel akan
memasukkan fruktosa dan glukosa ini dari luar sel ke dalam sel melalui mekanisme hidrolisis
invertase sukrosa (Boddy et al., 1993; Rubio & Maldonado, 1995). Menurut Kubicek dan Rohr
(1989) sukrosa baik untuk dijadikan sebagai sumber glukosa oleh A. niger karena memiliki ikatan
intervase mycelium ekstraselular yang kuat dan aktif pada pH rendah sehingga hidrolisis sukrosa
relatif lebih cepat. Gupta et al. (1976), Hossain et al. (1984) dan Xu et al. (1989) melaporkan
keunggulan penggunaan sukrosa dari pada glukosa dan fruktosa pada proses fermentasi asam
sitrat.
Aerasi
Industri produsen asam sitrat sejak lama tengah mengetahui bahwa variasi dalam laju
aerasi memiliki efek buruk bagi perolehan produksi. Jika laju aerasi tertalu tinggi (contohnya
kondisi yang biasa terjadi pada skala laboratorium), tekanan parsial dari CO 2 terlarut dalam
medium dapat menjadi rendah. Karbondioksida penting sebagai substrat bagi enzim piruvat
karboksilase yang memulihkan kembali cadangan oksaloasetat yang menjadi substrat sitrat
sintase. Co2 yang memadai dihasilkan dari reaksi piruvat dekarboksilase untuk mencukupu
kebutuhan stoikiometrik dari reaksi piruvat karboksilase, akan tetapi aerasi yang berlebihan
berakibat pada hilangnya CO2 (Papagianni, 2007).
McIntyre & McNeil (1997) dalam Papagianni (2007) menunjukkan bahwa kadar CO 2
yang meningkat dalam gas yang disemburkan memiliki efek buruk terhadap konsentrasi sitrat
akhir dan konsentrasi biomassa akhir. Efek oksigen terlarut telah banyak dipelajari secara
terperinci. Tekanan oksigen terlarut (DOT) yang menurun bahkan dalam rentang waktu yang
pendek dapat menyebabkan perubahan ireversibel dalam produksi asam sitrat (Kubicek et al.,
1980). A. niger diketahui menggunakan dua jalur respirasi yang berbeda dalam produksi asam
sitrat. Sintesis asam sitrat bergantung pada jalur sensitive sianida selama fase akhir fermentasi.
Baik pertumbuhan maupun awal produksi asam sitrat bergantung pada respirasi yang sensitif
terhadap asam salisilhidroksamat (SHAM = salicylhydroxyamic acid). Bypass sensitive SHAM
dihasilkan di akhir tropofase, dan komponen ubiquinol oksidase alternatif dari ini telah
ditemukan.
Keberadaan dari bypass-bypass ini dan arti pentingnya terhadap produksi asam sitrat
bukanah hal yang terjadi bersamaan. Produksi ATP pada tingkat substrat melalui glikolisis
kemungkinan mencukupi kebutuhan energy sel dan hanya ada sedikit kebutuhan akan ATP yang
lebiih banyak untuk dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif NADH. Konsentrasi ATP internal
yang tinggi memiliki efek penghambatan bagi enzim-enzim glikolisis, sehingga, enzim oksidase
alternatif untuk mendaur kembali NADH untuk glikolisis selanjutnya tampaknya menjadi
komponen ensial untuk mempertahankan aliran yang tinggi melalui jalur glikolisis.
Rancangan Bioreaktor CSTR untuk Produksi Asam Sitrat
Skema bioreaktor tangki teraduk (stirred tank bioreactor = STR) yang digunakan untuk
kultivasi mikrobial pada Gambar 8 :
Bioreaktor skala laboratorium dengan volume kurang dari 10 L terbuat dari gelas
Pyrex
Bioreaktor yang lebih besar terbuat dari stainless stell
Bentuk geometri hampir silindris atau mempunyai bentuk dasar melengkung untuk
membantu pencampuran (mixing) isi bioreaktor.
Mempunyai konstruksi berukuran (dimensi) standar (e.g. International Standards
Organization dan British Standards Institution) yang memperhitungkan keefektifan
pencampuran dan konsiderasi struktur.
Ht : Tinggi bioreaktor
L : Lebar bilah Impeller;
W : Tinggi bilah Impeller
E : Jarak antara pertengahan bilah impeller
Tabel 2. Perbandingan geometri bioreaktor tangki teraduk
Volume Headspace
Suatu bioreaktor terbagi menjadi : volume kerja (working volume) dan volume head-
space.
Volume kerja : fraksi volume total yang dipakai media, mikroba dan gelembung gas
volume yg tersisa = head-space.
Umumnya volume kerja : 70-80 % volume bioreaktor, tergantung busa yang terbentuk
Bila banyak busa yang terbentuk, maka dibutuhkan headspace lebih besar dan volume
kerja yang lebih kecil
Sistem agitasi
Sistem pemasokan oksigen
Sistem Pengendalian Busa
Sistem Pengendalian Suhu
Sistem Pengendalian Ph
Lubang (port) pengambilan sampel
Sistem Pembersihan dan Sterilisasi
Saluran untuk mengumpulkan dan mengeluarkan isi bioreaktor
Sistem Agitasi
Baffle digunakan untuk memecah aliran cairan dalam rangka meningkatkan turbulensi
dan efisiensi pencampuran. Jumlah impeller tergantung dari tinggi cairan dalam
bioreaktor. Tiap impeller terdiri dari 2-6 bilah (blade). Kebanyakan kultivasi mikroba
menggunakan Rushton turbine impeller.
Sistem Pengaliran Udara
Terdiri dari :
o Kompressor yang menekan udara masuk ke dalam bioreaktor
o Sistem sterilisasi udara masuk (inlet)
o Sparger udara
Sterilisasi Udara
o Sterilisasi udara masuk mencegah kontaminasi mikroba dari udara yang masuk ke
dalam bioreaktor
o Sterilisasi pada udara keluar mencegah kontaminasi udara terhadap mikroba dari
dalam bioreactor
Metode umum untuk sterilisasi adalah filtrasi :
o Bioreaktor kecil (volume kurang dari 5 L) menggunakan membran Teflonberbentuk
cakram (disk).
o Bioreaktor laboratorium skala besar (sampai 1000 L), digunakan "pleated membrane
filter"yang dilekatkan pada polypropylene cartridges luas permukaan untuk
filtrasi udara lebih besar, sehingga menurunkan tekanan yang dibutuhkan untuk
melewatkan udara melalui filter
Disain dan Operasi Agitator
Agitator diklasifikasikan mempunyai karakteristik radial dan axial
Aliran radial
aliran cairan mengikuti jari-jari tangki bioreaktor
Gaya geser lebih besar yang efektif untuk memecah gelembung udara, tapi kurang
efisien & membutuhkan input energi lebih besar.
Menggunakan dua atau lebih bilah impeller yang dipasang secara vertikal
DAFTAR PUSTAKA
Bizri, N.J. dan A.L. Wahem. 1994. Citric Acid and Antimicrobials Affect Microbiological
Stability and Quality of Tomato Juice. J. of Food Science 59 (1) : 130-134
Boddy L.M., T. Berges, C. Barreau, M.H. Vainstain, M.J. Johnson dan D.J. Balance. 1993.
Purification and characterisation of an Aspergillus niger invertase and its DNA
sequence. Curr Genet 24: 606.
Broekhuijsen M.P, I.E. Mattern, R. Contreras, dan J.R. Kinghorn. 1993. Secretion of
Heterologons Protein by Aspergillus niger. J.Biotech. 31 : 135-145
Friedrich J., A. Cimerman, dan W. Steiner. 1994. Concomitant Biosynthesis of Aspergillus
niger Pectolytic Enzymes and Citric Acid on Sucrosa. J. Enzym and Microbial
Technology 16 : 703-710
Gupta J.K., L.G. Heding dan O.B. Jorgensen. 1976. Effect of sugars, hydrogen ion
concentration and ammonium nitrate on the formation of citric acid by Aspergillus
niger. ActaMicrobiol Acad Sci Hung 23: 637.
Hang Y.D, D.F. Splittstoessitr, R.E.E. Woodams, dan R.M. Sherman. 1977. Citric Acid
Fermentation of Brewery Waste. J. of Food Science. 42 (2) : 383-388
Hossain M., J.D. Brooks dan I.S. Maddox. 1984. The effect of the sugar source on citric acid
production by Aspergillus niger. Appl Microbiol Biotechnol 19: 3937.
Ji L.N., X.R. Zhao, dan H.Y. Yang. 1992. Effects of Trace Elements on Citric Acid Fermentation
by Aspergillus niger and Treatment of cane Molasses as Raw Material. J. Industriall
Microbiology 22(2) : 16-21
Judoamidjojo M, E.G. Sa'id, dan L. Hartoto. 1989. Biokonversi. PAU-BIOTEK. IPB. Bogor
Judoamidjojo M., A.A. Darwis dan E.G. Sa'id. 1992. Teknologi Fermentasi. CV.Rajawali pers.
Jakarta
Kubicek C.P. dan M. Rhr. 1989. Citric acid fermentation. Crit Rev Biotechnol 4: 33173.
Mangunwidjaja D. dan A. Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. Penebar Swadaya. Jakarta
Mattey M. 1992. The production of organic acids. Crit Rev Biotechnol 12:87132.
Okada, G. 1985. Purification and Properties of a Cellulase from Aspergillus niger. J. Biochem. 49
(5) : 1257-1265.
Papagianni M, M. Mattey, M. Berovic dan B. Kristiansen. 1999. Aspergillus niger morphology
and citric acid production in submerged batch fermentation: effects of culture pH,
phosphate and manganese levels. Food Technol Biotechnol 37:16571.
Papagianni M. 1995. Morphology and citric acid production of Aspergillus niger in submerged
culture. PhD Thesis, University of Strathclyde.
Papagianni M. 2007. Advances in citric acid fermentation by Aspergillus niger: Biochemical
aspects, membrane transport and modeling. Biotechnology Advances 25 (2007) 244263.
Rubio M.C. dan M.C. Maldonado. 1995. Purification and characterisation of invertase from
Aspergillus niger. Curr Microbiol 31:803.
Wehner. 1893 dalam Rusmana I. 2005. Petunjuk Praktikum Bioteknologi Mikrobia. FMIPA IPB.
Bogor.