Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Terapi Psikoreligius
1. Defenisi
Terapi psikoreligius merupakan suatu pengobatan dalam praktek
keperawatan

khususnya

keperawatan

jiwa

yang

menggunakan

pendekatan keagamaan antara lain doa-doa, dzikir, ceramah keagamaan,


dan lain-lain untuk meningkatkan kekebalan dan daya tahan dalam
menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor
psikososial guna peningkatan integrasi kesehatan jiwa (Ilham A, 2008).
Terapi psikoreligius merupakan suatu pengobatan alternatif
dengan cara pendekatan keagamaan melalui doa dan dzikir yang
merupakan unsur penyembuh penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang
mendalam, bertujuan untuk membangkitkan rasa percaya diri dan
optimisme yang paling penting selain obat dan tindakan medis
(Rozalino R, 2009).
Pendekatan keagamaan

dalam

praktek

kedokteran

dan

keperawatan dalam dunia kesehatan, bukan untuk tujuan mengubah


keimanan seseorang terhadap agama yang sudah diyakininya, melainkan
untuk membangkitkan kekuatan spiritual dalam menghadapi penyakit
merupakan terapi psikoreligius (Yosep I, 2009).
Yang dimaksud dengan terapi spiritual kurang lebih adalah terapi
dengan memakai upaya-upaya untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Ini
sama dengan terapi keagamaan, religius, atau psikoreligius, yang berarti
terapi dengan menggunakan faktor agama, kegiatan ritual keagamaan,

12

seperti

sembahyang,

berdoa,

memanjatkan

puji-pujian,

ceramah

keagamaan, kajian kitab suci, dan sebagainya. Hanya saja terapi spiritual
lebih umum sifatnya dan tidak selalu dengan agama formal masingmasing individu (Wicaksana I, 2008).
Pengertian terapi spiritual atau terapi religius adalah sebuah terapi
dengan pendekatan terhadap kepercayaan yang dianut oleh klien,
pendekatan ini dilakukan oleh seorang pemuka agama dengan cara
memberikan pencerahan, kegiatan ini dilakukan minimal 1 kali
seminggu untuk semua klien dan setiap hari untuk pasien. Terapi
spiritual berbeda dengan berdoa, doa tersebut ditiupkan disebuah gelas
berisi air minum kemudian meminta klien meminum air tersebut,
meskipun sama - sama menggunakan sebuah perilaku dalam sebuah
agama atau kepercayaan tetapi akan sangat berbeda dengan terapi
spiritual (Rosyidi I, 2009).
2. Unsur-Unsur Psikoreligi
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam terapi psikoreligius
adalah sebagai berikut (Ilham A, 2008) :
a. Doa doa
Dalam dimensi psikoreligius, doa berarti permohonan penyembuhan
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Dzikir
Dzikir adalah mengingat Tuhan dengan segala kekuasaan-Nya,
mengucapkan baik secara lisan maupun dalam hati segala kuasaNya.
Dari sudut ilmu kedokteran jiwa atau keperawatan jiwa atau
kesehatan jiwa, doa dan dzikir (psikoreligius terapi) merupakan terapi
13

psikiatrik setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi biasa (Ilham A,


2008)
3. Proses Keperawatan pada Terapi Psikoreligius
Adapun proses keperawatan dalam terapi psikoreligius (Ilham A,
2008) antara lain :
a. Pengkajian
Pada dasarnya informasi yang perlu digali secara umum adalah
1) Afiliasi Agama
a) Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan
secara aktif atau tidak aktif.
b) Jenis partisipasi dalam kegiatan agama
2) Keyakinan agama atau spiritual, mempengaruhi
a) Praktik kesehatan: diet, mencari dan menerima terapi, ritual
atau upacara kegamaan.
b) Persepsi penyakit: hukuman, cobaan terhadap keyakinan.
c) Strategi koping.
3) Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi
a) Tujuan dan arti hidup
b) Tujuan dan arti kematian
c) Kesehatan dan pemeliharannnya
d) Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan orang lain
4) Pengkajian Data Subjektif
Pedoman pengkajian spiritual yang disusun oleh Stoll dalam
Craven & Hirnle. Pengkajian mencakup 4 area, yaitu :
a) Konsep tentang Tuhan atau ke-Tuhan-an
b) Sumber harapan dan kekuatan
c) Praktik agama dan ritual
d) Hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan
5) Pengkajian Data Objektif
Meliputi :
a) Pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan
interpersonal dan lingkungan
b) Pengkajian data objektif terutama

dilakukan

melalui

observasi.
Pada umumnya karakteristik klien yang potensial mengalami
distres spiritual adalah sebagai berikut :
a) Klien tampak kesepian dan sedikit pengunjung
b) Klien yang mengekspresikan rasa takut dan cemas

14

c) Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem


kepercayaan atau agama
d) Klien yang mengekspresikan rasa takut terhadap kematian
e) Klien yang akan dioperasi
f) Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi
g)
h)
i)
j)
k)

sosial dan agama


Mengubah gaya hidup
Preokupasi tentang hubungan agama dan kesehatan
Tidak dapat dikunjungi oleh pemuka agama
Tidak mampu atau menolak melakukan ritual spiritual
Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritanya

merupakan hukuman dari Tuhan


l) Mengekspresikan kemarahannya kepada Tuhan
m) Mempertanyakan rencana terapi karena bertentangan dengan
keyakiann agama
n) Sedang menghadapi sakaratul maut (dying)
b. Diagnosa
Distres spiritual mungkin memengaruhi fungsi manusia
lainnya. Berikut ini adalah diagnosis keperawatan, distres spiritual
sebagai etiologi atau penyebab masalah lain :
1) Gangguan penyesuaian terhadap penyakit yang berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk merekonsiliasi penyakit dengan
keyakinan spiritual.
2) Koping individual tidak efektif yang berhubungan dengan
kehilangan agama sebagai dukungan utama (merasa ditinggalkan
oleh Tuhan).
3) Takut yang berhubungan belum siap untuk menghadapi
kematian dan pengalaman kehidupan setelah kematian.
4) Berduka yang disfungsional : keputusasaan yang berhubungan
dengan keyakinan bahwa agama tidak mempunyai arti.
5) Keputusasaan yang berhubungan dengan keyakinan bahwa tidak
ada yang peduli termasuk Tuhan .

15

6) Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan perasaan menjadi


korban.
7) Gangguan harga diri yang berhubungan dengan kegagalan untuk
hidup sesuai dengan ajaran agama.
8) Disfungsi seksual yang berhubungan dengan konflik nilai.
9) Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan distres spiritual.
10) Risiko tindak kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan
dengan perasaan bahwa hidup ini tidak berarti.
c. Perencanaan
1) Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuhi kebutuhan
untuk memperoleh arti dan tujuan, mencintai dan keterikatan
serta pengampunan
2) Menggunakan kekuatan, keyakinan, harapan dan rasa nyaman
ketika menghadapi tantangan berupa penyakit, cedera atau krisis
kehidupan lain.
3) Mengembangkan praktek spiritual yang memupuk komunikasi
dengan diri sendiri, dengan Tuhan dan dengan dunia luar.
4) Kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan spiritual
dengan kehidupan sehari-hari
d. Implementasi
1) Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat
2) Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan
3)
4)
5)
6)

spiritualnya.
Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual.
Mengetahui pesan nonverbal tentang kebutuhan spiritual.
Beri respon secara singkat, spesifik dan faktual.
Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti

menghayati masalah klien.


7) Menerapkan teknik komunikasi terapeutik dengan teknik
mendukung, menerima, bertanya, memberi informasi, refleksi,
menggali perasaan dan kekuatan yang dimiliki klien.

16

8) Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau


pesan verbal klien.
9) Bersikap empati yang berarti memahami perasaan klien.
10) Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak
tentu menyetujui klien.
11) Menentukan arti dari situasi klien bagaimana klien berespon
terhadap penyakit
12) Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan
hukuman, cobaan, atau anugerah dari Tuhan
13) Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban
agama
14) Memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit
e. Evaluasi
1) Mampu beristirahat dengan tenang
2) Menyatakan penerimaan keputusan moral atau etika
3) Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan
4) Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan
pemuka agama
5) Menunjukkan afek positif tanpa perasaan marah, rasa bersalah
dan ansietas
6) Menunjukkan perilaku lebih positif
7) Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya.
B. Tinjauan Umum tentang Kecemasan
1. Defenisi
Kecemasan (anxiety) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
diartikan sebagai kekuatiran, kegelisahan, ketakutan akan sesuatu yang
akan terjadi. Itu juga berarti suatu perasaan takut, kuatir bahwa akan
terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan (Salam N, 2009).
Dalam Kamus Konseling (Sudarsono, 2001), kecemasan (anxiety)
didefinisikan sebagai keadaan emosi yang kronis dan kompleks dengan
keterperangkapan dan rasa takut yang menonjol. Dalam Kamus Konseling

17

Sudarsono, dikenal 3 (tiga) jenis kecemasan yang senantiasa ada dalam


diri kita. Ketiga kecemasan itu adalah :
a. Kecemasan Alamiah (natural anxiety)
Kecemasan alamiah (natural anxiety) merupakan kekuatiran yang
spesifik, relaistik, masuk akal, dan berperan membawa pertolongan. Ia
berkaitan dengan ketidakpastian alamiah di tengah kehidupan,
ketidakpastian tentang bagaimana sesuatu bakal terjadi. Ia juga
merangkum konflik antara diri sendiri dengan dunia kehidupan.
b. Kecemasan Melumpuhkan (toxic anxiety)
Kecemasan melumpuhkan (toxic anxiety) merupakan kekuatiran
bersifat kabur, non-realistik, tak masuk akal, repetitif namun tak
efektif. Ia merangkum konflik diri sendiri dengan diri sendiri. Ia
bersumber dari afeksi bawah sadar yaitu keinginan, pikiran dan
memori yang disupresikan. Ia pula bisa bersumber dari kecemasan
alamiah dan luhur yang ditekan dan tidak diekspresikan. Kecemasan
ini dapat meracuni dan melumpuhkan diri kita sehingga ia di sebut
kecemasan toksik.
c. Kecemasan Luhur (sacred anxiety)
Kecemasan

luhur

(sacred

anxiety)

merupakan

keprihatinan-

keprihatinan atau kegelisahan-kegelisahan akhirat tentang kematian


dan makna serta tujuan kehidupan. Ia adalah hasil

interaksi

rasionalitas sadar, afeksi bawah sadar dan rahmat Tuhan. Ia lahir dari
ketidaktahuan eksistensial yang direpresentasikan oleh pertanyaan

18

seperti: apa makna dan tujuan kehidupan, apa nasibku setelah kematian
dan apakah ada Tuhan. Kecemasan ini merangkum konflik diri sendiri
terhadap kehidupan. Ia bersifat terus menerus tapi hanya sekali waktu
hadir dalam kehidupan.
Menurut Ramlah (2003) kecemasan merupakan reaksi normal
terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Sedangkan
kecemasan menurut (Stuart G, 2006) adalah kekhawatiran yang tidak jelas
dan menyebar, yang berkaitan perasaan tidak pasti dan tidak berbahaya.
2. Etiologi
Karakteristik kecemasan berbeda dengan rasa takut. Ketakutan
memiliki obyek yang jelas dimana seseorang dapat mengidentifikasikan
dan menggambarkan obyek ketakutan. Ketakutan melibatkan penilaian
intelektual terhadap stimulus yang mengancam sedangkan kecemasan
merupakan penilaian emosional terhadap penilaian itu. Ketakutan
diakibatkan oleh paparan fisik maupun psikologis terhadap situasi yang
mengancam. Ketakutan menyebabkan kecemasan. Dua pengalaman emosi
ini dibedakan dalam ucapan yaitu kita mengatakan memiliki rasa takut
tetapi menjadi cemas. Inti permasalahan dalam suatu bentuk kecemasan
adalah pada penjagaan diri. Kecemasan terjadi sebagai akibat adanya
ancaman terhadap keberadaan diri (selfhood), self-esteem (harga diri), atau
pada identitas diri, kecemasan dapat terjadi pada orang yang takut
mendapatkan hukuman, celaan, penolakan cinta, gangguan hubungan,

19

isolasi, atau kehilangan fungsi tubuh. (Stuart, 2006), rasa cemas


disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Faktor biologis atau fisiologis, berupa ancaman akan kekurangan
makanan, minuman, perlindungan dan keamanan.
b. Faktor psikososial, yaitu ancaman terhadap konsep diri, kehilangan
orang/benda yang dicintai, perubahan status sosial/ekonomi.
c. Faktor perkembangan, yaitu ancaman pada perkembangan masa bayi,
anak, remaja.
3. Gejala
Kecemasan disadari atau tidak selalu hadir dalam hidup ketika kita
berinteraksi dan berelasi dengan diri sendiri, orang lain dan dunia sekitar
kita. Gejala kecemasan dalam (Salam N, 2009) ditandai pada tiga aspek :
a. Aspek biologis atau fisiologis, seperti peningkatan denyut nadi dan
tekanan darah, tarikan nafas menjadi pendek dan cepat, berkeringat
dingin, termasuk di telapak tangan, nafsu makan hilang, mual/ muntah,
sering buang air kecil, nyeri kepala, tak bisa tidur, mengeluh,
pembesaran pupil dan gangguan pencernaan.
b. Aspek

intelektual

atau

kognitif;

seperti

ketidakmampuan

berkonsentrasi, penurunan perhatian dan keinginan, tidak bereaksi


terhadap rangsangan lingkungan, penurunan produktifitas, pelupa,
orientasi lebih ke masa lampau daripada masa kini/masa depan.

20

c. Aspek emosional dan perilaku; seperti penarikan diri, depresi, mudah


tersinggung, mudah menangis, mudah marah dan apatisme.
4. Tingkat Kecemasan
Respon kecemasan terjadi dalam sebuah rentang. Peplau membagi
dalam empat tingkat yaitu ringan, moderat, berat, dan panik.
Tingkat Kecemasan yaitu :
a.

Rasa cemas ringan: berhubungan dengan permasalahan yang


dihadapi sehari-hari. Keadaan ini akan meningkatkan persepsi
individu, yang mengakibatkan orang akan berhati-hati atau waspada
dan mendorong manusia untuk belajar serta kreatif.

b.

Rasa cemas sedang: lapangan persepsi terhadap lingkungan


menurun. Individu lebih memfokuskan hal yang penting saat itu saja
dan mengesampingkan hal lainnya, dan dapat melakukan hal yang
terarah

c.

Rasa cemas berat: lapangan persepsi sangat menurun. Lapangan


persepsi menurun, pemikiran pada hal yang spesifik dan terinci tidak
untuk yang lain, tidak mampu berfikir realistis, butuh banyak
pengarahan, dia sudah harus diberi pertolongan atau tuntunan.

d.

Panik: lapangan persepsi sudah sangat sempit. Individu tidak dapat


mengendalikan diri lagi. Bila manusia salah orientasi; ketika
menghadapi masalah pelik; rasa dan periksa tidak berfungsi; Disebut
orang sedang panik. Karena mengalami kehilangan kendali, orang
21

yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun


dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian.
Dengan panik, terjadi peningkatan aktifitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Seseorang
mungkin menjadi pucat, tekanan darah menurun, hipotensi,
koordinasi otot-otot lemah, nyeri, sensasi pendengaran minimal.
Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan
yang sangat bahkan kematian (Suzanne, S.C, 2002).
Menurut

Peplau

kecemasan

dapat

dikomunikasikan

secara

interpersonal karena itu perawat harus memperhatikan dan sekaligus


mengatasi kecemasan personal (Chitty,1997). Kesadaran diri juga penting
untuk mencegah perawat larut dalam kecemasan klien (Salam N, 2009).
5. Alat Ukur Kecemasan
Derajat kecemasan dapat diukur dengan berbagai instrumen.
Maramis M.E menyatakan ada tes-tes kecemasan dengan pertanyaan
langsung, mendengarkan cerita penderita serta mengobservasinya terutama
perilaku

nonverbalnya. Ini sangat berguna dalam menentukan adanya

kecemasan dan untuk menetapkan tingkatnya. Skala kecemasan dapat


diukur dengan menggunakan Semantik Differensial Scale maupun Visual
Analog dapat dilakukan (Burns & Groove, 1999). Instrumen lain yang
dapat digunakan untuk mengukur skala kecemasan adalah Hamilton

22

Anxiety Rating Scale (HARS) yaitu mengukur aspek kognitif dan afektif
yang meliputi (Hidayat A, 2007):

Cara penilaian :
Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali
Skor 1 : 1 dari gejala yang ada
Skor 2 : separuh dari gejala yang ada
Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada
Skor 4 : Semua gejala ada
a.

Perasaan cemas, ditandai dengan :


1) Cemas
2) Firasat buruk
3) Takut akan pikiran sendiri
4) Mudah tersinggung

b. Ketegangan yang ditandai oleh :


1) Merasa tegang
2) Lesu
3) Tidak dapat istirahat tenang
4) Mudah terkejut
5) Mudah menangis
6) Gemetar
7) Gelisah

23

c.

Ketakutan ditandai oleh :


1) Ketakutan pada gelap
2) Ketakutan ditinggal sendiri
3) Ketakutan pada orang asing
4) Ketakutan pada binatang besar
5) Ketakutan pada keramaian lalu lintas
6) Ketakutan pada kerumunan orang banyak

d.

Gangguan tidur ditandai oleh :


1) Sukar masuk tidur
2) Terbangun malam hari
3) Tidur tidak nyenyak
4) Bangun dengan lesu
5) Mimpi-mimpi
6) Mimpi buruk
7) Mimpi yang menakutkan

e.

Gangguan kecerdasan ditandai oleh :


1) Sukar konsentrasi
2) Daya ingat buruk
3) Daya ingat menurun

f.

Perasaan depresi ditandai oleh :


1) Kehilangan minat
2) Sedih
3) Bangun dini hari

24

4) Kurangnya kesenangan pada hobi


5) Perasaan berubah sepanjang hari
g.

Gejala Somatik/Fisik (otot) ditandai oleh :


1) Nyeri pada otot
2) Kaku
3) Kedutan otot
4) Gigi gemeruntuk
5) Suara tidak stabil

h.

Gejala Somatik/Fisik (sensorik) ditandai oleh :


1) Tinitus
2) Penglihatan kabur
3) Muka merah dan pucat
4) Merasa lemas
5) Perasaan ditusuk-tusuk

i.

Gejala Kardiovaskuler (Jantung & pembuluh darah) ditandai oleh :


1) Takikardia (denyut hantung cepat)
2) Berdebar-debar
3) Nyeri dada
4) Denyut nadi mengeras
5) Rasa lemas seperti mau pingsan
6) Detak jantung hilang sekejap

j.

Gejala Respiratori (pernafasan) ditandai oleh :


1) Rasa tertekan atau sempit di dada

25

2) Perasaan tercekik
3) Merasa nafas pendek/ sesak
4) Sering menarik nafas panjang

k.

Gejala Gastrointestinal (pencernaan) ditandai oleh :


1) Sulit menelan
2) Perut melilit
3) Gangguan pencernaan
4) Nyeri lambung sebelum atau sesudah makan
5) Rasa panas di perut
6) Perut terasa kembung atau penuh
7) Muntah
8) Defekasi lembek (BAB lembek)
9) Konstipasi (sukar buang air besar)
10) Berat badan menurun

l.

Gejala Urogenital ditandai oleh :


1) Sering kencing
2) Tidak dapat menahan kencing
3) Tidak datang bulan (tidak ada haid)
4) Darah haid berlebihan
5) Darah amat sedikit
6) Masa haid berkepanjangan
7) Masa haid amat pendek

26

8) Haid beberapa kali dalam sebulan


9) Frigiditas (menjadi dingin)
10) Ejakulasi dini
11) Ereksi melemah
12) Ereksi hilang
13) Impoten
m.

Gejala Otonom ditandai oleh :


1) Mulut kering
2) Muka merah kering
3) Mudah berkeringat
4) Pusing, sakit kepala
5) Kepala terasa berat
6) Bulu - bulu berdiri

n.

Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh :


1) Mulut kering
2) Muka merah
3) Mudah berkeringat
4) Kepala pusing
5) Kepala terasa berat
6) Kepala terasa sakit
7) Bulu-bulu berdiri

Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1 sampai


dengan 14 dengan ketentuan sebagai berikut :

27

Keterangan :
Hasil penilaian skor
Kurang dari 14

= tidak ada kecemasan

14-20

= kecemasan ringan

21-27

= kecemasan sedang

28-41

= kecemasan berat

42-56

= kecemasan berat sekali (panik)


Kecemasan dapat diukur sesuai dengan gejala-gejala yang terlihat

pada saat observasi maupun wawancara. Kecemasan (Anxiety) dapat


diukur secara Visual dengan pembagian menurut skala kecemasan itu
sendiri antara lain (Carpenito. J.L, 2009) :
a. Kecemasan Ringan dengan gejala :
1) Peningkatan persepsi dan atensi (kewaspadaan)
2) Mampu menghadapi situasi masalah
3) Dapat mengintegrasikan pengalaman lalu, saat ini dan akan datang
4) Masih dapat belajar, dapat memvalidasi secara konsensus
5) Perilaku untuk meredakan ketegangan ringan (menggigit kuku dan
memuntir rambut)
6) Tidak bisa tidur
b. Kecemasan Sedang dengan gejala :
1) Persepsi menurun, kurang perhatian pada hal tertentu tetapi dapat
mengarahkan perhatian
2) Sedikit lebih sulit berkosentrasi, belajar membutuhkan lebih
banyak usaha
3) Memandang pengalaman saat ini berdasarkan masa lalu
4) Gagal memahami apa yang terjadi di situasi sekelilingnya; dapat
mengalami kesulitan
5) Perubahan suara atau nada suara
6) Peningkatan frekuensi nafas dan frekuensi jantung
7) Tremor, gemetar
c. Kecemasan Berat dengan gejala :

28

1) Perubahan persepsi, berfokus pada detail yang tersebar, tidak dapat


mengikuti bahkan ketika diajarkan
2) Gangguan belajar berat; sangat mudah terdistraksi, tidak mampu
berkosentrasi
3) Memandang pengalaman saat ini berdasarkan masa lalu; hampir
tidak mampu memahami situasi pada saat ini
4) Fungsi buruk; komunikasi sulit dipahami
5) Hiperventilasi, takikardia, sakit kepala, pening dan mual
6) Sangat berpusat pada diri sendiri
d. Panik dengan gejala :
1) Penalaran tidak rasional; berfokus pada paparan detail
2) Tidak dapat belajar
3) Tidak mampu mengintegrasikan pengalaman; berfokus hanya pada
saat ini; tidak mampu melihat atau memahami situasi; kesalahan
mengingat suatu pemikiran
4) Tidak mampu berfungsi; biasanya aktivitas motorik meningkat atau
respon tidak dapat diprediksi bahkan untuk stimulus minor
5) Merasa akan meninggal
6) Merasa kehilangan kontrol
Penilaian hasil disesuaikan dengan panjang skala kecemasan yaitu 0 cm
sampai dengan 16 cm dengan penilaian sebagai berikut :
0 cm s/d < 4 cm

: Kecemasan ringan

4 cm s/d < 8 cm

: Kecemasan sedang

8 cm s/d < 12 cm

: Kecemasan berat

12 cm s/d 16 cm

: Panik

C. Tinjauan Umum tentang Terapi Pembedahan


Terapi pembedahan adalah suatu tindakan medis yang bersifat invasif
yang berguna untuk pengobatan penyakit dan menegakkan diagnostik, di
mana untuk jenis tindakannya ada dua jenis yaitu secara elektif dan cito atau
segera (Levis, 2000). Pembedahan elektif merupakan kegiatan yang

29

direncanakan secara hati-hati, terantisipasi dan dijadwalkan dengan jenis


pembedahannya

herniatomi,

tonsilektomi,

sirkumsisi,

biopsy

tumor,

debridement, exisi. Pembedahan cito atau segera dilakukan karena


kedaruratan

yang

mengancam

jiwa.

Pembedahan

cito

alasan

antara

lain

appendiktomi, hidrocel, invaginasi, vena seksi dan lainnya (Suzanne, S.C,


2002).
Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan
membuat sayatan, setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan
tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
Perawatan selanjutnya akan termasuk dalam perawatan pasca bedah. Tindakan
pembedahan atau operasi dapat menimbulkan berbagai keluhan dan gejala.
Keluhan dan gejala yang sering adalah nyeri (Sjamsuhidajat, 2008).
Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan
terhadap kesembuhan dari luka atau penyakit melalui prosedur manual atau
melalui operasi dengan tangan (Wane N, 2010).
Pembedahan merupakan terapi atau chikitsa yang paling baik, cepat
dan berhasil untuk menanggulangi penyakit tertentu yang memerlukan
pengangkatan atau menghilangkan bagian tubuh yang menyebabkan terjadinya
penyakit (Nala N, 2011).
Pembedahan adalah penyembuhan penyakit dengan jalan memotong,
mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan

anestesi,

30

dirawat inap dan jenis operasi yang dilaksanakan lebih serius daripada operasi
kecil. Operasi ini beresiko pada ancaman jiwa (Hasanuddin M, 2008).

31

Anda mungkin juga menyukai