Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Movement disorder atau gangguan gerak merupakan suatu penyakit sistem
saraf pusat atau sindrom neurologis yang menyebabkan adanya kelebihan atau
kekurangan gerakan yang tidak dapat dikontrol tubuh. Gangguan gerak ini terkait
adanya perubahan patologik pada ganglia basalis yang meliputi nukleus kaudatus,
putamen dan globus palidus. Gangguan gerak meliputi tremor, distonia, korea,
balismus, mioklonus, sindrom tourette dan penyakit parkinson.1
Penyakit Parkinson merupakan suatu penyakit yang bersifat kronik
progresif dari sistem saraf dengan gejala utama rigiditas, akinesia, bradikinesia,
tremor dan instabilitas postural yang disebabkan oleh degenerasi ganglia basalis
dan produksi yang rendah dari neurotransmiter dopamin. 3 Meskipun gangguan
gerak kebanyakan tidak mengancam nyawa, namun akan menurunkan kualitas
hidup penderitanya. 1,2
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang definisi dan epidemiologi, etiologi,
klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana

dan prognosa dari penyakit

parkinson.
1.3 Tujuan penulisan referat ini antara lain:
1. Memahami dan mampu mendiagnosis penyakit parkinson..
2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran
khususnya di Bagian Saraf.
3. Memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau
1.4 Manfaat penulisan
Manfaat penulisan ini adalah untuk menigkatkan pengetahuan tentang
movement disorder terutama penyakit parkinson dan melatih menulis
ilmiah dibidang kedokteran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Ganglia Basalis
Ganglia basalis meliputi semua nukleus yang berkaitan secara fungsional
di dalam substansia alba telensefali. Nuklei utama ganglia basalis adalah nukleus
kaudatus, putamen dan globus palidus. Nuklei tersebut berhubungan satu dengan
yang lainnya, dan dengan korteks motorik, dalam sirkuit regulasi yang kompleks.
Nuklei tersebut memberikan efek inhibitorik dan eksitatorik pada korteks motorik.
Struktur ini memiliki peran penting pada inisiasi dan modulasi pergerakan serta
kontrol tonus otot.4
Nukleus kaudatus membentuk bagian dinding ventrikel lateral berbentuk
lengkung. Kaput nukleus kaudatus membentuk dinding lateral ventrikel lateral,
bagian kaudal membentuk atap kornu inferius pada ventrikel lateral di lobus
temporalis, membentang hingga amigdala, yang terletak di ujung anterior kornu
inferius.4
Putamen terletak di lateral globus palidus menyelubungi seperti tempurung
dan membentang melebihi globus palidus di bagian rostral dan kaudal, dipisahkan
oleh lamina medularis medialis. Nukleus kaudatus dan putamen dihubungkan oleh
jembatan kecil substansia grisea. Keduanya dinamakan korpus striatum atau
striatum.4
Globus palidus terdiri dari segmen internal dan eksternal. Struktur ini
disebut juga paleostriatum. Putamen dan globus palidus disebut nukleus
lentiformis atau nukleus lentikularis.4

Gambar 2.1 Anatomi ganglia basal4


2.2 Definisi dan Epidemiologi
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif

sistem

ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara


patologis ditandai oleh adanya degenerasi ganglia basalis terutama di substansia
nigra pars kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik
(lewy bodies). Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor
pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat
penurunan dopamin dengan berbagai macam sebab.

Penyakit Parkinson banyak terjadi pada usia lanjut tetapi jarang pada usia
dibawah 30 tahun. Pada usia 40-70 tahun penyakit Parkinson dapat muncul.
Prevalensi Parkinson diperkirakan 160 per 100.000 populasi dengan insiden
diperkirakan 20 per 100.000 orang. Seiring dengan bertambahnya usia, prevalensi
penyakit ini akan meningkat, mengenai kira-kira 1-2% pasien usia 60 tahun dan
4% pasien usia 80 tahun. Di Indonesia laki-laki lebih sering terkena Parkinson
daripada perempuan. Insiden di Indonesia sekitar 10 orang per tahun, dan
diperkirakan saat ini terdapat 200.000-400.000 orang pasien yang penyakit ini.1

2.3

Etiologi

Etiologi penyakit Parkinson masih belum diketahui secara pasti. Terdapat


beberapa dugaan, di antaranya ialah: infeksi virus, pemaparan terhadap zat toksik
yang belum diketahui dan terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Beberapa faktor risiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu:5
1. Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai
200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi
mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia
nigra pada penyakit Parkinson.
2. Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit Parkinson yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang
kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan.
Pada pasien dengan autosomal resesif Parkinson ditemukan delesi dan mutasi
point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan
adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit Parkinson pada
keluarga meningakatkan faktor risiko menderita penyakit Parkinson sebesar
8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70
tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala
Parkinsonisme tampak pada usia relatif muda.
3. Faktor Lingkungan
a) Xenobiotik: Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat
menimbulkan kerusakan mitokondria.
b) Pekerjaan: Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih
tinggi dan lama.
c) Infeksi: Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor
predesposisi penyakit Parkinson melalui kerusakan substansia nigra.
d) Diet : Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stres oksidatif,
salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit Parkinson.
4. Ras: Angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih
dibandingkan kulit berwarna.
5. Trauma kepala: Cedera kranioserebral bisa menyebabkan penyakit parkinson,
meski peranannya masih belum jelas.

6. Stres dan depresi: Depresi dan stres dihubungkan dengan penyakit Parkinson
karena pada stres dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang
memacu stres oksidatif.
2.4

Klasifikasi
Gangguan parkinsonian dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe,
yaitu:
1. Parkinsonismus primer atau idiopatik (paralysis agitans)
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi
penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk
jenis ini.
2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain :
tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced,
misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang
pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan
kalsifikasi.
3. Sindrom paraparkinson (parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari
gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit
Wilson (degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif,
sindrom

Shy-drager,

degenerasi

striatonigral,

atropi

palidal

(parkinsonismus juvenilis).

2.5

Patofisiologi
Pengaturan pergerakan normal pada manusia merupakan kerja dari ganglia
basalis. Ganglia basalis terletak pada bagian basal dari hemisfer serebri. Ganglia
basalis terdiri dari striatum, globus palidus dan nukleus subthalamikus. Ganglia
basalis menerima input dari korteks serebri di striatum kemudian input diteruskan
ke globus palidus dan kemudian menuju substansia nigra. Kemudian sinyal
diteruskan kembali ke korteks serebri melalui thalamus. Kerusakan pada ganglia

basalis menyebabkan terjadinya gerakan yang tidak terkontrol seperti tremor.


Berkurangnya dopaminergik (neurotransmiter dopamin) dari substansia nigra ke
striatum terjadi pada penyakit parkinson. Kerja dopamin di otak diperantai oleh
reseptor protein dopamin. Protein D1 dan D2 adalah reseptor protein yang banyak
ditemukan pada striatum.4,6
Reseptor D1 pada striatum akan mengaktivasi jalur langsung, sedangkan
reseptor D2 akan mengaktivasi jalur tidak langsung. Jalur langsung dibentuk oleh
neuron di striatum yang memproyeksikan langsung ke substansia nigra pars
retikulata (SNR) dan globus palidus interna (GPi), kemudian diteruskan ke
thalamus

dan

memberikan

input

rangsangan

positif

terhadap

korteks.

Neurotransmiter yang berperan adalah GABA yang bersifat eksitatorik sehingga


terjadi peningkatan arus rangsangan ke korteks. Sedangkan jalur tidak langsung
diproyeksikan oleh neuron striatal menuju globus palidus eksterna (GBe) lalu
menginervasi

nukleus

subthalamikus

(STN)

dengan

menggunakan

neurotransmitter GABA, kemudian dilanjutkan ke SNR dan GPi dengan


menggunakan glutamatergik yang bersifat inhibitorik sehingga arus rangsangan
dari thalamus ke korteks berkurang. Pelepasan dopamin di striatum cenderung
meningkatkan aktivitas jalur langsung dan mengurangi aktivitas jalur tidak
langsung.4,6
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron yang memberikan inervasi
dopaminergik ke striatum di substansia nigra pars kompakta sebesar 40 50%
yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Gejala
penyakit Parkinson muncul apabila lebih dari 50% sel saraf dopaminergik rusak
dan dopamin berkurang 80%. Kematian neuron ini menyebabkan terjadinya
penurunan kadar dopamin sehingga kontrol gerakan otot akan menurun.
Dopamin yang menurun menyebabkan terjadinya inhibisi arus keluar dari SNR
dan GPi ke thalamus dan berkurangnya rangsangan terhadap korteks motorik.4,6

Gambar 2.2 A.Skema representasi dari ganglia basalis-sirkuit motor


talamokortikal dan neurotransmitter dalam keadaan normal. B. Skema
representasi

dari

sirkuit

ganglia

basalis-motor

talamokortikal

dan

perubahan relatif dalam aktivitas neuron pada penyakit Parkinson.


2.6

Diagnosis
Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala non spesifik yaitu
kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal atau kram otot, distonia
fokal, gangguan keterampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia) dan gejala
psikiatrik (ansietas atau depresi). Gejala klinis utama sebagai gejala primer pada
penyakit Parkinson dikenal dengan Trias Parkinson yaitu tremor, rigiditas dan
bradikinesia.6,7
1. Tremor
Tremor merupakan gejala pertama yang timbul, dimulai dari satu
tangan kemudian diikuti oleh tungkai sisi yang sama. Kemudian sisi
yang lain juga mengalami tremor. Tremor yang terjadi adalah tremor
pada saat istirahat, dengan frekuensi 4-7 gerakan per detik. Tremor
akan meningkat sesuai dengan keadaan emosi dan hilang saat tidur.6,7
2. Rigiditas
Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan
otot protagonis dan terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas
7

motoneuron otot protagonis dan otot antagonis sewaktu gerakan.


Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot protagonis dan
otot antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh
luas gerakan dari ekstremitas yang terlibat.6,7
3. Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lamban sehingga gerak asosiatif menjadi
berkurang misalnya: sulit bangun dari kursi, sulit mulai berjalan,
lamban mengenakan pakaian atau mengkancingkan baju, lambat
mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak bibir dan lidah menjadi
lamban. Bradikinesia menyebabkan berkurangnya ekspresi muka
serta mimik dan gerakan spontan berkurang sehingga wajah mirip
topeng, kedipan mata berkurang, menelan ludah berkurang sehingga
ludah keluar dari mulut. Bradikinesia merupakan hasil akhir dari
gangguan integrasi dari impuls optik sensorik, labirin, propioseptik
dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis. Hal ini mengakibatkan
perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi alfa dan gamma
motoneuron.6,7
4. Hilangnya refleks postural
Keadaan ini disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif
dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus
dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi
tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh.6,7
Terdapat 6 tanda kardinal penyakit parkinson dimana tanda awal berupa
resting tremor, bradikinesia/ hipokinesia/ akinesia, rigiditas dan tanda lanjut
berupa postur fleksi dari leher, badan dan ekstremitas; hilangnya refleks postural,
terjatuh; Freezing phenomenon
Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya
gejala motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di
Indonesia adalah kriteria Hughes:1
-

Possible dimana terdapat salah satu gejala utama yaitu tremor istirahat,
rigiditas, bradikinesia, kegagalan refleks postural

Probable dimana bila terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk


kegagalan refleks postural) alternatif lain: tremor istirahat asimetris,
rigiditas asimetris atau bradikinesia asimetris sudah cukup.

Definite dimana bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua
gejala dengan satu gejala lain yang tidak simetris (tiga tanda kardinal),
atau dua dari tiga tanda tersebut, dengan satu dari ketiga tanda pertama,
asimetris. Bila semua tanda-tanda tidak jelas sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulangan beberapa bulan kemudian.
Berat ringannya penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis

berdasarkan skala Hoehn dan Yahr yaitu:1

Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat


gejala yang ringan, biasanya terdapat tremor pada satu
anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang
terdekat (teman)

Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan


minimal, sikap/cara berjalan terganggu

Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan


mulai terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum
sedang

Stadium 4:

Terdapat gejala yang berat, masih dapat

berjalan hanya untuk

jarak tertentu, rigiditas dan

bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat


berkurang dibandingkan stadium sebelumnya

Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu


berdiri dan berjalan walaupun dibantu.
2.7

Pemeriksaan penujang
Penyakit parkinson adalah diagnosis klinis, tidak ada biomarker

laboratorium khusus untuk penyakit ini, temuan MRI dan CT-scan juga tidak
begitu bermakna, Positron Emission Tomografi (PET) dan single photon emission
computed tomografi mungkin menunjukkan temuan yang konsisten dengan
parkinson. Pasien yang tidak memiliki tremor umumnya harus dipertimbangkan

untuk evaluasi MRI untuk menyingkirkan kemungkinan stroke, tumor atau


demielinisasi. Satu penelitian mengungkapkan bahwa sonografi parenkim otak
mungkin memiliki spesifikasi yang tinggi dalam membedakan penyakit
P]parkinson

dengan

atypical

parkinsonism,

walau

bagaimanapun,

hyperechogenicity yang abnormal dapat ditemukan tidak hanya pada penyakit


parkinson, melainkan juga pada tremor essential.8,9

2.8

Tatalaksana
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang
progresif

dan

penyebabnya

tidak

diketahui,

oleh

karena

itu

strategi

penatalaksanaannya adalah 1) terapi simtomatik, untuk mempertahankan


independensi pasien, 2) neuroproteksi dan 3) neurorestorasi, keduanya untuk
menghambat progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk
mempertahankan kualitas hidup penderita.1,5,7
2.8.1

Terapi farmakologik

a. Obat pengganti dopamin (Levodopa, Carbidopa)


Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit Parkinson.
L-dopa akan diubah menjadi dopamin pada neuron dopaminergik oleh Laromatik asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun
demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik,
sisanya mengalami metabolisme, mengakibatkan efek samping yang luas.
Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa
endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,
membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron
dopaminergik. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan
memperbaiki gerakan.
Penderita penyakit Parkinson ringan bisa kembali menjalani
aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama Carbidopa untuk
meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya. Banyak
dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai memang
dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu,

10

sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat


bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya.
Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat
dan mengalami perubahan enzimatik menjadi dopamin. Efek samping
levodopa dapat berupa neusea, muntah, distres abdominal,hipotensi
postural, aritmia akibat efek beta-adrenergik dopamin pada sistem
konduksi jantung dan bisa diatasi dengan obat beta bloker seperti
propanolol,

berikutnya

diskinesia,

abnormalitas

laboratorium

(granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah yang meningkat


merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa)
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah
diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak
maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga
semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek samping
levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan
memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda
seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor. 1,5,7
b. Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid
(Permax), Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan
lisurid dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini
bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang
selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. 1,5,7
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami
serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa
dosis tinggi. Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, edema
kaki, mual dan muntah. 1,5,7
c. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan
menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini
mampu membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamin dan

11

asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat


antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit Parkinson , yaitu
triheksifenidil (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang
juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine
(disipal) dan procyclidine (kamadrin). Efek samping obat ini adalah mulut
kering dan pandangan kabur. Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada
penderita penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun karena dapat
menyebabkan penurunan daya ingat.1,5,7
d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna
pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamin dapat ditingkatkan
dengan

menghambat

monoamin

oksidase.

Selegiline

dapat

pula

memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi


levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan
pergerakan. Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B) sehingga menghambat perusakan
dopamin yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Biasa dipakai sebagai
kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga
berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia,
penurunan tekanan darah dan aritmia. 1,5,7
e. Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamin, tetapi bekerja di bagian lain otak.
Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui
dapat menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala
tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat
menghilangkan diskinesia pada penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai
tunggal atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau agonis dopamin.
Efek sampingnya dapat mengakibatkan kantuk.1,5,7
f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT-I
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru,
berfungsi menghambat degradasi dopamin oleh enzim COMT dan

12

memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi


levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis
levodopa. Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga
perlu diperiksa tes fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan
perubahan warna urin berwarna merah-oranye.1,5,7
g. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. 1,5,7
2.8.2

Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula

(neurorestorasi).1,5,7
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
-

diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik

Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan


kauterisasi. Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat
tidak aman untuk melakukan ablasi di kedua tempat tersebut. 1,5,7
b. Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang
dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada
seperti alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi
di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya adalah untuk mengendalikan fluktuasi
motorik dan diskinesia. 1,5,7
c. Transplantasi
Transplantasi yang berhasil dapat mengurangi gejala penyakit Parkinson
selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 46 tahun sesudah transplantasi.
Teknik operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan
donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun perizinan. 1,5,7

13

2.8.3

Non Farmakologik

a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya,
misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh.2,7
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta
mengatasi

masalah-masalah

sebagai

berikut:

abnormalitas

gerakan,

kecenderungan postur tubuh yang salah, gejala otonom, gangguan perawatan


diri (Activity of Daily Living ADL), dan perubahan psikologik. Latihan
yang diperlukan penderita Parkinson meliputi latihan fisioterapi, okupasi,
dan psikoterapi.2,7
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan
ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki
pada tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan
otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari
kursi.2,7
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian
lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai
sbermacam strategi seperti trategi kognitif, strategi gerak, strategi
keseimbangan. Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif,
kepribadian, status mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan
untuk melakukan terapi rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi
psikoterapi.2,7
2.9

Prognosis
Prognosis tergantung dari etiologi dan adanya Parkinson sekunder. Apabila
penyakit primer dapat diatasi, gejala akan dapat berkurang. Pada Parkinson
primer, keadaan bersifat progresif sesuai dengan tingkat hilangnya sel-sel
pembentuk dopamin. Penting untuk mempertahankan agar perjalanan penyakit

14

tidak menjadi progresif dan fungsi motorik lainnya harus dipelihara secara
optimal.2,5

BAB III
KESIMPULAN
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif yang bersifat
progresif kronik. Parkinson merupakan kerusakan pada ganglia basalis terutama
di substansia nigra pars kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik
eosinofil (Lewy bodies). Penyakit ini kebanyakan menyerang orang tua usia > 60
tahun sekitar 1% dari 100.000 populasi. Parkinson ditandai dengan adanya tremor
saat istirahat, bradikinesia dan rigiditas.
Strategi penatalaksanaan penyakit Parkinson adalah terapi simtomatik
untuk mempertahankan independensi pasien, neuroproteksi dan neurorestorasi
untuk menghambat progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk
mempertahankan kualitas hidup penderita. Terapi farmakologi yang dapat
diberikan yaitu obat dopaminergik, agonis dopamin, antikolinergik, MAO
Inhibitor, amantadin dan COMT-I. Terapi non farmakologik berupa edukasi dan
rehabilitasi. Terapi operatif dapat dilakukan ablative/lesioning (thalamotomy,
pallidectomy), deep brain stimulation dan transplantasi.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok Studi Gangguan Gerak Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI). Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson
dan Gangguan Gerak Lainnya. Jakarta: 2013. h.7-24
2.

Martono H., Soetedjo. Gangguan Neurologik Pada Usia Lanjut. Dalam: Geriatri
(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI: 2010:
419-23.
3. Dauer W, Przeborski S. Parkinson Disease: Mechanisms and Models.
Neuron. New York: 2003 (39) 889-909.
4. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi Duus: Anatomi,
Fisiologi, Tanda, Gejala. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC:
2010. h. 292-308.
5. Mahar M, Priguna S. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat: 2009.
6. Diagnosis and Treatment of Parkinsons Disease: A Systematic Review of
the Literature. Agency for Healthcare Research and Quality U.S.
Department of Health and Human Services. Available in : www.arhq.gov
cited: 2 Agustus 2015
7. Keus SHJ, Hendriks HJM, Bloem BR, Bredero-Cohen AB, Goede CJT,
Haaren M, et all. Clinical Practice Guidelines for Physical Therapy in
Patients with Parkinsons Disease. Royal Dutch Society for Physical
Therapy. 2004: (114) 5-13
8. Lang AE, Lozano AM. Parkinson Disease. The New England Journal of
Medicine, 2000. Vol.339:1130-43

9.

Nutt JG, Wooten G. Frederick. Diagnosis and Initial Management of Parkinsons


Disease. The New England Journal of Medicine, 2005;353:1021-7.

16

17

Anda mungkin juga menyukai