Anda di halaman 1dari 23

Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah dan maksud riset merupakan langkah awal dalam proses
penelitian. Sering kali peneliti mengalami masalah untuk mengidentifikasi suatu
masalah. Penelitian tidak mungkin dilakukan tanpa merumuskan masalah terlebih
dahulu,oleh karena itu peneliti perlu memahami dan menyatakan dengan jelas dan
tepat dengan menggunakan istilah yang sesuai ketika merumuskan masalah dalam
proposal penelitian yang disusunkannya.
Agar suatu masalah dapat dijadikan masalah riset, peneliti perlu memerhatikan
kriteria masalah penelitian yang baik sebagaimana dikemukakan oleh Subakhir
(1995) berikut ini :
1. Feasible
Jumlah subyek yang adekuat
Keterampilan tekhnik yang adekuat
Waktu dan dana mencukupi
Bidang yang mampu dikelola
2. Menarik
Menarik bagi peneliti
3. Novel
Menemukan sesuatu yang baru
Menolak atau menginformasi penemuan terdahulu
Mengembangkan dan memperjelas hasil penemuan terdahulu
4. Etis
Tidak bertentangan dengan etika penelitian
5. Relevan
Bagi ilmu pengetahuan
Dengan kebijakan dalam bidang klinik dan kesehatan
Dengan arah riset selanjutnya
Masalah harus dinyatakan dengan jelas, singkat dengan menggunakan
istilah yang tepat. Pada umumnya rumusan masalah dinyatakan dalam
kalimat tanya dengan memperlihatkan komponen sebagai berikut :
1. Tentukan batas masalah yang akan diteliti.
Apa masalah utamanya dengan membatasi yang bukan masalah utama
seminimal mungkin
2. Istilah harus didefinisikan secara operasional, jika perlu gunakan
kamus istilah.
3. Asumsi peneiliti harus mempunyai dasar yang kuat, walaupun apa
yang diasumsikan peneliti bisa saja belum pernah dipikirkan oleh
orang lain.
4. Manfaat peneliti yang direncanakan untuk dilakukan.

PENGERTIAN KERANGKA KONSEP


Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga
dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Dalam
kenyataannya, konsep dapat mempunyai tingkat generalisasi yang berbeda.
Semakin dekat suatu konsep pada realita, maka semakin mudah pula konsep
tersebut diukur dan diartikan.
Misalnya :
Konsep ilmu alam lebih jelas dan konkrit, karena dapat diketahui dengan panca
indera. Sebaliknya, banyak konsep ilmu-ilmu sosial menggambarkan fenomena
sosial yang bersifat abstrak dan tidak dapat segera dimengerti. Seperti konsep
tentang tingkah laku, kecemasan, kenakalan remaja, dsb. Oleh karena itu perlu
kejelasan konsep yang dipakai dalam penelitian.
Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan men-generalisasikan suatu
pengertian. Oleh karena itu, konsep tidak dapat diukur dan diamati secara
langsung. Agar dapat diamati dan dapat diukur, maka konsep tersebut harus
dijabarkan ke dalam variable-variable. Dari variable itulah konsep dapat diamati
dan diukur.
Contoh :
Ekonomi keluarga adalah suatu konsep, untuk dapat mengukur konsep ekonomi
keluarga dapat melalui variable pendapatan atau pengeluaran keluarga. Status
sosial misalnya, dapat diamati dari variable pekerjan dsb.
Konsep merupakan suatu kesatuan pengertian tentang sesuatu hal atas
persoalan yang pelu dirumuskan. Dalam merumuskannya, peneliti harus dapat
menjelaskan sesuai dengan maksud peneliti memakai konsep tersebut. Oleh
karena itu, peneliti harus konsisten dalam memakainya.
Dari uraian pengertian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan beberapa
pengertian dan peranan dari kerangka konsep dalam suatu penelitian sebagai
berikut.
1. Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau
variable-variable yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang akan
dilaksanakan.

2. Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana


seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor
yang dianggap penting untuk masalah. Sehingga kerangka konsep akan membahas
saling ketergantungan antar variable yang dianggap perlu untuk melengkapi
dinamika situasi atau hal-hal yang diteliti. Penyusunan kerangka konsep akan
membantu kita untuk membuat hipotesis, menguji hubungan tertentu dan
membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penemuan dengan teori yang
hanya dapat diamati dan diukur melalui variable. Oleh karena itu, dalam
menyusun sebuah kerangka konsep, peneliti hendaknya memahami variable
konsep yang hendak diukur.
3. Kerangka konsep juga berperan untuk mengidentifikasi jaringan hubungan antar
variable yang dianggap penting bagi masalah yang sedang diteliti. Dengan
demikian, sangatlah penting untuk memahami apa arti variable dan apa saja jenis
variable yang ada yang berkaitan dengan konsep dari masalah yang diteliti
tersebut.
B. HIPOTESIS
1. Definisi Hipotesis
Menurut Wikipedia hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara
terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan
kebenarannya. Secara umum hipotesa atau hipotesis merupakan dugaan/anggapan
yang diungkap berdasarkan teori-teori yang dipelajari untuk menyelesaikan suatu
masalah. Dugaan/anggapan awal sering disebut hipotesis nol atau hipotesis awal.
Sedangkan dugaan/anggapan yang diperlukan untuk menyanggah dugaan awal
disebut hipotesis alternatif. Kebenaran dari suatu hipotesis masih perlu diuji
melalui beberapa pengujian. Apakah faktor-faktor yang disebutkan dalam
penelitian mampu untuk membuktikan kebenaran dari suatu hipotesis.
Namun secara bahasa, hipotesis berasal dari bahasa Yunani dimana kata
hypo yang artinya di bawah, dan thesis yang artinya pendirian, pendapat yang
ditegakkan. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan mengenai definisi
hipotesis secara bahasa adalah suatu pernyataan ilmiah yang digunakan dalam
rangka kegiatan ilmiah yang sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian dimana

kebenarannya masih belum terbukti atau dikatakan masih perlu diuji


kebenarannya. Pengertian hipotesis menurut beberapa ahli yaitu Sutrisno Hadi
adalah tentang pemecahan masalah dimana seringkali peneliti tidak dapat
memecahkan permasalahannya hanya dengan sekali jalan. Permasalahan itu akan
diselesaikan segi demi segi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
tiap-tiap segi, dan mencari jawaban melalui penelitian yang dilakukan.
2. Kegunaan Hipotesis
Dalam menyusun suatu hipotesis seorang peneliti akan menentukan arah dan
tujuan dari penelitian yang dilakukan, namun perlu dibahas juga mengenai
kegunaan hipotesis itu sendiri. Hipotesis merupakan elemen penting dalam
penelitian ilmiah, khususnya penelitian kuantitatif. Terdapat beberapa alasan
utama yang mendukung pandangan ini :
a. Hipotesis memberikan suatu pernyataan hubungan antarvariabel yang diteliti
dimana langsung dapat diuji dalam penelitian.
b. Hipotesis memberikan arah dan tujuan dalam penelitian.
c. Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat
dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti.
d. Untuk mengetahui apakah memang secara signifikan terdapat perbedaan atau
pengaruh antara variabel-variabel yang diteliti.
e. Hipotesis memberikan kerangka untuk melaporkan kesimpulan penelitian. Akan
sangat memudahkan peneliti jika mengambil setiap hipotesis secara terpisah dan
menyatakan kesimpulan yang relevan dengan hipotesis tersebut.
f.

Hipotesis merupakan tujuan khusus yang dapat menguji suatu teori. Dengan
demikian hipotesis juga menentukan sifat-sifat data yang diperlukan untuk
menguji pernyataan tersebut. Secara sangat sederhana, hipotesis menunjukkan
kepada para peneliti apa yang harus dilakukan. Fakta yang harus dipilih dan
diamati adalah fakta yang ada hubungannnya dengan pertanyaan tertentu.

g. Hipotesis memberikan penjelasan sementara tentang gejala-gejala serta


memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang. Untuk dapat sampai
pada pengetahuan yang dapat dipercaya mengenai masalah pendidikan, peneliti
harus melangkah lebih jauh daripada sekedar mengumpukan fakta yang

berserakan, untuk mencari generalisasi dan antar hubungan yang ada diantara
fakta-fakta tersebut. Antar hubungan dan generalisasi ini akan memberikan
gambaran pola, yang penting untuk memahami persoalan. Pola semacam ini
tidaklah menjadi jelas selama pengumpulan data dilakukan tanpa arah. Hipotesis
yang telah terencana dengan baik akan memberikan arah dan mengemukakan
penjelasan. Karena hipotesis tersebut dapat diuji dan divalidasi (pengujian
kesahiannya) melalui penyelidikan ilmiah, maka hipotesis dapat membantu kita
untuk memperluas pengetahuan.
3. Karakteristik Hipotesis
Suatu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan
benar. Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan atau membiaskan
hasil penelitian. Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional,
jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur
penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata.
Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya
harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni :
a. Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan
dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan
jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan
tujuan penelitian.
b. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara
operasional. Aturan untuk menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus
mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui
secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
c. Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan
memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis
deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi
suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang
mempunyai makna.

d. Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi
subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya
dalam hipotesis.
e.

Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat
dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang
diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat
digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang
bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode
penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada
eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode pengamatan,
pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.

f. Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk


kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan
yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di
antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis
menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan
antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari
waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan
hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah
hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut,
teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat
diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan
dihipotesiskan.
g. Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu
hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara
variabel dibuat secara eksplisit.
4. Macam-macam Hipotesis
Menurut bentuknya, hipotesis dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Hipotesis penelitian/hipotesis kerja
Hipotesis penelitian/kerja: Hipotesis penelitian merupakan anggapan dasar
peneliti terhadap suatu masalah yang sedang dikaji. Dalam hipotesis ini peneliti

mengaggap benar hipotesisnya yang kemudian akan dibuktikan secara empiris


melalui pengujian hipotesis dengan mempergunakan data yang diperolehnya
selama melakukan penelitian.
b. Hipotesis operasional
Hipotesis operasional merupakan hipotesis yang bersifat obyektif. Artinya
peneliti merumuskan hipotesis tidak semata-mata berdasarkan anggapan dasarnya,
tetapi juga berdasarkan obyektifitasnya, bahwa hipotesis penelitian yang dibuat
belum tentu benar setelah diuji dengan menggunakan data yang ada. Untuk itu
peneliti memerlukan hipotesis pembanding yang bersifat obyektif dan netral atau
secara teknis disebut Hipotesis nol (H0).
H0 digunakan untuk memberikan keseimbangan pada hipotesis penelitian
karena peneliti meyakini dalam pengujian nanti benar atau salahnya hipotesis
penelitian tergantung dari bukti-bukti yang diperolehnya selama melakukan
penelitian.
c. Hipotesis statistik
Hipotesis statistik merupakan jenis hipotesis yang dirumuskan dalam bentuk
notasi statistik. Hipotesis ini dirumuskan berdasarkan pengamatan peneliti
terhadap populasi dalam bentuk angka-angka (kuantitatif).
Misalnya: H0: r = 0; atau H0: p = 0
5. Tahap-tahap Pembentukan Hipotesis Secara Umum
Tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:
a.

Penentuan masalah
Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul
karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat
diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah
diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan
perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan
masalah mendapat bentuk perumusan masalah.

b. Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis).


Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua
kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer,

pengamatan tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat
digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan
masalah yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit dalam
penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian,
namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji
coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.
c.

Pengumpulan fakta
Dalam penalaran ilmiah, di antara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu
hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang
perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.

d. Formulasi hipotesa
Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat
berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan
tertentu di antara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas
menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel
jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa
semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal
dengan hukum gravitasi.
e.

Pengujian hipotesa
Artinya, mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diamati dalam istilah
ilmiah hal ini disebut verifikasi (pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok
dengan fakta maka disebut konfirmasi. Falsifikasi (penyalahan) terjadi jika usaha
menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa.
Bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang
dinamakan koroborasi (corroboration). Hipotesa yang sering mendapat
konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.

f.

Aplikasi/penerapan
Apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah
ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta.
Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.

6. Hubungan Hipotesis dan Teori

Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai


jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai
suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau
lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah
diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini diturunkan atau bersumber
dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan
diteliti. Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam
hipotesis, hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan
pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk
menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan
hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah
yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti
menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang
diturunkan dari teori.
Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati
dan diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam
bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. Cara yang umum digunakan
ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu
teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau
ke dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau dapat diukur. Proposisi yang
dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antarvariabel. Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis.
Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep
(pada tingkat abstrak atau teoritis), hipotesis merupakan pernyataan yang
menunjukkan hubungan antar-variabel (dalam tingkat yang konkret atau empiris).
Hipotesis menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis
dimungkinkan dilakukan pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan
pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian.
Oleh sebab itu, hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam
bentuk yang dapat diuji (statement of theory in testable form), atau kadangkadanag hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan tentatif tentang realitas
(tentative statements about reality).

Oleh karena teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis


akan sulit jika tidak memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang
diteliti, tidak mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah penelitian,
atau tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang ada. Kemudian,
karena dasar penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat diuji adalah teori,
tingkat ketepatan hipotesis dalam menduga, menjelaskan, memprediksi suatu
fenomena atau peristiwa atau hubungan antara fenomena yang ditentukan oleh
tingkat ketepatan atau kebenaran teori yang digunakan dan yang disusun dalam
kerangka teoritis. Jadi, sumber hipotesis adalah teori sebagaimana disusun dalam
kerangka teoritis. Karena itu, baik-buruknya suatu hipotesis bergantung pada
keadaan relatif dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut
hipotesis penelitian atau hipotesis kerja. Dengan kata lain, meskipun lebih sering
terjadi bahwa penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis (penelitian deduktif),
kadang-kadang sebaliknya yang terjadi.
7. Macam-macam Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis adalah metode pengambilan keputusan yang didasarkan
atas analisa data, baik dari percobaan yang terkontrol maupun dari observasi.
Dalam statistika sebuah hasil bisa dikatakan signifikan secara statistik jika
kejadian tersebut hampir tidak mungkin disebabkan oleh faktor yang kebetulan,
sesuai dengan batas probabilitas yang sudah ditentukan sebelumnya. Uji hipotesis
kadang disebut juga "konfirmasi analisa data". Keputusan dari uji hipotesis
hampir selalu dibuat berdasarkan pengujian hipotesis nol. Ini adalah pengujian
untuk menjawab pertanyaan yang mengasumsikan hipotesis nol adalah benar.
Berikut ini adalah macam-macam pengujian hipotesis.
a.

Berdasarkan Jenis Parameternya

1) Pengujian hipotesis tentang rata-rata (Uji 2 sampel berpasangan)


2) Pengujian hipotesis tentang proporsi
3) Pengujian hipotesis tentang varians (ANOVA)
b. Berdasarkan Jumlah Sampelnya
1) Pengujian sampel besar (n > 30)
2) Pengujian sampel kecil (n 30)

c.

Berdasarkan Jenis Distribusinya

1) Pengujian hipotesis dengan distribusi Z


2) Pengujian hipotesis dengan distribusi t (t-student)
3) Pengujian hipotesis dengan distribusi 2 (chi-square)
4) Pengujian hipotesis dengan distrbusi F (F-ratio)
d. Berdasarkan Arah atau Bentuk Formulasi Hipotesisnya
1) Pengujian hipotesis dua pihak (two tail test)
2) Pengujian hipotesis pihak kiri atau sisi kiri
3) Pengujian hipotesis pihak kanan atau sisi kanan
C. DEFINISI OPERASIONAL
Dalam penelitian perlu memberi definisi, sehingga peneliti dan pembaca
tidak mengaitkan pikiranya dengan hal lain. Tipe-tipe definisi :
1. Definisi konsepsi (definisi konstitutif), adalah definisi yang diperoleh dari kamus.
Adalah definisi akademik dan mengandung pengertian yang universal untuk suatu
kata atau kelompok kata. Definisi ini biasanya bersifat abstrak dan formal.
2. Definisi operasional (definisi fungsional). Kerlinger memberikan dua bentuk
definisi operasional, yaitu definisi operasional yang dapat diukur dan definisi
operasional eksperimental. Definisi operasional yang dapat diukur menyatakan
suatu konsep yang dapat diukur dalam penyelidikan. Definisi operasional
eksperimental peneliti menguraikan secara rinci variabel-variabel yang diteliti.
Definisi operasional adalah mendefenisikan suatu variabel yang akan
diamati dalam proses dengan mana variabel itu akan diukur (L.N. Jewel dan Marc
Siegal, 1998).
Defenisi operasional tak lain dari pada mengubah konsep-konsep yang
berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang
dapat diamati, dan dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain
(Young dalam Mely G. Tan dalam Koentrjaraningrat, 1991).
Definisi operasional adalah seperangkat instruksi yang lengkap untuk
menetapkan apa yang akan diukur dan bagaimana cara mengukur variable.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun definisi operasional sebuah
variabel adalah:

1. Nama variabel
2. Definisi verbal variabel
3. Parameter
4. Alat ukur (instrumen)
5. Skala
6. Kriteria
Agar variabel dapat diamati dan diukur, maka setiap konsep yang ada dalam
permasalahan atau yang ada dalam hipotesis harus disusun Definisi Operasional.
Definisi operasional dari variabel sangat diperlukan terutama untuk menentukan
alat atau instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan data.
Definisi operasional tidak boleh mempunyai makna yang berbeda dengan
definisi nominal. Oleh karena itu sebelum menyusun defenisi operasional, peneliti
harus membuat definisi nominal terlebih dahulu atau menentukan variabel
penelitiannya. Definisi nominal dari variabel penelitian seharusnya secara
eksplisit telah dinyatakan dalam kerangka pemikiran. Definisi nominal dapat
diangkat dari berbagai pendapat para ahli yang memang banyak membicarakan,
menulis tentang variabel yang ditelitinya.
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat variabel
yang diamati. Definisi operasional mencakup hal-hal penting dalam penelitian
yang memerlukan penjelasan. Definisi operasional bersifat spesifik, rinci, tegas
dan pasti yang menggambarkan karakteristik variabel-variabel penelitian dan halhal yang dianggap penting. Definisi operasional tidak sama dengan definisi
teoritis. Definisi operasional hanya berlaku pada area penelitian yang sedang
dilakukan, sedangkan definisi teoritis diambil dari buku-buku literatur dan berlaku
umum.
Definisi operasional ialah spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur atau
memanipulasi suatu variabel. Definisi operasional memberi batasan atau arti suatu
variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur
variabel tersebut. Yang dimaksud dengan definisi operasional ialah suatu definisi
yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang
didefinisikan atau mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan katakata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat

diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain (Young, dikutip oleh
Koentjarangningrat). Penekanan pengertian definisi operasional ialah pada kata
dapat diobservasi. Apabila seorang peneliti melakukan suatu observasi terhadap
suatu gejala atau obyek, maka peneliti lain juga dapat melakukan hal yang sama,
yaitu mengidentifikasi apa yang telah didefinisikan oleh peneliti pertama.
Ada tiga pendekatan untuk menyusun definisi operasional, yaitu disebut
Tipe A, Tipe B dan Tipe C.
1. Definisi Operasional Tipe A
Definisi operasional Tipe A dapat disusun didasarkan pada operasi yang harus
dilakukan, sehingga menyebabkan gejala atau keadaan yang didefinisikan menjadi
nyata atau dapat terjadi. Dengan menggunakan prosedur tertentu peneliti dapat
membuat gejala menjadi nyata. Contoh: Konflik didefinisikan sebagai keadaan
yang dihasilkan dengan menempatkan dua orang atau lebih pada situasi dimana
masing-masing orang mempunyai tujuan yang sama, tetapi hanya satu orang yang
akan dapat mencapainya.
2. Definisi Operasional Tipe B
Definisi operasional Tipe B dapat disusun didasarkan pada bagaimana obyek
tertentu yang didefinisikan dapat dioperasionalisasikan, yaitu berupa apa yang
dilakukannya atau apa yang menyusun karaktersitik-karakteristik dinamisnya.
Contoh: Orang pandai dapat didefinisikan sebagai seorang yang mendapatkan
nilai-nilai tinggi di sekolahnya.
3. Definisi Operasional Tipe C
Definisi operasional Tipe C dapat disusun didasarkan pada penampakan seperti
apa obyek atau gejala yang didefinisikan tersebut, yaitu apa saja yang menyusun
karakteristik-karakteristik statisnya. Contoh: Orang pandai dapat didefinisikan
sebagai orang yang mempunyai ingatan kuat, menguasai beberapa bahasa asing,
kemampuan berpikir baik, sistematis dan mempunyai kemampuan menghitung
secara cepat (Jonathan Sarwono, 2002).

RISET KEPERAWATAN
KERANGKA KONSEP, KERANGKA TEORI, DEFINISI
OPERASIONAL DAN JENIS-JENIS VARIABEL PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
1. Pengertian
Kerangka konsep merupakan bagian penelitian yang menyajikan konsep atau
teori dalam bentuk kerangka konsep penelitian. Pembuatan konsep ini mengacu
pada masalah-masalah (bagian-bagian) yang akan diteliti atau berhubungan
dengan penelitian dan dibuat dalam bentuk diagram (A. Aziz Alimul H. 2007)
Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara
konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang akan diteliti.
Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara
panjang lebar suatu topic yang akan dibahas. Kerangka ini didapatkan dari konsep
ilmu/teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang didapatkan dibab
tinjauan pustaka atau kalau boleh dikatakan oleh penulis merupkan ringkasan dari
tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai variable yang diteliti.
Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi ddari hal-hal
khusus. Oleh karena konsep merupakn abstraksi, maka konsep tidak dapat
langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati atau diukur melalui
konstruksi atau yang lebih dikenal dengan nama variable. Jadi variable adlah
symbol atau lambing yang menunjukan nilai atau bilangan dari konsep.
Contoh :
Sehat adalah konsep, istilah ini mengungkap sejumlah observasi tentang halhal atau gejala-gejala yang mencerminkan kerangka keragaman kondisi seseorang.
Untuk mengetahui apakah seseorang itu sehat atau tidak maka pengukuran konsep
sehat tersebut harus melalui kontruksi atau variable-variabel, misalnya : tekanan
darah, denyut nadi, Hb drarah, dan sebaginya. Tekanan darah, denyut nadi, Hb
drarah, dan sebaginya ini adalah variable-variabel yang akan digunakan untuk
mengobservasi atau mengukur apakah seseorang itu sehat atau sakit.
2. Tahap penyusunan kerangka konseptual
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian. Untuk itu

langkah-langkah yang dilakukan sebelum membuat kerangka konseptual ini


adalah :
a. Seleksi dan definisi konsep
b. Mengembangkan pernyataan hubungan.
c. Mengembangkan konsep dalam gambar/kerangka, meliputi :
1) Disesuaikan dengan pernyataan masalah.
2) Arah kerangka sesuaikan dengan variable yang akan diteliti dengan
mengembangkan konsep dalam gambar/kerangka dengan membuat garis mana
yang diteliti dan tidak dengan menggunakan garis sambung atau terputus, serta
buat panah untuk bagian yang ada pengaruhnya dan tidak untuk bagian yang tidak
ada pengaruh.
3) Identifikasi dan analisa teori yang diaplikasikan.
Contoh :
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Berhubungan
: Berpengaruh
: Sebab akibat
: Perbandingan

B. Kerangka Teori
Kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan
suatu teori dengan faktorfaktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah
tertentu. Arti teori adalah sebuah kumpulan proposisi umum yang saling berkaitan
dan digunakan untuk menjelaskan hubungan yang timbul antara beberapa variabel
yang diobservasi.
Penyusunan teori merupakan tujuan utama dari ilmu karena teori merupakan
alat untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena yang diteliti. Teori selalu
berdasarkan fakta, didukung oleh dalil dan proposisi. Secara defenitif, teori harus
berlandaskan fakta empiris karena tuijuan utamanya adalah menjelaskan dan
memprediksikan kenyataan atau realitas. Suatu penelitian dengan dasar teori yang

baik akan membantu mengarahkan si peneliti dalam upaya menjelaskan fenomena


yang diteliti.
Proposisi adalah pernyataan yang berkaitan dengan hubungan antara konsep
konsep yang ada dan pernyataan dari hubungan universal antara kejadiankejadian
yang memiliki karakteristik tertentu. Pembentukan teori adalah sebuah
peningkatan abstraksi.
Mark membedakan adanya tiga macam teori. Ketiga teori yang dimaksud ini
berhubungan dengan data empiris. Dengan demikian dapat dibedakan antara lain:
1. Teori yang deduktif: memberi keterangan yang di mulai dari suatu
perkiraan atau pikiran spekulatif tertentu ke arah data akan diterangkan.
2. Teori yang induktif: cara menerangkan adalah dari data ke arah teori.
Dalam bentuk ekstrim titik pandang yang positivistik ini dijumpai pada
kaum behaviorist.
3. Teori yang fungsional: di sini nampak suatu interaksi pengaruh antara data
dan perkiraan teoritis, yaitu data mempengaruhi pembentukan teori dan
pembentukan teori kembali mempengaruhi data.

Berdasarkan tiga pandangan ini dapatlah disimpulkan bahwa teori dapat


dipandang sebagai berikut:
1. Teori menunjuk pada sekelompok hukum yang tersusun secara logis.
Hukum-hukum ini biasanya sifat hubungan yang deduktif.
2. Suatu teori juga dapat merupakan suatu rangkuman tertulis mengenai
suatu kelompok hukum yang diperoleh secara empiris dalam suatu bidang
tertentu. Di sini orang mulai dari data yang diperoleh dan dari data yang
diperoleh itu datang suatu konsep yang teoritis (induktif).
3. Suatu teori juga dapat menunjuk pada suatu cara menerangkan yang
menggeneralisasi. Di sini biasanya terdapat hubungan yang fungsional
antara data dan pendapat yang teoretis.

Kerangka teoritis adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek penelitian


itu ditujukan. Hal ini merupakan jaringan hubungan antar variabel yang secara
logis diterangkan, dikembangkan dan dielaborasi dari perumusan masalah yang
telah diidentifikasi melalui wawancara, observasi, dan survei literature. Hubungan
antar survei literature dan kerangka teoritis adalah survei literature meletakkan
pondasi yang kuat untuk membangun kerangka teoritis. Ada lima hal yang harus
dipenuhi dalam membangun kerangka teoritis:
1. Variabel yang relevan harus dapat dijelaskan dan disebutkan dalam
diskusi.
2. Diskusi haruslah dapat mewujudkan bagaimana dua atau lebih variabel itu
berhubungan satu sama lain.
3. Jika jenis dan arah hubungan tadi dapat diterima secara teori berdasarkan
atas penelitian sbelumnya, maka harus ada indikasi pada diskusi apakah
hubungan tadi bersifat positip atau negativ
4. Harus ada penjelasan secara jelas kenapa kita akan mengharapkan
hubungan tersebut terus bertahan.
5. Skema diagram yang menjelaskan kerangka teoritis harus dapat
diperlihatkan sehingga pembaca dapat melihat dengan mudah dan
memahami bagaimana hubungan antar variabel secara teoritis.

Dalam landasan teori perlu dikemukakan kerangka teori dan kerangka


berpikir, sehingga selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis dan instrumen
penelitian. Kerangka teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis
tentang teori (dan bukan hanya sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan
hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti. Kerangka teori
paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti,
melalui pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai

referensi, sehingga ruang lingkup, kedudukan, dan prediksi terhadap hubungan


antarvariabel yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah. Langkah-langkah
menyusun kerangka teori adalah sebagai berikut :
1. Tetapkan nama variabel yang diteliti, dan jumlah variabelnya.
2. Cari sumber-sumber bacaan (buku, kamus, ensiklopedi, jurnal ilmiah,
laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi) yang sebanyak-banyaknya dan
yang relevan dengan setiap variabel yang diteliti.
3. Lihat daftar isi setiap buku, dan pilih topik yang relevan dengan setiap
variabel yang akan diteliti. (untuk referensi yang berbentuk laporan
penelitian, lihat judul penelitian, permasalahan, teori yang digunakan,
tempat penelitian, sampel sumber data, tekhnik pengumpulan data,
analisis, kesimpulan dan sarana yang diberikan).
4. Cari definisi setiap variabel yang akan diteliti pada setiap sumber bacaan,
dibandingkan anatara satu sumber dengan sumber yang lain, dan pilih
definisi yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.
5. Baca seluruh isi topik buku yang sesuai dengan variabel yang akan diteliti,
lakukan analisa, renungkan, dan buatlah rumusan dengan bahasa sendiri
tentang isi setiap sumber data yang di baca.
6. Deskripsikan teori-teori yang telah di baca dari berbagai sumber kedalam
bentuk tulisan dengan bahasa sendiri. Sumber-sumber bacaan yang dikutip
atau digunakan sebagai landasan untuk mendeskripsikan teori harus
dicantumkan.

Hasil kajian pustaka adalah dukungan teori (apa yang dikenal dengan
kerangka teori dan kerangka berpikir. Kerangka teori adalah bagian dari
penelitian, tempat bagi peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada
dalam penelitiannya.

Langkah-langkah yang harus dilakukan peneliti dalam membuat kerangka


teori pada judul di atas adalah:
1. Menjelaskan tentang pengalaman guru yang dimaksud dalam penelitian
ini, apakah pengalaman yang ditunjukkan oleh hanya banyaknya tahun
yang telah dilalui selama mereka bekerja sebagai guru, ataukah juga
pengalaman dalam memegang mata pelajaran atau kelas tertentu.
2. Menjelaskan batasan tentang kualitas pengelolaan kelas yang harus
ditegaskan dengan jelas yaitu pengelolaan kelas secara umum, bukan
pengelolaan kelas untuk pengajaran sesuatu bidang studi.
3. Menjelaskan tentang teori hubungan antara pengalaman mengajar guru
dengan kualitas pengelolaan kelas, meliputi: faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan kelas, bagaimana peranan guru
dalam meningkatkan kualitas pengelolaan kelas, faktor-faktor apa saja
dalam diri guru yang diperkirakan berpengaruh terhadap peningkatan
kualitas pengelolaan kelas.

Agar bagian kerangka teori dapat baik sesuai dengan ketentuan, (calon)
peneliti dapat menggunakan pedoman sebagai berikut:
1. yang ada dalam permasalahan penelitiannya. Yang dimaksud dengan
lengkap adalah bahwa semua konsep yang tercakup dalam permasalahan
atau judul penelitian diberi dukungan teori.
2. Kerangka teori bukan hanya langsung memberikan penjelasan tentang
variabel yang dimaksud, tetapi mulai dari beberapa penjelasan umum
kemudian mengarah pada alternatif yang dimaksudkan
3. Kerangka teori tidak selalu hanya dicari dari sumber yang menyangkut
bidang yang diterangkan tetapi dapat diambil dari bidang-bidang lain yang
relevan.

4. Hendaknya diusahakan agar sumber kajian pustaka bukan hanya yang


berbahasa Indonesia saja tetapi juga buku-buku yang berbahasa asing, agar
informasi yang didapat adalah yang up to date.
5. Hendaknya diusahakan agar terdapat imbangan yang serasi antara jumlah
kutipan yang bersifat teori dengan kutipan yang bersifat analitis.

C. Definisi Operasional
Definisi operasional mendefinisikan variable secara operasional berdasarkan
karakteristik yang diamati ketika melakukan pengukuran secara cermat terhadap
suatu objek atau fenomena dengan menggunakan parameter yang jelas (A. Aziz
Alimul H. 2007)
Variable-variabel penelitian sebenarnya merupakan kumpulan konsep
mengenai fenomena yang diteliti. Pada umumnya, karena merumuskan variable
itu masih bersifat konseptual, maka maknanya masih sangat abstrak walaupun
mungkin secara intuitif sudah daapat dipahami maksudnya. Dalam pelaksanaan
penelitian, batasan atau definisi suatu variable tidak dapat dibiarkan ambiguous,
yakni memiliki makna ganda, atau tidak menunjukkan indicator yang jelas. Hal
itu disebabkan data mengenai variable yang bersangkutan akan diambil lewat
suatu prosedur pengukuran sedangkan pengukuran yang valid hanya dapat
dilakukan terhadap atribut yang sudah didefinisikan secara tegas dan operasional.
Variable yang masih berupa konsep teoritis, belum dapat diukur. (Dr. Saifudin
Anwar. 2010)
Bayangkan suatu konsep yang sudah sangat kita kenal, misalkan miskin.
Setiap orang boleh dikatakan mengetahui dengan baik apa yang dimaksudkan
dengan keadaan miskin dalam komunikasi sehari-hari. Seseorang yang
mengatakan bahwa si A adalah miskin langsung dapat kita pahami maksudnya,
begitu pula orang yang mengatakan bahwa si B tidak miskin. Masalahnya jadi lain
apbila kemudian konsep miskin tersebut kita bawa kedalam penelitian ilmiah.
Sewaktu kita akan meletakkan seseorang, kedalam kategori miskin tentu kita tidak
dapat mengikuti saja pengakuannya atau perkiraan kita saja. Kita tidak dapat
mengatakan seseorang itu miskin hanya karena melihat ia berpakain murah,

karena pakaian murah dapat saja menjadi indicator kesederhanaan. Kita juga tidak
dapat mengatakan bahwa seseorang itu miskin dengan mengetahui bahwa ia
hanya membeli makanan yang murah karena membeli makan yang murah
mungkin saja tanda bahwa ia seorang yang hemat tau seorang yang kikir.
Kalaupun kita mengetahui berapa banyak harta yang dimiliki oleh seseorang maka
konsep miskin (dan lawannya, yaitu tidak miskin) tidak langsung dapat diterapkan
pada kondisi orang tersebut. Mengapa ? Karena miskin itu relative dan tergantung
pada norma dan kriteria mana yng digunakan.
Penelitian ilmiah tentu tidak dapat didasarkan pada konsep yang bermakna
ganda, yang terbuka pada penafsiran subyektif setiap orang. Sifat ilmiah menuntut
pengertian objektif yang paling tidak harus merupakan kesepakatan bersama
mengenai makna sesuatu.
Pada saat itulah kita memerlukan suatu definisi yang memiliki arti tunggal dan
diterima secara obyektif bilaman indicator variable yang bersangkutan tersebut
tampak, yang dinamakn definisi operasioanal. Definisi operasional adalah suatu
definisi mengenai variable yang dirumuskan berdasarkan karakteristikkarakteristik variable tersebut yang dapat diamati. Proses pengubahan definisi
konseptual yang lebih menekankan kriteria hipotetik menjadi definisi operasional
disebut dengan operasionalisasi variable penelitian.
Banyak cara untuk merumuskan definisi operasional :
1. Definisi operasional dapat dirumuskan berdasarkan proses apa yang harus
dilakukan agar variable yang didefinisikan itu terjadi. Sebagai contoh, variabel
Kecemasan dapat dioperasionalkan sebagai suatu keadaan akibat subjek
dihadapkan pada ancaman keselamatan.
Karen terbentuknya definisi operasional tergantung pada manipulasi atau proses
yang menyebabkan timbulnya variable yang bersangkutan maka cara definisi tipe
ini sangat cocok untuk mengoperasionalkan variable bebas.
2. Definisi operasional dibuat berdasarkan bagaimana cara kerja variable yang
bersangkutan, yaitu apa yang terjadi sifat dinamiknya. Sebagai contoh, konsep
mengenai orang yang cerdas dioperassionalkan sebgai orang yang berhasil
menjawab lebih dari 75% soal pada suatu tes kemampuan umum.

Dikarenakan cara pendefinisian variable didasarkan pada sifat dinamis yang ada
pada subjeknya, maka cara operasionalisasi seperti ini sangat cocok untuk
mendefinisikan variable tergantung.
3. Definisi operasional dibuat berdasarkan kriteria pengukuran yang diterapkan
pada variable yang didefinikan. Dalam hal ini angka atau skor pada alat ukur
dianggap representasi dari konsep mengenai variable yang diukur. Sebagai contoh,
variable Kecerdasan yang secara konseptual memiliki banyak sekali definisi
dapat dioperasionalkan sebagai IQ pada skala WAIS, atau dioperasionalkan
sebagai angka yang diperoleh pada tes SPM.
D. Jenis-jenis Variabel Penelitian
Istilah variable merupakan istilah yang tidak pernah ketinggalan dalam
setiap jenis penelitian, F.N. Kerlinger menyebut variable sebagai sebuah konsep
seperti halnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin, insaf dalam konsep
keasadaran.
Sutrisno Hadi mendefinisikan variable sebagai gejala yang bervariasi misalnya
jenis kelamin, karenajenis kelamin mempunyai variasi : laki-laki perempuan ,
berat badan, karena ada berat 40 kg, dan sebagainya. Gejala adalah objek
penelitian, sehingga variable adalah objek penelitian yang bervariasi.
Identifikasi variable merupakan bagian penelitian dengan cara menentukan
variable-variabel yang ada dalam penelitian seperti variable independen,
dependen, moderator, control dan intervening. Jenis variable penelitian
keperawatan yang sering digunakan adalah sebagai berikut :
1. Variable Independen (Variabel Bebas)
Variable independen ini merupakan variable yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variable dependen (terikat). Variable ini juga dikenal dengan nama
variable bebas artinya bebas dalam memengaruhi variable, variable ini punya
nama lain seperti variable predictor, risiko, atau kausal.
2. Variable Dependen
Variable dependen ini merupakan variable yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena variable bebas. Variable ini tergantung dari variable bebas terhadap
perubahan.
3. Variable Moderator

Variable moderator ini merupakan variable yang memperkuat atau memperlemah


hubungan variable independen dan depeden yang memengaruhi kedua vaiabel
tersebut.
4. Variable Kontrol
Variabel control ini merupakan variable yang dibuat konstan sehingga tidak akan
memengaruhi variable utama yang diteliti. Variable control ini ditentukan oleh
peneliti sehingga dapat melakukan penelitian perbandingan antara kelompok
perlakuan dan kelompok control dalam penelitian.
5. Variable Intervening
Variable intervening ini merupakan variable yang memperkuat atau memperlemah
variable dependen dan independen tetapi tidak dapat diukur.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Dr. Saifuddin MA. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.Jakarta :
Salemba Medika
Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta. Salemba Medika
Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Syaodih, Nana. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai