Anda di halaman 1dari 5

1

HUTAN TANAMAN RAKYAT


Oleh : Agus Budhi Prasetyo
PENDAHULUAN
Sebuah terobosan baru belum lama ini dimunculkan pemerintah dalam upaya pemberdayaan
masyarakat sekitar hutan melalui program Hutan Tanaman Rakyat. Program HTR di harapkan mampu
mampu meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat sekitar hutan yang sebagian besar tergolong
miskin.
Sebuah nuansa baru pengelolaan kehutanan belum lama ini dimunculkan pemerintah dalam upaya
memberdayakan masyarakat sekitar hutan. Dalam bab 1 pasal 1: 19 PP no 6 th 2007 disebutkan Hutan
Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang
dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan
menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
Program HTR merupakan terobosan baru dalam mengentaskan kemiskinan penduduk di sekitar
hutan. Berdasarkan sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, mengindikasikan jumlah
penduduk Indonesia mencapai 237 juta orang. BPS menggambarkan bahwa kurang lebih 48,8 juta di
antaranya tinggal di sekitar kawasan hutan dan sekitar 10,2 juta orang di antaranya tergolong dalam
kategori miskin. Penduduk yang bermata pencaharian langsung dari hutan sekitar 6 juta orang dan
sebanyak 3,4 juta orang di antaranya bekerja di sektor swasta kehutanan. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, pemerintah kemudian mengajukan program HTR dengan memberikan jatah lahan 15 hektare
bagi tiap kepala keluarga. Dengan total lahan yang dicadangkan seluas 5,4 juta ha, maka ada sekitar
360.000 kepala keluarga yang mendapat jatah HTR. Dengan asumsi tiap keluarga terdapat 5 anggota,
maka program HTR diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan sebesar 1.800.000 penduduk.
Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah siapakah yang menjadi sasaran pembangunan HTR,
seperti apakah pola yang akan dikembangkan, bagaimana mekanisme pembangunan HTR tersebut, dan
bagaimana standar biaya serta pendanaannya.
PEMBAHASAN
Seperti disebutkan diatas HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh
kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan
silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Merujuk pengertian ini sasaran dari
pembanguan HTR adalah masyarakat yang berada di dalam dan atau di sekitar hutan, masyarakat disini
terdiri dari perorangan atau kelompok masyarakat yang dapat diberikan ijin pengelolaan hutan, kemudian
kawasan hutan yang dapat menjadi sasaran lokasi HTR adalah kawasan hutan produksi yang tidak
produktif, tidak dibebani izin/hak lain, letaknya diutamakan dekat dengan industri hasil hutan dan telah
ditetapkan pencadangannya oleh Menteri Kehutanan. Dalam pengembangannya, Hutan Tanaman Rakyat
ini kedepan akan menggunakan 3 pola yakni :
a. HTR Pola Mandiri, adalah HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang IUPHHKHTR.
b. HTR Pola Kemitraan, adalah HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang IUPHHKHTR
bersama dengan mitranya berdasarkan kesepakatan bersama dengan difasilitasi oleh
pemerintah agar terselenggara kemitraan yang menguntungkan kedua pihak.
c. HTR Pola Developer, adalah HTR yang dibangun oleh BUMN atau BUMS dan selanjutnya
diserahkan oleh Pemerintah kepada Kepala Keluarga pemohon IUPHHK-HTR dan biaya
pembangunannya menjadi tanggung jawab pemegang ijin dan dikembalikan secara mengangsur
sejak Surat Keputusan IUPHHKHTR diterbitkan.
Pembangunan HTR ini diharapkan ke depan mampu meningkatkan kontribusi kehutanan
terhadap pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran dan pengentasan kemiskinan sehingga
diperlukan kerangka acuan dalam pengembangannya agar tidak terjadi kesimpang-siuran dalam
implementasinya di lapangan. Adapun tahapan-tahapan dalam pembangunan HTR selanjutnya diatur pula
mekanisme penetapan pencadangan lokasi HTR dan prosedur perijinan HTR seperti tersebut dibawah ini :
Mekanisme Penetapan Pencadangan Lokasi HTR

a. Alokasi dan Penetapan Areal Pembangunan HTR dilakukan oleh Menteri Kehutanan dengan Kriteria
: Kawasan HP yang tidak produktif, tidak dibebani izin/hak dan diutamakan dekat dengan Industri
Hasil Hutan.
b. Untuk pembangunan HTR, Ditjen Planologi atas nama Menteri Kehutanan menyampaikan peta
arahan indikatif lokasi HTR per provinsi kepada Bupati dengan tembusan kepada : Dirjen BUK,
Sekjen, Gubernur, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota dan
Kepala Balai BUKH.
c. Dirjen BUK melakukan sosisalisasi program Pembangunan HTR dan peta arahan indikatif lokasi
HTR kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.
d. Sekjen Kemenhut melaksanakan sosialisasi tentang Pembiayaan Pembangunan HTR melalui BLU
cq. Pusat Pembiayaan Pembangunan Kehutanan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.
e. Kepala BPKH memberikan asistensi teknis kepada Dinas Kehutanan provinsi/kabupaten/kota
berdasarkan petunjuk teknis dari Dirjen Planologi.
f. Kepala Dinas Kehutanan kabupaten/kota menyampaikan pertimbangan teknis kawasan areal
tumpang tindih perizinan, rehabilitasi dan reboisasi, program pembangunan daerah kepada
Bupati/Walikota dilampiri dengan peta lokasi HTR Skala 1: 50.000.
g. Bupati/Walikota menyampaikan usulan rencana pembangunan HTR kepada Menteri Kehutanan
dilampiri peta usulan lokasi HTR Skala 1: 50.000 yang ditembuskan kepada Dirjen BUK dan Dirjen
Planologi.
h. Dirjen Planologi melakukan verifikasi peta usulan lokasi HTR lalu menyiapkan lokasi pencadangan
areal HTR dan hasilnya disampaikan kepada Dirjen BUK.
i. Dirjen BUK melakukan verifikasi administrasi dan teknis lalu menyiapkan konsep keputusan
Menteri Kehutanan tentang penetapan lokasi pencadangan areal HTR dan dilampiri peta pencadangan
areal HTR serta mengusulkannya kepada Menteri Kehutanan.
j. Menteri Kehutanan menerbitkan pencadangan areal untuk pembangunan HTR dan disampaikan
kepada Bupati/Walikota dengan tembusan Gubernur
k. Bupati/Walikota menyampaikan sosialisasi ke desa/masyarakat, bisa melalui LSM pusat, provinsi
atau kabupaten/kota.
Mekanisme Perijinan HTR
Dalam mekanisme perijinan ini di bagai dalam dua kelompok yaitu :
A. Perorangan atau Kelompok Tani
a. Pemohon (perorangan atau kelompok tani) mengajukan permohonan IUPHHKHTR kepada
Bupati/Walikota melalui Kepala Desa, pada areal yang telah dialokasikan dan ditetapkan oleh
Menteri Kehutanan
b. Persyaratan permohonan yang diajukan oleh Pemohon yakni Foto copy KTP, Surat
Keterangan dari Kepala Desa bahwa benar pemohon berdomisili di desa tersebut dan sketsa areal
yang dimohon dilampiri dengan susunan anggota kelompok.
c. Kepala Desa melakukan verifikasi keabsahan persyaratan permohonan oleh perorangan atau
Kelompok Tani dan membuat rekomendasi kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada
Camat dan Kepala BP2HP
d. Kepala BP2HP melakukan verifikasi persyaratan administrasi dan sketsa/peta areal yang
dimohon hasilnya disampaikan kepada Bupati sebagai pertimbangan teknis.
e. Kepala BPKH atau pihak lain yang mewakili melakukan pengukuran, verifikasi lahan dan
perpetaan dan hasilnya disampaikan kepada Bupati sebagai pertimbangan teknis.
f. Bupati/ Walikota menerbitkan Keputusan IUPHHK-HTR kepada perorangan atau Kelompok
atas nama Menteri Kehutanan yang dilampiri peta areal kerja skala 1: 50.000 dengan tembusan
Menteri Kehutanan, Dirjen BUK, Dirjen Planologi dan Gubernur.
g. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang menangani bidang kehutanan melaporkan kepada Menteri
Kehutanan, rekapitulasi penerbitan Keputusan IUPHHK-HTR secara periodik tiap 3 (tiga) bulan.

B. Koperasi
Selain untuk perorangan, pengajuan IUPHHK-HTR ini dapat dilakukan melalui koperasi yang
dibentuk oleh perorangan/kelompok tani yang berminat. Adapun mekanisme permohonan perijinannya
adalah sebagai berikut :
a. Pemohon mengajukan permohonan IUPHHK-HTR kepada Bupati/Walikota pada areal yang
telah dialokasikan dan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan
b. Persyaratan permohonan yang diajukan oleh Pemohon yakni Foto copy Akte Pendirian
koperasi, Surat Keterangan dari Kepala Desa bahwa benar Koperasi dibentuk di desa tersebut dan
Peta areal yang dimohon dilampiri dengan Skala 1:5000 atau 1:10.000 serta dilampiri dengan
susunan anggota Koperasi
c. Kepala Desa melakukan verifikasi keabsahan persyaratan permohonan oleh koperasi dan
membuat rekomendasi kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Camat dan Kepala
BP2HP
d. Kepala BP2HP melakukan verifikasi persyaratan administrasi dan sketsa/peta areal yang
dimohon hasilnya disampaikan kepada Bupati/Walikota sebagai pertimbangan teknis.
e. Kepala BUKH atau pihak lain yang mewakili melakukan pengukuran, verifikasi lahan dan
perpetaan dan hasilnya disampaikan kepada Bupati/Walikota sebagai pertimbangan teknis.
f. Bupati/ Walikota menerbitkan Keputusan IUPHHK-HTR kepada koperasi atas nama Menteri
Kehutanan yang dilampiri peta areal kerja skala 1: 50.000 dengan tembusan Menteri Kehutanan,
Dirjen BUK, Dirjen Planologi dan Gubernur.
g. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang menangani bidang kehutanan melaporkan kepada Menteri
kehutanan, rekapitulasi penerbitan Keputusan IUPHHK-HTR secara periodik tiap 3 (tiga) bulan.
Dalam skema pembangunan HTR, jenis tanaman yang dapat dikembangkan terdiri dari :
A. Tanaman Hutan Berkayu,
Tanaman hutan berkayu ini di bagi dalaam beberapa kelompok jenis yaitu :
1. Kayu Pertukangan, antara lain :
a. Kelompok Jenis Meranti (Shorea sp)
b. Kelompok Jenis Keruing (Dipterocarpus sp)
c. Kelompok Jenis Non Dipterocarpaceae :
1. Jati (Tectona grandis)
2. Sengon (Paraserianthes falcataria)
3. Sonokeling (Dalbergia latifolia)
4. Mahoni (Swietenia macrophylla)
5. Kayu Hitam (Diospyros celebica)
6. Akasia (Acacia mangium)
7. Rajumas (Duabanga molucana)
8. Sungkai (Peronema canescens)
2. Kayu Serat, antara lain :
1. Eucaliptus (Eucalyptus spp)
2. Akasia (Acacia mangium)
3. Tusam (Pinus merkusii)
4. Gmelina (Gmelina arborea)
B. Tanaman Budidaya Tahunan Berkayu
Yang termasuk jenis tanaman budidaya tahunan berkayu tersebut adalah :
1. Karet (Hevea brasiliensis)
2. Durian (Durio zibethinus)
3. Nangka (Artocarpus integra)
4. Mangga (Mangifera indica)
5. Rambutan (Nephelium lapaceum)
6. Kemiri (Aleuritus moluccana)

7. Duku (Lansium domesticum)


8. Pala (Myristica fragrans)
C. Komposisi Tanaman Pokok
Prosentase komposisi jenis tanaman untuk pembangunan HTR ditetapkan sbb :
- Tanaman Hutan Berkayu 70%
- Tanaman Budidaya Tahunan Berkayu 30%
Pemegang izin dapat melakukan kegiatan Tumpang Sari Tanaman Budidaya musiman/Palawija
diantara tanaman pokok s/d 2-3 tahun.
Pengaturan letak komposisi jenis tanaman pokok disesuaikan dengan jarak tanam, kesesuaian
persyaratan tempat tumbuh dan kondisi fisiografi lapangan.
Referensi lengkap mengenai jenis-jenis pohon Buku Informasi Kesesuaian Jenis Pohon untuk
Hutan Tanaman.
Pembiayaan HTR
Permasalahan pelik dalam pembangunan HTR yakni persoalan dana. Maklum saja pembangunan
hutan tanaman tidak bisa diagunkan (non collateral), produksi kehutanan bersifat jangka panjang (non
bankable) dan risiko usaha yang tinggi sehingga investor kurang tertarik dalam melakukan pembiayaan
pembangunan hutan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah kemudian membentuk lembaga
keuangan alternatif dalam rangka mendukung pembangunan HTR. Pada 5 Februari 2007, Menteri
Keuangan dan Menteri Kehutanan menyepakati terbentuknya Badan Pembiayaan Pembangunan Hutan
(BP2H) yang merupakan salah satu instansi pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum (BLU). Tugas dari BP2H adalah memfasilitasi pemberian pinjaman dana bergulir
bagi pembangunan hutan; serta mencari dan mengelola dana hibah dari negara dan lembaga donor yang
terkait dengan pembangunan hutan. Adapun pihak yang dapat memanfaatkan dana ini adalah Badan
Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Swasta /Badan Usah Milik Daerah dan perusahaan patungan
BUMN dengan BUMS atau Koperasi yang bergerak di bidang kehutanan, Koperasi dan Kelompok Tani
Hutan dengan persyaratan secara umum merupakan pemegang ijin pemanfaatan hutan tanaman, tidak
dalam daftar hitam dalam perbankan, memiliki tenaga teknis kehutanan, memiliki NPWP dan tidak
mempunyai tunggakan pajak, serta memenuhi syarat untuk memperoleh pinjaman sesuai ketentuan yang
diatur menteri kehutanan. Bunga pinjaman untuk Badan Usaha Berbadan Hukum dikenakan pada suku
bunga yang berlaku di bank umum sedangkan untuk koperasi dan kelompok tani dikenakan bunga sesuai
tingkat bunga yang perlaku di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pengembalian pinjaman ini dilakukan
setelah panen/daur tanaman dengan cara sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjaman/akad kredit.
Bilamana terjadi penyimpangan maka akan diberlakukan sanksi seperti berikut : a) Dalam hal debitur
BUMN/S/D jika tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjaman dikenakan
sanksi denda sebesar 2% (dua persen) pertahun ditambah bunga dengan tingkat suku bunga yang berlaku
pada bank umum per tahun. b) Dalam hal debitur Koperasi atau Kelompok Tani Hutan, ketua kelompok
dan anggota kelompok tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjaman,
dikenakan sanksi tanggung renteng untuk memenuhi kewajibannya. Mekanisme pinjaman dana ini khusus
HTR dapat dilihat dalam skema berikut :
Sumber : Presentasi BLU-BPPH, 2007
PENUTUP
Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat sebagai kebijakan Pemerintah untuk mengentaskan
kemiskinan (pro-poor), menciptakan lapangan kerja baru (pro-job) dan ekonomi (pro-growth)
sebagaimana menjadi agenda revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, sekaligus juga merupakan
implementasi dari Kebijakan Prioritas Kementerian Kehutanan dalam Revitalisasi Sektor Kehutanan dan
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat. Sektor kehutanan diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pertumbuhan ekonomi nasional, perbaikan lingkungan, mensejahterakan masyarakat dan memperluas
lapangan kerja.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pelaksanaannya benar-benar memberi manfaat bagi
masyarakat adalah sebagai berikut :

a) Proses birokrasi hendaknya lebih disederhanakan sehingga waktu pengurusan IUPHHK-HTR dan
Penetapan Pencadangan Lokasi HTR bisa lebih dipercepat.
Lengkap/
tolak
(1-8 thn)

PANEN

Ya
Gagal/Tolak
Pemohon
HTR

BP2H
(Lai-Adm)

Cek Lapangan
Akad Kredit
Pembangunan
Hutan Tanaman Rakyat
BP2H

(Evaluasi)
Pencairan bertahap
b) Penetapan Lokasi pembangunan dan pengembangan hutan tanaman rakyat secara cermat dengan
memperhatikan sebaran lokasi industri pengolahan kayu, pasar kayu olahan, serta ketersediaan
sarana-prasarana untuk menjangkau industri dan pasar.
c) Peran aktif pemerintah daerah dalam sosialisasi pembangunan HTR .
d) Pengembangan HTR ini sebaiknya terintegrasi dengan pengembangan KPHP.
e) Pelibatan lembaga penelitian kehutanan dalam hal ini Badan Litbang Kehutanan untuk proses alih
teknologi peningkatkan kemampuan masyarakat dalam pembangunan (termasuk teknik
pembukaan lahan yang ramah lingkungan) dan pengelolaan hutan tanaman (termasuk
pengendalian hama-penyakit), serta pemasaran hasil dari hutan tanaman .
f) Pendampingan yang intensif untuk mengembangkan kelembagaan masyarakat.
g) Kemudahan bagi masyarakat untuk mencapai sumber pendanaan.
h) Fasilitasi oleh pemerintah untuk membangun kemitraan antara masyarakat dengan industri dan
pasar kayu agar nantinya pola kemitraan pada pembangunan HTR tidak menjadi sistem ijon baru
dan justru merugikan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai