Disusun Oleh :
Clara Valentina 07120110038
Pembimbing :
dr. Bambang Fadjar Nurtjahjono, SpOG
dr. Arie Widiyasa, SpOG
dr. Komang Arianto, SpOG
dr Achmad Irawan, SpOG
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II. KONTRASEPSI .......................................................... Error! Bookmark not defined.
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
LATAR BELAKANG................................................................................................. 7
2.2.
2.3.
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penduduk terbesar di seluruh dunia.
Pemerintah menggalangkan usaha untuk mengurangi laju pertumbuhan ini dengan mencanangkan
program pembatasan angka kelahiran yaitu keluarga berencana (KB). Keluarga berencana
merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama. Program
Keluarga Berencana telah mengalami perubahan visi dari mewujudkan NKKBS menjadi
Keluarga Berkualitas Tahun 2015. Tujuannya meningkatkan kualitas penduduk dengan
membatasi angka kelahiran sekaligus mengurangi angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak.1
Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 (Bappenas, BPS, dan UNFPA 2013)
memperkirakan jumlah remaja perempuan mencapai 22.481.900 atau 14,72% dari jumlah
perempuan. Peningkatan perilaku seksual remaja di luar nikah membawa dampak yang sangat
beresiko, yaitu terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun terdapat sekitar 1,7 juta
kelahiran dari perempuan berusia di bawah 24 tahun, yang sebagian adalah Kehamilan Tidak
Diinginkan (KTD). 1Perkiraan aborsi terjadi 37 kasus dari 1000 perempuan berusia reproduktif
(1549 tahun).2 Setiap tahunnya sekitar 2 juta aborsi yang diinduksi terjadi di Indonesia dan di
Asia Tenggara, kematian yang disebabkan karena aborsi yang tidak aman adalah sebesar 14 16%
dari semua kematian maternal.3
Perwujudan nyata dalam partisipasi program Keluarga Berencana adalah dengan
menggunakan kontrasepsi. Sejak awal diberlakukannya program KB dan berkembangnya
kontrasepsi di Indonesia, penggunaan kontrasepsi masih dalam taraf belum memuaskan. Sampai
saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang enggan untuk menggunakan kontrasepsi dengan
alasan takut akan efek samping, pandangan dan norma budaya setempat, norma agama, bahkan
masih banyak yang belum mendapatkan pengenalan dan edukasi mengenai kontrasepsi, terutama
masyarakat di daerah terpencil. Untuk itu perlunya digalakkan edukasi yang optimal mengenai
kontrasepsi.
Dalam pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi berhubungan erat dengan
pemilihan alat kontrasepsi yang sesuai dengan pasien, diperlukan suatu konsultasi tertutama oleh
dokter umum sebagai lini terdepan dalam membantu pasien untuk memilih alat kontrasepsi yang
sesuai dengan dirinya. Konsultasi yang baik akan membantu pasien dalam menggunakan
kontrasepsinya lebih lama dan meningkatkan keberhasilan program KB. Terdapat berbagai jenis
pilihan kontrasepsi masing-masing dengan kelebihan, kekurangan, kontraindindikasi,
efek
samping dan komplikasi yang berbeda-beda. Pemilihan kontrasepsi yang rasional didasarkan pada
perencanaan keluarga (fase penundaan, menjarangkan kehamilan, dan fase tidak hamil lagi) yang
disesuaikan dengan pelayanan Keluarga Berencana.
Tingkat keberhasilan pemakaian kontrasepsi (terutama metode barrier dan pil kontrasepsi
oral) sangat dipengaruhi oleh penggunaan yang benar dan konsitensi pemakaian yang
membutuhkan kepatuhan pasien. Sementara itu efektifitas Alat Kontrasepsi Reversibel Kerja
Panjang (AKRKP) tidak bergantung pada kepatuhan sehari-hari sehingga memiliki efektifitas
yang lebih tinggi dan tingkat kegagalan yang lebih rendah, selain itu alat ini hanya memerlukan
satu kali pemasangan dengan durasi kerja yang panjang sehingga juga meminimalkan efek
samping, dinilai lebih ekonomis serta efisien.
Pada pembahasan kali ini akan lebih difokuskan pada Alat Kontrasepsi Reversibel Kerja
Panjang (AKRKP) yang telah direkomendasikan oleh American Congress of Obstresician and
Gynecologist dan National Institute for Health Care Excellence (NICE) , dapat digunakan hampir
oleh semua perempuan dengan berbagai tingkat usia sehingga dinilai lebih menjanjikan, aman,
dan praktis namun sayangnya belum banyak dikenal dan digunakan oleh masyarakat. Dokter
umum diharapkan memfasilitasi dan memungkinkan perempuan untuk membuat pilihan
berdasarkan informasi yang mereka dapat tentang AKRKP dan mengarahkan pilihan mereka untuk
menggunakan AKRKP. Diharapkan peningkatan penggunaan AKRKP ini dapat memberi dampak
positif yang dibuktikan dengan penurunan angka aborsi dan angka kematian ibu dalam rangka
mewujudkan visi KB menjadikan keluarga Indonesia sebagai keluarga yang berkualitas.4,5
BAB II
KONTRASEPSI
Aman dan dapat dipercaya, artinya tidak menimbulkan komplikasi yang berat bila
digunakan
Berdaya guna, dalam arti bila digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah
kehamilan
Dapat diterima, bukan hanya oleh akseptor tapi juga oleh pasangan dan lingkungan budaya
di masyarakat
Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, kesuburan akan segera pulih, kecuali
untuk kontrasepsi mantap.
Persetujuan tindakan medis oleh pasangan suami istri atau diri sendiri
Tidak hamil
Klien tidak hamil apabila :
1. Tidak senggama sejak haid terakhir
2. Sedang memakai metode efektif secara baik dan benar
3. Sekarang dalam 7 hari pertama haid terakhir
4. Sekarang dalam 6 minggu pasca persalinan
5. Sekarang dalam 7 hari pasca keguguran
6. Sedang menyusui dan tidak haid
Berikut merupakan langkah-langkah yang bisa ditempuh dalam memilih metode kontrasepsi
kehamilan adalah :
1.
2.
3.
Fase menunda
kehamilan
Usia 35 tahun
Pil
AKDR
AKDR
Steril
AKDR
Suntikan
Suntikan
AKDR
Sederhana
Pil
Minipil
Implan
Implan
Implan
Pil
Suntikan
Suntikan
Sederhana
Implan
Sederhana
Sederhana
Pil
Steril
Tabel 1. Urutan Pemilihan Kontrasepsi yang Rasional
BAB III
Pemilihan Alat Kontrasepsi Reversibel Kerja Panjang
3.1 Latar Belakang
Angka fertilitas total mengalami stagnasi sekitar 2,6 pada periode 2002-2012. Berdasarkan
Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sekitar 34 per 1.000
kelahiran hidup, lebih tinggi dibandingkan Negara ASEAN yang lain.9,10. Milenium Development
Goals (MDGs) menargetkan AKI menurun menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2015. Angka kematian ibu dipengaruhi oleh tingginya jumlah ibu yang melahirkan dengan risiko
usia terlalu muda, terlalu tua, jarak antar anak terlalu dekat, dan terlalu banyak.11,12
Tingkat efektifitas metode barrier dan pil kontrasepsi oral bergantung pada penggunaan
yang benar dan konsitensi pemakaian. Di sisi lain, efektifitas Alat Kontrasepsi Reversibel Kerja
Panjang (AKRKP) tidak bergantung pada kepatuhan sehari-hari. Salah satu pemecahan masalah
yang dapat dilakukan yaitu dengan upaya meningkatkan akseptor KB metode kontrasepsi jangka
panjang (MKJP). Model pengambilan keputusan adalah alat yang dikembangkan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan KB di tingkat pelayanan kesehatan primer dan sekunder. Model
tersebut dapat membantu meningkatkan kepuasan pasien, penggunaan jasa konseling, dan
pemilihan penggunaan KB MKJP yang aman dan efektif.
Penyebaran pemakaian alat kontrasepsi pada perempuan muda cenderung menggunakan
cara keluarga berencana (KB), seperti suntik, pil, dan susuk, sedangkan perempuan yang lebih tua
cenderung memilih menggunakan kontrasepsi jangka panjang, seperti intra uterine device
(AKDR) dan sterilisasi. Penggunaan kontrasepsi jangka pendek menyebabkan angka
kelangsungan pemakaian kontrasepsi cenderung menurun yang berdampak pada peningkatan
fertility rate.10,12
Metode KB yang banyak digunakan pasien pascapersalinan saat ini adalah metode
kontrasepsi jangka pendek, seperti pil dan suntik.10,12 Pemakaian metode suntik dari tahun 20022007 cenderung naik dari 28% menjadi 32%, sedangkan metode kontrasepsi jangka panjang
cenderung menurun meliputi implan 4% menjadi 3%, dan AKDR dari 6% menjadi 5%.13
Pada periode 2002 2007, tingkat drop out pasien yang menggunakan kontrasepsi jangka
pendek jenis hormonal seperti, pil, suntik terus mengalami peningkatan dari 4,2% menjadi
4,5%.10,12 Untuk mengatasi permasalahan penduduk saat ini, pemerintah mencanangkan program
kontrasepsi MKJP yang merupakan metode kontrasepsi dengan masa efektif yang relatif lama.13
3.2 AKRKP Sebagai Kontrasepsi yang Aman, Dapat Diandalkan, dan Ekonomis
Pada tahun 2012, American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merevisi
panduan tatalaksana untuk Alat Kontrasepsi Reversible Kerja Panjang (AKRKP) termasuk implant
dan AKDR. Berdasarkan penelitian dan pendapat ahli, tatalaksana baru merekomendasikan
dewasa muda yang aktif secara seksual dan berisiko tinggi mengalami kehamilan yang tidak
direncanakan harus dianjurkan untuk mempertimbangakan kontrasepsi reversible kerja panjang
sebagai pilihan kontrasepsi.4
AKRKP pilihan pencegahan kehamilan ideal untuk perempuan muda. Metode ini aman,
efektif, tidak mahal, reversible, dan membutuhkan perawatan yang minimal serta memiliki tingkat
kepatuhan paling tinggi. Namun tetap saja AKRKP tidak tersebarluas di antara perempuan muda.
Pelayanan professional muda, educator, dan penyedia layanan kesehatan harus mengetahui fakta
tentang metode ini.4
Norplant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonorgestrel yang dibungkus dalam
6 kapsul silastic-silicone dan disusukkan pada subkutis. Tiap kapsul memiliki panjang 2.4 x 34
mm dan berisi 36 mg levonorgestrel. Setiap hari sebanyak 30 mcg levonorgestrel dilepaskan ke
dalam darah secara difusi melalui dinding kapsul. Levonorgestrel adalah suatu progestin yang
dipakai juga dalam pil KB seperti mini-pill atau kombinasi atau pun pada AKDR yang bioaktif.6
Implanon. Terdiri dari implan tunggal putih lentur yang berisi etonogestrel 68 mg
dibungkus dalam sebuah membran etilen vinil asetat. Panjangnya sekitar 4 mm dan
berdiameter 2 mm. Implan ini memiliki lama kerja hingga 3 tahun.6,14
Jadelle dan Indoplant. Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel
dengan lama kerja 5 tahun.14
3.3.1.2 Indikasi
Kontrasepsi implan merupakan pilihan yang baik untuk perempuan pada usia reproduksi yang
aktif secara seksual dan menginginkan kontrasepsi jangka panjang secara berkelanjutan. Beberapa
indikasi pemasangan implant, antara lain: 15,16
1. Ingin menunda kehamilan selanjutnya
2. Menginginkan metode kontrasepsi jangka panjang dengan efektifitas tinggi
3. Mengalami efek samping terkait esterogen atau kontrasepsi esterogen-progestin.
4. Mengalami kesulitan mengingat untuk mengkonsumsi pil setiap hari
5. memiliki kontraindikasi atau kesulitan dengan penggunaan AKDR
6. Menginginkan metode kontrasepsi yang tidak terkait dengan koitus
7. Tidak ingin hamil lagi, tetapi belum siap untuk melakukan kontrasepsi mantap.
8. Memiliki riwayat anemia dengan perdarahan menstrual yang berat
9. Memilih untuk menyusui
10. Memiliki penyakit kronis, yang kesehatannya dapat terancam dengan kehamilan
3.3.1.3 Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut
Kanker payudara terkait dengan hormon reproduksi perempuan sehingga penderita kanker
payudara, baik yang dicurigai maupun yang telah diketahui, sebaiknya tidak menggunakan
kontrasepsi hormonal.
Kontraindikasi Relatif
Implan bukan kontraindikasi pada situasi berikut, tetapi metode lain mungkin lebih
disarankan: 16
1. Acne berat.
2. Sakit kepala berat.
3. Depresi berat.
4. Penggunaan secara bersama-sama obat-obat yang menginduksi enzim hati mikrosomal, di
antaranya Carbamazepine, Felbamate, Nevirapine, Phenobarbital, Phenytoin, Rifampicin,
Griseofulvin, Troglitazone. Obat-obat ini tidak direkomendasikan karena dapat
meningkatkan risiko kehamilan akibat turunnya kadar progestin dalam darah.
proteksi yang lebih baik dalam menghadapi kehamilan yang tidak diharapkan dibandingkan
dengan kontrasepsi oral. Durasi kerja hingga 7 tahun.16
Efektifitas Implanon lebih baik dibandingkan Norplant. Jarang sekali terjadi kehamilan,
menghasilkan Pearl Index sekitar 0,01 kehamilan dari 100 perempuan per tahun penggunaan. Pada
lebih dari 70.000 siklus, tidak ada kehamilan yang dilaporkan akibat inhibisi total ovulasi sampai
ovulasi diobservasi pada 6 bulan terakhir pada periode 3 tahun. Tidak ada data tersedia terkait
pengaruh berat badan pada efikasi Implanon.16
Dengan penggunaan implan, kehamilan dicegah melalui mekanisme kombinasi sebagai berikut.
Mekanisme primernya adalah: 17
1. Memproduksi mukus serviks yang tebal yang mencegah penetrasi sperma.
2. Menghambat ovulasi, pada kurang lebih 50% siklus menstruasi.
Mekanisme sekunder yang mendukung kerja dari mekanisme primer tersebut antara lain: 17
1. Mengurangi produksi progesteron alami oleh ovarium selama fase luteal bahkan pada siklussiklus ketika ovulasi terjadi.
2. Menekan pertumbuhan endometrium (hypoplasia).
Kadar pelepasan kontrasepsi implan ditentukan oleh area permukaan total dan densitas implan
yang mengandung progestin. Progestin berdifusi dari dalam implan menuju ke jaringan sekitarnya
melalui sistem sirkulasi dan didistribusikan secara sistemik, mencegah kadar inisiasi yang tinggi
pada sirkulasi. Dalam 24 jam setelah pemasangan Norplant, konsentrasi levonorgestrel dalam
plasma menjadi sekitar 0,4 sampai 0,5 ng/mL, cukup untuk mencegah konsepsi. 16
Kapsul Norplant melepaskan sekitar 86 mcg levonorgestrel per 24 jam selama 12 bulan
pertama. Kadar ini berkurang secara bertahap menjadi 50 mcg/hari selama 9 bulan berikutnya, dan
kemudian menjadi 30 mcg/hari. Hormon sejumlah 86 mcg yang dilepaskan oleh implan selama
beberapa bulan pertama sebanding dengan penggunaan kontrasepsi progestin-only minipil
levonorgestrel oral harian, dan 25 - 50 % dosis tersebut didapatkan melalui kontrasepsi oral
kombinasi dosis rendah. 16
Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin rendah kadar levonorgestrelnya. Pengurangan
efektifitas terjadi pada perempuan dengan berat badan >70 kg, namun tingkat pelepasannya cukup
tinggi untuk mencegah kehamilan. Konsentrasi plasma rata-rata di bawah 0,2 ng/mL dihubungkan
dengan peningkatan angka kehamilan. Setelah 6 bulan penggunaan kadarnya adalah sekitar 0,35
ng/mL, pada 2,5 tahun kadarnya menjadi 0,25 sampai 0,35 ng/mL. Sampai pada penggunaan tahun
ke-8, kadar reratanya tetap di atas 0,25 ng/mL. 16
Kadar levonorgestrel dapat pula dipengaruhi oleh kadar sirkulasi Sex Hormone-Binding
Globulin (SHBG). Levonorgestrel memiliki afinitas yang tinggi terhadap SHBG. Pada minggu
setelah pemasangan Norplant, kadar SHBG berkurang secara cepat kemudian kembali menjadi
kira-kira setengah dari kadar 1 tahun sebelum pemasangan. Kadar SHBG bervariasi pada individu
dalam hal konsentrasi levonorgerstrel plasma.16
Terdapat 3 mekanisme pencegahan konsepsi yang diketahui :16,18
1.Kadar konstan levonorgestrel memiliki efek berkepanjangan terhadap mukosa serviks. Mukus
menjadi tebal dan konsistensi menjadi lebih kental sehingga membentuk hambatan bagi
penetrasi sperma.
2.Levonorgestrel menekan hipotalamus dan pituitari, serta lonjakan hormon LH yang dibutuhkan
untuk ovulasi. Sekitar sepertiga dari keseluruhan siklus adalah ovulatori. Selama 2 tahun pertama
penggunaan, hanya sekitar 10 % perempuan ovulatori, tetapi dalam penggunaan lebih dari 5
tahun mencapai >50%. Pada siklus-siklus yang ovulatori tersebut, terdapat insidensi insufisiensi
luteal yang tinggi.
3.Levonorgestrel menekan maturasi siklik akibat estradiol pada endometrium dan selanjutnya
menyebabkan atrofi. Perubahan tersebut dipikirkan mencegah implantasi pada saat terjadi
fertilisasi..
Implanon mencegah ovulasi selama periode 3 tahun.. Namun perkembangan folikuler dapat
terjadi, menghindarkan masalah klinis signifikan hipoesterogenemia, dan pada 6 bulan terakhir
dalam periode 3 tahun bisa terdapat ovulasi. Sementara dengan Norplant efek progestasional
diproduksi pada mukus servikal dan endometrium. 16
Pemasangan:
1. Meja periksa
2. Penyanggah tangan
3. Sabun untuk mencuci tangan
4. Pulpen atau marker
5. Template
6. Implan dalam kemasan
7. Cairan antiseptik
8. Anestetik lokal
Alat steril
1. Doek steril
2. Tiga buah mangkuk steril (untuk cairan antiseptik, kapas alkohol, dan batang implan)
3. Handschoen steril
4. Spuit 5 atau 10 cc dengan needle 22G
5. Trokar
6. Scalpel dengan blade
7. Forsep jaringan
8. Plester
9. Kain kasa
Prosedur Pemasangan: 17
1. Pastikan pasien membersihkan lengan yang akan dipasangi implan dengan air dan sabun,
dan pastikan tidak ada sisa sabun.
2. Posisikan pasien di meja dalam posisi nyaman dengan lengan tersanggah lurus atau
bengkok.
3. Pasang kain bersih dan kering di bawah lengan pasien.
4. Tentukan daerah optimal untuk pemasangan yaitu sekitar 8 cm di atas lipatan siku. Gunakan
template untuk membuat pola dan tandai daerah yang akan di pasangi batang implan serta
perkiraan ujung atas kedua implan tersebut di kulit dengan spidol (marker).
5. Siapkan tempat peralatan dan buka kotak instrumen steril atau DTT tanpa menyentuh
instrumen tersebut.
6. Bukalah kemasan steril yang berisi 2 batang implan dan jatuhkan batang implan tersebut ke
dalam wadah mangkuk steril atau DTT.
7. Berikan cairan antiseptik pada daerah yang akan diinsisi dengan menggunakan kasa yang
dijepit dengan forsep. Usapkan secara sirkuler 8 -13 cm, biarkan mengering.
8.
Pasangkan doek steril dengan lubang di tengahnya pada daerah yang akan
dipemasangankan..
9.
Setelah memastikan bahwa pasien tidak alergi terhadap anestetik lokal, isilah spuit dengan
2 cc anestetik lokal (tanpa epinefrin).
10. Masukkan jarum tepat di bawah kulit pada daerah insisi. Injeksikan sejumlah kecil anestetik
lokal pada daerah tersebut sampai menggembung. Kemudian tanpa mencabut jarum,
masukkan sekitar 5 cm lagi ke arah pertengahan daerah antara yang akan dipasangi implan.
11. Arahkan skalpel sekitar 45 dan buatlah insisi kecil dangkal berukuran sekitar 2 mm untuk
sekedar menembus kulit. Jangan membuat insisi yang lebar atau dalam.
12. Masukkan trokar dengan ujung bevel menghadap ke atas. Terdapat tiga tanda pada trokar,
tanda yang berada di tengah tidak digunakan untuk pemasangan implan. Tanda yang paling
dekat dengan hub menandakan seberapa jauh trokar harus dimasukkan ke bawah kulit
sebelum implan dimasukkan. Tanda yang paling dekat dengan ujung trokar menandakan
seberapa jauh trokar bisa ditarik ketika akan memasukkan implan pada lokasi berikutnya.
13. Pemasangankan trokar dan plunger-nya ke bawah kulit melalui lubang insisi yang telah
dibuat sebelumnya. Masukkan trokar ke dalam, hentikan segera setelah ujungnya masuk ke
dalam kulit (2-3 mm dari ujung bevel). Jika terdapat tahanan, arahkan pada sudut lain.
14. Untuk menjaga batang implan tetap pada bidang superfisial, tahan trokar ke atas ketika
mendorong trokar di bawah kulit. Dengan perlahan dorong trokar dan plunger-nya menuju
tanda yang telah dibuat pada kulit. Trokar tersebut harus cukup dangkal sehingga terlihat
menonjol dan bisa diraba di bawah kulit.
15. Ketika trokar sudah sampai pada tanda yang paling dekat dengan hub, lepaskan plunger dari
trokar.
16. Masukkan batang implan pertama melalui trokar. Gunakan tangan atau forsep untuk
memasukkan implan, sementara tangan yang satu lagi tetap memegang trokar.
17. Gunakan plunger untuk mendorong implan masuk dengan perlahan sampai terasa tahanan.
18. Tahan plunger pada posisinya, kemudian tarik trokar sampai pada tanda yang paling dekat
dengan bevel tadi sampai pada bekas insisi (trokar tidak keluar dari kulit).
19. Pastikan batang implan pertama telah bebas dari ujung trokar dengan meraba ujung implan
setelah trokar ditarik ke arah plunger.
20. Tanpa mencabut trokar dari kulit, arahkan trokar masuk ke arah satu lagi untuk pemasangan
batang implan berikutnya.
21. Palpasi ujung batang implan yang mengarah ke bahu untuk memastikan implan terpasang
dengan benar.
22. Untuk meminimalkan risiko ekspulsi spontan dari batang implan, palpasi daerah insisi untuk
memastikan ujung implan berjarak sekitar 5 mm dari tempat insisi. Ujung-ujung batang
implan yang berdekatan sebaiknya berjarak sekitar 2-3 mm.
23. Dengan hati-hati tarik trokar dan tekan bekas insisi dengan kasa sekitar satu menit untuk
menghentikan perdarahan. Lepaskan doek, dan bersihkan daerah sekitar lokasi pemasangan
dengan kapas cairan DTT atau alkohol.
3. Prosedur yang digunakan untuk pemasangan Implanon adalah kebalikan dari memberi
injeksi. Ketika memasukkan Implanon, obturatornya harus tetap terfiksasi ketika kanula
ditarik dari kulit.
4. Persilakan pasien untuk berbaring telentang dengan tangan yang tidak dominan terbentang
dan siku dibengkokkan.
5. Untuk meminimalkan risiko kerusakan vaskular atau neural, Implanon harus
dipemasangankan di sebelah medial lengan yang tidak dominan.
6. Implanon harus dimasukkan secara subdermal, tepat dibawah kulit. Jika Implanon
dimasukkan terlalu dalam, dapat menyebabkan terjadinya kerusakan vaskular atau neural.
Juga akan mempersulit dalam melokalisasi dan melepasnya kemudian.
7. Tandai daerah pemasangan dan bersihkan daerah tersebut dengan antiseptik.
8. Anestesi dengan anestetik semprot atau dengan 2 cc lidokain 1% yang dimasukkan
sepanjang kanal pemasangan.
9. Buka kemasan Implanon.
10. Sebelum membuka pelindung jarum, pastikan keberadaan batang implan yang terlihat
seperti benda putih di dalam ujung jarum. Jika implan tidak terlihat, ketuk ujung atas
pelindung jarum pada permukaan yang rata agar implannya turun ke ujung jarum. Begitu
pula sebaliknya jika implan keluar terlalu jauh dari ujung jarum, ketukkan pelindung jarum
agar implan berada pada ujung jarum. Setelah itu, pelingung jarum dapat dilepaskan.
11. Implan dapat jatuh sewaktu-waktu dari aplikatornya, karenanya posisikan aplikator dengan
posisi menghadap ke atas sampai pada waktu akan melakukan pemasangan.
12. Regangkan kulit di sekitar daerah pemasangan dengan jempol dan telunjuk.
13. Masukkan ujung jarum dengan sudut sekitar 20.
14. Lepaskan regangan kulit.
15. Turunkan aplikator sampai pada posisi hampir horisontal.
16. Ketika aplikator tersebut tampak mengangkat kulit, dorong jarum sampai pada panjang
maksimalnya. Jangan gunakan tenaga yang berlebihan. Jarum tersebut harus sejajar di
bawah kulit untuk memastikan Implanon dipemasangan tepat dibawah kulit.
17. Biarkan aplikator berada sejejar dengan kulit. Jika implan ditempatkan terlalu dalam, dapat
menyebabkan parestesi dan migrasi implan sehingga pencabutan implan akan menjadi
lebih sulit.
5. Ketika ujung implan tampak keluar dari lubang insisi, jepit dengan forsep mosquito.
10. Setelah itu, lakukan pada implan lain yang akan dicabut.
11. Segera setelah pencabutan, implan baru dapat langsung dipemasangankan melalui lubang
insisi yang sama dengan arah yang sama atau berlawanan.
Keuntungan
Implan adalah metode kontrasepsi yang aman, sangat efektif, berkelanjutan, dan hanya
memerlukan usaha minimal. Metode ini dapat mengembalikan kesuburan secara cepat, berbeda
dengan penggunaan injeksi Depo-Povera yang memerlukan waktu yang tergolong lama, yaitu
sekitar 6-18 bulan.16 Menurut data klinis yang ada dalam periode satu tahun, 80 % sampai 90 %
perempuan dapat langsung hamil kembali segera setelah pengangkatan Norplant.
Implan juga dapat digunakan oleh perempuan yang memiliki kontraindikasi dengan
kontrasepsi yang mengandung esterogen. Pelepasan berkelanjutan progestin dosis rendah
menghindarkan dosis inisiasi yang tinggi oleh lonjakan hormonal yang tinggi akibat injeksi yang
berhubungan dengan kontrasepsi oral. Selain itu aman bagi ibu menyusui karena tidak
memengaruhi kualitas atau kuantitas ASI dan dapat dipasang segera setelah melahirkan..
Pada ibu menyusui, gemuk, dan diabetes gestasional, minipil progestin-only berhubungan
dengan peningkatan risiko 3 kali lipat diabetes mellitus non-insulin dependen. Meskipun hal ini
dapat terjadi pada semua perempuan yang menderita diabetes gestasional atau pada semua metode
kontrasepsi progestin-only, cara pemberian tentang metode lain harus disarankan untuk kelompok
perempuan tersebut.
16
glukosa dan insulin mengalami perubahan bahkan pada perempuan nondiebetik. Pada perempuan
normal perubahan ini tidak bermakna, tetapi akan sangat mengkhawtirkan pada orang yang
berpotensi untuk diabetik6 Sementara itu kepustakaan lain menyatakan bahwa penggunaan implan
tidak berhubungan dengan perubahan metabolisme karbohidrat maupun lemak, koagulasi, fungsi
hati atau ginjal, atau kadar immunoglobulin.16
Salah satu dari keuntungan terbesar yaitu efektifitas yang tinggi. Pada pasangan yang mana
tidak mungkin melakukan aborsi elektif dalam hal kehamilan yang tidak direncanakan, tingkat
efikasi yang tinggi merupakan hal sangat penting. Tidak ada pil yang lupa diminum, kondom yang
bocor, diafragma yang hilang, atau salah suntik. Implan juga disarankan perempuan dengan risiko
tinggi komplikasi medis yang tidak diperbolehkan hamil. Bagi perempuan yang pernah memiliki
pengalaman negatif dengan kontrasepsi lain, penting untuk menjelaskan perbedaan antara metode
ini dan metode kontrasepsi lainnya. 16
Kerugian
Beberapa kerugian yang berhubungan dengan penggunaan sistem implan, antara lain:
1. Implan dapat menyebabkan disrupsi pada pola haid, khususnya pada tahun pertama.
Beberapa perempuan tidak dapat menerima perubahan pola haid tersebut.
2. Berbeda dengan kontrasepsi oral esterogen-progestin, progestin tidak secara reguler
menyebabkan endometrial sloughing sehingga endometrium runtuh pada interval yang
tidak dapat diprediksi. 16
3. Implan harus dipemasangan dan dicabut pada dengan prosedur pembedahan oleh petugas
kesehatan terlatih. Perempuan itu sendiri tidak dapat memulai atau menghentikan metode
ini tanpa bantuan klinisi (tidak bisa dilakukan secara mandiri)
4. Kejadian pencabutan yang rumit adalah sekitar 5% pada Norplant dan lebih rendah pada
Implanon. Kejadian ini dapat diminimalisasi dengan pelatihan yang baik dan pemasangan
yang hati-hati.
5. Implan dapat terlihat di bawah kulit dan menimbulkan tanda/memar. Tanda ini mungkin
tidak dapat diterima oleh beberapa pasangan.16
6. Implan tidak memberikan perlindungan terhadap penyakit menular seksual seperti herpes,
HPV, HIV, gonore, atau klamidia. Meskipun penggunanya biasanya jarang menggunakan
kontrasepsi tambahan karena tingginya efikasi metode ini, akseptor yang memiliki resiko
untuk mendapatkan penyakit menular seksual harus menggunakan kondom sebagai metode
tambahan untuk proteksi terhadap infeksi penyakit menular seksual.16
7. Pemasangan dan pencabutan implan memerlukan prosedur bedah minor sehingga biayanya
lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode kontrasepsi oral atau barrier, kecuali jika
dibandingkan dengan total biaya metode kontrasepsi lainnya selama 5 tahun. 16
3.3.1.7 Efek Samping dan Komplikasi
Kebanyakan akseptor implan mengalami gangguan pola haid, termasuk haid memanjang atau
tidak teratur atau spotting atau amenore. Komplikasi lainnya yang didapatkan adalah pertambahan
berat badan, sakit kepala, jerawat, kista ovarium, hiperpigmentasi pada lokasi pemasangan implan,
dan perubahan mood.4,6,20
1. Perdarahan
Perubahan pola perdarahan sering terjadi pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi
implan. Sebuah studi retrospektif menunjukkan bahwa 25% perempuan tidak melanjutkan
penggunaan implan setelah satu tahun pemakaian, dan 62% di antara alasan berhentinya
adalah karena alasan perubahan pola perdarahan. Namun, perubahan pola perdarahan ini
biasanya hanya terjadi pada tahun pertama pemakaian implan.20
2. Perubahan berat badan
Sebuah studi retrospektif menunjukkan bahwa beberapa perempuan mengalami
peningkatan berat badan selama menggunakan implan. Peningkatan berat badan kumulatif
dalam 3 tahun penggunaan adalah 2,8% sampai 12,7%. Perubahan berat badan yang
fluktuatif selama usia reproduktif memang umum terjadi, tetapi tidak ada bukti untuk
mendukung hubungan antara penggunaan implan dan perubahan berat badan. 4,20
3. Perubahan mood
Studi non-komparatif telah menunjukkan perubahan mood pada sekitar 10% sampai 11%
perempuan selama penggunaan implan 3 tahun. Namun, perubahan mood dalam arti postif
maupun negatif tidak didefinisikan.
4. Kehilangan libido
Dilaporkan pada kurang dari 6% akseptor implan progesteron.
5. Jerawat
Dilaporkan bahwa jerawat terjadi atau memberat pada 13% perempuan yang menggunakan
implan.20
6. Sakit kepala
Sebanyak 1% sampai 4% perempuan akseptor implan mengeluhkan sakit kepala selama 3
tahun follow up penggunaan implan. Namun, sakit kepala merupakan keluhan yang sangat
umum sehingga sangat sulit untuk menentukan bagaimana hubungan antara sakit kepala ini
dengan penggunaan implan. 20
Efek samping tersebut kebanyakan terjadi akibat pelepasan progestin oleh implan. Namun, hal
ini tidak terjadi sesering pada penggunaan pil. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain adalah
tromboemboli vena, penurunan densitas tulang, infeksi local, serta kanker payudara. Namun,
komplikasi tersebut sangat jarang terjadi dan belum cukup bukti untuk menjadikan implan sebagai
faktor risiko untuk penyakit-penyakit komplikasi tersebut.
tanda bahwa perangkat masih pada tempatnya.dilakukan saat siklus menstruasi dimana serviks
lembek dan kehamilan jarang terjadi. Namun pemasangan dapat dilakukan kapanpun saat siklus,
termasuk segera setelah melahirkan dan setelah aborsi.4
AKDR aman bagi kebanyakan perempuan termasuk dewasa muda dan nullipara. ParaGard
juga aman bagi ibu menyusui dan pasien yang tidak dapat menggunakan kontrasepsi hormonal
karena alasan medis.4 Di tahun 2000, ACOG merekomendasikan AKDR sebagai pilihan
kontrasepsi utama bagi remaja dan pada tahun 2012, AKDR kembali merekomendasikan bagi
semua perempuan termasuk dewasa muda, bahkan menganjurkan penggunaannya.4
Jika lebih banyak perempuan menggunakan AKRKP yang sangat efektif, diharapkan terjadi
penurunan jumlah kehamilan yang tidak direncanakan, karena akan lebih banyak perempuan
melanjutkan menggunakan kontrasepsi. Hanya terdapat sedikit kontraindikasi dari AKRKP,
hampir seluruh perempuan merupakan kandidat yang baik untuk AKDR atau implant.21
dinding uterus.4 Angka kehamilan sekitar 0,1 kehamilan per 100 perempuan pada tahun pertama
dan angka kumulatif kehamilan menjadi 0,7 kehamilan per 100 perempuan setelah 5 tahun.23
- Mahal
- Memiliki sedikit efek progesteron sistemik, seperti meningkatkan resiko trombosis, menurunkan
kadar HDL darah, memperburuk perjalan kanker payudara dan mioma.
2. AKDR logam
ParaGard (Copper T380 A) merupakan alat AKDR yang direkomendasikan oleh WHO
dengan bentuk seperti T terbuat dari polyethylene densitas rendah dengan barium sulfat
ditambahkan untuk opasitas X-ray. Alat ini memiliki panjang 36 mm dan diameter 32 mm dengan
bola pastik pada bagian bawah tangkai vertikal untuk mencegah terjadinya penetrasi servikal.
Sebuah lubang kecil terdapat pada tangkai vertikalnya dekat pertemuan dengan kedua lengan
horizontalnya yang bertindak sebagai jangkar untuk kawat tembaga. AKDR memiliki kerah
tembaga pada kedua tangan horizontal. Setiap kerah tersebut memiliki permukaan 35mm2. Kawat
tembaga dengan permukaan 310 mm2 berikatan disekitar tangkai vertikal dan mengandung 380
mm2 tembaga. Dua benang monofilamen melekat pada tangan vertikal. T 380 A dapat bertahan
hingga 10 tahun, bahkan ada literature yang mengatakan hingga 12 tahun.23 Perangkat ini
mencegah kehamilan dengan menghambat pergerakan sperma dan mengaktivasi sel darah putih
lewat proses inflamasi untuk memproduksi sitokin proinflamatori yang bersifat toksik terhadap
sperma. Efektifitasnya tinggi dapat mencapai 0.6 0.8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun
pertama (1 kegagalan dalam 125 170 kehamilan).4
atau percepatan transpor embrio awal melalui tuba falopi, merusak atau menghancurkan embrio
awal sebelum mencapai uterus dan mencegah terjadinya implantasi.24
Mekanisme prefertilisasi dan postfertilisasi tidak beroperasi secara bersamaan. Mekanisme
postfertilisasi terjadi hanya jika mekanisme prefertilisasi tidak mencegah fertilisasi. Meskipun
mekanisme prefertilisasi terjadi pada sebagian besar siklus, hal itu tidak cukup untuk mencapai
efisasi AKDR dalam mencegah kehamilan.24
AKDR dapat menyebabkan timbulnya reaksi radang lokal yang non-spesifik didalam
cavum uteri sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Oleh karena reaksi radang
itu, maka muncullah sel-sel inflamasi seperti leukosit PMN, makrofag, dan lain-lain. Dikarenakan
munculnya leukosit PMN, makrofag, foreign body giant cells, sel mononuclear dan sel plasma
yang dapat mengakibatkan lysis dari spermatozoa/ovum dan blastocyst. Pada pemeriksaan cairan
uterus pada pemakai AKDR sering kali dijumpai sel-sel makrofag (fagosit) yang mengandung
spermatozoa. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR
membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan
sperma untuk fertilisasi. Sehingga memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam
uterus.24 Disamping itu ditemukan juga sering timbulnya kontraksi uterus pada pemakai AKDR,
yang dapat menghalangi nidasi. Diduga ini disebabkan karena meningkatnya prostaglandin dalam
uterus pada perempuan tersebut. 4
Perubahan secara biokimia pada mukus di serviks terjadi pada semua tipe AKDR.
Progestin oral maupun sistemik diketahui dapat merubah mukus servikal dan secara teoritis
seharusnya menghambat transpor sperma melalui serviks. Pada studi tentang penggunaan AKDR
levonorgestrel jangka panjang, 69% siklus ovulatori memiliki mukus servikal yang baik untuk
transpor sperma. Sebaliknya, AKDR tembaga meningkatkan konsentrasi tembaga secara
substanstial pada mukus servikal dan hal ini menghambat motilitas sperma. Secara kontras pada
mukus servikal, terdapat bukti yang menunjukkan adanya perubahan endometrial yang
menyebabkan spermisidal, menghambat migrasi sperma melalui endometrium. Hal ini terjadi pada
semua tipe AKDR. Tingginya reaksi inflamasi di endometrium pada pemakaian AKDR tembaga
menunjukkan bahwa AKDR tembaga memiliki efek spermisidal yang tinggi pada endometrial.
Pada studi in vitro didapatkan bahwa ion-ion tembaga menghambat motilitas sperma tetapi tidak
mempengaruhi kapasitas fertilisasi. Pada AKDR levonorgestrel, atrofi dan desidualisasi kelenjar
dapat menghambat survival dari sperma.24
Keuntungan AKDR
Pada
penelitian klinis dari tahun 2006 hingga 2008, Mirena terbukti memiliki risiko gagal sebesar 0.1%
sementara ParaGard memiliki risiko gagal berkisar 0.61.0 %.
[4]
pengguna tidak perlu memastikan kembali perangkat tetap efektif, sehingga mengurangi risiko
kesalahan pengguna.4
2. Tidak memerlukan motivasi terus menerus. Umumnya hanya memerlukan satu kali pemasangan
dan dengan demikian hanya memerlukan satu kali motivasi
3. Aman dan tidak menimbulkan efek sistemik
4. Ekonomis (cocok untuk penggunaan secara massal)
5. Reversibel dan durasi kerja lama (3-12 tahun)
6. Tidak mempengaruhi kualitas dan kuantitas ASI
7. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
9. Tidak ada efek samping hormonal dengan AKDR logam
10. Dapat dipasang segera setela melahirkan atau abortus (apabila tidak terjadi infeksi)
12. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan
Keuntungan lainnya
Mirena secara signifikan menurunkan risiko terjadinya kehamilan ektopik dan membantu
mengatasi perdarahan menstruasi berat dan nyeri, perdarahan tidak teratur, fibrosisuteri, dan
defisiensi besi.4
ParaGard dapat dipakai sebagai kontrasepsi emergensi jika dipasang dalam jangka waktu 5
hari setelah koitus tanpa pengaman. Lebih efektif dibandingkan pil hormonal sebagain
kontrasepsi emergensi.
Pelvic Inflammatory Disease (PID) mungkin dapat terjadi ketika pada saat pemasangan
perempuan tersebut memiliki infeksi Chlamydia atau gonore.
Tergantung kemampuan paramedis.
Dapat terjadi sakit, kram, atau perdarahan minor pada saat pemasangan.
Waktu menstruasi yang lebih lama, meningkatkan kram, perdarahan pada tiga bulan
pertama.
Dapat menyebabkan anemia apabila sebelum insrsi perempuan tersebut rendah zat besi dan
AKDR menyebabkan menstruasi yang lebih berat setiap bulannya.
Amenorea
Mirena dapat menyebabkan amenorea, beberapa menganggap ini sebagain keuntungan
tetapi sebagian besar lainnya merasa tidak nyaman dengan kemungkinan ini. 4
kurang dari 1 diantara 1000 pemasangan.4 Follow up rutin dilakukan 6 minggu setelah
pemasangan. Panjang cavitas uteri harus diukur untuk dan digunakan tenakulum saat pemasangan
untuk mengurangi resiko terjadinya perforasi.4,6
Jika perforasi terjadi dengan AKDR yang tertutup, harus segera dikeluarkan segera karena
ditakutkan akan terjadinya ileus, begitu pula dengan yang mengandung logam. Pengeluaran dapat
dilakukan dengan laparotomi jika dengan laparoskopi gagal, atau setelah terjadi ileus. Jika AKDR
yang menyebabkan perforasi itu jenis terbuka dan linear, dan tidak mengandung logam AKDR
tidak perlu dikeluarkan dengan segera.4,6
Kehamilan
Jika terjadi kehamilan dengan AKDR in situ, tidak akan timbul cacat pada bayi oleh karena
AKDR terletak antara selaput ketuban dan dinding rahim. Angka keguguran dengan AKDR in situ
tinggi. Jadi jika ditemukan kehamilan dengan AKDR in situ sedang benangnya masih
kelihatan,sebaiknya dikeluarkan oleh karena kemungkinan terjadinya abortus setelah dikeluarkan
lebih rendah dari pada dibiarkan terus. Tetapi jika benangnya tidak kelihatan, sebaiknya dibiarkan
saja berada dalam uterus.
3.Adanya resiko terjadi PID, seperti terkena penyakit infeksi menular seksual, meliputi infeksi
post-abortal sebelumnya atau endometritis puerperal, pasangan seksual yang berganti-ganti, tidak
ada perbaikan respon terhadap infeksi seperti mengidap HIV
4.. Insufisiensi serviks uteri
5. Uterus dengan parut pada dindingnya, seperti pada bekas SC, enukleasi mioma, dsb.
6. Kelainan jinak serviks uteri, seperti erosio porsiones uteri
Kontraindikasi absolut AKDR
Beberapa kontraindikasi absolut, antara lain:
1.Kehamilan
2.Adanya infeksi yang aktif pada traktus genitalis (Penyakit Menular Seksual)
3.Adanya tumor ganas pada traktus genitalis
4.Adanya metrorhagia yang belum disembuhkan
5.Pasangan yang tidak lestari/harmonis
Bila pemasangan AKDR tidak dilakukan dalam waktu seminggu setelah bersalin, menurut
beberapa sarjana, sebaiknya AKDR ditangguhkan sampai 6-8 minggu postpartum oleh karena jika
pemasangan AKDR dilakukan antara minggu kedua dan minggu keenam setelah partus, bahaya
perforasi atau ekspulsi lebih besar.
Sewaktu postabortum
Sebaiknya AKDR dipasang segera setelah abortus oleh karena dari segi fisiologi dan psikologi
waktu itu adalah paling ideal. Tetapi, septic abortion merupakan kontraindikasi
Beberapa hari setelah haid terakhir
Dalam hal ini perempuan yang bersangkutan dilarang untuk bersenggama sebelum AKDR
dipasang.
Sebelum dipasang, sebaiknya diperlihatkan ke akseptor bentuk AKDR yang dipasang dan
bagaimana letaknya setelah terpasang. Dan dijelaskan pula kemugkinan efek samping yang dapat
terjadi seperti perdarahan, rasa sakit ,AKDR yang keluar sendiri.
Perubahan letak AKDR sehingga benang tertarik ke dalam rongga uterus seperti myoma uterus
pengguna pil, patch, atau cincin memiliki risiko kegagalan kontrasepsi 20 kali lebih tinggi
dibandingkan AKRKP.21
Studi lain dengan metode retrospektif oleh The National Survey of Family Growth,
dimana diperkirakan 9% peserta pengguna pil akan memiliki kehamilan tidak direncanakan dalam
1 tahun, dibandingkan dengan hanya 0.001%, 0.14%, and 0.7% pada pengguna implant subdermal,
AKDR hormonal, atau AKDR tembaga secara respektif. Hanya saja studi ini menggunakan survey
dengan menanyakan peserta untuk mengingat penggunaan kontrasepsi dan kehamilan selama
sekitar 3-4 tahun terakhir. Peningkatan risiko kegagalan kontrasepsi disebabkan oleh kepatuhan
yang lebih rendah pada pemakaian pil. Pada kelompok usia 14-17tahun, 25% diantaranya lupa
minum pil setidaknya 2 kali per siklus.19 Data ini secara tidak langsung menggarisbawahi potensi
keuntungan yang ditawarkan pada pemakaian AKRKP (yang tidak memerlukan kepatuhan
pemakaian berkala) untuk menurunkan kehamilan tidak direncanakan pada kelompok usia risiko
tinggi ini. Sementara itu, sekitar 40% peserta yang menggunakan DMPA memutuskan untuk
menghentikan penggunaannya dalam 1 tahun pertama.21
Berdasarkan berbagai hasil penelitian dan literatur dapat ditarik simpulan yaitu
AKRKP lebih efektif dibandingkan kontrasepsi pil, patch, atau cincin dan tidak dipengaruhi
usia.
BAB IV
KESIMPULAN
Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penduduk terbesar di seluruh
dunia.Salah satu indicator kualitas suatu negara dinilai dari Sumber Daya Manusia dan masalah
kepedudukan. Besarnya jumlah penduduk ini secara langsung akan memengaruhi besarnya
masalah kependudukan yang terjadi dan tentunya akan menjadi beban nasional.
Pemerintah mencanangkan Program KB, yang merupakan preventif paling dasar dan
utama dengan visi NKKBS menjadi Keluarga Berkualitas Tahun 2015, yaitu dengan membatasi
angka kelahiran dan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Tingginya Angka
Kematian Ibu dipengaruhi oleh tingkat Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) yang akhirnya
berujung pada abortus.
Pemecahan masalah diatas dapat diatasi dengan penggalakan penggunaan kontrasepsi.
Namun sayangnya masih banyak masyarakat yang takut atau bahkan tidak mendapatkan edukasi
tentang berbagai kegunaan, efek samping, dan komplikasi kontrasepsi. Telah dibahas berbagai
keuntungan dan rekomendasi baik dari jurnal maupun kongres tentang Alat Kontrasepsi Reversibel
Jangka Panjang, yang dinilai paling mendekati 7 syarat kontrasepsi ideal. Oleh karena itu, dokter
umum dan tenaga kesehatan merupakan lini awal yang berperan penting untuk mengedukasi dan
mengarahkan pemilihan metode kontrasepsi pasien ke metode Kontrasepsi Jangka Panjang.
Diharapkan peningkatan pemakaian metode KJP ini membantu menekan jumlah
kehamilan tidak diinginkan dan abortus sehingga menurunkan Angka Kematian Ibu sekaligus
meningkatkan kualitas penduduk nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Sedgh G. Induced abortion: Estimated Rates and Trends Worldwide. Dalam: The Lancet
Journal,2007. h.13381345
3. World Health Organization (WHO). Unsafe Abortion: Global and Regional Estimates of the
Incidence of Unsafe Abortion and Associated Mortality in 2003. Edisi ke-5. Geneva: WHO,
2007.
4. ACOG. Adolescents and Long-Acting Reversible Contraception: Implants and Intrauterine
Devices.
ACOG
Committee
Decision
No.
539,
2012.
Diakses
dari
http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-onAdolescent-Health-Care/Adolescents-and-Long-Acting-Reversible-Contraception [pada 16
September 2016]
5.
National Institute for Health Care Excellence (NICE). Long Acting Reversible Contraceptive.
Diakses dari: https://www.nice.org.uk/guidance/cg30/chapter/1 Recommendations (Last
Update September 2014) [pada 16 September 2016]
6.
7. Saifuddin A B. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Edisi Pertama cetakan Keempat.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,2003 .
8. Cunningham F G, Gant NF. Williams Obstetri. Edisi ke-21.Volumeke- 2. Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2006.
9.
Pusat Data dan Informasi. Data dan informasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia: 2011. Diakses dari: www.depkes.go.id. [pada tanggal 23 September 2016].
11. Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, USAID. Laporan
pendahuluan, survei demografi dan kesehatan Indonesia 2012. Calverton, Maryland, USA.
Indonesia: BPS dan Macro International, 2012.
12. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Evaluasi pelaksanaan program
kependudukandan KB tahun 2012. Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional, 2013.
13. Affandi A, Gunardi K. Buku panduan praktek pelayanan kontrasepsi. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011.
14. Meirik O, Fraser IS, dArcangues C. Implantable Contraceptives for Women. Human
Reproduction Update, 2003. H.49-59.
15. Albar E. Kontrasepsi. Dalam: Wiknjosastro H, editor. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007. H.534-72.
16. Speroff L, Fritz MA. Long-Acting Methods of Contraception. Dalam: Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility, 7th Ed. Lippincott Williams and Wilkins, 2005.h.950-61.
17. Bayer Schering Farma. Jadelle Training Manual of Family Planning, 2008. Diakses dari:
http://www.k4health.org/toolkits/implans/jadelle-training-manual-family-planning:
[pada
24. Stanford JB, Mikolajczyk RT. Reviews: Mechanisms of action of intrauterine devices: Update
and estimation of postfertilization effects. Am J Obstetric Gynecology, 2002.h. 1699-708
25. Shukla M, Qureshi S, Chandrawati. Post-placental Intrauterine Device Insertion- A five year
experience at a tertiary care center in north India. Indian J Med Res 136, 2012. H. 432-435