Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

MENINGITIS

1. Defenisi
1.1 Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus
merupakan penyebab utama dari meningitis.
1.2 Meningitis adalah peradangan pada selaputmeningen , cairan serebrospinal dan spinal collum
yang menyebabkan proses infeksi pada system syaraf pusat. ( Suriadi dan RitaYuliani, 2001)
2. Etiologi
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme,
2.1 Bakteri : Haemophilus Influensa ( tipe B), Streptococcus pneumonie, Neiserria Meningitis, Haemolitic streptococcus, Staphilacoccus aureu, E. colli.
2.2 Faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang
belakang, jenis kelamin lki-laki lebih sering dibandingkan dengan perempuan.
2.3 Factor Maternal : Ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terahir kehamilan.
2.4 Fakter Imunologi : Defisiensi mekanisme imun, defesiensi imunoglobulin, anak yang
mendapatkan imunusupresi.
2.5 Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan
system persarafan.
Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu banyak disebabkan oleh virus dan bakteri, maka
meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.
Meningitis Bakteri
Pada meningitis bakteri ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam
cairan serebrospinal dan terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebruspinal.
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza,
Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli,

Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan
berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan
eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan
terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi
tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan
menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
Meningitis Virus
disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang
disebabkan oleh virus, seperti; mump, meales, gondok, herpez simplek dan herpez zoster.
Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan
tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks
cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi
tergantung pada jenis sel yang terlibat.
3. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak
dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam
sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi
arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak
melaui aliran darah merah pada blood brain barrier, masuknya dapat melalui trauma penetrasi,
prosedur pembedahan atau pecahnya abses serebral atau kelainan system saraf pusat. Otorrea
atau rhinhorea akibat fraktur dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi
hubungan antar CSF dan dunia luar.
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan serebrospinal yang dapat
menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hedrosefalus dan peningkatan intra cranial. Efek
patologi dari peradangan tersebut adalah Hiperemi pada meningen.
Masuknya mikro organisme ke susunan saraf pusat melelui ruang sub arachnoid dan
menimbulkan respon peradangan pada arachnoid, CSF dan ventrikel.

4. Manifestasi Klinik
Tergantung pada luasnya penyebaran dan umur anak
Dipengaruhi oleh type dari organisme keefektifan dari terapi
4.1 Bayi

Sukar untuk diketahui manifestasinya tidak jelas dan tidak spesifik

ada kemiripan dengan anak yang lebih tua, seperti:

Menolak untuk makan

Kemampuan menelan buruk

Muntah dan kadang-kadang ada diare

Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah

Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk, kejang-kejang, RR yang tidak


teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.

Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak

Leher fleksibel
Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnoe terjadi bila tidak diobati/ditangani

4.2 Bayi dan anak

Manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak umur 3 bulan sampai 2 tahun

Adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, iritabel, mudah lelah dan kejang-kejang,
dan menangis dg merintih.

Frontanel menonjol

Nuchal Rigidity tanda-tanda kaku kuduk,brudzinki dan kernig dapat terjadi namun
lambat

4.3 Anak-anak dan remaja


Sakitnya tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah, kejang-kejang
Anak menjadi irritable dan agitasi dan dapat berkembang photopobia, delirium, halusinasi,
tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan koma
Gejala pada respiratory atau gastrointestinal

Adanya tahanan pada kepala jika difleksikan


Kekakuan pada leher (Nuchal Rigidity)
Tanda kernig dan brudzinki (+)
Kulit dingin dan sianosis
Peteki/adannya purpura pada kulit infeksi meningococcus (meningo cocsemia)
Keluarnya cairan dari telinga meningitis peneumococal
Congenital dermal sinus infeksi E. Colli

5. Pemeriksaan Diagnosis
5.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal
punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa
cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas
nilai normal.
Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar
glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa
cairan otaknya menurun dari nilai normal.
5.2 Pemeriksaan Radiografi
CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya.
Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.
5.3 Kultur darah
5.4 Kultur swab hidung dan tenggorokan
6. Komplikasi
6.1 Dapat dikurangi dikurangi dengan diagnosis yang awal dan pemberian terapi antimikrobial
dengan cepat.
6.2 Bila infeksi meluas ke ventrikel, pus yang banyak (kental), adanya penekatan pada bagian yang
sempit obstruksi cairan cerebrospinal hydrocephalus obstruktif
6.3 Perubahan yang dekstruktif ada pada kortex serebral dan adanya abses otak infeksi langsung.
Atau melalui penyebaran pembuluh darah.

6.4 Ketulian, kebutaan, kelemahan/paralysis dari otot-otot wajah atau otot-otot yang lain pada kepala
dan leher penyebaran infeksi pada daerah syaraf cranial
6.5 Kompl;ikasi yang serius biasanya diakibatkan oleh infeksi : meningococcal sepsis atau
meningococcemia
6.5 Syndrom water haouse-Friderichsen ( Overwhelming septic shock, DIC, Perdarahan, Purpura)
6.7 SIADH, subdural effusion, kejang-kejang, edema serebral, herniasi dan hydrocephalus.
6.8 Komplikasi post meningitis pada neonatus:
Ventriculitis (yang menghasilkan kista, daerah yang dibatasi oleh akumulasi cairan dan tekanan
pada otak)
Gangguan yang menetap dan penglihatan, pendengaran dan kelemahan nervus yang lain
Cerebral palsy, cacat mental, gangguan belajar, penurunan perhatian, gangguan hiperaktivitas dan
adanya kejang.
7. Penatalaksaan
7.1 Penatalaksanaan terapeutik
Isolation precautions
Pemberian terapi antimikroba
Mempertahankan hidrasi yang optimum
Mempertahankan ventilasi
Mengurangi peningkatan TIK
penatalaksaan dari shock bakterial
Mengontrol kejang dengan pemberian anti epilepsi
Mengontrol temperatur pada ekstrimitas
Memperbaiki anemia
Perawatan dari komplikasi
7.2 Pengobatan
Pengobatab biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai.
Untuk setiap mikroorganisme penyebab meningitis :
Antibiotik

Organisme

Penicilin G

Pneumoccocci
Meningoccocci
Streptoccocci

Terapi TBC
Streptomicyn
INH

Micobacterium
Tuber culosis

PAS
Gentamicyn

Klebsiella
Pseudomonas
Proleus

Chlorampeniko
Ampisillin,
sefotaksim

Haemofilus
Influenza
S. Pneumonia
N. meningitis

Bakteri

Virus
Sefotaksim,
amikasin

Gram negatif

8. Prognosa
Usia anak, kecepatan diagnosa setelah timbulnya gejala dan terapi yang adekwat penting
dalam prognosa meningitis bakteri. Mortalitas miningitis neonatus kira-kira 50 % meskipun
gejala yang timbul terlambat, sedangkan meningitis streptokokus hemolitikus menimbulkan 15
20 % kasus fatal. Bila penyebabnya hemofilus influensya dan miningitis meningokokus, angka
mortalitas 5 10 % sedangkan meningitis pneumokokus pada bayi dan anak-anak kira-kira 20
%.
Gejala sisa miningitis bacteri paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 tahun pertama
dan sangat sedikit pada anak-anak dengan miningitis meningokokus. Gejala sisa pada bayi
terutama disebabkan oleh hidrosefalus komunikasi dan efek-efek yang lebih besar berupa
cerebritis pada otak yang belum matang. Pada anak-anak yang lebih besar gajala sisa
dihubungkan dengan proses peradangan itu sendiri atau akibat dari vaskulitis (radang pembuluh
darah) yang menyertai penyakit ini. Evaluasi saraf N VIII penting atau sekurangkurangnya follow up 6 bulan untuk mengkaji kemungkinan hilangnya pendengaran.
9. Pengkajian
1.1 Biodata
Insiden tertinggi pada anak usia 2 bulan sampai 2 tahun ( Nelson:1993:33)
Laki-laki lebih banyak dari perempuaan
1.2 Keluhan Utama

kejang dan sakit kepala


1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
a. pada neonatus : kaji adnya perilaku menolak untuk makan, reflek mengisap kurang, muntah atau
diare, tonus otot kurang, kurang tegak, dan menangis.
b. pada bayi dan anak-anak ( usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam, malas makan,
muntah, mudah terstimulasi, kejang menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku
kuduk dan tanda kernig dan budzinsky positif.
c. pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi sakit kepala, muntah yang di ikuti dengan
perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, foto fobia, delirium, halusinasi,
perilaku agresif, penurunsn kesadaran, kaku kuduk, tanda kernig dan brudzinsky, reflek fisiologis
hiperaktif, pruritus.
d. Gejala tekanan intra kranial: anak sering muntah, nyeri kapala (pada orang dewasa), pada
neonatus kesadaran menurun dari apatis sampai koma, kejang
1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
a. Antenatal: adanya defisiensi konginental 3 kelas imunoglobin utama yaitu fungsi limfosit T,
Kelainan gabungan dari sel T dan B (Nelson:1993:34)
b. Natal: c. Post natal : anak yang mempunyai antibodi terhadap polibosefosfat mempunyai kekebalan
terhadap infeksi H, influensa yang biasanya terbentuk pada anak berusia dibawah 1 tahun
(Nelson:1993:35)
1.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga ada yang menderita penyakit tuberkulosis paru pada meningen tuberkulosis
1.6 ADL
Nutrisi
: menurunnya nafsu makan, mual, muntah dan klien mengalami kesukaran/tidak dapat menelan,
dampak dari penurunan kesadaran
Aktivitas : mengalami kelumpuhan dan kelemahan yang mengakibatkan gerak serta ketergantungan dalam
memenuhi kebutuhan
Istirahat : terdapat gangguan akibat nyeri kepala yang dialami.
Eleminasi : terjadi obstipasi
Personal hygiene : tergantung perawatan diri sehubungan dengan penurunan kesadaran dan kelumpuhan.
1.7. Pemeriksaan
A. pemeriksaan umum
Suhu
: lebih dari 38 C
Nadi
: tachicardi, tetapi jika terjadi peningkatan intrakranial nadi menjadi cepat .
Pernapasan
: lebih dari 24 x/ menit
B. pemeriksaan fisik

pala dan leher : ubun-ubun besar dan menonjol, strabismus dan stignasmus, pada wajah terdapat ptichiae, lesi
purpura, bibir kering, sianosis dan pada leher terjadi kaku kuduk.
orak/ dada
: bentuk simetris, pernapasan tachipnue, bila koma pernapasan chyne stroke, adanya tarikan otototot pernapasan, jantung S1-S2
domen
: turgor kulit menurun, peristaltik usus menurun
stremitas
: pada kulit petiachae, lesi purpura
netalia
: inkontensia urie pada stadium lanjut

C. pemeriksaan penunjang
a. Fungsi Lumbal
b. kultur darah
c. CT scan
d. Kultur swab hidung dan tenggorokan
10. Diagnosa Keperawatan
1. perubahan perfusi serebral berhubungan dengan proses inflamasi.
2. gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tekanan intra kranial
3. tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernafasan,
ketidak mampuan untuk batuk, dan penurunan kesadaran.
4. tidak efektif pola nafas berhubungan dengan menurunnya kemampuan untuk bernafas.
5. resiko injury berhubungan dengan disorentasi, kejang, gelisah.
6. perubahan proses berfikir berhubungan dengan perubahan tingkat kesdaran.
7. kurang volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake cairan, kehilangan cairan
abnormal.
8. kelebihan volume cairan berhubungan dengan tidak adequatnya sekresi hormon anti
deuretik.
9. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anaoreksia, mual muntah
dan lemah.

10. kecemasan berhubungan dengan adanya situasi yang mengancaam.


11. Perencanaan
1. anak akan mempertahankan perfusi serebral yang adequat.
2. 3 dan 4 anak akan menunjukkan status pernafasan adequat yang di tandai dengan jalan
nafas laten dan bersih, pola nafas efektif dan pernafasan normal.
3. anak-anak akan mengalami injury.
4. anak akan mempertahankan kontak dengan lingkungan sekitar.
5. anak tidak memperlihatkan kekurangan volume cairan yang ditandai dengan membran
mukusa lembab dan tugor kulit elastis.
6. anak akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adequat.
7. anak akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adequat.

8. orang tua akan mengekspresikan ketakutan / kecemasan, dan mengidentifikasi situasi


yang mengancam, dan mengatasi kecemasan.
12. Implementasi
1. mempertahankan perfusi serebral yang adequat
pastikan anak tidak akan mengalami injury
mengobsevasi dan mencatat tingkat kesadaran ( kewaspadaan, orentasi, mudah terstimulasi,
letargi,respon yang tidak cepat).
Menilai status neurologi setiap 1-2 jam ( gerakan simetris, reflek-reflek infratil, respon pupil,
kemampuan mengikuti perintah, ketajaman penglihatan, reflek tendon dalam, kejang, respon
verbal.
Memonitor adanya tekanan intrakranial (meningkatnya lingkar kepala, fontanel menonjol,
meningkatnya tekanan darah, menurunnya nadi, pernafasan tidak teratur, menangis merintih,
gelisah, bingung, kejang)

Catat setiap kejang yang terjadi, anggota tubuh yang kena, lamanya kejang dan aura
Meninggikan bagian kepala tempat tidur 30 derajat
Mempertahankan kepala dan leher dalam satu garis lurus untuk memudahkan venous return
Memberikan antibiotik sesuai order, mempertahankan lingkungan yang tenang, menghindari
rangsang yang berlebih
Mengajarkan kepada anak untuk menghindari valsava monuver ( mengedan, batuk, bersin) dan
jika merubah posisi anak lakukan secara bertahan
Melakukan latihan pasif/ aktif (ROM)
Memonitor tanda-tanda septik syok ( hipotensi, meningkatnya temperatur, meningkatnya
pernafasan, kebigungan, disorentasi, vasokontriksi perifer)
Memonitor hasil analisa gas darah
Memberikan terapi untuk mengurangi odem sesuai order
Memberikan oksigen sesuai order
2. 3 dan 4 mempertahankan oksigenasi yang adequat
auskultasisuara pernafasan setiap 4 jam laporkan adanya bunyi tambahan
memonitor frekwensi pernafasan, pola, inspirasi dan ekspirasi, obsevasi kulit, kuku, membran
mukosa terhadap adanya sianosis
memonitor analisa gas darah terhadap adanya hipoxia
melakukan rontgen dada untuk mengetahui infiltrat
ganti posisi tiap 2 jam, anjurkan anak untuk melakukan aktivitas yang dapat ditoleransi
mempertahankan kelatenan jalan nafas; melakukan pengisapan lendir, mengatur posisi tidur
dengan kpala ekstensi
menilai adanya hilangnya reflek muntah
memberi oksigen sesuai order dan memonitor ke efektifannya pemberian oksigen tersebut
obsevasi meningkatnya kebingungan, mudah terstimulasi, gelisah, laporkan setiapperubahan
kepada dokter
5. mencegah injury
kaji tanda-tanda komplikasi
kaji status neurologis secara ketat
kaji status pernapasan
hindari peningkatan intra kranial, yang dapat menimbulkan valsava monuver, batuk mengejan,
bersin, rangsang dari prosedur ; menghisapan lendir
6. mempertahankan fungsi sensori

bertingkah laku tenang, konsisten, bicara lambat dan jelas untuk meningkatkan pemahaman anak
mengajak anak bicara ketika melakukan tindakan, menggunakan sentuhan terapeutik
mengorentasi secara verbal kepada orang tempat, waktu, situasi; menyediakan mainan, barang
yang disukai, radio, televisi
7. dan 8 mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adequat
mengukur tanda-tanda vital paling sedikit 4 jam
memonitor hasil laboratorium
mrengobservasi tanda-tanda dehidrasi
mengobservasi adanya tanda-tanda retensi cairan dan cairan hipotonik yang menunjukkan
SIADH ( menurunnya output urine, meningkatnya Bj urine, menurunnya konsentrasi sodium,
anoreksia, mual)
menimbang berat badan tiap hari dengan skala yang sama dan waktu yang sama
memastikan jumlah cairan yang masuk tidak berlebih
9. mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adequat
ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk memperbaiki
kualitas gizi anak saat selera makan anak meningkat
berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake
nutrisi
menganjurkan orang tua untuk memberikan makanan kecil tapi sering
menganjurkan anak untuk makan secara perlahan, dan menhindari posisi berbaring satu jam
setelah makan
menimbang berat badan tiap hari dengan skala yang sama dan waktu yang sama
mempertahankan kebersihan mulut anak
menjelaskan pentingnya intake nutrisi adequat untuk penyembuhan penyakit
membatasi intake cairan selama makan, yaitu menhindari minum setelah satu jam sebelum dan
sesudah makan untuk mengurangi distensi lambung
10. orang tua akan mengekspresikan ketakutan / kecemasan
mengkaji perasaan dan persepsi orang tua terhadap situasi atau masalah yang dihadapi
menfasilitasi orang tua untukmengekspresikan kecemasan dan tentukan hal yang paling membuat
keluarga / anak merasa terancam
mengajarkan teknik relaksasi dan distraksi yang sederhana

membantu orang tua untuk mengembangkan strategi untuk melakukan adaptasi terhadap krisis
yang diderita anak

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Suriadi & Yuliani, Rita. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. (Edisi pertama). KDT. jakarta
2. Kapita Selekta Kedokteran FKUI, (1999) Media Aesculapius, Jakarta
3. Brunner / Suddarth,( 2000). Buku saku keperawatan medikal bedah,EGC, Jakarta,
Diposkan oleh Kapevi Hatake di 10:55 AM

Anda mungkin juga menyukai