PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di
klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama
masyarakat, terutama di negara berkembang. Kelainan ini merupakan
penyebab
debilitas
kronik
yang
memiliki
dampak
besar
terhadap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah
massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Anemia secara praktis
ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung
eritrosit. Kriteria anemia ditentukan berdasarkan kadar hemoglobin, WHO
menyebutkan bahwa kriteria anemia untuk laki-laki dewasa <13 g/dl, wanita
dewasa tidak hamil <12 g/dl dan wanita hamil <11 g/dl.1
Anemia megaloblastik adalah anemia akibat gangguan sintesis DNA
yang ditandai dengan sel megaloblastik. Anemia megaloblastik dapat
disebabkan oleh defisiensi asam folat maupun vitamin B12. Sehingga anemia
defisiensi vitamin B12 yaitu anemia yang terjadi akibat gangguan sintesis
DNA, ditandai dengan sel megaloblastik dan disebabkan karena kekurangan
vitamin B12.2
B. Epidemiologi
Data dari WHO tahun 2008 menunjukkan bahwa anemia akibat
defisiensi asam folat dan vitamin B12 merupakan salah satu masalah
kesehatan dunia. Penurunan kadar kedua vitamin tersebut ditemukan pada
sebagian besar penduduk di berbagai negara di dunia.
Penelitian di Prince of Wales Hospital, Hong Kong menunjukkan
81% dari 124 pasien memiliki kadar vitamin B12 <200 pg/ml. Prevalensi
anemia defisiensi vitamin B12 di AS (300 ribu- 3 juta penduduk) dan di
Eropa sebanyak 1,6-10% penduduk.1
Anemia defisiensi vitamin B12 banyak terjadi pada usia lanjut
dibandingkan dengan penduduk usia muda. Penelitian oleh Madigan Army
Medical Center menunjukkan bahwa 15% orang dewasa diatas 65 tahun
menunjukkan defisiensi vitamin B12 setelah dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Data dari Prince of Wales Hospital juga menunjukkan bahwa
7,5-13% pasien geriyatri menderita anemia defisiensi vitamin B12.2
C. Etiologi
1. Kurang asupan vitamin B12
dengan
bertambahnya
usia.
Penurunan
HCl
b. Gangguan di intestinal
Kerusakan pada permukaan absorpsi
- Sindrom malabsorpsi
- Limfoma, sistemik schlerosis
- Reseksi ileum, Crhon disease
- Sprue topikal, sprue non tropikal, enteritis regional, reaksi
intestinum, neoplasma dan gangguan granulomatosa5
Infeksi bakteri dan parasit yang berkompetisi dengan kobalamin
Diphylobotrium latum, bakteri blind loop syndrome
c. Kerusakan pada pankreas
sama dengan faktor intriksik yang dihasilkan oleh sel parietal di fundus dan
kardiak gaster. Faktor intrinsik tersebut memilki kemampuan berikatan
dengan kobalamin yang lebih rendah.7
Di dalam duodenum, kompleks kobalamin-protein R dari gaster
bercampur dengan kompleks kobalamin-protein R yang berasal dari kantung
empedu. Enzim pankreas selanjutnya memutus ikatan antara kobalaminprotein R sehingga terbentuk kobalamin bebas. Kobalamin selanjutnya
berikatan dengan faktor intrinsik yang tidak dapat dicerna oleh enzim
proteolitik dan dapat melintas sampai ke ileum terminal. Ikatan kobalamin
dan faktor intrinsik kemudian diserap oleh reseptor- reseptor di vili-vili ileum
terminal.7
Kobalamin selanjutnya berikatan dengan protein transport yaitu
transkobalamin I,II dan III. Transkobalamin II memiliki peran paling penting
karena dapat mengangkut kobalamin ke seluruh sel tubuh melalui sistem
porta. Proses selanjutnya adalah pemutusan ikatan kobalamin dengan
transkobalamin II oleh enzim lisosom dan menghasilkan kobalamin bebas.
Setelah diangkut dalam darah, kobalamin yang bebas dilepas ke dalam sitosol
sel sebagai hidroksikobalamin. Hidroksikobalamin ini bisa diubah di dalam
sitosol menjadi metilkobalamin atau memasuki mitokondria untuk mengalami
konversi menjadi 5-deoksiadenosilkobalamin.7
Deoksiadenosilkobalamin merupakan
koenzim
bagi
konversi
menjadi
metionin
dan
N5-metiltetrahidrofolat
menjadi
tetrahidrofolat. Dalam reaksi ini, gugus metil yang terikat dengan kobalamin
dipindahkan pada homosistein untuk membentuk metionin. Kobalamin
selanjutnya mengeluarkan gugus metil dari N5-metiltetrahidrofolat untuk
membentuk tetrahidrofolat. Pada reaksi ini simpanan metionin akan
8
B12
dan
asam
folat
saling
berhubungan
dalam
glisin
dan
N5,10
metilentetrahidrofolat.
N5,10
lintasan
tetrahidrofolat
untuk
dikonversi
menjadi
N5,10
metilentetrahidrofolat.8
yang
berperan
dalam
metiltransferase
untuk
metil
tersebut,
metionin
dipecah
menjadi
homosistein.
folat
Tetrahidrofolat
(5-metiltetrahidrofolat)
berperan
penting
menjadi
dalam
tetrahidrofolat.
sintesis
DNA
dan
11
leukopenia
Gangguan pada siklus metil mengakibatkan peningkatan jumlah
homosistein. Hal ini karena kegagalan dalam pengubahan
kembali homosistein menjadi metionin. Kadar homositein yang
tinggi menjadi faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler
dan stroke.
12
dan refleks)
Parestesia
Paralisis
Gangguan keseimbangan
Demensia dan gangguan psikis
F. Penegakan Diagnosis
1. Pemeriksaan darah lengkap
a. Penurunan kadar hemoglobin
b. Penurunan kadar hematokrit
c. Penurunan kadar leukosit dan trombosit
d. Hitung eritrosit
Mean corpuscular volume (MCV) lebih dari 100 fl
Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) normal
Mean corpuscular hemoglobin (MCH) meningkat
2. Gambaran darah tepi
a. Sel eritrosit
Sel darah merah memiliki ukuran yang besar dan bentuk oval (macroovalositosis). Sel dapat terlihat paling besar, tebal, dengan inti
hiperkromatin. Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk yang
bervariasi (anisopoikilositosis). Basofilik stippling : badan inklusi di
sitoplasma berwarna biru kehitaman yang merupakan endapan dari
ribosom RNA
13
banyak
(5-6
lobus).
Ukuran
neutrofil
membesar
(makropolimorfonuklear).
c. Trombosit
Terjadi penurunan jumlah trombosit (trombositopenia).
d. Retikulosit
Jumlah retikulosit bervariasi bisa normal atau menurun.
3. Pemeriksaan sumsum tulang
a. Sumsum tulang tampak hiperseluler (menandakan meningkatnya
proliferasi prekursor eritrosit) dengan eritrosit yang membesar (panah
hijau). Lebih dominan sel-sel immatur (proeritroblast & basofilik
eritroblast)
dibandingkan
dengan
polikromatofilik
dan
kromatin
juga
terbuka
seperti
koma.
Terjadi
14
15
16
Anemia makrositik
Retikulosit
Meningkat
Sumsum tulang
Non megaloblastik
Anemia hipotiroidisme
I. Komplikasi
Komplikasi umum anemia meliputi gagal jantung, parestesia dan kejang.
Pada setiap tingkat anemia, pasien dengan penyakit jantung cenderung lebih
besar kemungkinannya mengalami gagal jantung kongestif daripada
seseorang yang tidak mempunyai penyakit jantung. Komplikasi dapat terjadi
sehubungan dengan jenis anemia tertentu.12
J. Prognosis
Prognosis pada anemia tergantung pada penyebab, tingkat keparahan, dan
progresifitas anemia tersebut.
18
BAB III
KESIMPULAN
1. Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer.
2. Anemia defisiensi besi yaitu anemia yang terjadi akibat gangguan
sintesis DNA, ditandai dengan sel megaloblastik dan disebabkan karena
kekurangan vitamin B12.
3. Etiologi anemia defisiensi vitamin b12 paling sering adalah
malabsorpsi.
4. Tanda dan gejala pada anemia defisiensi vitamin B12 adalah sindrom
anemia, glositis, dan neuropati.
5. Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik,
laboratorium darah lengkap, gambaran darah tepi dan biokimia darah.
6. Penatalaksanaan terdiri dari terapi etiologi, pengganti vitamin b12
berupa injeksi dan peroral.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Butensky, E., Paul, H., Bertram, L. 2008. Nutritional Anemia. Nutrition in
Pediatrics. Canada: Hemiltan, Ontario. Edisi 4
2. Stabler, S. 2013. Vitamin b12 deficiency. The New England Journal of
Medicine. 368:149-160
3. Solomon, L., 2006. Disorders of cobalamin (Vitamin B12) metabolism:
Emerging concepts in pathophysiology, diagnosis and treatment. Blood
Reviews.
4. Aslinia, F. 2009. Megaloblastic anemia and other causes of macrositosis.
Clinical Medicine and Research.4:236-241
5. Andres, E., Loukili., Esther, N. 2004. Vitamin B12 deficiency in elderly
patients. Canadian Medical Association or its licencors. 3:171
6. Mclean E, Allen L, Neumann C.2007. Low plasma vitamin B-12 in
Kenyan school children is highly prevalent and improved by supplemental
animal source foods. J Nutr .137:67682.
7. Stabler S, Allen R. 2005. Vitamin B12 deficiency as a worldwide problem.
Annu Rev Nutr. 24:299326.
8. Lewis SM, Bain BJ, Bates I.2006. Dacie and Lewis Practical
Haematology.9th ed. Toronto.
9. Price, Sylvia.A., Wilson, L. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.
20
13. Stabler SP, Allen RH, Savage DG, Lindenbaum J. 2000. Clinical spectrum
21