Anda di halaman 1dari 51

KUMPULAN LAPORAN

SATUAN OPERASI

Dosen Pengampu
Dr. Ir. Kurnia Herlina Dewi, MP
Oleh Kelompok IV :
Irfan Wardoyo
Edo kevin Atika
Anistasia Yunita
Sari Ayu S
Efranata sinuraya
Relly kuraini

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI


PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2014

PERCOBAA
N1
SORTASI DAN
PENGECILAN
UKURAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ada dua macam proses sortasi, yaitu sortasi basah dan sortasi kering.
Sortasi basah dilakukan pada saat bahan masih segar. Proses ini untuk
memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan
simplisia. Misalnya dari simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman
obat, maka bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar
yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang.
Pengecilan ukuran merupakan tujuan utama operasi atau bagian dari
operasi. Beberapa produk sering mengandung sedikit cairan dan tetap kering
selama penggilingan, tetapi lainnya setelah pengecilan ukuran secara ekstrim,
berubah menjadi masa yang lebih atau kurang padat.
Salah satu kegiatan yang dapat memperpanjang daya simpan hasil
pertanian dan mengurangi ukuran bahan dengan kerja mekanis serta
membaginya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil adalah dengan pengecilan
ukuran, yang dapat dilaksanakan secara langsung atau dengan tidak langsung
dengan pengolahan bahan baku tersebut menjadi produk-produk yang
mempunyai daya tahan simpan yang relatif tinggi dan mempunyai ukuran
bahan yang relatif kecil.

1.2 Tujuan

Pengenalan bermacam-macam alat sortasi dan greding.


Melakukan tindakan pengawasan mutu bahan dengan cara uji fisik
dan kimia
Mengetahui pengaruh kondisi bahan baku terhadap hasil penggilingan
(kelembutan dan keseragaman) produk yang dihasilkan.
Mengetahui indeks keseragaman dan tingkat kehalusan pada
berbagai ulangan .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sortasi adalah pemisahan bahan yang sudah dibersihkan ke dalam
berbagai fraksi kualitas berdasarkan karakteristik fisik ( kadar air, bentuk,
ukuran, berat jenis, tekstur, warna, benda asing/ kotoran ), kimia ( komposisi
bahan, bau dan rasa ketengikan ) dan biologis ( jenis dan jumlah kerusakan oleh
serangga, jumlah mikroba dan daya tumbuh khususnya pada bahan pertanian
berbentuk bijian ) (Kartasapoetra, 1994).
Ada dua
kering. Sortasi
Proses

macam proses sortasi,


basah

dilakukan

pada

yaitu

sortasi basah dan sortasi

saat

bahan

masih

segar.

ini untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing

lainnya dari bahan simplisia. Misalnya dari simplisia yang dibuat dari akar suatu
tanaman obat, maka bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang,
daun, akar yang telah rusak,serta pengotoran lainnya harus dibuang. Hal
tersebut

dikarenakan tanah merupakan salah satu sumber

mikroba yang

potensial. Sehingga, pembersihan tanah dapat mengurangi kontaminasi mikroba


pada bahan obat. Sedangkan sortasi kering pada dasarnya merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia. Tujuannya untuk memisahkan
seperti

bagian-bagian

tanaman

benda-benda

asing

yang tidak diinginkan dan pengotoran lain

yang masih tertinggal pada simplisia kering. Sortasi dapat dilakukan dengan atau
secara mekanik (Earle, 1982.).
Sifat fisik buah dan sayur sering diamati yaitu warna, aroma, rasa,
bentuk, berat, ukuran dan kekerasan. Biasanya dalam praktek sehari-hari. Sifat
fisik ini diamati secara subjektif, sedangkan berat ditentukan secara objektif
dengan menggunakan timbangan sedangkan ujicoba kimia dapat dilakukan
terhadap PH, total asam, padatan terlarut (soloble solid), dan vitamin C, apabila
buah-buahan menjadi matang, maka kandungan gulanya meningkat, tapi
kandungan asamnya menurun (Sosrodiharjo, 1989).
Pengecilan ukuran merupakan istilah yang umum yang di dalamnya
meliputi pemotongan, pemecahan dan penggilingan. Pengecilan ukuran
dilakukan secara mekanis tanpa terjadi perubahan sifat-sifat kimianya.
Pemecahan bahan menjadi bagian-bagian kecil atau sebaliknya pembentukan
satuan-satuan yang

lebih besar dari bahan yang terpecah halus adalah operasi yang penting
dalam industri pangan (Sosrodiharjo, 1989).
Pengecilan ukuran dapat dibedakan menjadi pengecilan ukuran yang
ekstrim atau penggilingan penecilan ukuran yang relatif masih berukuran lebih
besar atau sering menjadi bentuk khusus atau pemotongan. Pengecilan ukuran
merupakan usaha untuk mengurangi ukuran bahan dengan kerja mekanis,
membaginya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (Kartasapoetra, 1994).
Pada umumnya produk percobaan berada dalam bentuk padat dan umunya
sulit untuk di tangani dibandingkan dengan cairan atau gas. Pada saat proses,
bentuk padat bias berupa benda dengan ukuran yang besar dan tidak beraturan.
Sehingga sangat penting untuk menenmukan cara untuk memanipulasi ke suatu
bentuk akhir produk yang lebih mudah untuk ditangani. Pengecilan ukuran
adalah

suatu

proses

yang

mencakup

proses

pemotongan,

penggerusan, penggilasan, dan penggilingan (Dewi, 2008).

pemecahan,

BAB III
METODOLOGI
3.1. Alat

Pisau

Nampan

Blender

Cup

Alumunium fopil

3.2 Bahan
Jahe putih dengan berat 10 gr, 20, gr dan 30 gr.
3.3 Prosedur Kerja
Sortasi dan Pengecilan ukuran
1. Menyortir jahe dengan ukuran S, M dan L
2. Menimbang jahe putih tersebut yang telah disortir
3. Mengiris tipis-tipis jahe dengan menggunakan pisau dengan ukuran S, M
dan L
4. Menimbang jahe dengan berat 10 gr, 20, gr dan 30 gr.
5. Memblender sisa jahe dan menimbang seberat 30 gr
6. Letakkan jahe kedalam.
7. Menjemur jahe di dalam rumah kaca dan menyimpan kedalam
desikator apabila hujan.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Hasil pengamatan sortasi S, M dan L

4.2 hasil pengamatan pengecilan ukuran

BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini kami melakukan sortasi dan pengecilan ukuran.
Sortasi adalah pemisahan bahan yang sudah dibersihkan ke dalam berbagai fraksi
kualitas berdasarkan karakteristik fisik ( kadar air, bentuk, ukuran, berat
jenis, tekstur, warna, benda asing/ kotoran ), kimia ( komposisi bahan, bau dan
rasa ketengikan ) dan biologis ( jenis dan jumlah kerusakan oleh serangga,
jumlah mikroba dan daya tumbuh khususnya pada bahan pertanian berbentuk
bijian ). Sementara itu, Pengecilan ukuran merupakan istilah yang umum yang
di dalamnya meliputi pemotongan, pemecahan dan penggilingan. Pengecilan
ukuran dilakukan secara mekanis tanpa terjadi perubahan sifat-sifat kimianya.
Pemecahan bahan menjadi bagian-bagian kecil atau sebaliknya pembentukan
satuan-satuan yang lebih besar dari bahan yang terpecah halus adalah operasi
yang penting dalam industri pangan
Pada sortasi ini kami mengelompokan jahe putih kedalam tiga kelompok
yaitu dengan ukuran S, M dan L. Sortasi yang dilakukan ini bertujuan untuk
mendapatkan jahe dengan ukuran dan kwalitas yang terbaik.jahe dengan ukuran
kecil dikelompokan dengan ukuran S, jahe ukuran sedang dikelompokan dengan
ukuran M dan jahe dengan ukuran besar dikelompokan dengan ukuran M.
Ada dua

macam proses sortasi,

yaitu

sortasi basah dan sortasi

kering. Sortasi basah dilakukan pada saat bahan masih segar. Proses ini
untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari
bahan simplisia. Misalnya dari simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman
obat, maka bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar
yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Hal tersebut
dikarenakan tanah merupakan salah satu sumber

mikroba yang potensial.

Sehingga, pembersihan tanah dapat mengurangi kontaminasi mikroba pada


bahan obat. Sedangkan sortasi kering pada dasarnya merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia. Tujuannya untuk memisahkan benda-benda asing seperti
bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran lain yang masih
tertinggal pada simplisia kering. Sortasi dapat dilakukan dengan atau secara
mekanik (Earle, 1982).

Sementara

itu

pengecilan

ukuran

yang

dilakukan

pada

jahe

putih dilakukan dengan cara mengiris kecil-kecil dan di blender.


Pengecilan ukuran pada jahe putih terbagi kedalam dua kelompok yaitu
pengecilan ukuran yang ekstrim berupa pemotongan dan pengecilan ukuran
dengan penggilingan menggunakan blender.
Pengecilan ukuran dapat dibedakan menjadi pengecilan ukuran yang
ekstrim atau penggilingan penecilan ukuran yang relatif masih berukuran lebih
besar atau sering menjadi bentuk khusus atau pemotongan. Pengecilan ukuran
merupakan usaha untuk mengurangi ukuran bahan dengan kerja mekanis,
membaginya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (Raharjo, 1976).
Semua bahan hasil pertanian pada umumnya bersifat mudah rusak
dan membutuhkan tempat yang luas untuk penyimpanannya. Salah satu kegiatan
yang dapat memperpanjang daya simpan hasil pertanian dan mengurangi ukuran
bahan dengan kerja mekanis serta membaginya menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil adalah dengan pengecilan ukuran, yang dapat dilaksanakan secara
langsung atau dengan tidak langsung dengan pengolahan bahan baku tersebut
menjadi produk- produk yang mempunyai daya tahan simpan yang relatif tinggi
dan mempunyai ukuran bahan yang relatif kecil (Wiratakusumah, 1992).

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan

Pada praktikum jahe putih ini tidak menggunakan alat sortasi


dan greding,melainkan langsung mengamati ukuran dengan indra
penglihatan secara langsung.

Pengawasan fisik dan kimia yang dilakukan pada praktikum ini


dilakukan dengan pengeringan dan pengecilan ukuran untuk mendapatkan
produk yang diinginkan.

Kelembutan

dan

jumlah

bahan

mempengaruhi kecepatan proses

pengeringan. Semakin banyak jumlah bahan maka proses pengeringan


semakin lama. Sedangkan semakin halus suatu bahan maka proses
pengeringannya akan semakin cepat.

Kehalusan bahan dan keseragaman bahan akan membuat bahan memiliki


kecepatan dan keseragaman di dalam proses pengeringannya.

6.2 Saran
Dalam praktikum ini sebaiknya praktikan mengikuti petunjuk
praktikum, saran co ast dan dosen. Karena praktikum ini membutuhkan
kesabaran dan ketelitian. Di dalam pengecilan ukuran juga praktikan
harus hati-hati karena menggunakan pisau dan blender yang apabila praktikan
tidak hati-hati maka akan terjadi kecelakaan kerja.

DAFTAR PUSTAKA
Dewi, M.K.Kemala, 2008, Proses Cleaning, Sortasi, Grading dan Size Reduction .
Jakarta . Erlangga
Earle, R.L. 1982. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Bogor. Sastra
Budaya.
Kartasapoetra, AG. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta. Rhineka
Cipta.
Raharjo, M. 1976. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Purwokerto. Gama
Excata.
Sosrodiharjo, S. 1989. Peranan Teknologi Pasca Panen. Bogor.
Institut Pertanian Bogor.
Widyastuti, Yuli. 1997, Penanganan Hasil Panen Tanman Obat Komersial.
Semarang. Trubus Agriwidya.
Wiratakusumah, Aman. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktur Jenderal Perguruan
Tinggi. Pusat Antar Universitas. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

PERCOBAAN 2
PENGERINGAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengeringan atau dehidrasi merupakan proses pengeluaran air dari bahan
hasil pertanian atau bahan pangan. Pengeringan didentifikasikan sebagai suatu
metoda untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dan bahan
dengan menggunakan energi panas, sehigga tingkat kadar air kesetimbangan
dengan kondisi udara (atmosfir) normal atau tingkat kadar air yang
setara dengan nilai aktifitas air (Aw) yang aman dan kerusakan ini
krobiologis, enzimatis atau kimiawi. Pada dasarnya pengeringan memiliki
keuntungan yaitu bahan menjadi awet, volume bahan lebih ringkas sehingga
memudahkan dan menghemat ruang pengangkutan dan pengemasan serta berat
bahan menjadi lebih ringan dan biaya transfortasi menjadi lebih murah. Oleh
sebab itu sangat penting bagi kita untuk mempelajari dan memahami prinsip
pengeringan dalam bahan produk pertanian dengan bertujuan tak lain dan tak
bukan adalah untuk mengefisiensi biaya pengeluaran dan mendapatkan
keuntungan ekono mi yang meningkat.
1.2 Tujuan
1.

Mahasiswa dapat menghitung laju pengeringan hasil pertanian (jahe


utuh) menggunakan alat pengering buatan (oven) pada berbagai
kapasitas/ketebalan bahan.

2.

Mahasiswa dapat

menghitung

laju pengeringan hasil pertanian

(jahe giling) menggunakan alat pengering buatan (oven) pada berbagai


kapasitas/ketebalan bahan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengeringan merupakan metoda tertua pada pengawetan bahan
pangan dengan pemindahan air dari bahan pangan. Pada kebanyakan
peristiwa, pengeringan berlangsung dengan penguapan air yang terdapat di
dalam bahan pangan dan untuk ini panas laten penguapan harus diberikan. Dua
faktor proses pengawasan penting yang dimasukkan kedalam satuan operasi
pengeringan yaitu : a.

Pemindahan panas untuk melengkapi panas laten


penguapan yang

dibutuhkan.
b.

Pergerakan air atau uap air melalui bahan pangan kemudian keluar bahan
untuk mengetahui pemisahan dari bahan pangan (Earle R.L, 1969).
Penjemuran merupakan pengeringan alamiah dengan menggunakan
sinar

matahari langsung sebagai energi panas. Pengeringan secara penjemuran


memerlukan tempat yang luas, wadah penjemuran yang luas serta waktu
yang lama dan mutu yang sangat bergantung dengan cuaca tetapi biaya
yang dikeluarkan lebih sedikit. Hasil yang diperoleh seringkali mengalami
kerusakan

oleh

mikroba

dan

lalat

karena

factor

lama

penjemuran

(Wirakartakusumah, 1992).
Pengeringan memiliki beberapa tujuan yaitu mengurangi volume bahan
sehingga lebih memudahkan transportasi, pengepakan dan penyimpanan,
membuat suatu produk dengan ukuran yang dikehendaki, meningkatkan retensi
nutrien selama penyimpanan, meningkatklan nilai ekonomis bahan, memudahkan
dalam mengkon-sumsi produk kering dan juga dapat menekan biaya operasional
(Gaman, P.M, 1994).
Pengirisan adalah

salah

satu

upaya pengecilan

ukuran,

yang

bertujuan untuk memperluas permukaan bahan agar proses pengeringan dapat


berlangsung secara efektif. Ketebalan mempengaruhi waktu pengeringan.
Pengirisan dengan ketebalan 2.5 mm merupakan yang optimal untuk menghasilkan kadar air yang baik pada Perbedaan Cara

(Almasyhuri et. al)

pengeringan selama 36 jam. Untuk memperoleh kandungan minyak yang tinggi


dari rimpang jahe kering sebaik-nya pengeringannya dilakukan sampai kadar air
12%. (Almasyhuri.2012)

Untuk mendapatkan kandungan air dibawah 12% dalam jahe merah yang
dikeringkan dengan cara yang berbeda (diangin-anginkan, sinar matahari
dan oven) diperlukan waktu pengeringan antara 1-7 hari. Pengeringan dengan
oven memerlukan waktu paling cepat, yakni sekitar satu hari x 24 jam) pada
suhu 55

C, sementara pengeringan dengan panas matahari memer-lukan waktu 2 hari (2 x


24 jam), sedangkan yang paling lama adalah pengeringan dengan
diangin- anginkan yang memerlukan waktu 7 hari (7 x 24 jam).
(Almasyhuri.2012)

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat

Bahan

Alat Penggiling (Blender)

Jahe Putih

Pisau

Jahe Merah

Pemarut slice

Jahe Giling

Oven

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Pengeringan Jahe Utuh
Timbang jahe utuh yang telah diberi perlakuan pendahuluan seberat
10 gram, 20 gram, dan 30 gram.

Siapkan loyang pengering berukuran 0,5 cm

Letakan sampel secara rata-rata diatas piring pengering

Masukan kedalam oven pada suhu 100 C.

Lakukan pengeringan selama 24 jam.

Lakukan penimbangan berat sampel setiap 4 jam.

Catat dan buatlah grafik perubahan berat selama pengeringan.

3.2.2 Pengeringan Jahe giling

Timbang jahe giling yang telah diberi perlakuan pendahuluan seberat


10 gram, 20 gram, dan 30 gram.

Siapkan loyang pengering berukuran 0,5 cm

Letakan sampel secara rata diatas piring pengering.

Masukan kedalam oven pada suhu 100 C.

Lakukan pengeringan selama 24 jam.

Lakukan penimbangan berat sampel setiap 4 jam.

Catat dan buatlah grafik perubahan berat selama pengeringan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Hasil Pengamatan berat jahe utuh selama pengeringan pada Jahe Putih
Kapasitas
2

(gr/cm )

Berat
jam

Berat (gram)
A

Jumlah

Ke

10
2

gr/cm

20
2

gr/cm

30
2

gr/cm

Ratarata

10

10

10

30

10

4,57

2,25

4,62

11,44

3,01

1,62

2,25

3,12

6,52

2,17

12

1,06

1,78

3,00

5,79

1,93

16

1,1

1,7

2,8

5,6

1,86

20

1,1

1,9

2,33

5,23

1,47

24

1,1

1,8

1,81

4,17

1,57

20

20

20

60

20

11,47

3,76

11,42

10,65

6,21

6,02

3,55

7,04

16,61

5,53

12

3,06

3,34

5,07

11,47

3,82

16

3,0

3,3

4,57

10,87

3,62

20

2,5

3,5

3,52

9,52

3,17

24

2,64

3,3

2,98

8,92

2,97

30

30

30

90

30

20,46

16,41

20,19

57,06

10,02

12,88

5,12

12,17

30,17

10,525

12

5,86

4,78

7,20

17,84

5,94

16

5,2

4,8

5,98

15,98

5,23

20

5,6

5,1

4,25

14,95

4,98

24

5,6

4,8

3,98

14,38

4,79

30

30

30

90

30

17,59

14,56

17,26

49,41

16,47

8,64

3,42

10,19

21,65

7,21

12

4,56

2,73

9,20

20,49

6,83

gr/cm

16

4,4

2,6

7,81

14,01

4,93

(Halus)

20

4,2

3,0

5,12

12,32

4,10

24

4,6

2,8

4,30

11,7

3,9

30

4.1.2 Hasil Pengamatan berat jahe utuh selama pengeringan pada Jahe Merah
Kapasitas
2

(gr/cm )

Berat
jam

Berat (gram)
A

Jumlah

Ke

10
2

gr/cm

20
2

gr/cm

Ratarata

10

10

10

30

10

2,08

2,40

3,6

8,08

2,69

1,7

1,23

1,8

4,2

1,4

12

1,1

1,09

1,56

3,82

1,27

16

1,1

1,1

1,3

3,5

1,16

20

1,1

1,32

1,2

3,62

1,20

24

1,13

1,26

1,2

3,59

1,19

20

20

20

60

20

7,34

4,73

7,3

19,27

6,45

2,13

2,13

2,6

6,86

2,25

12

2,02

2,03

2,3

6,35

2,11

16

2,1

2,0

1,8

5,9

1,96

20

2,02

1,98

1,7

5,65

1,88

24

2,13

1,92

1,69

5,42

1,91

30

30

30

90

30

14,53

13,99

17,8

46,32

15,44

4,34

5,04

8,4

17,78

5,92

30

12

3,7

3,72

4,2

11,62

3,87

16

3,6

3,6

3,3

10

3,5

20

3,7

3,56

3,0

10,26

3,42

24

3,81

3,51

3,1

10,42

3,47

30

30

30

90

30

13,65

7,43

10,6

39,68

15,22

3,49

3,54

5,6

12,63

4,21

12

3,27

3,36

4,8

11,43

3,81

16

3,3

3,9

3,7

10,9

3,63

(Halus)

20

3,12

3,45

3,4

9,97

3,32

24

3,21

3,44

3,49

10,14

3,38

gr/cm

30
gr/cm

4.1.3 Grafik Laju Jahe putih


35
30
25

Slice /iris 10 gram

berat
(gram)

20

Slice/iris 20 gram

15
Slice/iris 30 gram

10
Blender/Halus 30
5
gram
0
0

12
ja
m

4.1.4 Grafik Laju Jahe Merah

16

20

24

35
30
25
20
berat
(gram)

slice/iris 10 gram
slice/iris 20

15

gram slice/iris
30 gram

10

blender/halus 30 gram

5
0
0

12
ja
m

16

20

24

BAB V
PEMBAHASAN
Proses pengeringan adalah proses pengambilan atau penurunan kadar air
sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bijibijian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah. Pengeringan
adalah metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian aiar dari suatu
bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air kesetimbangan dengan
kondisi udara normal atau kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air (Aw)
yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan kimiawi.
Pada praktikum kali ini, pengeringan dilakukan dengan dua metode, yaitu
pengeringan secara alami dengan menggunakan (sun drying) sinar matahari atau
penjemuran dan pengeringan buatan dengan menggunakan alat pengering (oven)
Alat ini terdiri dari suatu ruangan dimana didalamnya berisi rak-rak yang
digunakan sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Bahan diletakkan diatas
rak yang terbuat dari logam dengan alas yang berlubang-lubang. Kegunaan
lubang-lubang tersebut yaitu untuk mengalirkan udara panas dan uap air
(Gunarif,
1987). Sample yang ada di berikan beberapa perlakuan yang berbeda yaitu ; ada
yang di slice/di iris dan ada yang di blander/halus dari 2 jenis bahan yang
berbeda seperti jahe putih dan jahe merah. Dari jenis jahe tersebut dibagi
berdasarkan ukuran atau berat yang pertama 10 gram, yang kedua 20 gram dan
yang ketiga 30 gram, serta 30 gram yang halus atau yang sudah diblender dan
begitu juga pada jahe merah. Dari hasil pengamatan kami dilakukan selama 7 hari
sampai waktu 24 jam. Pengamatan ini dilakukan setiap 4 jam sekali sampel
diambil untuk diamati berapa
ditimbang

beratnya

kadar

air

yang

keluar

dengan

cara

dengan menggunakan timbangan neraca ohanius,

perlakuan seperti ini bertujuan untuk mengetahui berapa air yang hilang dan
berapa kadar air yang masih terkandung.
Sampel yang diamati ini dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari
(sun drying) sehingga membutuhkan pencahayaan yang lebih karena jika
cahaya matahari kurang maka akan mengganggu proses penguapan air yang
ada pada sampel sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk
mendapatkan hasil yang baik. Setelah dilakukan pengamatan selama 7 hari
dalam waktu 24 jam

didapatkanlah hasil perngamatan pada jahe putih yang berukuran/berat


awalnya
10 gram, kemudian pada 4 jam selanjutnya beratnya berubah menjadi 2,25 gram,
pada waktu 8 Jam beratnya masih tetap 2,25 gram, pada waktu 12 jam
mengalami penurunan sebesar 1,78 gram, pada waktu 16 jam mengalami
penurunan juga sebesar 1,7 gram, pada waktu menunjukan 20 jam berubah
menjadi 1,9 gram, dan pada waktu 24 jam mengalami penurunannya tidak
signifikan sebesar 1,8 gram. Dan didapat rata-rata sebesar 3,09 gram berat slice
kering.
Selanjutnya pada jahe putih berukuran 20 gram, kemudian pada 4 jam
beratnya berubah menjadi 3,76 gram, pada waktu 8 Jam beratnya masih tetap
3,55 gram, pada waktu 12 jam mengalami penurunan sbesar 3,34 gram, pada
waktu 16 jam mengalami penurunan juga sebesar 3,3 gram, pada waktu
menunjukan 20 jam berubah menjadi 3,5 gram, dan pada waktu 24 jam
mengalami penurunannya tidak signifikan sebesar 3,3 gram. Dan didapat ratarata sebesar 5,8 gram berat slice kering. Selanjutnya pada jahe putih berukuran
30 gram, kemudian pada 4 jam selanjutnya beratnya berubah menjadi 16,41
gram, pada waktu 8 Jam beratnya turun menjadi 5,12 gram, pada waktu 12 jam
mengalami penurunan sbesar 4,78 gram, pada waktu 16 jam beratnya sebesar 4,8
gram, pada waktu menunjukan 20 jam berubah menjadi 5,1 gram, dan pada
waktu 24 jam mengalami penurunan sebesar 4,8 gram. Dan didapat rata-rata
sebesar 10,1 gram berat slice kering.
Pada sampel terakhir yang perlakuannya menggunakan blender sehingga
menjadi halus dapat diketahui bahwa pada berat awal sebesar 30 gram,
pada waktu 4 jam berubah mejadi 14,56 gram, pada waktu 8 jam sebesar 3,42
gram, pada waktu 12 jam mengalami penurunan 2,73 gram, pada waktu 16 jam
beratnya
2,6 gram, pada waktu 20 jam sebesar 3,0 gram, pada waktu 24 jam mengalami
penurunan 2% sehingga menjadi 2,8 gram. Dan didapatlah rata-rata sebesar 8,4
gram.
Setelah kami membaca dan membandingkan literatur yang ada didapat bahwa
pengeringan dengan oven paling sedikit waktu yang dibutuhkan karena suhu
oven dapat diatur konstan, sehingga perpindahan panas dan air dari dalam jahe
yang dikeringkan berlangsung konstan dan cepat. Kecepatan perpindahan panas
dan air ini dipengaruhi oleh panas yang diterima oleh bahan yang dikeringkan.

Pengeringan dengan sinar matahari atau (Sun drying) dalah pengeringan yang
memerlukan sinar matahari langsung. Cara pengeringan ini terutama digunakan
untuk mengeringkan bahan rimpang lunak yang mengandung senyawa aktif
mudah menguap, tetapi memerlukan waktu paling lama (7 x 24 jam),
sedangkan
o

pengeringan dengan oven 55 C memerlukan waktu yang paling cepat (1 x 24


jam). Cara pengeringan dengan oven lebih higienis daripada cara pengeringan
lainnya. Pengeringan ini tidak ada pengontrolan baik suhu maupun kelembaban,
sementara pengeringan dengan oven suhu dapat di atur sesuai dengan panas yang
dikehendaki.
Menurut literatur yang didapat bahwa Jahe yang telah dikeringkan dengan
dua cara (sinar matahari dan oven) tersebut semuanya dapat meme-nuhi
persyaratan kurang dari 12%. Dilihat dari kandungan airnya jahe kering hasil
pengeringan dengan dua cara tersebut dapat dibuat sediaan serbuk dan telah
memenuhi syarat standar mutu menurut EOA (The Essential Oil Assosiation
of America) yang mensyaratkan kadar air maksimum 12,0%.
Bubuk jahe umumnya digunakan sebagai bahan obat tradisional, disamping
itu diguna-kan sebagai penyedap masakan yang mem-berikan rasa dan aroma
khas. Bubuk jahe juga dimanfaatkan pada industri pembuatan minuman misalnya
bir, brendi dan anggur dengan cara difermentasi. Dalam pembuatan bubuk jahe,
bahan yang digunakan adalah jahe kering sempurna (kadar air sekitar 8-10 %).
Bahan tersebut kemudian digiling halus dengan ukuran, sekitar 50-60 mesh dan
dikemas dalam wadah yang kering.
Dari semua sampel yang diamati didapatkan bahwa dalam hasil pengamatan
pengeringan baik dari jahe putih maupun jahe merah berdasarkan literatur
yang ada dapat disimpulkan pada jahe merah lebih cepat kering dari pada jahe
putih karena luas permukaannya yang berbeda, sehingga mempengaruhi
pengeringan. Dan sesuai dengan grafik yang didapatkan bahwa kadar air
yang cepat turun adalah pada jahe merah sedangkan pada jahe putih sedikit lebih
lambat.

BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1.

Mahasiswa telah dapat menghitung laju pengeringan hasil pertanian


(jahe utuh) menggunakan alat pengering buatan (oven) atau menggunakan
sinar matahari (sun drying) pada berbagai kapasitas/ketebalan bahan,
yaitu didapatkan hasil rata-rata berat jahe putih kering kapasitas 10 gram
yang slice/iris seberat 3,09 gram, rata-rata kapasitas 20 gram rata-rata
seberat
5,8 gram dan kapasitas 30 gram rata-rata seberat 10,1 gram berat slice
kering.

2.

Mahasiswa telah dapat menghitung laju pengeringan hasil pertanian


(jahe giling)

menggunakan

menggunakan

sinar

alat

matahari

pengering
(sun

buatan

drying)

(oven)

pada

atau

berbagai

kapasitas/ketebalan bahan, yaitu didapatkan hasil rata-rata berat jahe


putih yang telah dihaluskan dengan blender yaitu seberat 8,4 gram berat
jahe giling/jahe yang telah dihaluskan.

5.2 Saran
Sebaiknya

pada

saat

akhir

praktikum atau

akhir

melakukan

percobaan langsung dibuat laporan sementaranya, agar pada saat setelah


responsi laporan

sementaranya sudah di acc

serta bisa

langsung

dilampirkan pada laporan utuh dan juga tidak terkesan mendadak dan
tergesa-gesa dalam pengerjaan laporan utuhnya, sehingga tidak menghambat
atau mengganggu pembuatan laporan akhir praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Almasyhuri. 2012. Pebedaan Cara Pengirisan Dan Pengeringan Terhadap
Kandungan Minyak Atsiri Dalam Jahe Merah. Jakarta : PS Farmasi
Universitas Pakuan-Bogor.
Earle, H.L. 1969. Satuan operasi dalam Pengolahan Pangan. Jakarta: PT Sastra
Hudaya.
Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. 1994.

Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu

Pangan, nutrisi, dan Mikrobiologi. Yogyakarta: UGM Press.


Wirakartakusumah, A. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Bogor :
IPB.

PERCOBAAN 3
PENDINGINAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sesuai dengan perkembangan jaman bahan pangan yang mudah rusak
ternyata dapat disimpan lebih lama dan lebih baik pada saat musim dingin
dibandingkan dengan pada saat musim panas dengan cara pendinginan.
Pendinginan itu sendiri

adalah salah satu metode penyimpanan bahan

pangan dengan menggunakan suhu rendah untuk menghentikan aktivitas


mikroorganisme sehingga menambah masa simpan dan kesegaran suatu
bahan pangan. Seperti yang kita kenal dalam masyarakat pendinginan yang
digunakan untuk menyimpan makanan dan minuman ialah berupa kulkas
atau lemiri es. Pendinginan dapat mengawetkan bahan pangan sampai
beberapa hari atau minggu tergantung pada bahan yang digunakan.
Pendinginan hanya dapat mempertahankan mutu suatu bahan tetapi tidak
dapat menambah mutu bahan tersebut. mutu hasil pendinginan sangat
dipengaruhi oleh mutu bahan pada saat proses awal pendinginan.
Dengan mengetahui manfaat dari pendinginan ini maka kami ingin
mengetahui lebih dalam tentang pendinginan dengan melakukan perhitungan
laju

pendinginan bahan,

mengetahui tahapan perubahan suhu

pada

proses pendinginan dan mengetahui perbedaan suhu pada proses pendinginan


dan pembekuan.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat melakukan perhitungan laju pendinginan bahan.
2. Mahasiswa mengetahui tahapan perubahan suhu pada proses pendinginan.
3. Mahasiswa mengetahui perbedaan suhu pada proses pendinginan
dan pembekuan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendinginan atau refrigerasi adalah proses pengambilan panas dari suatu
bahan sehingga suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Bila suatu
medium pendingin kontak dengan benda lain misalnya bahan pangan, maka akan
terjadi pemindahan panas dari bahan pangan tersebut ke medium pendingin
sampai suhu keduanya sama atau hampir sama. Pendinginan telah lama
digunakan sebagai salah satu upaya pengawetan bahan pangan, karena dengan
pendinginan tidak hanya citarasa yang dapat dipertahankan, tetapi juga
kerusakan-kerusakan kimia dan mikrobiologis dapat dihambat.
Sebelum pendinnginan dilakukan, biasanya ada perlakuan-perlakuan
khusus yang diterapkan pada bahan. Salah satu jenis perlakuannya adalah
blanching. Proses blanching mempunyai beberapa tujuan. Namun demikian tidak
dapat diaplikasikan untuk semua buah dan sayuran yang diperlakukan. Ada
beberapa reaksi yang merugikan yang dapat mempengaruhi kualitas produk
(Larousse, 1997).
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi
metabolisme. Ketentuan umum menyatakan bahwa setiap penurunan suhu
sebesar 180 F. kecepatan respirasi akan berkurang setengahnya. Karena itu
penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup
dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan
bukan hanya karena keaktifan resfirasi menurun, tetapi juga karena
pertumbuhan. Pendinginan tidak dapat membunuh mikroorganisme tetapi
hanya menghambat pertumbuhannya, oleh karena itu setiap bahan pangan yang
akan didinginkan terlebih dahulu harus dibersihkan. Untuk mencegah
kehilangan air dan memberikan kilap pada bahan yang didinginkan terutama
buah-buahan, kulit buah dapat dilapisi oleh malam (wax) atau parafin atau
campuran malam dengan parafin (Desrosier, 1988).
Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Pendinginan
Untuk

pendinginan suatu

komoditas,

pengaturan suhu

ruang

pendingin yang sesuai sangat penting karena penyimpangan suhu dari


suhu

yang dikehendaki dapat merusakkan komoditas yang disimpan.

Terjadinya fluktuasi

suhu dalam ruang pendingin dapat menyebabkan terjadinya pengembunan


air pada permukaan komoditas yang didinginkan sehingga dapat mengakibatkan
pertumbuhan jamur dan proses pembusukan.

Keadaan tersebut dapat

dihindari bila isolasi ruang pendingin tersebut benar-benar baik, alat-alat


refrigerasi mencukupi dan perbedaan antara suhu koil evaporator dan suhu
ruangan tetap kecil. Agar supaya bahan yang akan didinginkan segera mencapai
suhu pendinginan optimum yang diinginkan, maka sebaiknya dilakukan suatu
proses pendinginan pendahuluan (pre cool ing) baik dengan menggunakan udara
dingin, air yang diberi es, es batu dan pendinginan vakum.

Di samping

pengaturan suhu, kelembaban udara dalam ruang pendingin perlu diatur


karena dapat mempengaruhi daya awet dan kualitas bahan yang didinginkan.
Bila udara di dalam ruang pendingin terlalu kering (RH-nyarendah) maka air dari
bahan yang ada di dalam ruang pendingin akan menguap untuk mencapai
keseimbangan. Hal ini akan mengakibatkan bahan yang disimpan menjadi layu
(misal sayuran dan buah-buahan) dan kulit buah akan keriput (Buckle, 1987).
Penyimpanan suhu dingin atau pendinginan sayuran harus pada suhu
0

12 C, jika tidak akan terjadi chilling injury atau cacat suhu dingin. Cacat suhu
dingin menyebabkan metabolit seperti asam amino dan gula serta garam-garam
mineral dari sel dan bersama-sama dengan degradasi struktur sel menyediakan
substrat yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme patogen, terutama
fungi. Jamur ini sering terdapat sebagai organisme laten atau mengkontaminasi
bahan segar. Simptom cacat suhu dingin biasanya muncul pada saat bahan itu
berada pada suhu rendah namun kadang-kadang hanya nampak setelah bahan
diambil dari tempat pendingin dan ditempatkan pada suhu yang lebih besar.
Metoda yang paling tepat untuk pengendalian cacat suhu dingin adalah
menentukan suhu kritis untuk perkembangannya dalam buah-buahan tertentu dan
komoditas ini tidak diperlakukan terhadap suhu dibawah suhu kritis. Namun
perlakuan hanya dalam waktu pendek terhadap suhu dingin dan diikuti dengan
penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi dapat mencegah pengembangan cacat.
Cara inin telah diketahui efektif untuk mencegah pewarnaan hitam pada hati
nenas yang dikenal dengan nama black heart Penurunan berat pada bahan pangan
yang didinginkan disebabkan karena air dalam bahan pangan tersebut mengalami
penguapan selama

pendinginan. Pengurangan berat pada daging disebabkan oleh kelembaban


relatif kurang dari 90% (Tranggono 1989).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat

Alat pendingin

Termometer

Timbangan

Jahe iris kering

Jahe iris basah

Jahe halus kering

Jahe halus basah

Bahab :

3.2 Prosedur Kerja


1. Pendinginan Jahe Iris
a. Menimbang jahe iris yang belum dan yang sudah
dikeringkan. b. Menyiapkan pengering berukuran 10 x 10 cm
c.
Meletakkan sampel secara rata diatas
loyang.
d. Memasukkan kedalam ruang pendinginan pada alat
pendingin. e. Melakukan pengematan perubahan suhu bahan
selama 4 jam.
f.
Mencatan dan membuat grafik perubahan suhu selama
pendinginan.
2. Pendinginan Jahe Halus
a. Menimbang jahe halus yang belum dan yang sudah
dikeringkan. b. Menyiapkan loyang berukuran 10 x 10 cm.
c.

Meletakkan sampel secara rata diatas

loyang. d.

Memasukkan bahan kedalam alat

pendingin. e. Melakukan pendinginan selama 4


jam.
f.
Melakukan pengamatan perubahan suhu bahan setiap 30
menit.
g.
Mencatat dan membuat grafik perubahan suhu selama
pendinginan.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Dari percobaan yang telah kami laksanakan, maka didapatkan
hasil pengamatan sebagai berikut :
1. Jahe Iris Kering
o

Kapasitas

Menit

Suhu ( C)

(gram)

Ke

Jumlah

Rata-rata

31

30

31

92

30,66

30

28

28

28

84

28

60

29

29

30

88

29,33

90

29

29

29

87

29

120

29

29

29

87

29

150

27

28

30

85

28,33

180

27

29

29

85

28,33

210

29

29

30

88

29,33

240

29

29

28

86

28,66

2. Jahe Halus Kering


o

Kapasitas

Menit

Suhu ( C)

(gram)

Ke

Jumlah

Rata-rata

30

30

31

91

30,33

30

29

27

28

84

28

60

30

29

30

89

29,66

90

28

28

29

85

28,33

120

27

29

29

85

28,33

150

28

28

30

86

28,66

180

27

29

29

85

28,33

210

29

29

29

87

29

240

28

29

27

84

28

3. Jahe Iris Basah


o

Kapasitas

Menit

Suhu ( C)

(gram)

Ke

Jumlah

Rata-rata

30

31

31

92

30,66

30

29

30

29

88

29,33

60

29

28

29

86

28,66

90

28

28

29

85

28,33

120

27

28

29

84

28

150

28

29

29

86

28,66

180

29

29

29

87

29

210

28

29

28

85

28,33

240

28

29

28

85

28,33

4. Jahe Halus Basah


o

Kapasitas

Menit

Suhu ( C)

(gram)

Ke

Jumlah

Rata-rata

31

31

32

94

31,33

30

28

29

29

86

28,66

60

27

28

29

84

28

90

27

28

29

84

28

120

27

27

29

83

27,66

150

26

27

29

82

27,33

180

26

29

29

84

28

210

27

29

29

85

28,33

240

27

29

26

82

27,33

Grafik Perubahan Suhu

32
31
SLICE KERING
30
29
IRIS KERING

28
SLICE BASAH
27
26
HALUS BASAH
25
0

30

60

90

120

150

180

210

240

BAB V
PEMBAHASAN
Pendinginan atau refrigerasi adalah proses pengambilan panas dari suatu
bahan sehingga suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Kegunaan
pendinginan ini sendiri adalah untuk pengawetan, penyimpanan dan distribusi
bahan pangan yang gampang rusak. Tujuan dilakukan percobaan ini adalah
melakukan perhitungan laju pendinginan bahan, mengetahui tahapan perubahan
suhu pada proses pendinginan dan

mengetahui perbedaan suhu pada proses

pendinginan dan pembekuan. Pada percobaan ini bahan utama yang digunakan
adalah jahe, yang dibagi menjadi 4 macam yaitu jahe iris kering, jahe iris basah,
jahe halus kering dan jahe halus basah. Percobaan ini dilakukan dengan cara
menimbang terlebih dahulu semua jenih jahe dengan ukuran atau bobot
yang sama, kemudian

memasukkan bahan-bahan tersebut kedalam plastik,

setelah itu di masukkan kedalam tempat pendinginan. Pada percobaan ini


dilakukan selama 4 jam dan diamati setiap 30 menitnya.
Pada percobaan pendinginan ini data yang dihasilkan pada jahe iris kering
terlihat suhu yang terjadi naik turun, begitu juga dengan jahe iris basah, jahe
halus kering dan jahe halus basah hanya saja pada jahe iris kering kenaikan suhu
sangat terlihat. Akan tetapi penurunan dan kenaikan suhu pada jenis jahe lain
tidak berselisih terlalu jauh. Kenaikan dan penurunan suhu dapat dilihat
secara jelas pada grafik yang ada. Hal ini terjadi bisa dikarenakan pada saat
pengukur, suhu sampel tersebut sudah bercampur dengan suhu ruangan atau tidak
stabil dan mesin pendingin yang digunakan kerjanya sudah tidak

maksimal.

Karena seharusnya pada literatur dikatakan bahwa dalam pengukuran suhu


dengan cara pendinginan disetiap 30 menitnya harus mengalami penurunan.
Seperti yang kita ketahui penurunan
mikroorganisme

suhu

terjadi

karena

pertumbuhan

penyebab kebusukan dan kerusakan lain dapat diperlambat.

Pendinginan itu sendiri tidak dapat membunuh mikroorganisme tetapi


menghambat pertumbuhannya.

hanya

BAB IV
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1.

Seperti yang kita ketahui Pada dasarnya teknik pendinginan bahan


pangan dapat dikerjakan dalam 2 cara yaitu : secara alami (natural
refrigeration) dan secara mekanis (mechanical atau artificial refrigeration).
Adapun

tahapan perubahan suhu pada proses pendinginan yaitu energi

dapat ditransfer dari benda yang berenersi tinggi ke benda yang berenersi
rendah.
2. Adapun perbedaan perubahan suhu pada proses pendinginan dan pembekuan
adalah suhu yang digunakan pada pendinginan masih berada di atas
o

titik beku bahan (-2 C sampai -100 C), sedangkan pada pembekuan ada
o

dibawah titik beku bahan (-12 C sampai -400 C).

DAFTAR PUSTAKA
Buckle, et. al. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta
: Penerbit
Universitas Indonesia.
Larousse. 1997. Food Canning Technology. Canada: Wiley-VHC, Inc.
Tranggono. 1989. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Proyek
Pengembangan
Pusat Fasilitas Bersama antar Universitas (Bank Dunia XVII)
PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada : Yogyakarta.

PERCOBAA
N4
PEMBEKUA
N

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembekuan merupakan penyimpanan bahan dalam keadaan beku.
0

Pembekuan yang baik biasanya menggunakan suhu -12 C sampai -24 C.


0

pembekuan cepat dilakukan dengan interval suhu -24 C sampai -40 C.


Pembekuan cepat akan menghasilkan:
1. Jumlah kristal air yang banyak, berukuran kecil dan terbagi merata
dalam bahan makanan, sehingga kerusakan jaringan yang diakibatkan
minimal.
2. Difusi zat-zat yang terlarut minimal.
3. Kecepatan reaksi biokomia yang lambat sehingga kerusakan
yang ditimbulkan tidak berarti.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat melakukan perhitungan laju pembekuan bahan
2. Mahasiswa mengetahui tahapan perubahan suhu pada proses pembekuan
3. Mahasiswa

mengetahui perbedaan perubahan

proses pembekuan dan pembekuan

suhu

pada

BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
Pembekuan bahan pangan bersifat kompleks. Kristal-kristal es yang
terbentuk lama-kelamaan menyusun suatu struktur jaringan dari Kristal es dan
dalam proses ini akhirnya kebebasan bergerak dari molekul-molekul air yang
belum membeku terhambat. Mikroba psikrofilik akan tumbuh pada suhu
pembekuan

air

yaitu

0C

atau

di

bawahnya.

Pada

suhu

tersebut

pertumbuhan mikroba akan semakin lambat. Jika air dalam makanan telah
sempurna membeku maka mikroba tidak akan berkembang biak, tetapi pada
beberapa bahan pangan sebagian air belum membeku sampai suhu mencapai
o

-70 C samapai -60 C atau di bawahnya, hal ini disebabkan adanya kandungan
gula, garam atau zat-zat lain yang menurunkan titik bekunya. Kerusakan bahan
pangan beku biasanya terjadi setelah bahan pangan tersebut mengalami peristiwa
thawing karena pada saat itu mikroorganisme akan cepat tumbuh kembali.
(Tranggono dan Sutardi, 1989).
Untuk menurunkan populasi mikroorganisme dapat diusahakan beberapa
cara, yaitu:
1. Kebersihan dan sanitasi lingkungan dan peralatan pengolahan pangan.
2. Mempertahankan keutuhan pangan sampai saat akan dipakai.
3. Sortasi bahan yang rusak dan busuk (trimming).
4. Membersihkan bahan pangan sebelum disimpan pada suhu rendah
(disimpan di lemari pendingin) dari kotoran dan debu.
5. Pengeringan setelah dicuci atau diangin-anginkan.
6. Melakukan pengemasan yang sesuai dengan sifat-sifat bahan.
(Tranggono dan Sutardi, 1989).
Pendinginan dan pembekuan adalah salah satu metode penyimpanan
bahan pangan dengan menggunakan suhu rendah untuk menghentikan aktivitas
mikroorganisme sehingga menambah masa simpan dan kesegaran suatu bahan
pangan. Pendinginan adalah penyimpanann bahna pangan pada suhu rendah yaitu
antara 2oC sampai 10oC. Sedangkan pembekuan adalah penyimpanan bahan
pangan dalam keadaan beku pada suhu -12oC sampai -24oC. Pendinginan dapat

mengawetkan bahan pangan sampai beberapa hari atau minggu tergantung pada
bahan yang digunakan. Sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan
sampai beberaoa bulan bahkan beberapa tahun. Pendinginan dan pembekuan
dalam pengawetan atau penyimpanan tidak dapat menghentikan atau membunuh
mikroorganisme

yang

ada,

sehingga

ketika

kembali(thawing) maka pertumbuhan bakteri


berjalan

cepat.

Pendinginan

bahan

dibiarkan

pembusuk
dan

mencair

akan

pembekuan

hanya

dapat

mempertahankan mutu suatu bahan tetapi tidak dapat menambah mutu


bahan tersebut. mutu hasil pendinginan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan pada
saat proses awal pendinginann. Yang harus diperhatikan dalam penanganan
suatu bahan pangan yaitu mulai dari proses panen, pengolahan, penyimpanan
dan transportasi. (Desrosier, 1969).
Pembekuan

adalah

penurunan

suhu

di

bawah

0C

yang

mengakibatkan sebagian air dalam bahan pangan berubah menjadi es,


sehingga tidak lagi tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan reaksireaksi kimia. Pembentukan es ini efeknya sama seperti penurunan aktivitas air
akibat

pengeringan.

bahan pangan

yang

Terhambatnya
beku

pertumbuhan mikroorganisme

disebabkan

karena

air tidak

tersedia

dalam
lagi,

sedangkan terhambatnya laju reaksi-reaksi kimia disebabkan karena sistem


larutan telah berubah menjadi padat sehingga air tidak lagi dapat berfungsi
sebagai zat pelarut.
proses

Pengawetan

yaitu pembekuan

pangan

dengan pembekuan
pada umumnya

terdiri
-400C,

dari

dua

kemudian

penyimpanan beku makanan tersebut pada suhu -180C (Thajadi, 2011).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat pendingin
Termometer
Timbangan
Jahe halus kering
Jahe halus segar
Jahe slise segar
Jahe slise kering
3.2 Cara Kerja
3.2.1. Pembekuan pada jahe halus kering / segar
1. Menimbang jahe halus kering dan segar seberat 100 gram.
2. Menyiapkan loyang pengering berukuran 10 x 10 cm.
3. Meletakkan sampel secara rata diatas loyang.
4. Memasukkan ke dalam ruang pembekuan ( freezer ).
5. Melakukan pengamatan selama 4 jam .
6. Mencatat dan membuat grafik perubahan suhu selama pembekuan.
3.2.2. Pembekuan pada jahe slise kering / segar
1. Menimbang jahe yang telah diberi perlakuan pendahuluan seberat
100 gram.
2. Menyiapkan loyang berukuran 10 x 10 cm.
3. Meletakkan sampel secara rata diatas loyang.
4. Memasukkan ke dalam ruang pembekuan ( freezer ).
5. Melakukan pembekuan selama 4 jam.
6. Mencatat dan membuat grafik perubahan suhu selama pembekuan.

BAB IV
HASIL
4.1 Hasil Pengamatan
Kapasitas
3

( gr/cm )

Berat

Jahe slise kering

Jahe slise basah

menit ke
0

32 C

32 C

30

24 C

10 C

Jahe Slise

60

23 C

17 C

2,8 gram

90

17 C

20 C

120

20 C

14 C

150

29 C

17 C

180

25 C

9 C

210

28 C

8 C

240

27 C

8 C

Berat

Jahe halus kering

Jahe halus basah

Kapasitas
3

( gr/ cm )

0
0
0
0
0
0

0
0
0

menit ke
0

32 C

32 C

30

19 C

24 C

60

15 C

19 C

Jahe halus

90

18 C

19 C

2,8 gram

120

15 C

13 C

150

25 C

13 C

180

26 C

15 C

210

28 C

10 C

240

27 C

18 C

0
0
0
0
0
0
0
0

Grafik perubahan suhu


35
30
25
suhu
(oC)

20
slice kering
slice

15

basah
halus
kering

10

halus basah

5
0
0

30

60

90
Menit
ke

120

150

180

210

240

BAB V
PERMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan pembekuan pada sampel
jahe, yang terdiri dari jahe slise kering dan basah dan jahe halus (blender) kering
dan basah. Proses pembekuan dilakukan dengan selang waktu 30 menit selama 4
jam dan mencatat setiap perubahan suhunya. Sesuai dengan prosedur kerja yang
ada, pertama kami menimbang berat jahe adalah 2,8 gram, suhu awal pada
semua
sampel jahe adalah 32
mulai

C. Setelah 30 menit suhu pada setiap sampel


0

berubah, pada sampel jahe slise kering suhu 24 C, slise basah 10 C, dan pada
0

sampel jahe halus kering suhu 19 C, pada jahe halus basah suhu 24 C.
Selanjutnya pada waktu menit ke 60 suhu mengalami perubahan kembali,
0

pada jahe slise kering suhu 23 C pada jahe slise basah suhu 17 C, sedangkan
0

pada jahe halus kering suhu 15 C jahe halus basah 19 C.


Selanjutnya pada menit ke 90 suhu pada jahe slise kering 17
0

C pada slise

basah suhu 20 C. Sedangkan pada jahe halus kering suhu 18 C pada jahe halus
0

basah suhu 19 C. Pada menit ke 120 suhu pada jahe slise kering 20 C pada slise
0

basah 14 C, pada sampel jahe halus kering suhu 15 C pada jahe halus basah
suhu
0

13

C. Selanjutnya masih perlakuan yang sama pada menit ke 150

suhu mengalami perubahan kembali setelah diukur, pada jahe slise kering suhu
0

29 C jahe slise basah suhu 17 C, pada jahe halus kering 25 C pada jahe halus
0

basah suhu 13 C. Selanjutnya pada menit ke 180 suhu pada jahe slise kering
0

adalah 25

C pada jahe slise basah suhu 9 C. Pada jahe halus kering suhu 26 C pada jahe
0

halus basah suhu 15 C. Pada menit 210 suhu jahe slise kering 28
0

C pada
0

jahe slise basah suhu 8 C. Sedangkan pada jahe halus kering suhu 28 C pada
0

jahe halus basah 10 C. Selanjutnya pada menit ke 240 atau sudah 4 jam suhu
pada jahe slise kering menjadi 27
0

C pada jahe slise basah suhu 8

C dan

pada jahe halus kering suhu 27 C dan pada jahe halus basah suhu 18 C.
Setelah kami melakukan percobaan pembekuan ini, kami mendapati data suhu
yang tidak signifikan atau data yang kami dapat cenderung naik turun suhu
ketika kami ukur, hal ini disebabkan karena kemungkinan kami kurang teliti

dalam

penggunaan termometer serta freezernya kurang baik, dan kesalahan


dalam pengukuran suhu sehingga data yang kami dapatkan tidak sesuai atau
signifikan.

BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan maka dapat disimpulkan bahwa :
1.

Perhitungan

laju

pembekuan

dapat

dilakukan dengan

menggunakan alat ukur suhu yaitu termometer.


2.

Proses perubahan suhu yang terjadi adalah bahwa suhu yang


kami dapatkan mengalami perubahan yang kurang signifikan karena
tidak teratur atau naik turun,

3.

Pada

proses

pembekuan

jahe

suhu

yang

cenderung

mengalami perubahan yang baik adalah pada sampel jahe halus basah
dan slise basah.

DAFTAR PUSTAKA
Desrosier, N. W. 1969. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah: Muchji
Mulijohardjo.
Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen.
Yogyakarta. Proyek
Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama antar Universitas (Bank Dunia
XVII) PAU
Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.
Tjahjadi, C., dkk. 2011. Bahan Pangan dan Dasar-dasar Pengolahan. Jatinangor.
Universitas Padjadjaran.

LAPORAN kELOMPOK
PT BIO NNUSANTARA TEKNOLOGI (BNT)

PT Bio menerima bahan baku dari buah kebun sendiri maupun dari pihak
petani ada 2 pemasok ang diproses dipabrik. Untuk buah kebun sendiri itu
memang sudah Bagus memiliki rendemen sekitar 2`1% keatas. Mayoritas 95% buah
dari kebun sendiri itu buah kinera, dimana untuk buah luar petani itu variabel
banyak sekali ada buah dura, buah kinera, mayoritas buah dura bisa dikatakan
85% buah dura. Itu permasalahan dipabrik (BNT) sehingga rendemenna menjadi
turun karena buah dura sendiri. Buah dura itu adalah mesokafnya tpis/daging yang
tipis Cuma natnya tebal, natnya/cangkangnya yang tebal, kalo buah kinera natnya
tebal, tetapi cangkangnya tipis, pabrik menginginkan buah kinera untuk
diolah/diproduksi, ada 3 kategori didalam buah; buah kinera, buah pisifera, buah
dura, buah pisifera memiliki daging buah yang sangat tebal, cangkang dan intinya
itu kecil sekali, sehingga pihak pabrik tidak menggunakannya untuk diproduksi
karena bermasalah pada saat mengepress kerjanya menjadi kurang optimal. Oleh
sebab itu, pabrik-pabrik besar kebanyakan melakukan persilangan untuk
menghasilkan bauah kinera yang diinginkan. Buah- buah yang berasal dari petani ini
masih belum begitu paham sekali tentang buah kinera sehingga mereka asal
menanam buah dura. Sehingga sangat merugikan sekali bagi pabrik selaku
pengolah TBS. Itulah yang terjadi apa boleh buat masih tetap pihak pabrik
mengelolahna sesuai dengan tingkat kematangan dari buah.
Semula yang masuk kedalam timbangan, buah akan ditimbang masuk
kedalam sortasi, didalam sortasi akan disortir mana buah ang kecil dibawah 5
akan dipilih berdasarkan ukurannya, dipisahkan menurut ukuran besar kecilna
buah., sehingga kita dapat mengetahui buah yang layak diolah dan buah yang
tidak layak diolah. Buah yang biasa diterima untuk diolah adalah buah fraksi 1/ sudah
mau membrondol atau sudah matang berwarna merah dan jika buah berwarna hitam
gelap itu belum matang. Buat buah petani mendapatkan potongan wajib 3% karena
ada hujan ada potongan lain lagi, karena ada air hujan akan terkontaminasi dengan
TBS, pihak pabrik mengaku rugi 4% karena TBS menyerap air 4% . buah akan
dikembalikan melihat buah jika ada sampah sesuai dengan pipa sehingga akan
mendapatkan net ketimbangan setelah itu masuk ke loading ram tempat
penampungan sementara kemudian buah akan masuk ke lowri (loury) ini semua
menggunakan mesin hidrolik, sehingga operator tinggal mengatur handlenya saja.
Selanjutnya akan dipindahkan ke rll sebelahnya yang akan
masuk
kedalam
stearilizer/perebusan masing-masing louri memiliki kapasitas adalah 2,6 ton/2600
kg. Setelah masuk kedalam rel-rel yang masuk baru dimasukkan kedalam
rebusan/stearilizer baru akanb dimasak atau dikukus seperti kita memasak nasi
dirumah. Dikukus supaya masak dan stearilizer ini berfungsi

sebagai pemisah tandan dengan jamkos, memisahkan mesokaf dengan nat terus
menonaktifkan enzi,m, supaya tidak terjadi ALB ( Kenaikan Asam Lemak
Bebas). Didalam perebusan ini sudah memiliki tensi dalam pengaturan jadi otomatis,
operator tinggal memasukan buah kedalam rebusan buka tutup pintu setelah itu kita
tekan tombol dan akan bekerja dengan sendirinya berdasarkan perintah komputer.
Setelah didalan stearilizer akan diangkat nose, oisting prance, alat
menaikan louri untuk ditumpahkan ke tresser untuk memisahkan jamkos dengan
brondolan itu didalam drum dengan perputaran 21 rpm, selanjutrnhya akan masuk
kedalam under preasure mayor semuanya yang ada disini otomatis yang namanya
auto fidle untuk mendorong buah ke tresser otomatis dengan sendirinya sudah diatur
dengan waktunya kemudian jamkos akan dikeluarkan berupa minyak melalui
pankres.

Anda mungkin juga menyukai