( 2101140242 )
( 2101140230 )
Sukiman Nahampun
( 2101140295 )
( 2101140254 )
( 2101140343 )
Sulistyo Triwibowo
( 2101140359 )
( 2101140240 )
Ina Budiharti
( 2101140305 )
Lutfia Al Muharimah
( 2101140346 )
Kelompok
Kelas
Mata Kuliah
Dosen
:
:
:
:
3
Kimia 64
Tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP
Bapak Alam Setia Zain, SH, MH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG KARNO
2015
KEJAHATAN PENCURIAN
I.
PENDAHULUAN
Dalam era kekinian yang serba hedonis materialistic, pencurian telah mengalami
ekspansi, modifikasi bahkan diversifikasi bersimbiosis dengan tuntutan jaman; dalam
bentuk, rupa, cara maupun modus operandinya. Demikian hebatnya simbiosis
tersebut, sehingga pencurian yang notabene adalah suatu kejahatan, kini bahkan
menjadi profesi yang menghidupi kehidupan manusia bahkan suatu komunitas.
II.
PEMBAHASAN
bahkan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti dari kata curi adalah mengambil
milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyisembunyi. Sedangkan arti pencurian proses, cara, perbuatan.
Untuk lebih jelasnya, apabila dirinci rumusan itu terdiri dari unsur-unsur objektif
( perbuatan mengambil, objeknya suatu benda, dan unsur keadaan yang
melekat pada benda untuk dimiliki secara sebagian ataupun seluruhnya milik
orang lain) dan unsur-unsur subjektif (adanya maksud yang ditujukan untuk
memiliki, dan dengan melawan hukum ).
B. Klasifikasi Delik
Tindak pidana pencurian diatur dalam KUHP Buku II, Bab XXII, Pasal 362 s/d
pasal 367. Untuk Pasal 362 memberi pengertian tentang pencurian, pada Pasal
363 mengatur tentang jenis pencurian dan pencurian dengan pemberatan, Pasal
364 mengatur tentang pencurian ringan, Pasal 365 mengatur tentang pencurian
dengan kekerasan, pasal 367 mengatur tentang pencurian dalam keluarga.
Artinya dalam hal ini pidana maksimum yang dapat dijatuhkan ialah 1/3
dari jumlah maksimum Pidana pokok, yaitu maksimum 1/3 dari 5 tahun.
2) Pencurian Biasa (Pasal 362 KUHP) ;
Adalah tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok / yang paling
sederhana, tanpa ada unsur yang bersifat memberatkan. Atau juga
dapat dikatakan sebagai tindak pidana umum dimana pelaku seorang
diri mencuri di siang hari.
Ketentuan umum mengenai perumusan pengertian pencurian terdapat
dalam pasal 362 KUHP : Barang siapa mengambil sesuatu barang,
yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain,
dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak,
dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya
lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-
Unsur unsur Pencurian dengan demikian adalah :
a) Perbuatan mengambil
Mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil
barang
itu,
barang
tersebut
belum
ada
dalam
kekuasaannya.
Disini pencuri itu harus betul-betul masuk kedalam rumah, dsb dan
melakukan pencurian disitu.
4e) Apabila pencurian itu, dilakukan dua orang atau lebih dengan
bersama-sama. Dua orang atau lebih itu semua harus bertindak
sebagai pembuat atau turut melakukan ( pasal 55 ).
5e) Apabila dalam pencurian itu, pencuri masuk ketempat kejahatan
atau mencapai barang yang dicurinya dengan jalan membongkar,
memecah, atau memanjat atau dengan memakai kunci palsu,
perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam No. 3e disertai dengan salah
satu tersebut dalam No. 4e dan 5e, maka dikenakan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.
4) Pencurian Ringan ( Pasal 364 KUHP);
Adalah Pencurian yang nilai barang yang dicuri tidak lebih dari dua setengah
juta rupiah (setara Rp. 250 tahun 1946 KUHP).
Kejahatan Pencurian Ringan oleh pembentuk undang-undang diatur dalam
pasal 364 KUHP, yang rumusannya sebagai berikut :
Yang dinamakan Pencurian Ringan adalah perbuatan yang diterangkan
dalam Pasal 362, dan Pasal 363 ayat (1) ke-4, begitupun perbuatan yang
diterangkan dalam Pasal 363 ayat (1) ke-5, apabila tidak dilakukan dalam
sebuah rumah atau dalam pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya,
jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah,
dikenai karena pencurian ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga
bulan atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
5) Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP);
Adalah pencurian yang didahului dengan tindak kekerasan sebagaimana
diatur di dalam Pasal 365 KUHP, yang rumusannya sebagai berikut :
(1)
berarti bahwa apabila seorang suami mencuri harta dari istrinya tidak dapat
dilakukan penuntutan.
- Adapun alasannya adalah untuk menjaga agar hubungan suami istri
tersebut tidak terganggu dan menimbulkan perceraian. Disamping itu
adalah sulit untuk membuktikan bahwa barang yang dicuri itu adalah
merupakan harta milik suami atau harta istri.
Begitu pula sebaliknya, Pasal 367 ayat 2 KUHP menyatakan: pencurian itu
baru dapat dilakukan penuntutan apabila telah ada pengaduan (delik aduan)
dari salah satu pihak. Jadi apabila tidak ada pengaduan dari si korban maka
tidak dapat dilakukan penuntutan.
Delik Aduan adalah delik yang hanya bisa diproses/yang penuntutannya
hanya bisa dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena atau
yang dirugikan / korban. Dengan demikian, apabila tidak ada pengaduan,
terhadap tindak pidana tersebut tidak boleh dilakukan penuntutan.
Delik aduan dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu :
a) Delik Aduan Absolut : delik yang mempersyaratkan secara absolut adanya
pengaduan untuk penuntutannya.
b) Delik Aduan Relatif : Pada prinsipnya jenis tindak pidana ini bukanlah
merupakan jenis tindak pidana aduan. Jadi dasarnya tindak pidana aduan
relatif merupakan tindak pidana laporan ( tindak pidana biasa ) yang
karena dilakukan dalam lingkungan keluarga, kemudian menjadi tindak
pidana aduan.
Pasal 367 KUHP :
(1) Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam bab ini adalah suami (isteri) dari orang yang terkena kejahatan itu,
yang tidak bercerai meja makan dan tempat tidur atau bercerai harta
benda, maka pembuat atau pembantu itu tidak dapat dituntut hukuman;
(2) Jika ia suaminya (isterinya) yang sudah diceraikan meja makan tempat
tidur atau harta benda, atau sanak atau keluarga orang itu karena kawin,
baik dalam keturunan yang lurus, maupun keturunan yang menyimpang
dalam derajat yang kedua, maka bagi ia sendiri hanya dapat dilakukan
penuntutan kalau ada pengaduan dari orang yang dikenakan kejahatan
itu.
(3) Jika menurut menurut adat istiadat keturunan ibu, kekuasaan bapak
dilakukan oleh orang lain dari bapak kandungnya, maka ketentuan dalam
ayat kedua, berlaku juga bagi orang itu.
C. Kasus Posisi
Terdakwa SUPANGAT alias JOE bersama dengan saksi DEDEN ERIK MATEA
TOLU alias DEDEN alias FAJAR dan saksi ADI SUPRIYANTO alias ADI
bertempat di rumah kost saksi ADI SUPRIYANTO di Pedongkelan Jakarta Timur
merencanakan untuk melakukan kejahatan terhadap penumpang bis kota.
Selanjutnya pada hari Senin tanggal 5 Agustus 2013 sekira jam 14.30 WIB
terdakwa dan teman-temannya naik bus MAYASARI BHAKTI P-07 Jurusan Pulo
Gadung-Grogol dan kemudian berbagi tugas yaitu terdakwa SUPANGAT
menutup pintu belakang, saksi ADI SUPRIYANTO yang meminta uang kepada
para penumpang dan saksi DEDEN ERIK MATEA TOLU menutup pintu depan
bus. Kemudian saat bus melintasi POM Bensin Galur Senen Jakarta Pusat saksi
ADI SUPRIYANTO mendekati korban MARJUKI yang duduk di bangku deretan
sebelah kanan bus dan kemudian mengatakan "Guwa minta duit 50 ribu buat
makan" dan kemudian dijawab korban Ya ntar saya kasih" dan kemudian saksi
mengatakan
"Ya
udah
jangan
lama".
Selanjutnya
korban
MARJUKI
dunia
sesuai
dengan
VISUM
ET
REPERTUM
1. Dakwaan
Dari Jaksa Penuntut Umum tanggal 8 Januari 2014 NO.REG.PERKARA :
PDM-08/JKTPS/01/2014 terhadap terdakwa yang pada pokoknya sebagai
berikut :
a) Bahwa terdakwa SUPANGAT bersama dengan saksi DEDEN ERIK
MATEA TOLU dan saksi ADI SUPRIYANTO ( kedua saksi sebagai
terdakwa dalam berkas terpisah ) pada hari Senin tanggal 05 Agustus
2013 sekira jam 16.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu di
Bulan Agustus 2013 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu di tahun
2013 bertempat di dalam bus MAYASARI BHAKTI P-07 Jurusan Pulo
Gadung-Grogol saat melintas di POM Bensin Galur Senen Jakarta Pusat
atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk di dalam
4. Banding :
a) Berdasarkan Akte Permintaan Banding tanggal 8 Juli 2014, Panitera
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerangkan bahwa pada tanggal 3
Juli 2014 Terdakwa melalui Rumah Tahanan Negara Jakarta Pusat telah
mengajukan permintaan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat tanggal 30 Juni 2014 No. 303/Pid.B/2014/PN.Jkt.Pst. dan telah
diberitahukan kepada Penuntut Umum tanggal 10 Juli 2014 ;
b) Terdakwa telah mengajukan memori banding tertanggal 14 Juli 2014
melalui Rumah Tahanan Negara Jakarta Pusat yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 23 Juli 2014 dan
telah diberitahukan kepada Penuntut Umum tanggal 24 Juli 2014 ;
c) Kepada Terdakwa telah diberitahukan untuk mempelajari berkas perkara
melalui surat Wakil Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 5
Agustus 2014, untuk selama 7 (tujuh) hari berturut-turut terhitung mulai
tanggal 5 Agustus 2014 sampai 11 Agustus 2014 sebelum perkara
tersebut dikirim ke Pengadilan Tinggi Jakarta ;
d) Permintaan dan pemeriksaan dalam tingkat banding oleh Terdakwa telah
diajukan dalam tenggang waktu dan tata cara serta syarat-syarat yang
ditentukan dalam undang-undang, maka permintaan banding tersebut
secara formal dapat diterima ;
e) Majelis Hakim Pengadilan Tinggi setelah mempelajari dengan seksama
turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 30 Juni
2014
No.
303/Pid.B/2014/PN.Jkt.Pst.,
kedelapan/terakhir
mencantumkan
harus
diperbaiki
Undang-undang
RI
dan
No.
halaman
14
alinea
diubah,
oleh
karena
Tahun
1997
tentang
Psikotropika yang tidak ada kaitannya dengan pasal yang terbukti dan
pengulangan penulisan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang
KUHP, sehingga menjadi :
Memperhatikan pasal 365 ayat (2) ke-1 dan ke-2 dan ayat (3) KUHP,
Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta peraturan
perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan perkara ini ;
Negeri
Jakarta
Pusat
tanggal
30
Juni
2014
No.
5. Putusan
Pengadilan
Tinggi
Jakarta
tanggal
18
Agustus
2014
b) Unsur Obyektif
Tempat Lahir
: Madura
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat Tinggal
Pekerjaan
Saksi
: Tuna Karya
III. KESIMPULAN
Pencurian yang telah melegenda sepanjang sejarah kehidupan manusia adalah
suatu fenomena yang tidak dapat diingkari. Keberadaan dan kecenderungannya
bahkan kian ekspansif dengan berbagai diversifikasinya. Namun demi harkat dan
martabat peradaban yang harus dipertahankan harmonisasinya dalam kehidupan
antar umat manusia, dan demi terjaganya tata nilai yang harus menopang
keberlangsungan kehidupan yang lebih baik, maka kejahatan pencurian harus
dicegah, dikurangi dan dihambat ekspansinya.
Upaya tersebut harus dilakukan sejak dini, melalui pendidikan moralitas dan budi
pekerti luhur sejak usia dini bahkan sejak sang usia dini itu mulai dirancang oleh
orang tuanya. Dilakukan secara konsisten di semua jenjang dan strata pendidikan
sampai pasca sarjana, sehingga dihasilkan manusia-manusia yang punya rasa malu
dan rasa bersalah dan rasa berdosa melakukan pencurian dalam bentuk apapun,
terlebih pencurian hak intelektual (intellectual property right).
Dalam tataran kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan, harus
dibangun sistem yang dapat meminimalisir peluang pencurian, terlebih pencurian
berjamaah dalam skala yang lebih luas seperti korupsi, yang mencuri hak rakyat dan
hak Negara. Sistem tersebut harus meliputi reward and punishment, yang memberi
penghormatan dan promosi bagi negarawan yang pantas diteladani, tetapi juga
memberi sangsi dan hukuman lebih keras yang menimbulkan efek jera.
IV. PENUTUP
Makalah ini disusun sebagai tugas wajib kelompok 3 Semester 3 mata kuliah Tindak
Pidana Tertentu di Dalam KUHP, dalam Prodi Fakultas Hukum Universitas Bung
Karno Jakarta tahun akademik 2015.
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengkayaan intelektual dalam strata
akademis, namun juga sangat berharap dapat menjadi bahan analisis pada tataran
kehidupan kemasyarakatan yang lebih luas terhadap fenomena kejahatan pencurian
yang kian merajalela dengan modus dan model yang kian canggih.