Hipertensi
Hipertensi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyakit kronis yang
biasanya asimptomatik, namun memiliki komplikasi yang mematikan bila tidak
ditangani (AHA, 2014).
Menurut JNC-VII tahun 2003, hampir 1 milyar orang menderita hipertensi
di dunia. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan
menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka
penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Zamhir, 2006).
Di Indonesia, prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada subjek
berumur 18 tahun atau lebih adalah 25,8% (Riskesdas, 2013).
WHO 2007 menetapkan hipertensi sebagai faktor risiko nomor tiga
penyebab kematian di dunia, hipertensi bertanggung jawab terhadap 62%
timbulnya kasus stroke, 49% timbul serangan jantung, 7 juta kematian prematur
tiap tahun disebabkan oleh hipertensi (Corwin, 2007).
Faktor-faktor predisposisi yang berkaitan dengan peningkatan tekanan
darah, menurut Martuti (2009), adalah merokok, kelebihan berat badan, konsumsi
garam dan lemak, alkohol, tingkat stres, dan rendahnya aktivitas fisik (sedentari).
Bustan (2007) juga menyatakan bahwa meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak
menular seperti hipertensi disebabkan oleh perubahan pola konsumsi makanan,
meningkatnya pencemaran lingkungan, dan berkurangnya aktifitas fisik. Sebuah
penelitian terkait perilaku sedentari menunjukan bahwa 34% kejadian hipertensi
dapat dicegah dengan peningkatan aktifitas fisik semasa remaja. (Carnethon,
2010).
Perilaku sedentari menurut Riskesdas (2013) adalah perilaku santai selain
waktu tidur antara lain duduk, berbaring, dan lain sebagainya dalam sehari-hari
termasuk membaca, menonton televisi, dan kerja di depan komputer. Pada tahun
2013, terdapat 42% proporsi penduduk Indonesia berumur 10 tahun dengan
perilaku sedentari 3-5,9 jam, sedangkan yang berperilaku sedentari 6 jam atau
lebih adalah 24,1%.
Vandelanotte C (2009) mengatakan sebagian besar bukti mengenai
perilaku sedentari yang berdampak pada kesehatan mengacu pada menonton
televisi, yang merupakan perilaku sedentari yang paling banyak diteliti. Di sisi
lain, penggunaan internet dan komputer merupakan perilaku sedentari yang
jumlahnya semakin meningkat, walaupun dampaknya terhadap kesehatan masih
belum banyak diteliti.
Penelitian yang dilakukan oleh UNICEF bersama Kementrian Komunikasi
dan Informatika pada tahun 2014 mencatat aktifitas penggunaan internet pada
responden berusia 10-19 tahun di seluruh Indonesia yang mewakili wilayah
perkotaan dan pedesaan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, sebanyak 98% dari
anak dan remaja mengaku tahu tentang internet dan 79,5% di antaranya adalah
pengguna internet.
Sebuah agensi marketing sosial bernama We Are Social mengeluarkan
laporan tahunan yang menyebutkan bahwa pada tahun 2015 tercatat 72,7 juta
penduduk Indonesia merupakan pengguna aktif internet, di mana 72 juta
pengguna internet aktif dalam media sosial dan 68 juta di antaranya mengakses
media sosial menggunakan perangkat mobile. Tiga media sosial yang paling
banyak digunakan di Indonesia berdasarkan survey secara berurutan adalah
facebook (14%), twitter (11%), dan google+ (9%).
Budi Setiawan selaku Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika
(SDPP) Kemenkominfo menyebutkan dari 245 juta penduduk Indonesia,
pengguna internet di Indonesia mencapai 55 juta orang dan setidaknya tercatat
sebanyak 44,6 juta pengguna Facebook dan sebanyak 19,5 juta pengguna Twitter,
hal ini dengan catatan rentang usia dari 10-14 tahun dan 15-20 tahun yang
meningkat secara signifikan (Kompas.com: Kamis, 1 November 2012, 11.10
WIB). Berdasarkan data tersebut, dapat digambarkan bahwa kedua jejaring sosial
tersebut sangat diminati oleh masyarakat Indonesia dan rata-rata penggunanya
merupakan masyarakat usia produktif dan remaja (kalangan pelajar). Setidaknya
isu-isu tersebut,
kami
menyimpulkan
bahwa
upaya
pencegahan hipertensi secara primer maupun sekunder pada anak muda atau
remaja di Indonesia dapat dilakukan dengan perantara media sosial, yaitu twitter
atau facebook.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka timbul
permasalahan sebagai berikut: Bagaimana bentuk intervensi terhadap perilaku
sedentari anak muda dan remaja melalui media sosial untuk mencegah terjadinya
hipertensi di masa tua?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Merencanakan sebuah bentuk intervensi terhadap perilaku sedentari anak
muda dan remaja melalui media sosial untuk mencegah terjadinya hipertensi di
masa tua.
2. Tujuan Khusus
Mendemonstrasikan
upaya-upaya
yang
dapat
dilakukan
untuk
Mengupayakan
usaha
untuk
mempertahankan
perubahan
perilaku
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
I.
Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
1.
Usia
Ras/etnik
Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering muncul pada
etnik Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik.
3.
Jenis Kelamin
Gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara lain minum
minuman beralkohol, kurang berolahraga, dan merokok. (National Heart Lung
and blood Institute)
a)
Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi, sebab
rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap oleh
pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke
otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan
memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih
tinggi. (Lam M, 2011)
b)
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang
tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut
jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih
keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa
darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga
meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah.
Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan
yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Mekanisme Terjadinya
hipertensi pada kasus obesitas belum sepenuhnya dipahami, tetapi telah diketahui
bahwa pada obesitas terdapat peningkatan volume plasma dan curah jantung yang
akan meningkatkan tekanan darah.
Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek
antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada
penderita hipertensi. Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan
hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran
obesitas pada hipertensi. (Aris S, 2013)
Menurut Slama (2002), faktor risiko hipertensi yang tidak dapat
dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, faktor genetik, dan ras, sedangkan faktor
risko hipertensi yang dapat dimodifikasi adalah merokok, diet tinggi garam,
konsumsi alkohol, aktivitas fisik yang kurang, dan obesitas.
Berdasarkan penelitian dari Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan
Penelitian Kesehatan Depkes RI tahun 2009, faktor risiko hipertensi yang
bermakna di Indonesia menurut faktor sosiodemografi adalah umur, pria,
pendidikan rendah; menurut faktor perilaku adalah kebiasaan merokok, konsumsi
minuman berkafein >1 kali per hari, konsumsi alkohol, kurang aktivitas fisik; dan
menurut faktor fisik dan riwayat penyakit adalah obesitas dan obesitas abdominal.
II.
faktor risiko yang dapat dimodifikasi dalam hubungannya dengan morbiditas dan
mortalitas (Armstrong, 2000).
Pada kehidupan terdahulu, manusia terbiasa menjalani kehidupan dengan
aktif, misalnya, dengan berjalan jauh ke tempat kerja, membawa barang dari satu
tempat ke tempat yang lain, dan bentuk pekerjaan fisik yang lain. Banyak aktivitas
tersebut yang sekarang dapat dilakukan secara otomatis dengan bantuan teknologi.
Perubahan teknologi ini telah membuat perilaku sedentari menjadi norma. Pekerja
juga banyak menghabiskan waktunya untuk duduk dalam mengerjakan
pekerjaannya atau menunggu mesin untuk menyelesaikan tugasnya (Morris dan
Choi, 2005)
Media Sosial
Media sosial merupakan kosakata yang merujuk pada aktivitas
mencari
informasi terkini di area lokal; mendapat berita dan informasi dari dunia hiburan;
mengetahui informasi kejadian nasional maupun global; berhubungan dengan
relasi kerja maupun professional; serta sebagai media promosi atau iklan.
Heldman et.al (2013) menjelaskan bahwa media sosial digunakan oleh
pelaku promosi kesehatan sebagai diseminasi informasi publik secara luas. Selain
itu salah satu karakteristik dari semua jenis media sosial adalah potensi untuk
memfasilitasi social engagement, yakni proses komunikasi dan kolaborasi yang
berbagai
format
penyampaian
informasi,
serta
media
sosial
10
B. Kerangka Teori
Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi:
-
Usia
Jenis kelamin
Faktor genetik
Ras
Merokok
Konsumsi alkohol
Konsumsi sayur-buah
Obesitas
Aktivitas fisik
HIPERTENSI
Kerangka Konsep
11
Kampanye
media sosial
Pekerjaan
Fasilitas
Faktor sosiodemografi
Pola hidup
sedentari
HIPERTENSI
Persepsi
Motivasi
mengenai
kurang
sehat
12
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan
Jenis penitian ini adalah penelitian kualitatif. Intervensi dirancang
berdasarkan Communication/behavior-Change (CBC) Framework. Kerangka
kerja
ini
merupakan
gabungan
dari
Health
Believe
Model
dan
13
E. Rencana Kerja
1. Menentukan masalah
Prioritas masalah ditentukan dengan menimbang aspek prevalence,
seriousness, manageability, dan community concern.
Hipertensi merupakan penyakit yang dialami hampir 1 milyar
orang di dunia (JNC-VII, 2003). Prevalensi hipertensi di Indonesia adalah
25,8% (Riskesdas, 2013).
WHO 2007 menetapkan hipertensi sebagai faktor risiko nomor tiga
penyebab kematian di dunia, hipertensi bertanggung jawab terhadap 62%
timbulnya kasus stroke, 49% timbul serangan jantung, 7 juta kematian
prematur tiap tahun disebabkan oleh hipertensi (Corwin, 2007). Di
Amerika Serikat, kerugian yang diakibatkan hipertensi adalah $46 milyar
setiap tahunnya, baik untuk waktu kerja yang hilang, pelayanan kesehatan,
maupun pengobatan (CDC, 2015).
Sementara itu, hipertensi merupakan penyakit yang dapat dikontrol.
Pencapaian manajemen yang adekuat dari hipertensi adalah dengan
diagnosis, tata laksana, dan pengontrolan dari tekanan darah yang tinggi
(Alcocer et. al., 2008). Yang menjadi tantangan adalah melakukan
perubahan pada gaya hidup. Namun demikian, pencapaian tekanan darah
normal adalah hal yang sangat mungkin untuk dilakukan (William, 2003).
Dari semua kasus hipertensi, lebih dari 50% orang di dunia tidak
menyadari kondisi mereka. Menurut World Hypertension League,
penyampaian pesan-pesan mengenai hipertensi untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat mengenai hipertensi melalui media massa
diperkirakan dapat menjangkau sekitar 1,5 milyar orang di dunia
(Chockalingam, 2007).
2. Analisa masalah
Di samping beberapa faktor risiko hipertensi yang tidak dapat
dimodifikasi, seperti usia, jenis kelamin, faktor genetik, dan ras, terdapat
pula faktor risko hipertensi yang dapat dimodifikasi, seperti merokok, diet
14
tinggi garam, konsumsi alkohol, aktivitas fisik yang kurang, dan obesitas
(Slama, 2002).
Meninjau dari prevalensi dan besarnya dampak yang diakibatkan
oleh hipertensi, serta menimbang adanya beberapa faktor risiko yang dapat
dimodifikasi, perhatian dirasa penting untuk ditempatkan pada strategi
pencegahan hipertensi.
Berdasarkan penelitian dari Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi
Badan Penelitian Kesehatan Depkes RI tahun 2009 dengan menggunakan
data Riskesdas 2007, faktor risiko risiko hipertensi yang bermakna di
Indonesia menurut faktor sosiodemografi adalah umur, pria, pendidikan
rendah; menurut faktor perilaku adalah kebiasaan merokok, konsumsi
minuman berkafein >1 kali per hari, konsumsi alkohol, kurang aktivitas
fisik; dan menurut faktor fisik dan riwayat penyakit adalah obesitas dan
obesitas abdominal.
Faktor risiko sosiodemografi merupakan faktor yang cenderung
sulit untuk diintervensi. Dari faktor risiko perilaku, faktor risiko pola
makan dianggap belum jelas. Data yang didapatkan masih bersifat subjekif
karena hanya diukur melalui frekuensi konsumsi. Sedangkan untuk
mengatasi masalah merokok di Indonesia yang sudah membudaya
cenderung susah dilakukan secara berkelompok karena pendekatan yang
dilakukan juga harus meliputi pendekatan individu. Menurut Fiore et. al.
(2008), cara yang terbukti efektif adalah dengan konsultasi dokter untuk
mendapatkan nasihat dan bantuan unntuk berhenti merokok, konseling
individual dan kelompok, terapi perilaku, serta tata laksana dengan cara
person-to-person yang lebih intens.
Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko yang bermakna,
sejalan pula dengan pernyataan dari WHO tahun 2004 bahwa aerobik 3040 menit/hari dapat menurunkan risiko hipertensi 19%-30%. Olahraga
juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi (Aris S, 2013), yang
merupakan faktor risiko fisik yang bermakna pada penelitian tersebut.
3. Analisa komunitas
15
16
17
Berdasarkan
data
yang
dirangkum
oleh
Socialbakers.com
dan
intervensi
yang
dibuat
mengacu
pada
6. Cues to action
Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan akan didokumentasi dan ditampilkan
ke dalam akun sosial media sebagai pengingat untuk mempertahankan fokus
perubahan.
7. Provide support
Semua kegiatan dan informasi tidak hanya dilakukan satu kali dengan tujuan
untuk
membiasakan
dan
mempertahankan
perubahan
perilaku
pada
masyarakat sasaran.
Rancangan (prototype) intervensi yang telah dibentuk ini diharapkan dapat
dengan mudah diimplementasi langsung, tentunya dengan penyesuaian terhadap
kondisi pada saat implementasi.
19
DAFTAR PUSTAKA
AHA. 2014. About High Blood Pressure. (http://www.heart.org/)
Alcocer, L. & Cueto, L. 2008. Hypertension, a health economics perspective.
Therapeutic Advances in Cardiovascular Disease 2 (3): 14755. (doi:
10.1177/1753944708090572)
Armstrong T, Bauman A, Davies J. 2000. Physical activity patterns of Australian
adults: Results of the 1999. National Physical Activity Survey. Canberra:
Australian Institute of Health and Welfare.
Biddle, S. J. H. & Mutrie, N. 2001. Psychology of physical activity, 1st ed.
London: Routledge.
Blaxter, M. 1990. Health and lifestyles. London: Tavistock/Routlege.
Brownson, R. C. et al. 2001. Environmental and policy determinants of physical
activity in the United States. American Journal of Public Health.
Bustan, M. N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
Carnethon, M., et al. 2010. Joint Associations of Physical Activity and Aerobic
Fitness on the Development of incident Hypertension: Coronary Artery
Risk Development in Young Adults (CARDIA). Hypertension. (doi:
10.1161/HYPERTENSIONAHA.109.147603)
CDC. 2015. High blood pressure in the United States.
Chockalingam, A. 2007. Impact of World Hypertension Day. Canadian Journal of
Cardiology 23 (7): 5179.
Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Elliott, W.J. 2003. The Economic Impact of Hypertension. The Journal of Clinical
Hypertension 5 (4): 313. (doi:10.1111/j.1524-6175.2003.02463)
Fiore, M. C. et al. 2008. Treating Tobacco Use and Dependence: 2008 Update
Clinical Practice
Guidelines. Rockville (MD): U.S. Department of Health and Human Services,
Public Health Service, Agency for Healthcare Research and Quality.
Gunawan, L. 2001. Hipertensi: Tekanan darah tinggi. Yogyakarta: Percetakan
Kanisus.
20
21
22
LAMPIRAN
23