Bartolinitis
2. Proses terjadinya masalah
a. Pengertian
Bartolinitis adalah infeksi pada kelenjar bartolin. Bartolinitis juga dapat
menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya,
pembengkakan disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa
berjalan. Juga dapat disertai demam, seiring pembengkakan pada kelamin yang
memerah.
Bartolinitis adalah sumbatan duktus utama kalenjar bartolin menyebabkan
retensi sekresi dan dilatasi kistik. Bartholinitis adalah infeksi pada glandula
bartholin yang mana sering kali timbul pada gonorea akan tetapi dapat pula
mempunyai sebab lain, misalnya streptococus atau basil coli.
b. Penyebab
Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang
terletak di bagian dalam vagina agak keluar. Mulai dari chlamydia, gonorrhea,
dan sebagainya. Infeksi ini kemudian menyumbat mulut kelenjar tempat
diproduksinya cairan pelumas vagina.
a.
Jamur
: kandida albikan
Protozoa
Bakteri
: neiseria gonore
Jamur
: asinomises
Bakteri
c. Patofisiologi
Obstruksi duktus utama kalenjar bartolini distal bisa karena retensi, sekresi
dan dilatasi kistik. Terjadi penumpukan sekret mukus pada kelenjar bartolini.
Kelenjar bartolini membesar menjadi kista bartolini. Kista mengalami
peradangan dengan tanda-tanda memerah, nyeri dan lebih panas dari daerah
sekitarnya (bartolinitis). Isi dalam berupa nanah dapat keluar melalui duktus
atau bila tersumbat (biasanya akibat infeksi). Radang pada kelenjar bartolini
dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat menahun dalam bentuk kista
bartolini.
d. Tanda dan gejala
1) Pada vulva: perubahan warna kulit, membengkak, timbunan nanah
dalam kelenjar, nyeri tekan
2) Kelenjar bartolin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita
berjalan atau duduk, juga dapat disertai demam
3) Kebanyakkan wanita dengan penderita ini datang ke pelayanan
kesehatan dengan keluhan keputihan dan gatal, rasa sakit saat
berhubungan dengan suami, rasa sakit saat buang air kecil, atau ada
benjolan di sekitar alat kelamin
4) Terdapat abses pada daerah kelamin
5) Pada pemeriksaan fisik ditemukan cairan mukoid berbau dan
bercampur dengan darah
e. Penanganan
Pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasi jenis
bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat
penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan Chlamydia. Kultur jaringan
diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini baru
dilihat setelah 48 jam kemudian.biopsi dilakukan apabila terjadi pada kasus
yang dicurigai keganasan. Terapi pengobatan juga dilakukan melalui
pemberian antibiotik spektrum luas.
Pengobatan yang cukup efektif saat ini adalah dengan antibiotika golongan
cefadroxyl 500 mg, diminum 31 sesudah makan, selama sedikitnya 5-7 hari,
Laboratorium
b. Vullva
c.
In speculo
f. Pencegahan
1) Hindari melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan. Ingat,
kuman juga bisa berasal dari pasangan Anda. Jika Anda berganti-ganti
pasangan, tak gampang mendeteksi sumber penularan bakteri.
Peradangan berhubungan erat dengan penyakit menular seksual dan
pola seksual bebas.
2) Biasakan membersihkan alat kelamin setelah berhubungan seksual.
3) Untuk mengatasi radang, berbagai cara bisa dilakukan. Salah satunya
adalah gaya hidup bersih dan sehat diantaranya konsumsi makanan
sehat dan bergizi. Usahakan agar Anda terhindar dari kegemukan yang
menyebabkan paha bergesek. Kondisi ini dapat menimbulkan luka,
sehingga keadaan kulit di sekitar selangkangan menjadi panas dan
lembap. Kuman dapat hidup subur di daerah tersebut.
4) Hindari mengenakan celana ketat, karena dapat memicu kelembapan.
Pilih pakaian dalam dari bahan yang menyerap keringat agar daerah
vital selalu kering.
5) Periksakan diri ke dokter jika mengalami keputihan cukup lama. Tak
perlu malu berkonsultasi dengan dokter kandungan sekalipun belum
menikah. Karena keputihan dapat dialami semua perempuan.
6) Berhati-hatilah saat menggunakan toilet umum. Siapa tahu, ada
penderita radang yang menggunakannya sebelum Anda.
7) Biasakan membersihkan diri, setelah buang air besar, dengan gerakan
membasuh dari depan ke belakang.
Kurang
pengetahuan
Proses
peradangan/infeksi
Perangsangan
reseptor nyeri
Cemas
Pemeriksaan kultur
Disfungsi seksual
jaringan
Tanda-tanda infeksi:
-Rubor (kemerahan)
-Kalor (hangat di daerah sekitar
infeksi)
-Dolor (nyeri)
-Tumor (pembengkakan)
-Fungsiolesa ( berkurangnya fungsi
yang mengalami infeksi
Nyeri
Pelepasan
bradikinin,
serotonin, dan
histamin
Defisit perawatan
diri
Bartolinitis
Pembesaran
kelenjar bartolini
Penumpukan sekret pada kelenjar bartolini
Cairan pelumas
tetap diproduksi
Menghambat
lubrikasi ke labia
mayor dan minor
Kuman menginfeksi
vestibula di sekitar duktus
drainase
Menginfeksi daerah
vulva
Faktor pencetus:
Personal hygiene
yang buruk
Keterbatasan gerak
b. Masalah Keperawatan
1) Nyeri
2) Cemas
3) Disfungsi seksual
4) Defisit perawatan diri
5) Kurang pengetahuan
c. Data yang perlu dikaji
Anamnese meliputi melakukan tanya Jawab untuk memperoleh biodata
meliputi :
1) Identitas utama
Pada identitas utama dianamnese nama, umur, suku, agama,
pendidikan, pekerjaan, perkawinan yang keberapa, dan alamat.
2) Riwayat keluhan utama
Pada riwayat keluhan utama dapat dianamneses, klien mengeluh
adanya rasa panas, mengeluh gatal, mengeluh adanya benjolan /
pembengkakan yang nyeri pada daerah kemaluan dan ada keputihan.
3) Riwayat kesehatan lalu
Pada riwayat kesehatan lalu dapat dianamnese adanya riwayat
penyakit menular seksual sebelumnya atau dikeluarga klien ada
riwayat penyakit kelamin.
4) Riwayat menstruasi
Pada riwayat menstruasi dianamnese pertama kali klien
mendapatkan haid pada umur berapa, lamanya haid berapa hari,
siklus haidnya berapa hari dan nyeri yang menyertai haid
(dismenorhoe).
5) Riwayat Ginekologi
Pada riwayat ginekologi, sebelumnya klien pernah mengalami
riwayat reproduksi, dan klien pernah mengalami penyakit menular
seksual.
Diagnosa Keperawatan
1.
Tujuan:
Setelah dilakukan
reseptor nyeri
tindakan keperawatan
Rencana Tindakan
Rasional
Hasil
PQRST)
senyaman mungkin
kesakitan
2. Nyeri pasien
berkurang atau hilang
4. Anjurkan teknik
5. Kolaborasi: pemberian
analgesik
2.
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam pasien
1. Membangun hubungan
terapeutik
2. Memberikan informasi
seksual (peningkatan
pengetahuan)
sesuai
Kriteria Hasil:
1. Peningkatan
pengetahuan tentang
perubahan fungsi
klien
seksual
2. Menunjukkan dapat
4. Sertakan
beradaptasi dengan
pasangan/pasangan
ketidakmampuan
fisikmengetahuai
sebanyak mungkin
sebenarnya
masalah reproduksi
3. Kontrol resiko penyakit 5. Merujuk pasien ke
menular seksual (PMS)
3.
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
yang dialami
mengalami penurunan
2. Jelaskan tujuan,
cemas
Kriteria Hasil:
1. Klien mampu
prosedur berlangsung
mengidentifikasi tanda
dan gejala cemas
2. Postur tubuh, ekspresi
3. Berikan dukungan
emosional kepada klien
4. Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya
5. Instruksikan klien
menggunakan teknik
4.
Tujuan:
hygiene) berhubungan
Setelah dilakukan
1. Jalin hubungan
terapeutik dengan klien
1. Meningkatkan kerjasama
antara klien dan perawat
tindakan keperawatan
selama tindakan
2. Ciptakan lingkungan
yang nyaman
2. Meningkatkan kenyamanan
klien
Kriteria Hasil:
1. Mampu
mempertahankan
cara-cara pelaksanaan
kebersihan daerah
genital
2. Mampu
mempraktekkan vulva
4. Meningkatkan kemandirian
hygiene
5.
Tujuan:
Setelah dilakukan
tentang tingkat
penyakit
tindakan keperawatan
pengetahuan klien
menerima informasi
tentang proses
penyakitnya
1. Berikan penilaian
1. Memberikan gambaran
2. Jelaskan proses
sehat
terjadinya penyakit
Kriteria Hasil:
secara tepat
2. Meningkatkan wawasan
pasien tentang penyakit
1. Klien menyatakan
pemahaman tentang
3. Mempercepat pelaporan
penyakit, prognosis,
tentang perkembangan
dan program
dengan tepat
penyakit
pengobatan
2. Klien mampu
4. Sediakan informasi
melaksanakan
prosedur yng
dijelaskan secara
benar
3. Klien mampu
oleh perawat
5. Diskusikan pilihan
terapi atau penanganan
menjelaskan kembali
apa yang dijelaska
4. Memfasilitasi semua
5. Memberikan kesempatan
pada klien untuk memilih
penanganan
mendapatkan opini
kedua dengan cara yang
tepat
Etiologi
Kuman stapilococcus
Kuman gonococcus
Basil foliformis dan organisme lain
C. Manifestasi Klinis
Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri dan dispareunia. Penyakit ini cukup sering rekurens. Dapat terjadi
berulang, akhirnya menahun dalam bentuk kista bartolin. Kista tidak selalu menyebabkan keluhan, tapi dapat terasa berat
dan mengganggu koitus.
D. Patofisiologi
Sumbatan duktus utama kalenjar bartolin menyebabkan retensi sekresi dan dilatasi kistik. Kalenjar bartolin membesar.
Merah, nyeri dan lebih panas dari daerah sekitarnya. Isi dalam berupa nanah dapat keluar melalui duktus atau bila
tersumbat (biasanya akibat infeksi), mengumpul didalam menjadi abses.
E. Penatalaksanaan
Jika usia pasien sudah lanjut, adanya benjolan harus dicurigai sebagai keganasan meskipun jarang, kemudian dilakukan
pemeriksaan yang seharusnya. Yang tepat adalah biopsy. Diberikan antibiotic yang sesuai (umumnya terhadap klamidia, gonococ,
bakteroides dan Escherichia Coli ). Bila belum terjadi abses. Jika sudah bernanah, harus dikeluarkan dengan sayatan.
Jika terbentuk kista yang tidak besar dan tidak mengganggu, tidak perlu dilakukan apa-apa. Pembedahan berupa ekstirpasi
dapat dilakukan bila diperlukan. Yang dianjurkan adalah marsupialisasi yaitu sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan
dinding kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka pada sayatan. Tindakan ini terbukti tak beresiko dan hasilnya memuaskan.
Jika terdapat hubungan keluar yang permanen, infeksi rekurens dapat dicegah.
KONSEP DASAR ASKEP
a.
Data focus
Pembesaran kalenjar bartolini, merah, nyeri dan lebih panas didaerah sekitarnya / perineum, ada nanah, kadang dirasakan
sebagai benda berat dan atau menimbulkan kesulitan pada koitus, iritasi vulva, dapat terjadi abses yang kadang-kadang
dapat sebesar telur bebek.
1. Nyeri berhubungan dengan peradangan kalenjar bartolin ditandai dengan pembesaran kalenjar bartolin, nyeri dan
lebih panas didaerah perineum / sekitarnya, iritasi vulva, kadang terasa seperti benda berat.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder terhadap penyakit kronis ditandai dengan
pembesaran kalenjar bartholin, nyeri dan lebih panas didaerah sekitarnya / perineum, ada nanah, kadang dirasakan
sebagai benda berat,ada abses yang kadang-kadang dapat sebesar telur bebek.
3. PK : Infeksi
4. Perubahan pola seksual berhubungan dengan nyeri ditandai dengan kalenjar bartholin membengkak, merah, nyeri
pada daerah perineum, dan nanah.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bahan iritan dari lingkungan sekunder terhadap kelembaban ditandai
dengan merah, iritasi vulva, nanah.
Daftar Pustaka
Bobak, Lowdermik, Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.
Jakarta : EGC
Francin, P. 2005. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
Joanne McCloskey Dochterman & Gloria M. Bulechek. 2004. Nursing
Interventions Classification (NIC) Fourth Edition. Mosby : United States
America.
Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta : EGC
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA and NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius FK UI.
Sarwono, Wiknjosastro Hanifa. 2011. Pengantar Ilmu Kandungan Edisi 3.
Jakarta: Yayasan Pustaka.
Smeltzer, Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.
https://www.scribd.com/doc/228451553/Lp-III-Bartolinitis