Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran
sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop.
Mikroorganisme

terdapat

dimana-mana.

Interaksinya

dengan

sesama

mikroorganisme ataupun organisme lain dapat berlangsung dengan cara yang


aman dan menguntungkan maupun merugikan (Jawetz, 2007).
Bakteri ini dapat mengakibatkan penyakit tuberculosis pada manusia.
Tuberculosis itu sendiri merupakan penyakit berbahaya ke-3 yang
menyebabkan kematian didunia setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit
saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu dari golongan penyakit
infeksi. Saat ini tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis (Jawetz, 2007).
Tuberkulosis Paru (TB) saat ini telah menjadi ancaman global, karena
hampir sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi. Sebanyak 95% kasus TB
dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara
berkembang. TB merupakan penyebab kematian nomor satu diantara penyakit
menular dan merupakan peringkat ketiga dari 10 penyakit pembunuh tertinggi
di Indonesia yang menyebabkan 100.000 kematian setiap tahunnya.
Tingginya insidens dan prevalens TB terutama kasus TB BTA positif
merupakan ancaman penularan TB yang serius di masyarakat, karena sumber
penularan TB adalah penderita TB BTA positif (Sarwani, 2012).
Angka penemuan penderita (CDR) TB paru (BTA+) di Indonesia
meningkat dari 37%pada tahun 2003 menjadi 54% pada tahun 2004, 65%
pada tahun 2005 dan 70% pada tahun 2006 sementara angka kesembuhan
penderita (cure rate) TB paru menunjukkan hasil sesuai target nasional
(>85%). Namun penemuan penderita TB paru terendah terdapat di Sumatera
(56%) dan di Kawasan Timur Indonesia (31%). Di kota Palu angka penemuan
penderita (CDR) TB parumenurun bermakna pada tahun 2006 dan 2007
(34,9% dan 33,8%) (Sarwani, 2012).

Penyebab penyakit TBC memang bukan bakteri biasa, karena itu


diperlukan konsisten dan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi untuk
mencapai hasil terapi yang optimal. Hal inilah yang melatarbelakangi
dilakukannya praktikum pemeriksaan sputum (Sarwani, 2012).
Berdasarkan uraian diatas yang menjadi tujuan dari praktikum
Pemeriksaan Sputum ini yakni adalah:
B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan percobaan ini adalah:
1 Untuk mengetahui teknik pewarnaan bakteri tahan asam (BTA).
2 Untuk mengamati Mycobacterium tuberculosis (jika ada) dan mengamati
tingkat infeksi dari sputum.
C. Manfaat
Adapun manfaat dalam praktikum Pemeriksaan Sputum adalah:
A. Manfaat Umum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah praktikan dapat
mengetahui teknik pewarnaan bakteri tahan asam (BTA) dan mengamati
tingkat infeksi dari sputum sehingga dengan melalui dengan pengamatan
ini dapat menaruh perhatian lebih besar terhadap infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Basil Tahan Asam (BTA) seperti Mycobacterium tuberculosis.
B. Manfaat Bagi Kesehatan Masyarakat
Serta memberi manfaat untuk tenaga ilmu kesehatan masyarakat
dalam pencegahan untuk memutuskan mata rantai penularan dengan
mengadakan sosialisasi terhadap masyarakat bagaimana gaya hidup sehat
dalam menghindari infeksi Mycobacterium tuberculosis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mycobacterium tubercuosis
1. Pengertian
Sputum adalah bahan yang dikeluarkan dari paru, bronchus,
dan

trachea

melalui

mulut.Biasanya

juga

disebut

dengan

expectoratorian. Orang dewasa normal bisa memproduksi mukus


(sekret kelenjar) sejumlah 100 ml dalam saluran nafas setiap
hari.Mukus ini digiring ke faring dengan mekanisme pembersihan
silia dari epitel yang melapisi saluran pernapasan. Keadaan abnormal
produksi mucus yang berlebihan (karena gangguan fisik, kimiawi atau
infeksi yang terjadi pada membrane mukosa), menyebabkan proses
pembersihan tidak berjalan secara normal seperti tadi, sehingga mukus
ini banyak tertimbun. Bila hal ini terjadi, membran mukosa akan
terangsang,

dan

mukus

akan

dikeluarkan

dangan

tekanan

intrathorakal dan intrabdominal yang tinggi. Dibatukkan, udara


keluar dengan akselerasi yang cepat beserta membawa sekret mukus
yang tertimbun tadi. Mukus tersebut akan keluar sebagai sputum
(Hudoyo, 2010).
2. Etiologi
Penyakit ini diakibatkan infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang paru ataupun organ-organ tubuh
lainnya seperti kelenjar getah bening, usus, ginjal, kandungan, tulang
sampai otak.TBC dapat mengakibatkan kematiaan dan merupakan
salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan kematian tertinggi
dinegri ini (Yusrizal, 2009).
Kali ini yang dibahas adalah TBC paru. TBC sangat mudah
menular yaitu lewat cairan disaluran nafas yang keluar keudara lewat
batuk ataupun bersin dan dihrup oleh orang-orang disekitarnya. Tidak
semua orang yang menghirup udara yang mengndung kuman TBC
akan sakit (Yusrizal, 2009).
Pada orang-orang yang memiliki tubuh sehat karena daya
tahan tubuh yang tinggi dan gizi yang baik, penyakit ini tidak akan
muncul dan kuman TBC akan tertidur. Namun, pada mereka yang
mengalami kekurangan gizi, daya tahan tubuh menurun/buruk atau
terus-menerus menghirup udara yang mengandung kuman TBC akibat
lingkungan yang buruk, akan lebih mudah terinfeksi TBC (menjadi

TBC aktif) atau dapat juga mengakibatkan kuman TBC yang


tertidur didalam tubuh dapat aktif kembali (reaktivasi) (Yusrizal,
2009).
Infeksi TBC yang paling sering, yaitu pada paru, seringkali
muncul tanpa gejala apapun yang khas, misalnya hanya batuk-batuk
ringan sehingga sering diabaikan dan tidak diobati. Padahal, penderita
TBC paru dapat dengan mudah menularkan kuman TBC ke orang lain
dan kuman TBC terus merusak jaringan paru sampai menimbulkan
gejala-gejala yang khas saat penyakitnya telah cukup parah (Yusrizal,
2009).
3. Epidemoilogi
Sumber infeksi yang paling sering adalah manusia yang
mengekskresi basil tuberculosis dalam jumlah yang besar, terutama
dari saluran napas. Kontak yang rapat (misalnya dalam keluarga) dan
kontak secara massif (misalnya tenaga kesehatan) menyebabkan
penularan melalui inti droplet kemungkinan yang paling bisa terjadi.
Susu sapi yang menderita tuberculosis bovis tidak diawasi dengan
baik dan susu tidak dipasteurisasi (Ramansyah, 2011).
Kepekaan terhadap tuberculosis adalah suatu akibat dari 2
kemungkinan,

yaitu

resiko

memperoleh

infeksi

dan

resiko

menimbulkan penyakit setelah terjadi infeksi.Bagi orang dengan tes


tuberculosis negatif, kemungkinan memperoleh hasil tuberculosis
tergantung pada kontak dengan sumber-sumber basil yang dapat
menimbulkan infeksi terutama dari penderita dengan dahak positif.
Resiko ini sebanding dengan laju infeksi aktif pada penduduk,
kepadatan, keadaan sosial ekonomi yang merugikan dan pemeliharaan
kesehatan yang kurang. Faktor-faktor ini dan bukan faktor genetik,
mungkin penyebab lebih tingginya angka tuberculosis yang bermakna
pada orang Indian, Eskimo dan Negro Amerika (Ramansyah, 2011).
Resiko selanjutnya berkembangnya penyakit secara klinik
setelah infeksi mempunyai komponen genetik (terbukti pada binatang
dan diduga pada orang Negro Amerika dengan insiden penyakit ini

lebih tinggi pada mereka yang memiliki antigen HLA-Bw 15


histokompatibilitas). Hal ini dipengaruhi oleh umur (resiko tinggi
pada bayi baru lahir dan usia 16-21 bulan), oleh kekurangan gizi dan
oleh keadaan status imunologik, penyakit-penyakit yang meyertainya
(misalnya, silikosis dan diabetes) dan faktor-faktor resistensi hospes
atau tuan rumah masing-masing (Ramansyah, 2011).
4. Virulensi
Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit
tuberculosis (TBC) dapat menyebabkan seseorang memngalami
kemungkinan HIV. Hal ini berdasarkan dengan laporan dari Afrika
Selatan bahwa anak-anak yang menderita Tuberculosis didapatkan
prevalensi HIV 40%-50% (Syahrur, 2004).
5. Patogenesis
Mikrobakteria tidak menghasilkan toksin yang dikenal.
Organisme dalam tetesan dari 1-5 m terhirup dan mencapai alveoli.
Penyakit timbul akibat menetap dan berproliferasinya organisme
virulen dan adanya interaksi dengan tuan rumah. Basil tidak virulen
yang disuntikkan (misalnya, BCG) hanya dapat hidup selama
beberapa bulan atau tahun pada tuan rumah normal. Resistensi dan
hipersensivitas tuan rumah sangat mempengaruhi perkembangan
penyakit (Sarwani, 2012).
6. Klasifikasi Mycobacterium tuberculosis
Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya
dapat dievaluasi sumber, warna, volume dan konsistensinya, karena
kondisi sputum biasanya memperlihatkan secara spesifik proses
kejadian patologik pada pembentukan sputum itu sendiri. Klasifikasi
bentukan sputum dan kemungkinan penyebabnya berupa sputum yang
dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan, kemungkinan berasal
dari sinus atau saluran hidung, bukan berasal dari saluran nafas bagian
bawah. Sputum banyak sekali dan purule atau proses supuratif (eg.
Abses paru). Sputum yang terbentuk perlahan dan terus meningkat,
hal itu menunjukkan tanda bronchitis/bronkhiektasis.
kekuning-kuningan

merupakan

proses

infeksi.

Sputum

Sputum

hijau

merupakan proses penimbunan nana. Warna hijau ini dikarenakan


adanyaverdoperoksidase yang dihasilkan oleh PMN dalam sputum.
Sputum hijau ini sering ditemukan pada penderita bronkhiektasis
karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan
terinfeksi. Sputum merah muda dan berbusa merupakan tanda edema
paru akut. Sputum berlendir, lekat, abu-abu atau putih merupakan
tanda bronkhitis kronik. Sputum berbau busuk merupakan tanda abses
paru/bronkhektasis (Hudoyo, 2010).
7. Pencegahan
Menurut Yusrizal (2009), pencegahan dan pengendalian
Mycobacterium tuberculosis adalah:
1. Tindakan kesehatan masyarakat dengan tujuan mengetahui sumber
infeksi sedini mungkin (tes tuberculosis, sinar-x) dan untuk
pengobatan yang tepat sampai tidak dapat menimbulkan infeksi.
2. Imunisasi: berbagai basil tuberculosis hidup yang tidak virulen,
khususnya BCG (Bacille Calmette Gueri, organisme bovin yang
dilemahkan), digunakan untuk merangsang suatu resistensi tertentu
pada orang yang sangat erat berhubungan dengan penderita TBC.
Vaksinasi dengan organisme ini adalah pengganti infeksi primer
dangan basil tuberculosis virulen. Vaksin yang tersedia belum
memenuhi persyaratan secukupnya dipandang dari berbagai sudut
teknik dan biologik. Kendatipun demikian, dalam tahun 1980 di
London, kebanyakan anak usia 12 tahun dan tuberkulin negatif,
diberikan BCG. Di Swedia, kebanyakan anak usia 1 tahun
mendapatkan BCG. Di AS, pemakaian BCG hanyadianjurkan pada
orang bertuberkulin negatif yang sering mengadakan kontak
dengan penderita TBC. Kemungkinan nilai imunisasi dari fraksi
kuman yang tidak hidup masih dalam penyelidikan.
3. Resistensi tuan rumah: faktor-faktor tidak spesifik

dapat

mengurangi resistensi tuan rumah, ini mempermudah perubahan


infeksi asimptomatik menjadi penyakit di antara aktivatoraktivator tuberculosis ini adalah kelaparan, gastrektomi dan

pemberian kortikosteroid dosis tinggi atau obat-obatan imuno


supresif. Penderita seperti ini dapat menerima INH profilaksis.
8. Pengobatan
Istirahat fisik dan mental, gizi diperbaiki dan berbagai
bentuk terapi membuat paru-paru kolaps telah lama dipakai tetapi
telah diganti kemoterapi spesifik. Obat-obat anti tuberculosis yang
paling banyak digunakan saat ini adalah isoniazid (INH), etambutol,
rifampin dan sreptomisin. Sayang sekali, varian-varian basil
tuberculosis yang resisten terhadap masing-masing obat tersebut
meningkat dengan cepat. Pengobatan paling berhasil bila obt-obat
diberikan bersama-sama (misalnya, INH + rifampin INH + etambutol
dan sebainya), sehingga memperlambat timbulnya bentuk-bentuk
yang

resisten.

Kadang-kadang,

infeksi

terjadi

dengan

basil

tuberculosis yang resisten terhadap satu atau lebih obat. (Di AS, 3-8%
infeksi primer disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
resisten terhadap INH. Di Asia, perbandinganya lebih besar. Ini
mempengaruhi pengobatan imigran orang Asia ke Amerika Serikat).
Obat-obat lain (misalnya, etionamida, pirazinamida, viomisin,
sikloserin) lebih jarang dipergunakan sebab efek sampingnya lebih
menonjol. Adanya obat-obat kemoterapi mengakibatkan penekanan
aktivitas

tuberculosis

pemberantasan

sebagian

besar

basil

tuberculosis. Penyembuhan klinik biasanya dapat dicapai dalam 6-12


bulan. Faktor-faktor tuan rumah penting pada pengawasan organisme
yang tersisa. Penderita dengan dahak positif menjadi tidak infektif
dalam 2-3 minggu setelah dimulai kemoterapi yang efektif (Subandi,
2014).
B. Metode Ziehl Neelsen
Pewarnaan Ziehl Neelsen, termasuk pewarnaan tahan asam.
Biasanya dipakai untuk mewarnai golongan Mycobacterium (M.
tuberculosis

dan

M.

leprae)

dan

Actinomyces.

Bakteri

genus

Mycobacterium dan beberapa spesies nocardia pada dinding selnya


mengandung banyak zat lipid (lemak) sehingga bersifat permeable

dengan pewarnaan biasa. Bakteri tersebut bersifat tahan asam (+)


terhadap pewarnaan tahan asam. Pewarnaan tahan asam dapat digunakan
untuk membantu menegakkan diagnosa tuberculosis. Pewarnaan ini
merupakan prosedur untuk membedakan bakteri menjadi 2 kelompok
tahan asam dan tidak tahan asam. Bila zat warna yang telah terpenetrasi
tidak dapat dilarutkan dengan alkohol asam, maka bakteri tersebut
disebut tahan asam sedangkan sebaliknya disebut tidak tahan asam
(Subandi, 2014).
C. Bakteri Basil Tahan Asam (BTA)
1. Pengertian
Bakteri tahan asam (BTA) adalah bakteri yang memiliki ciriciri yaitu berantai karbon (C) yang panjangnya 8-95 dan memilki
dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak
mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60% dari berat dinding sel.
Bakteri yang termasuk BTA antara lain Mycobacterium, Avium,
Nocandia meningitidis dan Nocandia gonorhoeae. Mycobacterium
tuberculosis adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit
tuberculosis dan bersifat tahan asam sehingga digolongkan sebagai
bakteri tahan asam (BTA). Penularan Mycobacterium tuberculosis
terjadi melalui jalan pernapasan (Subandi, 2014).
2. Bakteri Gram Positif
Bakteri Gram positif adalah bakteri yang dinding selnya
menyerap warna violet dan memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal.
Bila bakteri menunjukkan warna ungu, maka dikelompokkan pada
jenis bakteri Gram positif, dan bila bakteri menunjukkan warna merah
maka dikelompokkan pada jenis bakteri Gram negative (Jawetz,
2007).
3. Baktri Gram Negatif
Bakteri Gram negatif adalah bakteri yang dinding selnya
menyerap warna merah, dan memiliki lapisan peptidoglikan yang
tipis. Lapisan peptidoglikan pada bakteri Gram negatif terletak di
ruang periplasmik antara membran plasma dengan membran luar.

Bakteri Gram negatif yang bersifat patogen lebih berbahaya daripada


bakteri Gram positif, karena membran luar pada dinding selnya dapat
melindungi bakteri dan sistem pertahanan inang dan menghalangi
masuknya obat-obatan antibiotik. Senyawa lipopolisakarida pada
membran luar bakteri Gram negatif dapat bersifat toksik (racun) bagi
inang (Jawetz, 2007).
4. Carbol fuchsin
Fuchsie menjadi magenta ketika dilarutkan dalam air; sebagai
zat padat, ia berbentuk kristal hijau gelap. Serta pewarna tekstil,
fuchsin digunakan untuk mewarnai bakteri dan terkadang sebagai
disinfektan (Jawetz, 2007).
5. Alkohol Asam
Penambahan alkohol
melunturkan

zat

warna

berfungsi

untuk

(decolorization)

membilas

pada

sel

atau
bakteri

mikroorganisme. Saat sel-sel bakteri sudah mempu menyerap warna


carbol fuchsinini maka dinding sel tersebut akan kembali tertutup
dalam pada suhu semula. Sehingga sebelum dilakukan penambahan
asam alkohol ini, maka bakteri yang bukan basil tahan asam (BTA)
akan dilunturkan kembali warna carbol fuchsin tersebut (Jawetz,
2007).
6. Methylen Blue
Methylen Blue merupakan salah satu zat warna thiazine yang sering
digunakan, karena harganya ekonomis dan mudah diperoleh. Zat warna metilen
biru merupakan zat warna dasar yang penting dalam proses pewarnaan kulit, kain
mori, dan kain katun, Penggunaan metilen biru dapat menimbulkan beberapa efek,
seperti iritasi saluran pencernaan jika tertelan, menimbulkan sianosis jika terhirup,
dan iritasi pada kulit jika tersentuh oleh kulit (Pelczar, 2008).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini yaitu:
Hari/tanggal
:
Waktu
:
Tempat
:
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
1. Alat
a) Mikroskop
b) Pipet Tetes
c) Handsprayer
d) Kaca Objek
e) Jarum Ose
f) Bunsen
g) Korek Gas
h) Penjepit Tabung
i) Penyangga
2. Bahan
a) Handscoon
b) Sputum (dahak)
c) Alkohol asam 3%
d) Alkohol 70%

e)
f)
g)
h)

Carbol Fuchsin 0,3%


Methylen Blue
Aquadest
Tissue

C. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini yaitu:
1. Menggunakan handscoon.
2. Mensterilkan kaca objek dengan alkohol 70%, kemudian
dikeringkan.
3. Mengoleskan sputum di atas kaca objek menggunakan jarum ose
setipis mungkin, kemudian melakukan viksasi dengan api bunsen.
4. Meneteskan carbol fuchsin 0,3% di atas kaca objek, kemudian
memanaskan dengan api bunsen tetapi jangan sampai mendidih
atau kering.
5. Bersihkan larutan carbol fuchsin 0,3% menggunakan aquadet,
kemudian dikeringkan.
6. Meneteskan alkohol asam 3% ke atas kaca objek, kemudian
bersihkan menggunakan aquadest, yang mengalir dan dikeringkan.
7. Meneteskan sampel dengan methylen blue, kemudian mendiamkan
selama 20-30 detik, kemudian membersihkan menggunakan
aquadest mengalir.
8. Mengamati hasil pewarnaan dibawah mikroskop.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan

hasil

pengamatan

dan

pembahasan

diatas

dapat

disimpulkan bahwa:
1. Pewarnaan Ziehl Neelsen merupakan pewarnaan diferensial yang
membedakan bakteri tahan asam dengan bakteri yang bukan tahan asam.
Prinsip pewarnaan, yaitu bakateri tahan asam (BTA) tahan terhadap
pencucian dengan alkohol asam, walau telah dicuci dengan alkohol asam
bakteri tahan asam tidak melepaskan zat warna yang telah diikatnya.
Bakteri tahan asam akan berwarna merah dan bakteri tidak tahan asam
berwarna biru.
2. Hasil keseluruhan yang diperoleh dari semua kelompok tidak ditemukan
bakteri Micobacterium tuberculosis pada saat pengamatan dibawah
mikroskop. Hal ini menunjukkan bahwa sampel negatif BTA (- BTA),
karena tidak ditemukannya bakteri Mycobacterium tuberculosis dan yang
terlihat hanyalah latar belakang berwarna biru akibat dari pewarnaan
methylen blue. Hal tersebut dikarenakan sampel yang digunakan adalah
sputum buatan yang terbuat dari tepung kanji.
B. Saran
Adapun saran dalam praktikum Pemeriksaan Sputum ini adalah:
1. Asisten
Saran saya kepada asisten dalam melakukan praktikum dapat
mengontrol semua praktikan agar tidak ada praktikan yang tidak
memperhatikan.
2. Praktikan
Diharapkan kepada praktikan agar teliti pada saat

melakukan

penelitian pada praktikum sehingga tidak terjdi hal-hal yang berakibat


fatal.
3.

Mahasiswa Kesehatan

Diharapkan agar dapat menguasai praktikum ini agar dapat


menerapkan kepada masyarakat bagaimana bakteri Basil Tahan Asam
(BTA) khususnya bakteri Micobacterium tuberculossis jika berada pada
tubuh makhluk hidup terutama pada manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Hudoyo 2010, Tuberculosis Indonesia, Jurnal Tuberculosis, ISSN:1829-5118,
Vol.17, No.8, Hal 7.
Jawetz 2007, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, EGC, Jakarta.
Pelczar, MJ dan Chan, ECS 2012, Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2, UI-Press,
Jakarta.
Ramansyah 2011, Identifikasi Penyakit TBC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Sarwani 2012, Faktor Resiko Multidrug Resistant Tuberculosis, Jurnal


Kesehatan Masyarakat, Universitas Negri Semarang, ISSN:1858-1196,
Vol.8, No.1, Hal.60-66.
Subandi 2014, Mikrobiologi, Penerbit Rosdakarya, Bandung.
Syahrur 2004, Bakteri Tahan Asam (BTA), Universitas Jakarta, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai