Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
2.1 LATAR BELAKANG
Penyakit sistemik lupus eritematasus (SLE) tampaknya terjadi akibat terganggunya
regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan auto antibodi yang berlebihan,
limfadenopati terjadi pada 50% dari seluruh pasien SLE pada waktu tertentu selama
perjalanan penyakit tersebut. Sistemik lupus eritematosus (SLE) merupakan salah satu
penyakit autoimun yang disebabkan oleh disregulasi sistim imunitas dan secara garis besar
dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu endokrin-metabolik, lingkungan dan genetik.Gangguan renal
juga terdapat pada sekitar 52% penderita SLE. Pada sebagian pasien, gangguan awal pada
kulit dapat menjadi prekursor untuk terjadinya gangguan yang bersifat lebih sistemik.

2.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian lupus eritematosus
2. Untuk mengetahui tentang etiologi lupus eritematosus
3. Untuk mengetahui tentang epidemiologi lupus eritematosus
4. Untuk mengetahui tentang patofisiologi lupus eritematosus
5. Untuk mengetahui tentang klasifikasi lupus eritematosus
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis lupus eritematosus
7. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan lupus eritematosus
8. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan lupus eritematosus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun menyerang sel-sel jaringan
organ tubuh yang sehat. sistem imun yang terbentuk berlebihan. kelainan ini dikenal dengan
autoimunitas. pada kasus satu penyakit ini bisa membuat kulit seperti ruam merah yang
rasanya terbakar (lupus DLE). pada kasus lain ketika sistem imun yang berlebihan itu
menyerang persendian dapat menyebabkan kelumpuhan (lupus SLE).
2.2 ETIOLOGI
Sehingga kini faktor yang merangsangkan sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak
normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran ultraviolet,
dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.
Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan
kaum wanita. Ini menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai
peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE)
dan hormon wanita saat ini masih dalam kajian.
Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit keturunan.
Walau bagaimanapun, mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang itu
mengidap penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE).

2.3 EPIDIMIOLOGI
Prevalansi SLE di berbagai negara sangat bervariasi. Prevalansi pada berbagai
populasi yang berbeda-beda. D a r i berbagai sumber diadapatkan data antara lain :
a. Prevalansi penyakit SLE adalah 0, 06 % dari populasi umum. (kirsch, et all).
b. Di amerika serikat, insiden penyakit SLE adalah 14,6 50.8 kasus/ 100.000 orang sedangkan
prevalensinya 24-100/100.000 orang.
c. Prevalensi penyakit SLE di swedia adalah 36/100.000 orang.
d. Di Inggris prevalensinya hampir sama dengan orang asia 40/100.000 orang.

2.4 KLASIFIKASI
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1.
Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus
2.

yang menyerang kulit.


Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam
tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf.

Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).


3.
Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu. Gejalagejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.

2.5 PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit
yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan
beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat
dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan
produksi autoimun diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga
timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi
antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan dengan pada penyakit lain,
dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnyayang tidak diketahui) menentukan gejala
mana yang akan berkembang. Karena itu, gejala dan beratnya penyakit, bervariasi pada setiap
penderita. Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan sampai
penyakit yang berat.
Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas gejala (remisi)
dan masa kekambuhan (eksaserbasi). Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ,
tetapi di kemudian hari akan melibatkan organ lainnya.
1.

Sistem Muskuloskeletal
3

a.
Artralgia
b.
artritis (sinovitis)
c.
pembengkakan sendi,
d.
nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, dan rasa kaku pada pagi hari.
Sistem Integument (Kulit)

2.

a. Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi
b. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3.

Sistem kardiak
a. Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.

4.

Sistem pernafasan
a. Pleuritis atau efusi pleura.
Sistem vaskuler

5.

a. Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,


b. eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6.

Sistem perkemihan
a. Glomerulus renal yang biasanya terkena.

7.

Sistem saraf
a.

Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh
bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

2.7 PENATALAKSANAAN
1.

Penilaian Aktivitas Penyakit


Penilaian klinis aktivitas penyakit sama pentingnya dengan hasil tes laboratorium.

Kelelahan, demam atau perubahan emosi dapat menjadi indikasi aktifnya lupus, seperti juga
munculnya ruam atau nyeri sendi. Pemantauan aktifitas penyakit sangat diperlukan untuk
4

menentukan agresifitas penatalaksanaan lupus dan dosis obat yang dibutuhkan. Hal ini
dapat dimonitor dari banyaknya organ tubuh pasien yang terkena dan tes laboratorium yang
sesuai untuk memantau aktifitas penyakit misalnya pemeriksaan tes fungsi ginjal,atau
fungsi paru, jumlah sel darah putih (leukosit), sel darah merah (hemoglobin) atau bahkan
laju endap darah (LED).
Berbagai indeks penilaian derajat penyakit telah dikembangkan dan digunakan oleh
para spesialis, namun aktivitas penyakit yang terus berubah dan kerusakan jaringan yang
terjadi menyulitkan untuk membedakan pengaruh dari peradangan aktif atau akibat
kerusakan yang terbentuk. Sehingga pada prakteknya, lupus dibagi menjadi 3 tingkatan
yaitu ringan, sedang, dan berat, sesuai dengan berat ringannya gejala yang muncul.
2.

Lupus Ringan
Manifestasi yang umum adalah nyeri sendi, ruam, sensitif terhadap cahaya matahari,

sariawan di mulut, Raynauds syndrome (perubahan warna pada ujung jari akibat suhu
dingin), rambut rontok, dan kelelahan. Seringkali gejala tersebut cukup dikontrol oleh
analgesik dan mengurangi paparan sinar matahari dengan menggunakan tabir surya.
Hidroksikloroquin umumnya digunakan dalam gejala ini.
Kelelahan merupakan gejala lain dari tingkatan ini yang terkadang menjadi alasan
digunakannya steroid dosis rendah, walaupun hasilnya kadang tidak maksimal. Nyeri sendi
atau ruam kulit dapat juga menggunakan dosis tersebut. Dosis steroid yang tinggi harus
dihindari jika resiko efek samping yang timbul cenderung lebih besar dari manfaatnya. Hal
ini penting untuk dipertimbangkan dalam membuat keputusan pemberian steroid karena
efek samping obat lebih umum terjadi pada orang dengan lupus dibandingkan populasi
lainnya. Pola hidup sehat (makanan sehat dan olah raga ringan yang teratur) juga sangat
dianjurkan.

3. Lupus Sedang
Tingkatan ini meliputi pleuritis (radang selaput paru), perikarditis (radang selaput
jantung), ruam berat dan manifestasi darah seperti trombositopenia atau leukopenia. Dalam
kasus ini, terapi steroid biasanya sudah dibutuhkan, namun dengan penggunaan dosis yang
cukup untuk mengendalikan penyakit dan kemudian menguranginya menjadi dosis
5

pemeliharaan serendah mungkin. Agak sulit untuk menstandarisasi dosis, namun pada
umumnya Pleuritis dapat dikontrol dengan 20mg prednisolon per hari, kelainan darah
membutuhkan dosis 40mg atau lebih.
Hidroksikloroquin sudah memadai sebagai tambahan steroid, tapi kadang obat
imunosuppressan juga dibutuhkan seperti: Azathioprine, dan Methotrexate. Siklosporin
juga dapat digunakan khususnya dalam pengobatan trombositopenia, tetapi karena
kecendrungan menyebabkan hipertensi dan merusak fungsi ginjal harus digunakan secara
hati-hati. Obat- obat immunosupresan ini membutuhkan waktu 1-3 bulan sampai efeknya
muncul,sehingga dalam periode tersebut steroid masih dibutuhkan dalam dosis yang cukup
untuk mengontrol penyakit. Jika pasien sudah dapat distabilkan dengan obat
imunosupresan, dosis steroid harus segera diturunkan ke dosis terendah untuk
pengendalian penyakit.
4.

Lupus Berat
Ginjal, SSP, dan manifestasi kulit berat atau kelainan darah berat termasuk ke dalam

tingkatan ini. Steroid sangat dibutuhkan dalam tahap ini dengan tambahan obat
immunosupresan. Prednisolon atau metilprednisolon intravena mungkin dibutuhkan untuk
mengendalikan penyakit ini. Azathioprin, methotrexate, atau mychophenolate dapat
digunakan sebagai imunosupresif dan dapat mengurangi dosis steroid yang diperlukan.
Pengobatan dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu: induksi awal dimana penyakit aktif
dikendalikan, dan fase pemeliharaan agar penyakit tetap terkontrol.
Pengobatan tambahan yang digunakan untuk lupus berat meliputi immunoglobulin
intravena, plasma exchange, dan antibodi monoclonal (agen biologi). mengalami
penurunaan penggunaannya dibandingkan waktu yang lalu tapi banyak yang masih
percaya bahwa pengobatan tersebut sangat membantu pada lupus akut, penyakit berat, dan
sebagian lupus yang mengenai otak. Antibodi monoklonal, terutama rituximab sangat
menjanjikan dan cenderung memainkan bagian penting dalam pengelolaan penyakit
sedang dan berat.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri,
kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra
diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
a.
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
b.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan
gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku
pada pagi hari.
5. Sistem integumen
a. Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi.
b. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan
purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan

ekstensor lengan bawah

atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.


8.

Sistem Renal
Edema dan hematuria.

9.

Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun
manifestasi SSP lainnya.
7

3.2 DIAGNOSA
a.
b.
c.

Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.


Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

3.3 INTERVENSI (Rencana Tindakan)


1.

Nyeri b/d inflamasi dan kerusakan jaringan.


Tujuan :
a. Gangguan nyeri dapat teratasi
b. Perbaikan dalam tingkat kenyamanan
Kriteria Hasil :
a. Skala Nyeri : 1-10
Rencana Tindakan (Intervensi; simbol I) dan Rasional (simbol R)

Intervensi

Rasional

1. Kaji Keluhan Nyeri : Pencetus, catat

1. Nyeri hampir selalu ada pada

lokasi, karakteristik, dan intensitas

beberapa

derajat

beratnya

(skala nyeri 1-10).

keterlibatan jaringan/kerusakan
tetapi, biasanya paling berat
selama

2.

Tutup luka sesegera mungkin kecuali


perawatan

luka

bakar

metode

pemajanan pada udara terbuka.


3. Pertahankan
suhu
lingkungan
nyaman, berikan lampu penghangat,

penggantian

balutan

dan debridemen.
2. suhu berubah dan

gerakan

udara

dapat

nyeri hebat pada pemajanan


ujung saraf.
3. pengaturan suhu dapat hilang
karena

penutup tubuh hangat.

menyebabkan

luka

bakar

mayor.

Sumber panas eksternal perlu


4. Lakukan penggantian balutan dan
debridemen setelah pasien di beri
obat dan/atau pada hidroterapi.
5. Dorong ekspresi perasaan tentang

untuk mencegah menggigil.


4. menurunkan terjadinya distress
fisik

dan

dengan

emosi

sehubungan

penggantian

balutan

dan debridemen.
5. Pernyataan
memungkinkan

nyeri.

pengungkapan emosi dan dapat


meningkatkan

mekanisme

manajemen stress, contoh relaksasi

koping.
6. memfokuskan

kembali

progresif, napas dalam, bimbingan

perhatian,

imajinasi dan visualisasi.

relaksasi

6. Dorong

penggunaan

teknik

rasa

meningkatkan
dan

control,

menurunkan
7. Berikan

aktivitas

terapeutik

tepat

untuk usia/kondisi.

farmakologis.
7. membantu

meningkatkan
yang

dapat

ketergantungan
mengurangi

konsentrasi nyeri yang di alami


8. Berikan analgesic sesuai indikasi.

dan

memfokuskan

kembali

perhatian.
8. membantu mengurangi nyeri.

2.

Kerusakan integritas kulit b/d proses penyakit.


Tujuan :
Pemeliharaan dan perawatan integritas kulit
Kriteria Hasil :
a. Kulit dapat terpelihara dan terawat dengan baik.
b. Rencana Tindakan dan Rasional
intervensi
1. Kaji kulit setiap hari. Catat warna,
turgor,sirkulasi
Gambarkan

dan
lesi

Rasional
1. Menentukan garis dasar di man

sensasi.

dan

perubahan pada status dapat di

amati

perubahan.

bandingkan

dan

melakukan

intervensi yang tepat.


2. mempertahankan
kebersihan

2. Pertahankan/instruksikan
hygiene

kulit,

karena kulit yang kering dapat

dalam

menjadi barier infeksi.

misalnya

membasuh

kemudian

mengeringkannya dengan berhatihati

dan

melakukan

masase

dengan menggunakan lotion atau

3. kuku yang panjang dan kasar


meningkatkan

krim.
3. Gunting kuku secara teratur.

bakteri,

barrier protektif, mis, duoderm,

meningkatkan

proses

penyembuhan.

dengan pembalut yang steril atau


sesuai petunjuk.
gunakan/berikan

kerusakan

dermal.
4. Dapat mengurangi kontaminasi

4. Tutupi luka tekan yang terbuka

5.

risiko

5. Digunakan pada perawatan lesi


kulit.

obat-obatan

(NSAID dan kortikosteroid) sesuai


indikasi

3.

Kurang pengetahuan b/d kurangnya sumber informasi


Kriteria hasil: Klien dan keluarga klien/orang terdekat

mendapatkan

pengetahuan dari informasi yang diberikan

Intervensi
1. Tinjau ulang proses penyakit dan

Rasional
1. Memberikan

pengetahuan

apa yang menjadi harapan di

dasar di mana pasien dapat

masa depan.

membuat pilihan berdasarkan


informasi.
2. mengoreksi
10

mitos

dan

2. Tinjau

ulang

cara

penularan

penyakit.

kesalahan
meningkatkan

konsepsi,
,

mendukung

keamanan bagi pasien/orang


3. Dorong

aktivitas/latihan

pada

tingkat yang dapat di toleransi

lain.
3. merangsang
endorphin

mengubah
4. Tekankan perlunya melanjutkan
kesehatan

dan

evaluasi
5. Identifikasi
komunitas,
sakit

pada

otak,

meningkatkan rasa sejahtera.


4. memberi kesempatan untuk

pasien.

perawatan

pelepasan

sumber-sumber
misalnya

rumah

sebelumnya/pusat

perawatan tempat tinggal.

11

aturan

memenuhi

untuk

kebutuhan

perubahan/individu
5. Memudahkan
pemindahkan
dari

lingkungan

perawatan

akut;

mendukung

pemulihan

dan kemandirian.

BAB IV
PENUTUP
4.1

KESIMPULAN
Lupus eritematosus merupakan penyakit autoimun kronis dimana terdapat kelainan
sistem imun yang menyebabkan peradangan pada beberapa organ dan sistem tubuh.
Mekanisme sistem kekebalan tubuh tidak dapat membedakan antara jaringan tubuh sendiri
dan organisme asing (misalnya bakteri, virus) karena autoantibodi (antibodi yang menyerang
jaringan tubuh sendiri) diproduksi tubuh dalam jumlah besar dan terjadi pengendapan
kompleks imun (antibodi yang terikat pada antigen) di dalam jaringan.
Manifestasi dapat berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya tergantung dari target
organ yang terkena. Gejala yang timbul dapat menyerupai penyakit lain seperti multiple
sclerosis, arthritis reumathoid, atau bahkan demam berdarah, sehingga sering menyulitkan
dalam penegakkan diagnosa.
Para tenaga medis sangat berhati-hati dalam mendiagnosa lupus eritematosus,
pemeriksaan status sistem imun yang lengkap dan menyeluruh, termasuk mengetahui seluruh
riwayat penyakit pasien mutlak diperlukan sebelum diagnosa lupus eritematosus ditegakkan.
Perkembangan penelitian penyebab dan pengobatan Lupus eritematosus di dunia cukup
menjanjikan dalam 3 dekade terakhir, terlihat bahwa pendekatan pengobatan mulai berubah,
diagnosa dini mulai dapat ditegakkan, manifestasi penyakit pada sebagian besar pasien mulai
dapat dikontrol sehingga jumlah dan jenis obat-obatan yang dikonsumsi dapat dikurangi.

4.1

SARAN
Dengan adanya makalah ini kami selaku penulis sangat berharap kepada seluruh
mahasiswa agar mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit lupus eritematosus.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat membawa pengaruh yang baik dan bermanfaat
bagi kita semua.

12

Kami enulis menyadaribahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
kami mengharapkan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC, 2001
Robbins & cotran. Buku saku dasar patologis penyakit. Edisi 7. Jakarta:

EGC,2008

Isselbacher, dkk. Prinsip- prinsip ilmu penyakit. Edisi. 13. Jakarta: EGC, 2000
Marilyn E. Doenges. Rencana asuhan keperawatan. Edisi. 3. Jakarta: EGC, 1999

13

Anda mungkin juga menyukai