Anda di halaman 1dari 31

PERAN ODONTOLOGI FORENSIK DALAM

IDENTIFIKASI KORBAN
IDENTIFIKASI KORBAN SECARA OF
Pemeriksaan dental forensik :
Analisis dental record
Pengumpulan data dental: ante mortem dan post mortem
Radiografi forensik
Fotografi forensik
Superimposition

1. Analisis Dental Record

Gigi merupakan salah satu sarana identifikasi yang dapat dipercaya khususnya
bila rekaman data gigi dan roentgen foto gigi semasa hidup disimpan secara
baik dan benar.
Informasi yang dapat diperoleh dari gigi :
Umur, ras, jenis kelamin, golongan darah, cirri-ciri khas, dan bentuk wajah / raut
muka korban.

Tujuan pembuatan rekam medik gigi (dental record) yaitu:


Tujuan umum
Untuk mengetahui keadaan gigi geligi seseorang
Tujuan khusus
Sebagai catatan mengenai keadaan gigi dan keluhan pasien saat datang,
diagnosa dan perawatan yang dilakukan pada setiap kunjungan.
Sebagai dasar untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan pada
kunjungan berikutnya.
Catatan mengenai sejarah penyakit, perawatan sebuah gigi, tindakan yang
telah atau pernah dilakukan pada sebuah gigi, sehingga dapat membantu
diagnosa dan rencana perawatan selanjutnya
Catatan mengenai keadaan umum pasien yang perlu diperhatikan, yang
perlu di pertimbangkan dalam keputusan perawatan/pengobatan.
Sebagai data resmi / legal untuk pertanggungjawaban doktr gigi atas segala
tindakan perawatan dan pegobatan yang telah dilakukan.
Gambaran mengenai kondisi kesehatan gigi pasien secara keseluruhan
Sebagai sumber data untuk keperluan identifikasi jika diperlukan
Bila terjadi bencana atau kematian yang memerlukan identifikasi khusus maka
rekam medis ini dapat digunakan sebagai ante mortem. Ante mortem (data gigi
pra kematian) adalah keterangan tertulis dan catatan atau gabungan dalam
kartu perawatan gigi (dental record) dilengkapi dengan keterangan dari keluarga
atau orang terdekat dengan korban mengenai keadaan gigi-geligi korban.
Nomenklatur Gigi :
Disarankan menggunakan 2 digit dari FDI (Federation Dentaire Internationale)
atau Interpol (International Police).

2. Pengumpulan Data ante mortem dan post mortem

Identifikasi dengan sarana gigi dilakukan dengan cara membandingkan antara


dua data gigi yang diperoleh dari pemeriksaan gigi orang atau jenazah tak
dikenal (data postmortem) dengan data gigi yang pernah dibuat sebelumnya
dari orang yang diperkirakan (data antemortem).
Data gigi yang pernah dibuat sebelumnya (data antemortem) merupakan syarat
utama untuk melakukan identifikasi dengan cara perbandingan ini.
Pemeriksaan postmortem :
Bukti/bahan dental postmortem didapatkan dari :
Fotograf
Foto diambil meliputi gambaran menyeluruh kepala dan wajah. Gambaran
bidang oklusal maxilla dan mandibula, gambaran patologis dan temuan
restorasi. Setelah itu dilakukan dental impression dan jaw resection.
Radiograf
Perbandingan radiograf antemortm dan post mortem merupakan metode
yang akurat untuk mengidentifikasi jenazah. Penemuan bentuk khas
restorasi, PSA, ujung apeks, morfologi dan pola sinus dan tulang rahang
dapat diidentifikasi hanya dengan pemeriksaan radiograf.

Radiograf antemortem memiliki nilai perbandingan yang berharga. Bila tidak


terdapatdata antemortem, chart postmortem korban dapat digunakan untuk
perbandingan dengan data antemortem lainnya yang tersedia. Jika radiograf
antemortem masih ada,maka dilakukan pembuatan radiograf postmortem
dengan angulasi yang sama.
Charting technique (odontogram)
Dilakukan dengan mengisi chart dan dskripsi tertulis dari struktur gigi dan
radiograf. Setiap gigi dan struktur di sekitarnya diperiksa. Meskipun restorsi
gigi diperiksa secara signifikan, gambaran oral lainnya juga ikut diperiksa.
Hal ini memiliki peran penting untuk kasus dengan restorasi minimal.

Pemeriksaan gigi post-mortem;


Gigi yang ada dan yang tidak ada. Bekas gigi yang tidak ada apakah baru
atau lama
Gigi yang ditambal, jenis bahan dan klasifikasi tambalannya
Anomali bentuk dan posisi gigi
Karies atau kerusakan gigi yang ada
Jenis dan bahan restorasi, perawatan rtehabilitasi yang mungkin ada; crown,
bridge, basis orthodonti, gigi protesa, dsb.
Atrisi atau keausan yang sebanding dengan usia
Gigi M3 sudah tumbuh atau belum
Kepala yang tinggal tengkorak dapat diperiksa langsung setelah dibersihkan.
Rahang yng lepas mudah diperiksa dengan cermat, bila perlu dipotret atau
dibuat foto roentgennya. Apabila kepala rusak akibat kekerasan, maka luka-luka
perlu diperiksa dengan cermat dan teliti.

Pemeriksaan data antemortem


Data antemortem biasanya didapat dari kepolisian, coroner dan medical
examiner. Berupa :
Dental record
Foto Roentgen gigi
Cetakan gigi
Prothesis gigi atau alat orthodonsi
Foto close up muka atau profil daerah mulut dan gigi
Identifikasi dengan cara membandingkan data ini akan dapat member hasil
identifikasi hingga tingkat individual,dapat menunjuk siapa orang yang
diidentifikasi tersebut.Dengan cara membandingkan data akan diperoleh 1 dari
4 situasi berikut ini :
Identifikasi positive; item/bahan perbandingan antemortem dan postmortem
memiliki database khas dan tidak terdapat perbedaan hasil observasi
Identifikasi
kemungkinan;
adamya
kesamaan
antara
item/bahan
perbandingan antemortem dan postmortem. Namun beberapa informasi
hilang atau kualitas item yang buruk sehingga tidak bisa dikembangkan
menjadi positive identification
Bahan bukti identifikasi tidak cukup ; bahan bukti penunjang tidak cukup
tersedia untuk perbandingan dan identifikasi definitive namun identitas
korban tidak ditemukan
Eksklusi; bahan/bukti antemortem dan post-mortem sepenuhnya tidak sesuai
Kekurangan dari pemakaian metode perbandingan data ante mortem dan post
mortem ini adalah
sering dijumpai kesulitan untuk mendapatkan data antemortem; belum
semua orang memiliki arsip data gigi dengan baik dan eadaan gigi setiap
orang dapat berubah karena proses tumbuh kembang, kerusakan dan
perawatan
Restorasi gigi dapat terlepas atau meleleh pada suhu tinggi. Acrilic meleleh
dibawah suhu 540C, emas dan amalgam meleleh dibawah suhu 870C dan
porselen meleleh di bawah temperature 1100 C. Terkadang temperature
ekstrem jugamengakibatkan gigi exploded atau shrunken (menyusut)
Post Mortem Dental Profiling
Bila tidak terdapat data ante mortem, identifikasi dilakukan dengan
merekonstruksi data gigi post mortem, yaitu menilai data-data gigi yang
diperoleh dari hasil pemerikasaan jenzah atau kerangka untuk
memperkirakan umur (melalui pola waktu erupsi dan derajat atrisi gigi),ras,
cirri-ciri khas gigi.
Digunakan jika catatan ante mortem tidak tersedia dan jenazah tidak dapat
diidentifikasi dengan metode lain
Cara ; membatasi kelompok populasi mana yang menyerupai jenazah
kemudian menambahkan kemungkinan dari dental record antemortem
setempat
Post mortem dental profiling ini akan memberikan gambar perkiraan usia,
ras, jenis kelamin dan

3. Radiografi ilmu kedokteran gigi

radiografi berfungsi untuk melihat dan memantapkan rekonstruksi yang telah


dilakukan pada temuan-temuan organ tubuh manusia apabila terpecah-pecah
atau patah-patah.
Dalam merekonstruksi, hal yang dilakukan, yaitu:
pertama kali adalah merekonstruksi gigi geligi ke dalam soket tulang alveolar
dan akurasinya harus dilakukan dengan roentgenografi periapikal. Apabila
seluruh akar pas tertanam ke dalam soket tulang alveolar, maka
rekonstruksinya telah benar. Akan tetapi bila hanya servikal saja yang pas
pada soket tulang alveolar, sedangkan ujung akarnya pada roentgenogram
terlihat mengambang maka rekonstruksi ini tidak tepat dan harus dilakukan
rekonstruksi dengan gigi lain.
Kemudian, setelah hasil rekonstruksi gigi geligi rahang atas maupun bawah
selesai maka dilakukan rekonstruksi tulang rahang. Apabila tidak ditemukan
pecahan-pecahan tulang rahang maka haruslah dilakukan rekonstruksi
dengan menggunakan wax atau bubur koran bekas dengan menggunakan
perekat sagu yang dijadikan satu drum penampungan koran bekas, setelah
mongering penyambungan region-regio tulang rahang yang hilang maka
dengan menggunakan cutter dan amplas dibentuk anatomi dari rahangrahang tersebut. Apabila tidak ditemukan processus condyloideus maupun
processus coronoideus maka harus dilakukan pembentukan processus
tersebut dengan menggunakan wax atau lumatan koran bekas tersebut.
Setelah rekonstruksi gigi selesai dan tulang rahang selesai maka dicekatkan
ke tulang tengkorak, kemudian dilakukan pula rekonstruksi tulang-tulang
muka (tulang facial).
Rekonstruksi wajah yang dilakukan tersebut penting dilakukan untuk
mengidentifikasi wajah dan tulang kepala dalam membentuk sketsa korban
yang lengkap. Setelah wajah selesai direkonstruksi, harus dilakukan
roentgenografi proyeksi posterior anterior, lateral tulang tengkorak, lateral
tulang muka, dan panoramik.

4. Fotografi Forensik

Fotografi forensik adalah seni menghasilkan reproduksi yang akurat dari TKP
atau lokasi kecelakaan untuk kepentingan pengadilan atau untuk membantu
dalam penyelidikan. Ini adalah bagian dari proses pengumpulan bukti.
Fotografer forensik harus mampu menghasilkan rekaman visual yang permanen
dari adegan kecelakaan dan kejahatan yang digunakan sebagai bukti di
pengadilan. Mereka juga harus mampu menghasilkan rekaman terperinci dari
semua bukti yang tersedia di lokasi, termasuk ikhtisar foto serta gambar akurat,
bekas sidik jari, jejak kaki, percikan darah, lubang peluru, dan bukti-bukti unik
lainnya di tempat kejadian.
Fotografi merupakan metode yang paling signifikan dalam memberikan bukti
fisik dari bentuk luka pada kulit. Kebutuhan dari bentuk luka pada kulit harus
akurat, dan akan digunakan oleh dokter gigi, pathologist, law enforcement, dan
sistem legal.

5. Superimposition

Superimposisi Cranio Facial adalah suatus sistem pemeriksaan untuk


menentukan jati diri seseorang dengan membandingkan foto korban/rekaman
video semasa hidupnya (ante mortem) dengan tengkorak/ jenazah korban yang
ditemukan kemudian (post mortem).
Prinsip kerjanya yaitu dengan cara membandingkan titik anatomis dalam
wajah/tengkorak yang tidak bisa berubah/diubah kemudian ditumpangtindihkan/
superimposed (dengan teknik-teknik tertentu dan alat-alat tertentu yang disebut
skull mounting & orientation device (SMOD). Teknik ini dapat dilakukan pada
jenazah dan orang yang masih hidup.
Untuk melakukan hal ini, diperlukan seorang yang setidaknya memiliki
pengetahuan anatomi tubuh secara baik, misalnya dokter/dokter gigi. Titik-titik
yang terdapat pada kepala dan leher post mortem dicocokkan dengan yang ada
pada fotografi ante mortem. Oleh karena itu, kemampuan untuk mengetahui
titik-titik anatomis sangatlah diperlukan pada teknik ini.

Identifikasi Golongan Darah Melalui Saliva


Identifikasi golongan darah korban melalui saliva haruslah di buat sediaan ulas
pada TKP maupun pada korban yang masih terdapat air liur baik masih basah
maupun sudah kering. Identifikasi ini haruslah di cross check atau dilakukan
pemeriksaan silang dengan keluarga yang sedarah yaitu saudara kandung, ayah,
atau ibu. Identifikasi ini disebut sebagai pembuktian dari tracing air liur atau
Salivary Trace Evidence. Analisa ini bila pada korban, dapat dibuat sediaan ulas di
TKP dan pada pelaku di sekitar gigitan pada korban atau bekas gigitan pada
makanan yang dimakan pelaku yang terutama dapat menampakkan pola gigitan
permukaan bukalis.
Identifikasi golongan darah dari air liur yang disebut juga sebagai saliva washing
maka sediaan ulas yang tim identifikasi buat haruslah dikirim ke laboratorium
serologis, apabila air liur atau saliva tersebut secretor maka dapat diketahui
golongan darah dari air liur tersebut. Sedangkan apabila air liur tersebut non
secretor maka sulit ditentukan golongan darahnya oleh karena terlalu banyak factor
yang mempengaruhinya. Dalam penentuan haruslah diingat teori paternalis yaitu
suatu teori yang menentukan garis keterunan dengan kata lain apabila korban
maupun pelaku agar dapat diketahui maka salah seorang keluarga sedarahnya
harus diambil salivanya untuk kepastian golongan darah.

Teori golongan darah dari keturunan (Paternalis)


Golongan Darah
Ibu

Ayah

Anak

O, B

O, A

AB

A, B

O, A

O, A, B

AB

A, B, AB

O, B

AB

A, B, AB

AB

AB

AB

Bila pada hasil pemeriksaan secara serologis seseorang mempunyai relasi golongan
darah ganda misalnya golongan darah O dengan B, O dengan A, atau A dan B,
maka hanya ada empat kepastian kemungkinan. Apabila golongan darah aglutinasi
positif maka rhesusnya positif pula, sedangkan apabila aglutinasi negative maka
rhesus faktornya negative.
Cara membuat sediaan ulas dari saliva, yaitu:
Kapas steril/cotton bud dibasahi dengan aqua destilata
Kapas yang telah basah dicelupkan dalam saline solution
Kapas tersebut diulas setengah rotasi bolak-balik di sekitar gigitan atau saliva
yang terdapat di KTP setelah dilakukan pembersihan dengan kuas halus dari
debu yang melekat
Sediaan dibuat 2 kali sehingga terdapat 2 sediaan ulas yang masing-masing 2
atau 3 kali diputar di sekitar saliva
Masukkan sediaan ke dalam test tube dengan di tengah penutup tabung tanpa
kontaminasi dari dinding tabung
Tangkai sediaan ulas dicekatkan pada penutup tabung kemudiaan dimasukkan
ke dalam kotak atau amplop khusus
Lalu dikirim ke laboratorium serologis
Pada kotak amplop dituliskan data-data yaitu tanggal poembuatan sediaan ulas,
tempat pembuatan, kode sediaan ulas dengan urutan tim identifikasi, nama
anggota tim identifikasi yang membuat
Komunikasi dengan laboratorium untuk hasilnya, dan akan diketahui golongan
darah dari analisa air liur
Saliva washing pada pelaku
Apabila pelaku menggigit korban sebelum terjadi pembunuhan atau terjadi aksi
lidah dan bibir pada korban maka dengan mudah di sekitar gigitan tersebut pada
korban dibuat sediaan ulas dengan prosedur seperti di atas. Apabila pelaku
tertangkap maka untuk membuat sediaan ulas harus seizing dari pelaku tersebut
dengan formulir yang baku internasional dengan catatan pemeriksaan tidaklah
memberatkan pelaku. Sediaan ulas yang diperolah dari pelaku dikirim ke
laboratorium maka akan ditemukan golongan darah, untuk pemeriksaan silang
harus diambil sediaan ulas keluarga kandung pelaku.
Hasil analisa negative
Apabila hasil analisa air liur diperoleh hasil yang tidak diharapkan maka terdapat
beberapa kemungkinan, yaitu:
Saliva dari pelaku bukan golongan secretor
Saliva telah mongering mungkin sediaan ulas kurang mengandung air liur
Sediaan ulas terkontaminasi sebelum dilakukan analisa
Kemungkinan kegagalan prosedur laboratories

Identifikasi Golongan Darah Korban Melalui Pulpa Gigi


Analisis golongan darah dari pulpa gigi merupakan identifikasi golongan
darah untuk pelaku maupun korban adalah dengan cara Absorpsi-Ellusi.

Analisa laboratoris dengan metode absorpsi-ellusi dari jaringan pulpa gigi dibuat
sebagai berikut:
Gigi yang masih terdapat jaringan pulpa diambil sebagai bahan
Gigi tersebut ditumbuk dalam lubung besi sehingga hancur menjadi bubuk
Bubuk gigi tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang terbagi menjadi 3
tabung
Kemudian ke dalam masing-masing tabung dimasukkan Antisera:
ke tabung I
ke tabung II
ke tabung III
Ketiga tabung tersebut dimasukkan ke dalam lemari pendingin dengan suhu 5
derajat Celcius selama 24 jam sehari semalam.
Kemudian dicuci dengan saline solution sebanyak 7 kali
Larutan saline dibuang dari tabung tetapi endapan tidak dibuang
Ketiga tabung diteteskan aquades sebanyak 2 tetes dengan pipet
Kemudian ketiga tabung tersebut dipanaskan dalam suhu 56 derajat Celcius
selama 12 menit
Tabung-tabung tersebut kemudian diangkat dari tungku pemanas
Kemudian ke dalam ketiga tabung tersebut dimasukkan sel indikator A, B dan O
dengan konsentrasi 3-5%
Kemudian ketiga tabung tersebut disentrifuge dengan alat pemutar agar terjadi
penggumpalan (aglutinasi)
Pada tabung yang terlihat penggumpalan merupakan identifikasi golongan
darah hasil analisis laboratoris tersebut. Apabila hasil tersebut sebagai berikut:
Dikatakan positif apabila jelas terlihat dengan visual terjadinya aglutinasi
Apabila hasilnya meragukan maka penggumpalan tidak jelas
Hasilnya dikatakan negatif bila tidak terjadi aglutinasi
Reaksi Negatif
Reaksi negatif atau tidak terjadi aglutinasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
Tidak cukupnya antisera yang diberikan ke dalam tabung dibandingkan dengan
antigen yang ada dalan bubuk gigi pada tabung.
Pengaruh saliva atau pemansan yang tidak tepat baik waktu maupun derajat
kepanasan
Pengaruh kelembapan udara dalam reaksi Antigen dengan Antisera selama
penyimpanan
Pengenceran yang salah di dalam tiap tabung
Kurang tepat atau kurang teliti secara visual adanya aglutinasi
Apabila bubuk gigi tidak terdapat anti-H atau anti-Hnya negatif maka gigi
tersebut tidak terdapat antigen dengan demikian tidak terjadi reaksi antara
antigen dengan antisera.
Eritrosit dapat diperiksa atau diketahui dengan sediaan pulpa gigi hanya 131
hari sejak kematian.

Seseorang dikatakan sekretor ialah mereka di dalam sediaan jariangan tubuhnya


terdapat antigen dan antibodi maka dapat diketahui identifikasi golongan darahnya.
Apabila mereka atau orang tersebut non sekretor (tidak terdapat antigen pada
pulpa gigi atau sediaan tubuh lainnya) maka dalam analisa laboratoris sangat sulit
teridentifikasi golongan darahnya karena tidak terdapat reaksi antara antigen dan
antisera.
Dalam analisa penentuan golongan darah dapat pula diketahui kadar alkohol dalam
darah, kadar narkoba di dalam darah dan bahan-bahan kimia atau bahan
farmakologis yang dikonsumsi pelaku maupun korban dapat pula diketahui
begitupun jenis obat tertentu yang dikonsumsi korban atau pelaku sebelum
kematian.

Identifikasi Jenis Kelamin


Identifikasi jenis kelamin dapat dilakukan dengan pemeriksaan DNA
terhadap sel epitel mukosa yang terbawa saat dilakukan swab pada bagian
mukosa bukal atau sel epitel yang terksfoliasi saat pengambilan sediaan ulas
saliva. Dua parameter digunakan dalam penentuan, yaitu keberadaan dan
terdeteksinya kromosom serta penentuan tingkat hormon berdasarkan
jumlah hormon testosterone dan 17-B estradiol.
Hubungan antara Antropologi dan Odontologi

1. Ras
Ada tiga ras besar di dunia yaitu ras Kaukasoid, Mongoloid, dan Negroid.
Ras tidak berhubungan dengan warna kulit. Ras Kaukasoid mencakup penduduk
lokal dari daratan Eropa, Afrika Utara, Asia Barat (Middle East), Asia Tengah, dan
Asia Selatan.

Tipe-tipe wajah ras Kaukasoid


Mongoloid menunjuk kepada orang-orang natif Asia Timur, Asia Tenggara,
dan Arktik.

Sedangkan yang termasuk ke dalam ras Negroid adalah orang-orang yang memiliki
nenek moyang Afrika Hitam (Black African ancestry) yaitu penduduk lokal dari
Afrika Tengah dan Afrika Selatan.

Tipe-tipe wajah ras Negroid


Melalui sebuah gigi, kita dapat mengetahui ras seseorang. Hal ini ditinjau baik dari
gigi insisivus, premolar, dan molar. Hal yang menjadi pembeda pada gigi insisivus
adalah singulum, pada gigi premolar adalah jarak/relasi jarak mesiodistal
dengan bukolingual/palatal, dan pada molar adalah jumlah gigi, fisur, pit,
dan cusp of carrabeli.

a. Karakteristik gigi pada orang dengan ras Kaukasoid


- Permukaan palatal gigi insisivus rahang atas rata atau tidak terdapat
singulum
- Sering terjadi crowding
- Jarak buko-palatal gigi P2 RA lebih kecil daripada jarak mesio-distalnya
- Pada M1 RA sering ditemukan cusp of carrabeli
- Gigi M1 RB lebih panjang (oklusal-apikal) dan tapered
- Terdapat dua pit (pit distal dan pit mesial) pada gigi M1 RB
- Lengkung rahang sempit
b. Karakteristik gigi pada orang dengan ras Mongoloid
- Gigi insisivus mengalami perkembangan penuh pada permukaan
palatal sehingga singulum terlihat jelas (shovel shaped incisor)
- Terdapat tiga (pit mesial, pit sentral, dan pit distal) pada gigi M1 RB

- Bentuk gigi molar: segiempat dominan


c. Karakteristik gigi pada orang dengan ras Negroid
-Memiliki kecenderungan untuk terjadi bimaxillary protrusion
-Gigi insisivus tidak memiliki singulum tetapi hanya terdapat lekuk kecil
saja
-Akar P1 dan P2 rahang atasa cenderung membelah atau terdapat
trifukarsi
-Premolar 1 rahang atas memiliki dua atau tiga cusps
-Bentuk gigi molar: segiempat membulat
-Sering dijumpai molar ke-4 (paramolar)
-Bentuk fisur gigi molar 1 rahang bawah seperti sarang laba-laba
d. Karakteristik gigi pada orang dengan ras Australoid
- Gigi-gigi insisivus berukuran besar
Selain dari bentuk gigi, ras juga dapat ditentukan dari bentuk lengkung gigi.
a. Ras Kaukasoid
Ras Kaukasoid memiliki lengkung gigi yang berbentuk paraboloid
b. Ras Mongoloid
Ras Mongoloid memiliki lengkung gigi yang berbentuk elipsoid
c. Ras Negroid
Ras Negroid memiliki lengkung gigi yang berbentuk U
d. Ras Australoid
Ras Australoid memiliki lengkung rahang berbentuk paraboloid yang lebar
dengan gigi-gigi insisivus yang ukurannya besar.
e. Ras Khusus
Ras Khusus memiliki lengkung rahang berbentuk U yang sangat nyata
sedangkan ukuran gigi insisivusnya kecil.
Ras juga dapat ditentukan melalui antropologi ragawi. Identifikasi ini ditentukan
melalui foramen orbitalis, os. Concae, os mastoideus, foramen occipitalis magnum
dan outline tulang tengkorak, dan tulang-tulang lainnya. Identifikasi ini ditunjang
dengan pengukuran skeletal (antropometri) menggunakan spreading caliper atau
sliding caliper.
Secara umum, ras Kaukasoid dikarakterisasi dengan tengkorak kepala yang tinggi
dengan indeks sefalik berada dalam rentang Mesosefalik, zygomas yang mundur,
lubang hidung sempit, supraorbital ridge yang besar. Ras Negroid bercirikan
tengkorak kepala berbentuk dolikosefalik pendek, zygoma yang mundur, dan
lubang hidung yang lebar. Sedangkan ciri ras Mongoloid adalah tengkorak kepala
yang brachycephalic/tinggi sedang, tidak adanya supraorbital ridge, lubang hidung
kecil, dan zygoma yang menonjol.
a. Identifikasi melalui Foramen Orbitalis
Ciri-ciri foramen orbitalis pada ras besar sangat berbeda. Hal ini dapat terlihat
pada mayat yang telah menjadi tengkorak. Apabila masih berupa jenzah, perlu

dilakukan radiografi anterior-posterior. Foramen orbitalis pada ras Kaukasoid


simetris yang berbentuk seperti kacamata yang lengkung ke medialnya lebih
sempit. Sedangkan pada ras Mongoloid, Foramen orbitalisnya simetris kiri dan
kanan dan berbentuk agak bulat. Pada ras Negroid, bentuk Foramen orbitalis
seperti kacamata tetapi lengkung distalnya lebih kecil.
b. Identifikasi melalui Os. Concae
Os. Concae memiliki bentuk yang berbeda pada setiap ras besar. Os. Concae
pada ras kaukasoid memiliki ukuran yang paling kecil dibandingkan dengan os.
Concae pada ras Mongoloid dan Negroid. Os. Concae pada ras kaukasoid
berbentuk seperti biji mete. Os. Concae pada ras Mongoloid berbentuk bundar
yang terbagi dua dengan septa dan ukurannya sangat besar. Sedangkan itu, ras
Negroid memiliki os. Concae yang berbentuk seperti jambu dengan dua septa.
c. Identifikasi melalui Os. Mastoideus
Pada ras Kaukasoid, tonjolan sudut Os. Mastoideus hampir tegak lurus. Pada ras
Mongoloid, tonjolan sudut Os. Mastoideus membulat dengan sudut mendekati
rahang bawah dengan perkataan lain lebih ke medialis. Sedangkan pada ras
Negroid, tonjolan Os. Mastoideus hampir sejajar dengan outline tulang tengkorak
posterior.
d. Identifikasi melalui outline tulang tengkorak

Caucasoid skull drawings (left from Bass 1986:84, right from France
2003:239).

Negroid skull drawings (left from Bass 1986:85, right from France
2003:238).

Mongoloid skull drawings (left from Bass 1986:86, right from France
2003:240).

Gambar perbandingan outline tulang tengkorak kepala anterior dan lateral ras
Kaukasoid (kiri), ras Negroid (tengah), dan ras Mongoloid (kanan).

Identifikasi Jenis Kelamin Melalui Gigi-geligi, Tulang Rahang, dan


Antropologi Ragawi
Jenis kelamin manusia dapat dibedakan dari sifat genotip dan juga sifat fenotipnya.
Untuk membedakan secara genotip, dilakukan pemeriksaan DNA dan sejenisnya.

Namun untuk membedakan secara fenotip, pria dan wanita dapat dibedakan
melalui karakteristiknya, baik struktural, biokimiawi, fisiologis, dan perilaku, yang
dapat diamati, yang diatur oleh genotip dan lingkungan serta interaksi keduanya.
Salah satu cara identifikasi jenis kelamin manusia pada pemeriksaan forensik,
khususnya forensik dental, dilakukan melalui pemeriksaan gigi-geligi, tulang
rahang, dan antropologi ragawi. Identifikasi jenis kelamin melalui gigi-geligi dapat
dilakukan pada berbagai kondisi mayat, misal: terbakar, tenggelam, dll (masih ada
jaringan ikatnya). Sedangkan identifikasi jenis kelamin melalui tulang rahang dan
antropologi ragawi akan sangat akurat apabila mayat korban telah menjadi
tengkorak, misal: korban ditemukan bertahun-tahun dari waktu kejadian,
identifikasi bongkar kubur, dll (sudah tidak ada jaringan ikatnya).
a. Identifikasi Jenis Kelamin melalui Gigi-geligi
Menurut Cottone and Baker (1982), identifikasi jenis kelamin melalui gigi-geligi
antara prian dan wanita dapat disimpulkan sebagai berikut:

Gigi-geligi
Outline bentuk gigi
Lapisan email dan dentin
Bentuk lengkung gigi
Ukuran
cervico-incisal,

Wanita
Relatif lebih kecil
Relatif lebih tipis
Cenderung oval
Lebih kecil

Pria
Relatif lebih besar
Relatif lebih tebal
Tapered
Lebih besar

bawah
Outline incisive pertama

Lebih bulat

Lebih persegi

atas
Lengkung gigi

Relatif lebih kecil

Relatif lebih besar

mesio-distal

caninus

b. I
d
e
n
t
i
f
i
k
a
s
i

Jenis Kelamin melalui Tulang Rahang


1.1
Identifikasi Lengkung Rahang Atas
Pria:
Relatif jarak mesio-distal gigi-geligi lebih panjang sehingga lengkung
rahangnya lebih besar
Palatum lebih luas, berbentuk U
Wanita:
Relatif jarak mesio-distal gigi-geligi lebih panjang sehingga lengkung
rahangnya lebih besar
Palatum lebih sempit, berbentuk parabol

1.2
Identifikasi Lengkung Rahang Bawah
Pria:
Relatif jarak mesio-distal gigi-geligi lebih besar sehingga lengkung rahangnya
lebih besar
Wanita:
Relatif jarak mesio-distal gigi-geligi lebih besar sehingga lengkung rahangnya
lebih besar

1.3

Identifikasi Morfologi Tulang Rahang

Melalui Sudut Gonion


Sudut gonion pria lebih kecil daripada wanita.
Pria: +/- 90
Wanita: 110-120
Melalui Ramus Ascendens
Ramus ascendens pria lebih tinggi dan lebih lebar daripada wanita.
Melalui Tulang Menton
Tulang menton pria lebih ke anterior dan lebih besar dibanding wanita.
Tulang menton pria dalam ukuran pabio lebih tebal dibandingkan wanita.
Kemungkinan hal ini dikarenakan masa pertumbuhan dan perkembangan
rahang pria yang lebih lama dibanding wanita.
Ukuran ini sangat relatif bergantung dari ras, sub ras, dan hanya berlaku
dalam satu etnik saja.
Melalui Pars Basalis Mandibularis
Pars basalis mandibula pria dalam
dibandingkan wanita.
Melalui Inter Processus

bidang

horizontal

lebih

panjang

Jarak processus condyloideus dan processus coronoideus pria lebih jauh


daripada wanita.

Melalui Processus Coronoideus


Processus coronoideus pria dalam bidang vertikal lebih tinggi dibandingkan
wanita.

Melalui Processus Condyloideus


Ukuran diameter processus condyloideus lebih besar dibandingkan wanita.
Hal ini dikarenakan ukuran antero-posterior dan medio-lateralnya lebih besar
pula daripada wanita.

Identifikasi Jenis Kelamin melalui Antropologi Ragawi


Schwartz (1980) membuat table identifikasi jenis kelamin melalui antropologi
ragawi sebagai berikut:

Tulang Facial & Tulang

Pria

Wanita

Tengkorak
Ukuran keseluruhan
Supra orbital ridge

Besar
Agak rata

Kecil
Menonjol

Processus mastoideus
Regio
dan
foramen

Sedang ke besar
Kasar
dan
sedikit

sedang
Kecil ke sedang
Lebih halus dan kecil

occipitalis
Eminentia frontalis
Eminentia parentalis
Tulang orbita

besar
Kecil
Kecil
Segiempat

Besar
Besar
Bundar dengan tepi

Tulang ubun-ubun
Tulang pipi

tepi bulat
Landai, sedikit bulat
Tebal, lengkung ke
lateral

dengan

<

tajam
Bentuk vertical
Halus, cekung

ke

Identifikasi Umur Korban (Janin) Dari Benih Gigi

Perkembangan janin dan benih gigi


Identifikasi umur dari benih gigi haruslah melalui janin, menurut Perdanakusuma
1984, terdapat beberapa kemungkinan usia janin, yaitu :
Dalam arti janin pada umurnya, yakni sejak berusia dua, tiga atau empat
minggu sampai dengan 40 minggu
Dalam arti embrio murni, yaitu sejak pembuahan sampai dengan akhir minggu
ke-8 usia janin.
Dalam arti embrio lanjutan, yaitu sejak janin berusia 9 minggu sampai
mendekati 16 minggu
Dalam arti fetus murni, yaitu saat janin mulai berusia 16 minggu.
Interprestasi benih gigi pada janin
Roentgenogram oklusal pada rahang janin haruslah diinterprestasi gambaran crypt
atau benih gigi mulai dari kurang lebih 3 minggu sampai dengan 36 minggu bila
janin terlambat perkembangannya maka dari 34-36 minggu. Identifikasi umur
korban melalui janin, bila masih ditemukan rahang janin maka haruslah dibuat
roentgenogram dari rahang tsb untuk interprestasi benih gigi atau crypt dan
formasi mahkota serta formasi mahkota dan akar gigi.
Tehnik roentgent foto atau roentgenografi yang harus dilakukan demi memperoleh
roentgenogram rahang janin (fetus) yaitu dengan proyeksi true occusal proyeksi
dengan menggunakan film oklusal tetapi kekuatan sinarnya separuh dari kekuatan
sinar dalam memproyeksi gigi sementar/ balita. Dengan kata lain, kekuatan sinar
diatur 20-30 kvp dengan waktu sekitar 2-3 detik dan tahanannya sekitar 5-7mA.
Identifikasi Umur Korban Melalui Gigi Sementara (Decidui)
Identifikasi umur korban melalui gigi permanen, dengan interprestasi
roentgenogram yang berdasarkan atas periode-periode pertumbuhan gigi antara
lain periode proliferasi, kalsifikasi, periode formasi, dan periode erupsi gigi. Periode
proliferasi gigi decidui dimulai dari formasi gigi janin yang berakhir sampai dengan
post natal, balita, anak-anak, hingga berumur 2,5-3 tahun. Begitupun dengan
periode kalsifikasi dari gigi janin berakhir sampai dengan umur 2,5-3 tahun oleh
karena proses tsb berakhir dengan formasi gigi kaninus seorang anak yang berusia
3,5 tahun. Sedangkan untuk gigi molar sementara atau decidui, berakhir sampai
berumur 3 tahun.
Penentuan Usia
Penentuan umur korban dari gigi sementara (decidui) melalui interprestasi
roentgenogram periapikal topografi oklusal.
Perkiraan umur dari jaringan gigi , terdapat suatu diagram yang dapat dipakai
untuk panduan perkiraan umur dari :
Pertumbuhan dan perkembangan gigi yang ditandai dengan terbentuknya
formasi cusp mahkota
Pertumbuhan dan perkembangan gigi yang ditandai dengan terbentuknya akar
gigi dalam formasi dari cervical ke arah apeks.
Pertumbuhan dan perkembangan gigi yang dimaksud dengan penutupan
foramen apikal gigi.

Ketiga hal tersebut di atas dituangkan dalam suatu diagram yang disebut dengan
Incremental Line. Penelusuran penggunaan diagram ini dengan menarik garis
vertikal dari tanda mahkota (segitiga hitam) = Huruf Cr, dari tanda segiempat
kosong sebagai akar = Huruf R. Perkiraan ini terdapat standar deviasi yang
dimaksud waktu penyimpangan dengan plus 1 (+1) dan plus 2 (+2) atau minus 1 (1) dan minus 2 (-2). Artinya perkiraan bisa lebih cepat dengan tanda plus (+),
perkiraan bisa lebih lambat dengan tanda minus (-). Tanda 1 berarti 1 tahun, tanda
2 berarti 2 tahun.

Identifikasi Umur Korban Melalui Gigi Tetap


- Identifikasi umur melalui gigi tetap menurut periode erupsi
Secara denah, periode pertumbuhan gigi campuran menurut Schour dan Massler
(1941) sebagai berikut :

Identifikasi umur melalui gigi tetap menurut


metode Gusstafson
Menurut Gusstafson (1996), identifikasi umur dari
gigi tetap terdapat 6 kriteria yang disebut sebagai
Six Changes Of The Physiological Age Process in
Teeth. Keenam kriteria tsb antara lain.
a. The Degree Of Attrition
Yang dimaksud adalah derajat atau keparahan
dari atrisi/aus nya permukaan kunyah gigi baik
incisal
maupun
oklusal
sesuai
dengan
penggunaannya. Makin usia lanjut maka derajat
atrisinya makin parah.
b. Altertion in the level of the gingival attachment
Perubahan fisiologis akibat penggunaan gigi dari
epitel attachment ditandai dengan turunnya atau
dalamnya
sulkus gingiva yang melebihi 2
milimeter bahkan usia lanjut, gingival attachment
turun ke arah akar gigi sehingga terlihat seakanakan mahkota lebih panjang.

c. The Amount of Secondary Dentin


Pembentukan sekunder dentin oleh karena
penggunaan gigi atau atrisi dari permukaan
oklusi yang biasanya berbentuk di atas atap
pulpa sehingga makin usia lanjut secara
roentgenografis terlihat seakan-akan pulpa jadi
sempit karena sekunder dentinnya makin tebal.
Menurut Yeager 1963, pembentukan sekunder
dentin merupakan penyempurnaan pembentukan repratif dentin yang
mempunyai estimasi kurang lebih 4-5 micron per hari. Menurut James 1958,

bahwa ditemukannya kalsifikasi yang merata pada jaringan atap pulpa gigigeligi atap permanen sebagai reaksi traumatik oklusi.
d. The Thickness Of Cementum Around The Root
Dengan bertambahnya usia maka akan bertambahnya tebal jaringan
cementum pada akar gigi. Pembentukan ini oleh karena perlekatan seratserat periodontal dengan aposisi yang terus menerus dari gigi tsb selama
hidup merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi.
e. Transluecency Of The Root
Bertambahnya usia terjadilah proses kristalisasi dari bahan-bahan mineral
akar gigi hingga jaringan dentin pada akar gigi berangsur-angsur mulai dari
akar gigi ke arah cervikal menjadi transparan. Translusensi dentin ini dimulai
pada dekade ketiga dari tebal tubular dentin 5 milimicron sehingga pada
usia 50 tahun tebal tubular dentin hanya 2 micron hingga pada usia 70 tahun
tebal tubular dentin tinggal 1 micron.
f. Root Resorption
Resorpsi akar gigi tetap akibat tekanan fisiologis dengan bertambahnya
umur. Mili demi mili diukur olehnya dalam penentuan umur akibat
penggunaan gigi.

Identifikasi
korban
menggunakan gigi

melalui

gigi

berdasarkan

kebiasaan

Bagi para perokok


Dengan menggunakan pipa dalam menghisap tembakaunya, maka akan
mengakibatkan ausnya gigi yang digunakan untuk menggigit pipa yang biasanya
gigitan pipa ini atau yang disebut cangklong letaknya daerah caninus sampai
dengan premolar 2. Dengan demikian, bertahun-tahun kemudian akan terlihat
suatu open bite diantara gigi tsb sesuai dengan pipa yang digunakan.

Bagi mereka yang kebiasaannya bruksim


Akan terlihat atrisi di sekitar gigi atas dan bawah sesuai dengan interdigitasi antara
gigi atas dan gigi bawah.

Bagi mereka yang mempunya kebiasaan brezism


Yang terbesar tekanan oklusi pada gigi molar atau geraham maka permukaan
kunyah gigi tsb akan terlihat atrisi derajat keparahan lebih bahkan email sudah
habis.
Bagi mereka yang mempunyai gigi open bite
Gigi tersebut tidak akan terlihat adanya atrisi sedangkan gigi yang mempunyai
kontak oklusi gigi atas dengan gigi bawah maka akan terjadi atrisi sesuai dengan
derajat
keparahannya.
Identifikasi
korban
yang
mempunyai
kebiasaan
menggunakan gigi dapat langsung diketahui atau dipastikan adanya atrisi pada
gigi-gigi yang menderita akibat kebiasaan tsb, data-data ini dituliskan dalam
odontogram yang terdapat kolom-kolom catatan selain kode-kode gigi.

Identifikasi
Korban
Menggunakan Gigi

Melalui

Gigi

Berdasarkan

Pekerjaan

Bagi mereka yang mempunyai pekerjaan dengan menggunakan gigi antara lain
tukang jahit, penata rambut/ pegawai salon, tukang kayu makan akan terlihat atrisi
permukaan oklusi sesuai dengan benda keras yang digunakan dalam pekerjaannya.

a. Misalnya tukang jahit akan menggigit jarum baik diameter kecil sampai
diameter besar

b. Bagi penata rambut makan akan terlihat pada gigi insisif sentral khususnya.
Suatu atrisi pada gigi atas dan bawah yang berbentuk rongga sesuai dengan
jepit rambut karena sebelum menata rambut tamunya, ia menggigit jepit rambut
beberapa buah pada gigi insisifnya, rongga tsb sesuai dengan jepit rambut yang
kecil maupun yang besar.
c. Bagi para pekerja bangunan khususnya yang dianggap sebagai tukang kayu
maka ia dalam melakukan pekerjaannya sebelum memaku kayu atau papan
maka ia akan menggigit paku pada gigi depannya. Maka gigi depan tsb akan
atrisi berbentuk bulat sesuai dengan paku yang digunakan, derajat atrisi bisa
kecil sampai besar sesuai dengan diameter paku. Tukang kayu ini biasanya
memaku kayu dengan menggunakan tangga pada bangunan tingkat satu atau
lebih sehingga ia membawa paku pada saku celana kiri dan kanan mungkin
seberat 1 kg atau lebih dan kemudian ia mengambil beberapa paku untuk digigit
sebelum digunakan untuk memaku papan atau kayu.

PERAN DRG DALAM IDENTIFIKASI KORBAN


Ruang lingkup odontologi forensik sangat luas meliputi semua bidang keahlian
kedokteran gigi. Secara garis besar odontologi forensik membahas beberapa topik
sbb:
1. Identifikasi benda bukti manusia.
2. Penentuan umur dari gigi.
3. Penentuan jenis kelamin dari gigi.
4. Penentuan ras dari gigi.
5. Penentuan etnik dari gigi.
6. Analisis jejas gigit (bite marks).
7. Peran dokter gigi forensik dalam kecelanaan massal.
8. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.

Pemeriksaan identitas seseorang memerlukan berbagai metode dari yang


sederhana sampai yang rumit:
Metode sederhana
Cara visual, dapat bermanfaat bila kondisi mayat masih baik, cara ini mudah
karena identitas dikenal melalui penampakan luar baik berupa profil tubuh
atau muka. Cara ini tidak dapat diterapkan bila mayat telah busuk, terbakar,
mutilasi serta harus mempertimbangkan faktor psikologi keluarga korban
(sedang berduka, stress, sedih, dll).
Melalui kepemilikan (property) identititas cukup dapat dipercaya terutama
bila kepemilikan tersebut (pakaian, perhiasan, surat jati diri) masih melekat
pada tubuh korban.
Dokumentasi, foto diri, foto keluarga, foto sekolah, KTP atau SIM dan lain
sebagainya.
Metode ilmiah, antara lain:
Sidik jari
Serologi
Odontologi
Antropologi
Biologi
Odontologis
Odontologis forensik harus menghubungi seluruh dokter gigi yang pernah
melakukan perawatan gigi terhadap korban. Data tersebut harus asli dan
meliputi: odontogram, radiograf, cetakan gigi, dan fotograf.
1. Pencocokan data ante-mortem dan post-mortem
2. Debriefing seluruh petugas yang terkait dalam proses identifikasi
korban bencana.

Setelah seluruh kegiatan dilaksanakan, tim DVI mendiskusikan kembali


tentang situasi, prosedur, dan hasil yang mereka temukan.

DOKTER GIGI DALAM DISASTER VICTIM IDENTIFICATION


Tugas utama dari dokter gigi dalam identifikasi adalah melakukan identifikasi
jasad individu yang sudah rusak, mengalami dekomposisi, atau sudah tidak
dalam keadaan utuh.
Adapun informasi yang bisa menjadi catatan pada pemeriksaan jasad
individu adalah
perkiraan usia (misalnya dari panjang akar gigi pada gigi anak),
perkiraan jenis ras (dari bentuk dan karakteristk tengkorak dapat ditentukan
ras Kaukasiod, Mongoloid, dan Negroid)
jenis kelamin (dari bentuk tengkorak, dari tidak adanya kromatin Y pada
pemeriksaan mikroskopik, atau dari pemeriksaan DNA)
Informasi tambahan lainnya yang mungkin bisa diambil adalah jenis
pekerjaan (jejas jepit rambut pada capster), konsumsi makanan (dari erosi
gigi karena alkohol ataupun stain rokok) atau kebiasaan lainnya ( seperti
menggunakan pipa rokok), serta penyakit gigi atau penyakit sistemik lainnya
(misalnya gangguan makan, stain akibat pemakaian antibiotik tetraskilin).
Apabila data post-mortem tidak memungkinkan suatu identifikasi, maka
dapat dilakukan reproduksi wajah semasa hidup berdasarkan profil tengkorak
dan gigi.
Beberapa macam identifikasi yang bisa dilakukan dokter gigi :
Identifikasi ras korban dari gigi geligi dan antropologi ragawi.
Identifikasi jenis kelamin korban melalui gigi geligi dan tulang rahang.
Identifikasi umur korban melalui gigi susu, gigi campuran atau gigi tetap.
Identifikasi korban melalui kebiasaan/pekerjaan menggunakan gigi.
Identifikasi DNA korban dari jaringan sel dalam rongga mulut.
Identifikasi korban dari gigi palsu yang dipakai.
Identifikasi wajah korban dari rekonstruksi tulang rahang.

IDENTIFIKASI BITE MARK


Urutan pemeriksaan jejas gigitan
- Identifikasi
- Dokumentasi
- Pengumpulan barang bukti dan penyimpanan barang bukti
- Penyidikan dental dari bukti yang masih diragukan
- Penyidikan dental dari bukti yang sudah diketahui
- Perbandingan fisik antara nomor 4 dan 5 yang dapat berhubungan atau pun
tidak

Pengenalan DNA dari usapan saliva pada jejas gigitan


Komunikasi atau penyampaian hasil investigasi

Identifikasi Jejas Gigitan


Langkah dasar dalam menganalisa bekas gigitan adalah menentukan gigi mana
yang membuat bekas gigitan yang spesifik.
Langkah selanjutnya dalam menganalisa bekas gigitan adalah menentukan bekas
mana yang dibuat oleh gigi atas atau oleh gigi bawah.
Karakteristik kelas gigi
- Gigi depan lebih terlihat pada bekas gigitan
- Rahang atas lebih lebar dari rahang bawah.
- Sebuah bekas gigitan menunjukkan gigi atas depan dan gigi bawah depan,
seingga menunjukkan 12 bekas gigi pada kulit.
Karakteristik kelas bekas gigitan
Empat gigi depan atas akan membuat bekas berbentuk persegi panjang
Gigi taring atas akan membuat bekas berbentuk bulat atau ovoid
Empat gigi depan bawah akan membuat bekas berbentuk persegi panjang
Gigi taring bawah akan membuat bekas berbentuk bulat atau ovoid
Celah yang terlihat jelas antara bekas gigitan menandakan 4 kemungkinan :
- Kemungkinan tidak punya gigi
- Gigi terlalu pendek atau ada kerusakan gigi sebelumnya
- Ada sebuah objek yang menghalangi gigi saat berkontak dengan kulit
- Hipotesa yang mengatakan tentang pergerakan jaringan
Area diantara gigitan gigi yang menunjukkan tanda signifikan seperti memar
yang samar sesuai dengan bagian gigi yang tidak bersentuhan dengan kulit
sesuai dengan beberapa gambaran giginya saat itu.Perbedaan garis bentuk
jaringan akan lebih jelas terlihat pada photograph bekas gigitan
Variasi dari jejas gigitan
Mengacu pada American Board of Forensic Odontology (ABFO), variasi dari jejas
gigitan termasuk penambahan,pengurangan dan penyimpangan.
Penambahan dan pengurangan berarti keadaan dimana beberapa gigi tidak
meninggalkan jejas gigitan atau gigi yang sama menggigit berulang kali pada
tempat gigitan gigi yang sebenarnya.
Penyimpangan dari kulit diindikasikan pada situasi dimana seseorang menggigit
orang lain.
Alasan untuk gigi hilang pada luka gigitan dapat disebabkan oleh :
Penggigit tidak memiliki gigi yang dimaksud.
Kulit dengan suatu cara memutar / memelintir untuk menghindari kontak dengan
gigi.
Ciri-ciri tambahan yang terlihat pada kulit yang luka di sekitar jejas gigitan :
Ekimosis sentral (luka memar sentral)

Abrasi, kontusio linear

Gigitan ganda

Bekas gigitan sebagian

Bekas gigitan buram/kabur


Penyatuan lengkungan
Jejas gigitan penuh
Lengkungan tertutup
Tersembunyi

Tanda yang mengindikasikan Jejas Gigitan pada kulit

Pola ovoid/eliptikal.
Suatu seri dari memar yang berbentuk huruf C yang menghadap satu sama
lain membentuk pola ovoid pada garis luarnya.

Tanda abrasi pada kuli


Bentuk ovoid tadi dapat memiliki jejas gigi individual yang mengindikasikan gigi
lebih spesifik
Memar yang tidak terputus
Misdiagnosis terhadap jejas gigitan pada kulit dapat juga terjadi seperti pada
individu yang telah meninggal,dekomposisi kulit, dan gigitan binatang

Lokasi Jejas Gigitan pada Manusia


Penyerangan seksual
Kaum wanita memilki jejas gigitan pada payudara, puting susu, abdomen, paha,
dan daerah pubis. Kaum pria jejas gigitan bisa dijumpai pada punggung, bahu, dan
alat kelamin.
Luka perlawanan
Individu yang diserang dapat menerima jejas gigitan dari lawannya pada tangan
dan lengan bawahnya
Jejas gigitan binatang
Lokasi dapat di daerah tubuh mana saja, terutama tungkai. Serangan hewan liar
pada manusia mulanya terfokus pada kaki
Perbedaan bekas gigitan hewan dan manusia

Tanda gigitan hewan karnivora berukuran besar karena mempunyai gigi


taring yang sangat panjang dan gigi seri yang seimbang dengan dua taring dan
berjumlah delapan secara keseluruhan.

Tanda gigitan luka pada manusia banyak memiliki berbagai macam ciri-ciri
dan memperlihatkan berbagai macam variasi yang tergantung dari berbagai
faktor.
Bila ada bekas gigitan, maka perlu tindakan:

Dibuat foto close up, hitam putih dan dilengkapi dengan mistar ukur

Dibuat usapan disekitar luka bekas gigitan dengan kapas yang dibasahi
saline solution sebagai bahan pemeriksaan saliva.

Dibuat cetakan ( Impression ) dari garis cetak atau alginate.


Identifikasi bekas gigitan
Informasi yang mungkin dapat diperoleh dari bekas gigitan antara lain :

Pola/susunan gigi pelaku.


Air liur golongan darah.

Analisa DNA pelaku.


Penentuan golongan darah pada pemeriksaan air liur yang diambil dari bekas
gigitan:
Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan saliva penting untuk kasus-kasus
dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan darah penggigitnya. Golongan
darah penggigit yang termasuk dalam golongan sekretor dapat ditentukan dengan
cara absorbsi inhibisi.
Analisa DNA pada pemeriksaan air liur yang diambil dari bekas gigitan:
Saliva ini dapat menjadi sumber untuk pencarian DNA yang berguna untuk proses
identifikasi
Klasifikasi Pola Gigitan :

Kelas I : Pola gigitan terdapat jarak dari gigi insisif dan kaninus

Kelas II : Pola gigtan seperti kelas I namun terlihat pola gigitan cusp bukal dan
lingual namun gigitannya masih sedikit

Kelas III : Derajat luka lebih parah dari kelas II, permukaan gigit insisif telah
menyatu akan tetapi dalamnya lebih parah

Kelas IV : Terdapat luka pada kulit dan otot dibawah kulit yang sedikit
terlepas/ rupture sehingga terlihat pola gigitan irreguler

Kelas V : Terlihat luka yang menyatu pola gigitan insisif, kaninus dan premolar
baik pada rahang atas maupun bawah

Kelas VI : Memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari rahang atas, rahang
bawah dan jaringan kulit serta jaringan otot terlepas seasuai dengan kekerasan
oklusi dan pembukaan mulut
Bitemark memiliki 4 derajat variasi, yaitu grade 1: hiperemia. Grade 2: cekungan
pada kulit berbentuk luka lecet. Grade 3: luka terbuka pada jaringan subkutan.
Grade 4: luka terbuka sampai hilangnya jaringan. Ukuran dari luka bekas gigitan
juga bervariasi, dapat dikarenakan ukuran gigi geligi dan lengkung gigi, juga besar
dari lipatan tubuh yang terkena gigitan.
Berbagai Jenis Pola Gigitan Pada Manusia :
a. Pola gigitan heteroseksual : Hubungan intim antara pria dan wanita
Pola gigitan dengan aksi lidah dan bibir
Pola gigitan pada organ genital : istri/teman selingkuhnya cemburu buta
Pola gigitan pada sekitar organ genital : pelampiasan akibat cemburu buta
Pola gigitan pada organ mammae : luka pola gigitan biasanya yang dominan
adalah gigitan kaninus dan gigi seri hanya sedikat atau hanya memar
b. Pola gigitan pda penyiksaan anak : terjadi pada seluruh lokasi/ balita yang
dilakukan oleh ibunya sendiri. Disebabkan gangguan psikis ibunya terhadap
kenakalan/kerewelan anaknya
c. Pola gigitan child abuse : akibat faktor-faktor iri dan dengki dari teman
ibunya/tetangganya karena anak itu lebih pandai, lincah dan lain2. Lokasinya
biasanya di daerah punggung, bahu atas dan leher
d. Pola gigitan anjing : Akibat penyerangan peliharaan, bisa terjadi tanpa atau
dengan instruksi dari peliharannya.
Pola gigitan anjing : serangan atau atas perintah pawangnya atau induk
semangnya C/o : Polisi menjajarkan untuk mengejar tersangka

Pola gigita hewan pesisir pantai : Korban yang sudah meninggal beberapa
hari/beberapa minggu dan dibuang ke tepi pantai, akan digerogoti hewanhewan laut seperti kerang, tiram
Pola gigitan hewan peliharaan : karena hewan tsb tidak diberi makan dalam
beberapa waktu yang lama
e. Pola gigitan homoseksual/lesbian : Biasanya ada di sekitar organ genital yaitu
paha, leher dan lain2
f. Luka pada tubuh korban menyerupai pola gigitan : Pada mereka yang menderita
depresi berat sehingga ia nekad melakukan bunuh diri
Lip Prints (Sidik Bibir)
Cheiloscopy adalah teknik penyelidikan forensik yang berhubungan dengan
identifikasi manusia berdasarkan jejak bibir. Keunikan jejak bibir pada setiap
individu manusia dapat digunakan untuk membantu proses identifikasi korban dan
mendapatkan informasi kriminalistik tersangka kejahatan.
Pola Sidik Bibir
Pola sidik bibir tergantung dari posisi mulut, apakah mulut dalam keadaan terbuka
atau tertutup. Dalam keadaan tertutup, pola bibir/groove pada bibir terlihat jelas.
Sedang pada posisi mulut yang terbuka pola bibir tidak dapat terlihat jelas dan sulit
untuk diinterpretasikan.
Sidik bibir tidak dapat berubah, permanen dan sidik bibir memiliki klasifikasi. Pada
tahun 1967, Santos merupakan orang yang pertama kali mengklasifikasikan pola
bibir. Klasifikasi pola garis bibir dibagi menjadi 4, yaitu:

Garis lurus

Gari melengkung

Garis miring

Berbentuk sinus-line
Berdasarkan pola garis pada bibir tersebut,
mengklasifikasikan pola kerutan bibir yang meliputi:

Tsuchihashi

dan

Suzuki

Tipe I: Clear-cut groove run vertically across lip: groove vertical melintasi
seluruh bibir

Tipe I: Partial-length groove of Type I : seperti tipe 1 tetapi hanya sebagian


melintasi bibir

Tipe II: Branched groove : groove yang bercabang-cabang

Tipe III: An intersected groove : groove yang saling berpotongan

Tipe IV: A reticular pattern : groove reticular

Tipe V: Other patterns : pola lain yang tidak termasuk dalam Tipe I-V

Teknik Mendapatkan Lip Prints


Lip prints dapat diperoleh dengan mengulaskan lipstik secara merata pada bagian
bibir yang merah hingga vermilion border. Selotip transparan ditempelkan pada
bibir untuk mendapatkan sidik bibir, kemudian dilekatkan pada karton putih
sehingga diperoleh rekaman permanent. Pola sidik bibir dapat diamati dengan
menggunakan lensa pembesar.

Gambar 1.Kuadran Bibir


Dua cara yang berpotensi menggunakan sidik bibir:

Cetak pola untuk identifikasi


Bibir dibersihkan dan lipstik berwarna merah (Lakm Perkaya warna bibir)
diaplikasikan di bibirdengan tipis. Selembar kertas bond dilipat dankertas itu
dimasukkan di antara bibir.Subjek diminta untuk menekan bibir mereka.Sidik
bibir yang tercetak diteliti berdasarkan klasifikasiTsuchihashi's menggunakan
lensa pembesar.

Kromatografi untuk mencocokkan tanda lipstik


Namun, lipstik tidak selalu tertinggal atau kelihatan setelah bibir berkontak dengan
permukaan seperti kaca, pakaian, alat makan atau rokok. Meskipun demikian, lip
prints yang tidak terlihat dapat terlihat dengan menggunakan material seperti
serbuk aluminium dan serbuk magnetik. Pada pinggiran bibir terdapat kelenjar
sebasea, dengan kelenjar manis di antaranya. Sekresi minyak dan kelembaban
memungkinkan terbentuknya sidik bibir yang tersembunyi, sama halnya seperti
sidik jari yang tersembunyi.
Teknik cheiloscopic untuk investigasi forensik, lip prints sebaiknya diperoleh dalam
waktu 24 jam setelah kematian untuk mencegah kesalahan data akibat perubahan
bibir post mortem.
Namun, lip prints paling sering digunakan untuk mengidentifikasi tersangka
kriminalitas (untuk orang hidup), karena lip prints biasanya tertinggal saat peristiwa
kriminalitas dan dapat langsung menghubungkannya dengan pelaku kejahatan. Ini
berbeda dengan sidik palatal yang lebih sering digunakan sebagai teknik
necroidentification (untuk orang yang telah meninggal).

Lip prints lebih dapat dipercaya dalam penentuan jenis kelamin daripada palatal
rugae pattern (sidik palatal). Menurut Vahanwala et.al., penentuan pola berdasarkan
banyaknya sifat garis pada bibir bawah bagian tengah. Deskripsi lip prints berkaitan
dengan penentuan jenis kelamin meliputi:
KESIMPULAN :
Bite mark atau jejas gigitan pada kulit adalah suatu pola dari cedera pada kulit yang
dihasilkan oleh gigi. Bite mark digunakan dapat untuk pemeriksaan suatu kasus
kejahatan misalkan pada kasus pembunuhan, kekerasan seksual, penyiksaan anak,
kekerasan dalam rumah tangga, dan penganiayaan.
Sidik Bibir (Lip Prints) adalah garis dan fisur normal dalam bentuk kerutan-kerutan
dan groove pada zona transisi bibir manusia, antara mukosa labial dan kulit luar. Lip
prints atau sidik bibir dapat digunakan untuk membantu proses identifikasi korban
dan mendapatkan informasi kriminalistik tersangka kejahatan. Pemeriksaan lip
prints dikenal dengan nama cheiloscopy.
Palatal rugae adalah irregular, asimetris ridges dari membran mukosa yang meluas
ke lateral dari papila insisif dan bagian anterior palatal raphe. Palatal rugae
berfungsi untuk memfasilitasi transportasi makanan melalui rongga mulut,
mencegah hilangnya makanan dari mulut, dan berpartisipasi
dalam proses
pengunyahan. Selama ini sudah banyak penelitian mengenai palatal rugae untuk
berbagai penggunaan, dan telah terbukti bahwa palatal rugae dapat digunakan
untuk mengidentifikasi seseorang karena keunikan dan stabilitasnya di setiap
individu serta biayanya yang murah. Palatal rugae dianggap relevan untuk
identifikasi manusia karena kestabilannya dan setara dengan sidik jari, yang khas di
setiap individu.
Kekerasan pada anak (child abuse) merupakan perlakuan dari orang dewasa atau
anak yang usianya lebih tua dengan menggunakan kekuasaan atau otoritasnya,
terhadap anak yang tidak berdaya yang seharusnya berada di bawah tanggungjawab dan atau pengasuhnya, yang dapat menimbulkan penderitaan,
kesengsaraan, bahkan cacat.
Pengumpulan bukti bitemark dengan UNTUK KORBAN :
Pembuatan Foto Bitemark
Pengambilan Swab Saliva
Pembuatan Impresi Bitemark
Pengambilan Jaringan
Pembuatan foto bitemark :
Film berwarna dan hitam putih.
Foto orientasi umum
Foto close up dengan skala ABFO no 2
Foto serial
Pembuatan inpresi bitemark :
Membuat cetakan permukaan bitemark untuk dipelajari
Bahan :
Vinyl polysiloxane
Pengambilan jaringan :
Pada korban mati
Kulit dan jaringan lokasi bitemark dieksisi & diawetkan dengan formalin 10 %

Mempertahankan kulit pada bentuk anatomis aslinya & mencegah distorsi


pola bitemark

PENGUMPULAN BUKTI BITEMARK DARI TERSANGKA


1. Pemeriksaan klinis
2. Pengambilan foto gigi tersangka
3. Pembuatan impresi gigi tersangka
4. Pembuatan cetakan dengan wax
5. Pengambilan swab saliva
1.Pemeriksaan klinis
Anamnesis
adanya perawaan gigi pada / setelah tanggal perkiraan kejadian bitemark
Pemeriksaan ekstraoral
- faktor jaringan keras dan lunak yang mempengaruhi dinamika gigitan
dan kemampuan membuka mulut/menggerakkan mandibula
- bukaan maksimum rongga mulut
- deviasi dalam pembukaan/penutupan mulut
Pemeriksaan intra oral:
ukuran dan fungsi lidah
kondisi periodental ( gigi goyang, inflamasi, hypertropi )
gigi yang hilang/ patah
2. Pengambilan foto gigi tersangka
Foto berwarna dan hitam putih
Foto seluruh wajah tersangka
Foto gigi tampak depan
Foto gigi tampak samping
Foto incisal gigi bagian mandibula
Foto incisal gigi bagian maksila
Dengan skala ABFO 2
3. Pembuatan impresi gigi tersangka
Cetakan seluruh gigi atas dan gigi bawah tersangka
4. Pembuatan cetakan dengan wax
Cetakan gigitan model gigi tersangka
Informasi mengenai hubungan gigi atas dan bawah, pola lengkung gigi dan
gigi anterior.
5. Pengambilan Swab Saliva
Swab saliva pada mukosa pipi tersangka
Saliva dan bukti DNA yang ada dari tersangka dibandingkan dengan swab
saliva dari bitemark pada korban
ANALISIS BITEMARK
1. Evaluasi bitemark
2. Evaluasi gigi tersangka
3. Teknik perbandingan
4. Teknik khusus

5. Evaluasi Bitemark
Pengamatan sistematis : gross feature individual features
Bentuk, kelengkungan, garis tengah, jejas penyerta.
Individual teeth, missing teeth, rotation, mal alignment.
2. Evaluasi gigi tersangka
Gross features individual features
Evaluasi pola gigitan ( wax, styrofoam )
3. Teknik Perbandingan
Life size comparison superimposition

direct method

indirect method
Assisted comparison
DIRECT METHOD
Model gigi tersangka langsung diletakkan di atas foto, kemudian tepitepi dari bagian yang sama disatukan
Keuntungan : model dapat digerakkan untuk mengilustrasikan
dinamika gigitan dan menunjukkan adanya garukan.
INDIRECT METHOD
Model gigi tersangka
transparent overlay
foto bitemark
Overlay :
- Model acetate film
- Model foto ( sinar oblique ) acetate film
- Model fotokopi acetate film
- Modelwax bite bahan radioopaquex ray film
Assisted comparison
Prosedur : sederhana rumit
Perbandingan ukuran, kontur
Dilakukan jika bite mark tidak terlihat jelas
Bite mark dan model gigi tersangka dibandingkan dalam hal ukuran
(misal: membandingkan jarak antar titik-titik/sudut-sudut tertentu),
kontur sampai penampilan yang tampak pada komputer (misal :
memperjelas tepi bekas gigitan)
Teknik khusus
Xenoradiograph dan transiluminasi
Biopsi dan pemeriksaan histiologi
Fotografi ultraviolet
Proses evaluasi bitemark meliputi : pengumpulan bukti bitemark dari korban,
pengumpulan bukti dari tersangka, serta analisis bitemark
Pengumpulan bukti bitemark dari korban terdiri atas proses pebuatan foto
bitemark, pengambilan swab saliva, pembuatan impresi bitemark, dan
pengambilan jaringan.

Pengumpulan bukti bitemark dari terangka meliputi pemeriksaan fisik,


pengambilan foto gigi tersangka, pembuatan impresi gigi tersangka,
pembuatan cetakan dengan malam/wax, dan pengambilan swab saliva
Analisis bitemark merupakan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap
aspek luka bekas gigitan pada korban dan membandingkannya dengan
karakteristik gigi tersangka.

Anda mungkin juga menyukai