TUTORIAL B2
Disusun oleh:
Jonathan Pratama
Linna Asni
121 0211
Ayulita Hana F
Adhisty Warhanni
Fauzan Hamadah
121 0211
Alkhawarizmi
121 0211
Muhammad Afif
121 0211
121 0211
Siti Fatimah R
121 0211
Diary Arina
121 0211
Annisa Amalia
121 0211
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah
dilimpahkan kepada kami kelompok tutorial B2 selaku penyusun, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Penyusunan makalah ini kami lakukan untuk memenuhi tugas tutorial untuk membuat
makalah dengan judul sindroma dispepsia. Dalam proses penyusunan laporan ini kami
memperoleh banyak dorongan dan bantuan baik berupa bimbingan maupun berupa sumbangan
materi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada rekan rekan lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan , untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami
sendiri sebagai penyusun pada khususnya. Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan.
Terima Kasih.
Penulis
BAB. I
CASE TUTORIAL
KASUS III, 3 KALI PERTEMUAN
TOPIK : SINNDROMA DISPEPSIA (SKDI 4)
LEMBAR 1
ANAMNESIS
Nyonya Elsa 48 tahun seorang pemimpin suatu perusahaan, mengeluh nyeri ulu hati yang
hebat sejak lebih dari 1 bulan yang lalu dan dirasakan semakin mengganggu. Nyeri tersebut
disertai rasa terbakar di daerah dada (retrosternal) terutama saat berbaring ataupun membungkuk
yang tidak memberat dan tidak di pengaruhi aktivitas. Nyonya elsa sering terbangun dari tidur
nya akibat rasa panas di tenggorokan nya serta di daerah ulu hati dan terkadang terasa pahit di
mulutnya. Pasien juga mengeluhkan mual, kembung dan rasa penuh serta tidak nnyaman saat
menelan. Keluhan nyeri yang menjalar ke belakang Tu rasa tertindih beban berat tidak di
tmukan.
Tidak didapatkan keluhan suara serak, batuk, sesak maupuun nyeri dada (manifestasi
ekstraesofageal tidak ada). Nafsu makan biasa dan tidak terdapat penurunan berat badan. Buang
air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan dan warna tidak berbeda dari biasanya. Pasien
mengaku sering merokok (1 bungkus sehari). Pasien sering makan porsi besar dan jarang
berolahraga. Riwayat pengibatan dengan sirup maag tetapi tidak ada perbaikan.
LEMBAR II
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
BB TB
Kesadaran
Mata
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: udem -/-
LEMBAR III
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
Hb
: 14 gr / dl
Ht
: 45 %
Eritrosit
: 5 juta / mm3
Leukosit
: 5000 / mm3
Trombosit
: 250.000 / ul
LED
: 10 mm / jam
Hipotesis
1)
2)
3)
4)
GERD
Gastritis
Ulkus peptikum
Pankreatitis
Pemeriksaan
1) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
BB TB
Kesadaran
Mata
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
2) Pemeriksaan LAB
Darah rutin
Hb
Ht
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
LED
Mekanisme
(-)
IDK & LI
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
BAB. II
PEMBAHASAN
ANATOMI DAN FISIOLOGI
LAMBUNG
Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah arcus costalis sinistra
sampai regio epigastrica an umbilicalis. Sebagian besar gaster terletak di bawah costae bagian
bawah. Secara kasar gaster berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan
ostium pyloricum; dua curvatura, curvatura major dan curvatura minor; dan dua dinding, paries
anterior dan paries posterior.
Secara umum lambung di bagi menjadi 3 bagian:
1. kardia/kelenjar ditemukan di regia mulut lambung . Ini hanya mensekresi mukus
2. fundus/gastric terletak hampir di seluruh corpus, yang mana kelenjar ini memiliki tiga tipe
utama sel, yaitu :
Sel parietal, mensekresi asam hidroklorida dan factor intrinsic. Faktor intrinsic
diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dalam usus halus.
Sel leher mukosa ditemukan pada bagian leher semua kelenjar lambung. Sel ini
mensekresi barier mukus setebal 1 mm dan melindungi lapisan lambung terhadap
kerusakan oleh HCL atau autodigesti.
3. pilorus terletak pada regia antrum pilorus. Kelenajr ini mensekresi gastrin dan mukus, suatu
hormon peptida yang berpengaruh besar dalam proses sekresi lambung.
Lapisan Lapisan Lambung
Dua lapisan peritoneum visceral menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum,
memanjang kearah hati membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang kelaur dari organ
satu menuju organ lain disebut ligamentum. Pada kurvatura mayor peritoneum terus kebawah
membentuk omentum mayus.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis:
serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esofagus,
serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot
sfingter; dan berada di bawah lapisan pertama, dan
serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari
orifisium kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura minor (lengkung
kecil).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe.
Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan atau rugue,
yang hilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan.
4. Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran limfe. Semua sel-sel
itu mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini dilintasi saluran-saluran kecil dari
kelenjar-kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari kelenjar lambung tubuler yang bercabangcabang dan lubang-lubang salurannya dilapisi oleh epithelium silinder. Epithelium ini
bersambung dengan permukaan mukosa dari lambung. Epithelium dari bagian kelejar yang
mengeluarkan sekret berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah lambung.
Persarafan dan Aliran Darah Pada Lambung
Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf parasimpatis untuk lambung di
hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus
gastric, pilorik, hepatic dan seliaka.
Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum. Serabut-serabut
afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus auerbach dan
Fungsi reservoir
Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicernakan dan bergerak ke
saluran pencernaan. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan
relaksasi reseptif otot polos yang diperantarai oleh saraf vagus dan dirangsang oelh gastrin.
Fungsi mencampur
Diatur oleh pembukaan sfingter pylorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman,
aktivitas osmotis, keadaan fisisk, emosi, obat-obatan dan kerja. Pengosongan lambung di atur
oleh saraf dan hormonal
2. Fungsi pencernaan dan sekresi
Sintesis dan pelepasan gastrin. Dipengaruhi oleh protein yang di makan, peregangan
antrum, rangsangan vagus
Sekresi factor intrinsik. Memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian
distal.
sangat asam di perut (pH=2) dan menjadi inaktif di lingkungan yang basa. Pepsin disekresikan
menjadi bentuk inaktif yang disebut pepsinogen, sehingga tidak dapat mencerna protein di sel-sel
zymogenic yang memproduksinya. Pepsinogen tidak akan diubah menjadi pepsin aktif sampai ia
melakukan kontak dengan asam hidroklorik yang disekresikan oleh sel parietal. Kedua, sel-sel
lambung dilindungi oleh mukus basa, khususnya setelah pepsin diaktivasi. Mukus menutupi
mukosa untuk membentuk hambatan antara mukus dengan getah lambung.
Enzim lain dari lambung adalah lipase lambung. Lipase lambung memecah trigliserida rantai
pendek menjadi molekul lemak yang ditemukan dalam susu. Enzim ini beroperasi dengan baik
pada pH 5-6 dan memiliki peranan terbatas pada lambung orang dewasa. Orang dewasa sangat
bergantung pada enzim yang disekresikan oleh pankreas (lipase pankreas) ke dalam usus halus
untuk mencerna lemak. Lambung juga mensekresikan renin yang penting dalam mencerna susu.
Renin dan Ca bereaksi pada susu untuk memproduksi curd. Penggumpalan mencegah terlalu
seringnya lewatnya susu dari lambung menuju ke duodenum (bagian pertama dari usus halus).
Rennin tidak terdapat pada sekresi lambung pada orang dewasa.
Enzim dan Hormon yang Berperan dalam Pencernaan di Lambung
1. Hormon Gastrin
Kerja
Makna fisiologis
1. mempermudah pencernaan
2. mempermudah absorpsi dalam
usus
3. merangsang sekresi enzim pancreas
3. mempermudah pencernaan
4. mempermudah pencernaan
5. mempermudah metabolisme
glukosa
6. merangsang pergerakan lambung & usus
7. mempermudah relaksasi reseptif lambung
6.mempermudah pencampuran
7.lambung dapat dengan mudah
meningkatkan volume,
tanpa
meningkatkan tekanan
pengosongan
lambung
9.
memungkinkan
SINDROM DISPEPSIA
Definisi
Kumpulan gejala atau sindrom nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat
kenyang, sendawa. Keluhan klinis dapat menerap untuk waktu tertentu atau dapat mengalami
kekambuhan.
Keluhan pada dyspepsia :
Nyeri perut (abdominal discomfort)
Rasa pedih di ulu hati
Mual, kadang muntah
Rasa lekas kenyang
Perut kembung
Rasa panas di dada dan perut
Regurgitasi
Banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (ruktus)
Epidemiologi
20 40% orang dewasa yang ke klinik gastroenterology.
2 5% pasien fasilitas kesehatan umum.
Prevalensi dyspepsia 12 45%.
Insidens dyspepsia per tahun 1 11,5%.
Etiologi
Klasifikasi
Dispepsia Organik
Dispepsia tukak
Dispepsia Fungsional
Dispepsia mirip dismotilitas
hati.
Dispepsia bukan tukak
Refluks gastroesofageal
makan.
Penyakit saluran empedu
Nyeri di perut kanan atas yang menjalar ke punggung dan
bahu kanan.
Karsinoma
lingkungan.
Penyakit lain
Jantung iskemik: perut kembung, perasaan cepat kenyang.
Angina: keluhan menyerupai refluks gastroesofageal.
Infark miokard dinding inferior: sakit perut di atas, mual,
kembung.
Diagnosis
Pemeriksaan lab
Endoskopi (esofagogastro-duodenoskopi)
Waktu pengosongan lambung
Radiologis
USG
Elektrogastrografi
Manometri antro-duoneal
Tata Laksana
Penderita keluhan ringan umumnya dapat dilakukan degan berobat jalan, sedangkan yang
mempunyai keluhan berat dengan atau tanpa komplikasi dianjurkan dirawat di RS.
Terapi non-farmako
1. Diit
Makan sedikit berulang kali, makan banyak yang mengandung susu dalam porsi kecil.
Makanan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang HCl.
2. Terapi psikologis
Terapi farmako
1. Antasida
pasien gejala GERD tidak khas sehingga tidak dapat dijadikan pegangan untuk menegakkan
diagnosis.
Patofisiologi GERD
Ada beberapa faktor yang berperan untuk terjadinya GERD, yaitu:
1.
Mekanisme antirefluks.
2.
3.
4.
5.
mana tekanan mendekati 0, maka terjadi refluks. Fenomena ini dapat menjelaskan pada pasien
yang mengalami gangguan kelemahan otot yang sering mengalami refluks.Secara fisiologi
normal, relaksasi terjadi karena adanya rangsangan bolus makanan yang akan memasuki
lambung seperti penjelasan di atas. Keadaan lain adalah rangsangan gas dari lambung. Tekanan
gas yang terkumpul di lambung akan mengirim informasi melalui reseptor di lambung ke medula
spinalis melalui nukleus traktus solitarius dan menyebabkan relaksasi SEB. Di medula spinalis
terdapat reseptor G-Aminobutyric Acid B (GABAB). Perangsangan reseptor ini akan
menghambat relaksasi otot SEB. Blok reseptor kolienergik juga dapat menghambat relaksasi otot
SEB. Relaksasi SEB dirangsang melalui reseptor kolesitokinin-A pada otot SEB.
d. Hiatal hernia. Esofagus membentang dari thoraks sampai abdomen melewati diafragma yang
disebut dengan hiatus esophagus. Ketika diafragma kontraksi atau pada saat inspirasi, maka
diafragma menjepit esophagus. Efek ini penting sebagai antirefluks pada saat inspirasi dan
peningkatan tekanan intraabdomen. Banyak kasus GERD yang berat karena adanya hiatal hernia
di mana bagian fundus gaster masuk ke hiatal hernia. Kondisi ini menyebabkan mengganggu
tekanan SEB sehingga peningkatan tekanan intraabdomen menyebabkan refluks. Ada dua hal
yang mempengaruhi tekanan SEB yaitu otot intrinsik yang berasal dari otot esofagus dan otot
ekstrinsik yang berasal dari crural diafragma. Pada kasus hiatal hernia, SEB berada di rongga
thoraks. Jadi walaupun tonus SEB normal tapi kalau terpisah dari crural esofagus maka akan
mudah terjadi refluks.
2. Kandungan asam lambung
Yang menyebabkan injuri mukosa esofagus adalah cairan lambung yang bersifat kaustik. Zat
yang terkandung di cairan lambung yang bersifat kaustik adalah asam lambung, pepsin, cairan
empedu, dan enzim pankreas. Atas dasar inilah peran PPI untuk menghambat sekresi asam
lambung dan pepsin penting dalam penatalaksanaan GERD. Juga perlambatan pengosongan
lambung akan menyebabkan produksi asam lambung meningkat dan juga menyebabkan
penurunan tonus SEB yang menetap. Oleh karena itu kondisi tersebut meningkatkan risiko
GERD.
3. Resistensi sel epitel esofagus
Sel epitel esofagus adalah faktor yang berperan sebagai proteksi terhadap injuri. Telah diketahui
kalau pada orang normal terjadi refluks. Oleh karena itu sel epitel penting untuk mencegah
esofagitis. Akan tetapi bila kejadian refluks terus berlangsung lamakelamaan akan merusak epitel
juga sebagai benteng pertahanan.
4. Mekanisme bersihan esofagus
Material kautik yang berasal dari lambung masuk ke esofagus normalnya akan cepat dibersihkan.
Ada 4 mekanisme yang berperan:
Gaya gravitasi.
Peristaltik.
Saliva.
Produksi bikarbonat esofagus.
Bila material lambung masuk ke esofagus, maka keempat mekanisme tersebut bekerja
bersamaan. Pada penderita skleroderma risiko GERD meningkat melalui mekanisme bersihan
esofagus yang tidak normal. Pada saat tidur atau bungkuk risiko terjadi GERD akan tetapi ada
mekanisme lain sebagai proteksi, maka GERD terhindari. Rokok akan meningkatkan risiko
GERD melalui peningkatan produksi asam dan penurunan produksi saliva.
5. Infeksi Helicobacter pylori
Infeksi bakteri ini sudah diketahui akan meningkatkan risiko kanker lambung. Tapi kuman ini
tidak menginfeksi esofagus. Malahan merupakan sebagai faktor menurunkan risiko GERD.
Diduga karena infeksi Helicobacter pylori akan menurunkan produksi asam lambung. Saat ini
hubungan infeksi Helicobacter pylori dan patogenesis GERD masih kontroversi.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala atipikal
(ekstraesofagus). Gejala GERD 70% merupakan tipikal, yaitu:
1. Heart burn. Heart burn adalah sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heart burn
adalah gejala yang tersering.
2. Regurgitasi. Regurgitasi adalah kondisi di mana material lambung terasa di pharing.
Kemudian mulut terasa asam dan pahit. Kejadian ini dapat menyebabkan komplikasi paru-paru.
3. Disfagia. Disfagia biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur.
Gejala atipikal (ekstraesofagus) seperti batuk kronik dan kadang wheezing, suara serak,
pneumonia asmpirasi, fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak. Data yang ada
kejadian suara serak 14,8%, bronkhitis 14%, disfagia 13,5%, dispepsia 10,6%, dan asma 9,3%.
Kadang-kadang gejala GERD tumpang tindih dengan gejala klinis dispepsia sehigga keluhan
GERD yang tipikal tidak mudah ditemukan. Spektrum klinik GERD bervariasi mulai gejala
refluks berupa heart burn, regurgitasi, dispepsia tipe ulkus atau motilitas. Terdapat dua kelompok
GERD yaitu GERD pada pemeriksaan endoskopi terdapat kelainan esofagitis erosif yang
ditandai dengan mucosal break dan yang tidak terdapat mucosal break yang disebut Non Erosive
Reflux Disease (NERD). Manifestasi klinis GERD dapat menyerupai manifestasi klinis dispepsia
berdasarkan gejala yang paling dominan adalah:
Manifestasi klinis mirip refluks yaitu bila gejala yang dominan adalah rasa panas di dada
seperti terbakar.
Manifestasi klinis mirip ulkus yaitu bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati.
Manifestasi klinis dismotilitas yaitu gejala yang dominan adalah kembung, mual, dan cepat
kenyang.
Manifestasi klinis campuran atau nonspesifik.
Untuk menilai derajat esofagitis digunakan klasifikasi Los Angeles.
Tabel 1. Klasifikasi Los Angeles
Spektrum Klinis GERD di Beberapa Negara
Menurut Melleney dan Willoughby di Inggris, dari 84 pasien dengan manifestasi klinis dispepsia
yang di endoskopi didapatkan 11,9% normal, 35,7% esofagitis, 28,6% hiperemis ringan di
mukosa gaster atau duodenum, 4,8% ulkus peptik, 7,1% kanker esofagus dan gaster, dan
kelainan ringan 11,9%. Di Indonesia data dari rumah sakit yang mempunyai fasilitas endoskopi
didapatkan hasil dispepsia fungsional 60-70%, refluks esofagus 10-20%, tukak peptik 10-15%,
keganasan lambung 2-5%. Ada pula pasien dispepsia dengan keluhan yang tumpang tindih
seperti rasa terbakar di dada dan nyeri bagian tengah abdomen (42,7%). Juga didapatkan data
bahwa pasien dengan diagnosa ulkus peptikum 28% dengan keluhan heart burn. Data lain
keluhan nyeri epigastrium didapatkan 9% ulkus dan 14% esofagitis. Penelitian oleh Syafruddin
di RSCM yang berhubungan dengan keluhan esofagitis adalah disfagia 10%, mual 26,7%, nyeri
ulu hati 33,3%, esofagitis 22,8%, dan kembung 40%. Sedangkan penelitian oleh Poeniati
didapatkan keluhan rasa panas di dada seperti terbakar (heart burn) 24,7% dan muntah 26,7%.
Dengan demikian ada beberapa kasus GERD dengan manifestasi klinis dispepsia.
Dari penelitian Syafruddin didapatkan esofagitis derajat ringan (derajat 1 dan 2) sebesar 36,6%,
dan tidak didapatkan derajat 3 dan 4. Sedangkan penelitan Marshal dkk derajat 3 dan 4 mencapai
4%. Berdasarkan data endoskopi dari bagian gastroenterologi FKUIRSCM dari tahun 2003-2005
kasus esofagitis tidak jauh berbeda dari sebelumnya yaitu sebesar 22,24%. Penyakit ini cukup
sering yang membuat seseorang berobat ke dokter umum maupun ahli penyakit dalam.
Penelitian yang dilakukan Khek Yu Ho dkk di Asia membagi menjadi 3 etnis yaitu Cina, Melayu
dan India. Gejala regurgitasi >1 kali dalam seminggu pada etnis India 11%, Melayu 2,1%, Cina
0,4%. Sedangkan gejala heart burn pada etnis India 5,3%, Melayu 3%, Cina 0,4%. Di barat
didapatkan gejala regurgitasi dan heart burn lebih banyak dari pada di Asia sebesar 29-44%.
Heart burn pada wanita hamil di Singapura dilaporkan sebesar 23% sedangkan di negara barat
50%.
Penelitian Swarnjit Singh dkk meneliti hubungan antara keluhan heart burn dan chest pain
dengan GERD. Mereka menemukan data bahwa keluhan heart burn merupakan keluhan yang
bermakna dihubungkan dengan GERD dengan sensitivitas 93% dan spesifisitas 71%. Sedangkan
chest pain tidak ada hubungan yang bermakna dengan GERD.
Penelitian Ho June Song dkk meneliti gejala atipikal GERD berupa gejala dispepsi predominan
nyeri dan predominan dismotilitas yang dihubungkan dengan temuan esofagitis. Hasilnya adalah
didapatkan hasil yang bermakna antara gejala dispepsi predominan nyeri dengan GERD
(p<0,001).Jose D Sollano dkk meneliti erosif esofagitis derajat A dan B di Philipina. Dari jumlah
sampel 15.981 didapatkan gejala erosif esofagitis antara lain nyeri epigastrium (p<0,001), pirosis
(p=0,281), regurgitasi (p=0,544), disfagia (p=0,193), perdarahan saluran cerna bagian atas
(p=0,138), muntah (p<0,001), dan kembung (p=0,190).
Penelitian yang dilakukan di Jepang menemukan terdapat hubungan antara gejala berat heart
burn, regurgitasi, disfagia, dan odynophagia yang semakin berat dengan grade esofagitis
(gambar).
membedakan antara GERD dan dispepsi. Oleh karena itu dibutuhkah guideline untuk mendeteksi
GERD agar penatalaksanaan lebih tepat dan cepat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Saat ini di keluarkan konsensus yang dimotori oleh 18 negara yang terdiri dari ahli di bidang
gastroenterologi untuk mempermudah diagnosis GERD di puskesmas. Walaupun demikian untuk
menegakkan GERD dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis walaupun mempunyai
sensitivitas yang lebih rendah daripada dengan pemeriksaan endoskopi. Berdasarkan penelitian
yang sudah dilakukan di beberapa negara, gejala-gejala yang ditemukan pada pasien GERD
dapat menjadi pertimbangan dalam menegakkan diagnosis. Kalau melihat datadata penelitian
yang sudah dilakukan, gejala tipikal GERD seperti heart burn dan regurgitasi yang mempunyai
sensitivitas 93% dan spesivisitas 71% dapat menjadi pertimbangan untuk memutuskan memulai
terapi GERD. Walaupun ada juga GERD dengan manifestasi klinis dispepsi yang merupakan
gejala atipikal GERD. Akan tapi dispepsi predominan nyeri dapat pula dipertimbangkan sebagai
gejala GERD. Selain itu gejala ekstraesofagus dan faktor risiko dapat menjadi pertimbangan
dalam menegakkan diagnosis GERD. (tabel 2)
Tabel 2.
Untuk mendiagnosa GERD dari keluhan tidak mudah. Oleh karena itu diperlukan juga
pemeriksaan penunjang lain. Pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis GERD adalah dengan
pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas dan ditemukan mucosal break di esofagus. Tetapi
untuk mendiagnosis NERD tidak ada pemeriksaan standar. Sehingga untuk melakukan diagnosis
digunakan pedoman:
Tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi.
Pemeriksaan pH esofagus dengan hasil positif.
Terapi empiris yang dikenal dengan tes PPI
Ada beberapa pemeriksaan untuk diagnosis GERD yaitu:
1. Pemeriksaan Esofagogram.Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan
lipatan mukosa esofagus, erosi dan striktur. Pemeriksaan ini mempunyai akurasi 24,6% untuk
esofagitis ringan, 81,6% esofagitis sedang, dan 98,7% esofagitis berat.
3. Pembedahan antireflux
Modalitas ini bersifat individu. Terapi ini dilakukan apabila dengan pengobatan medikamentosa
gagal. Operasi dilakukan bila pemeriksaan manometri menunjukkan motilitas esofagus normal.
Indikasi lain adalah untuk memperbaiki diafragma pada kasus hiatus hernia.
4. Terapi endoskopi
Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah radiofrekuensi, endoscopic suturing,
dan endoscopic emplatation. Radiofrekuensi adalah dengan memanaskan gastroesophageal
junction. Tujuan dari jenis terapi ini adalah untuk mengurangi penggunaan obat, meningkatkan
kualitas hidup, dan mengurangi reflux.
5. Follow up. Menurut beberapa studi observasi, bila selama 10 tahun tidak ada perubahan
gejala, maka sebaiknya dilakukan endoskopi ulang dan selanjutnya dilakukan setiap 10 tahun.
Komplikasi
1.
Erosif esofagus. Keadaan ini paling sering terjadi yaitu suatu inflamasi mukosa esofagus.
2.
Esofagus barretts. Adalah komplikasi jangka panjang. Benyak penelitian sudah membuktikan
ada hubungan antara reflux jangka panjang dengan insiden esofagus Barretts.
3.
Striktur esofagus. Jika reflux berlangsung secara kronik, dan inflamasi berlangsung lama dapat
menyebabkan striktur.
Kesimpulan
GERD adalah suatu kondisi kronik yang memerlukan terapi jangka lama. Pengobatan untuk
mengurangi gejala terus menerus kadang kala diperlukan untuk kenyamanan pasien, dan yang
menjadi masalah adalah dalam menegakkan diagnosis memerlukan pemeriksaan yang invasif.
Walaupun demikian dari anamnesis gejala klinis tipikal, adanya faktor risiko dan tes PPI dapat
menegakkan diagnosis GERD lebih dini sehingga komplikasi dapat dicegah. Penatalaksanaan
GERD dapat berupa pengobatan nonfarmakologis seperti mengubah gaya hidup diperlukan
dalam penatalaksanaan pasien. Penggunaan PPI diperlukan untuk mengurangi gejala reflux.
Untuk pasien yang sudah lanjut mengalami komplikasi penggunaan PPI setiap hari diperlukan.
GASTRITIS
DEFINISI
Adalah inflamasi mukosa lambung
(Horrison, 1549)
ETIOLOGI
1. Helicobacter Pylori
2. Autoimun
3. OAINS
Mual
Muntah (kadang2)
KLASIFIKASI
GASTRITIS AKUT
suatu peradangan berat yg terjadi secara tiba2 pada lapisan lambung, terbagi menjadi 2 :
1) Gastritis Eksogen Akut
Tipe gastritis ini biasanya disebabkan oleh faktor2 dari luar, misalnya :
>
bahan kimia
>
termis
>
mekanis
>
iritasi bakterial
ETIOLOGI
makanan/minuman yg panas atau yg dapat merusak mukosa lambung (alkohol, salisilat,
keracunan makanan yg mengandung toksin stafilokok)
GEJALA
timbulnya penyakit secara mendadak dengan keluhan :
> rasa nyeri pada epigastrium
> nausea, vomitus
> saat serangan penderita berkeringat, gelisah, kesakitan pada perut, panas, takikardi
(biasanya sembuh kembali 1-2 hari kemudian)
PATOLOGI
ditemukan mukosa hiperemi, erosi, eksudat purulent, petekhie
* alkohol : 7-20 hari tak dijumpai kelainan lagi
* keracunan makanan yg mengandung toksin
normal
TERAPI
selama fase akut, perllu mendapat istirahat mutlak selama 1-2 hari
hari ke 1 :
sebaiknya jangan diberi makan, dicoba dengan memberi cairan (air teh hangat dengan
gula & mineral). Bila masih kesakitan,berikan cairan infus.
hari ke 2 :
diberi sup susu, bouillon dengan garam, terutama setelah banyak muntah
hari ke 3 :
boleh makan bubur, telur 1/2matang, dll (makanan lembek). Makanan ini dipertahankan
selama seminggu setelah keluhan hilang
ETIOLOGI
obat-obatan & bahan kimia yg bersifat korosif :
1. asam pekat : hydrochloric, asam sulfat, oxalix asetat, asam nitrat, asam format
2.
PATOLOGI
1. inflamasi ringan-berat (hiperemi, kongesti, udema, erosi, ulserasi) tergantung kepada
konsentrasi, sifat korosiv, banyaknya dosis & lamanya bahan tsb dr lambung
2. perdarahan mukosal
3. bahan korosif menyebabkan timbulnya kerak pada mukosa mulut / mukosa lambung
(bentuk & warna tergantung zat yg diminum)
> asam sulfat
: coklat kehitaman
> nitrat
: kuning
GEJALA
Umum : kolaps, kulit dingin, takikardi, sianosis
lokal
TERAPI
Jika Kolaps : beri infus 5 % albumin & aramin (100 mg dalam 1000 cc)
Jika penyebabnya asam : berikan susu, albumin, dan lakukan pengurasan lambung
Selama beberapa hari jangan diberi makan
DEFINISI
Gastritis ini oleh karena toksin/ bakteri yg beredar dalam darah & masuk ke dalam
jantung
Gejala yg timbul bukan disebabkan oleh karena langsung dr mikroorganisme pd
mukosa lambung, melainkan bahwa toksin yg dikeluarkan oleh mikroorganisme yg
beredar melalui pembuluh darah menyebabkan nekrosis pd kelenjar2 lambung
erosi
Mikroskopik : terlihat infiltrasi leukosit
ETIOLOGI
terlihat pada morbili, scarlet fever, sepsis, diphteri, influenza, pneumonia, variola,
typhoid
GEJALA
Anoreksia, vomitus
Perasaan seperti tertekan diperut bagian bawah
TERAPI
Dianjurkan memakan makanan lembek & tidak merangsang vomitus
Memberikan pengobatan terhadap penyakit2 yg menyebabkan
DEFINISI
adalah suatu proses inflamasi bersifat purulen dari dinding lambung yg difus & lokal
ETIOLOGI
disebabkan karena invasi langsung dari bakteri piogen (streptokokus, stafilokokus,
eschericia coli)
GEJALA
Keluhan yg ditimbulkan mendadak :
nyeri hebat pada epigastrium
nausea, vomitus
perasaan tegang pada epigastrium
Panas tinggi
kelemahan
Px. FISIK
lidah kering
panas tinggi
nadi cepat & lemah
ekstremitas sianosis
pernafasan cepat
abdomen lembek,nyeri tekan
bilamana abses terjasi perforasi, maka pus dapat dijumpai bersama dengan apa yg
dimuntahkan
PROGNOSIS
sebagian besar penderita meninggal dalam waktu beberapa hari
Penyembuhan spontan jarang sekali terjadi
TERAPI
Tindakan pembedahan merupakan indikasi
Pada abses lokal perlu dilakukan drainase
Pada penderita dengan flegmon difus perlu gastrektomi
Antibiotik perlu diberikan (dicoba pada mereka yg septikemia)
(Gastroenterologi UNPAD )
GASTROENTERITIS
Definisi
Infeksi pada saluran pencernaan biasanya mengahasilkan gejala berupa diare, nyeri abdomen,
dan kadang muntah.
Penyembuhan spontan < 4 hari, maka pemeriksaan organisme spesifik hanya dilakukan pada:
Pasien lansia
Pasien immunocompromised
Gejala > 5 hari
Epidemik
Epidemiologi
Diperkirakan tiga sampai lima miliar kasus gastroenteritis terjadi di seluruh dunia setiap tahun,
terutama menjangkiti anak-anak dan orang di negara berkembang.
Ini mengakibatkan sekira 1,3 juta kematian pada anak-anak di bawah usia lima tahun sejak 2008,
sebagian besar kasus terjadi di negara-negara paling miskin di dunia. Lebih dari 450.000
kematian tersebut disebabkan oleh rotavirus pada anak di bawah usia 5 tahun.
Etiologi
Agen infeksius
Malabsorpsi makanan di usus
Makanan beracun
Faktor psikologis
Gejala Klinis
Demam
Mual dan muntah
Nyeri perut
Patofisiologi
Diagnosis
Kultur feses dan mikroskopik
Serologi
Sigmoidoskopi dan biopsy
Rontgen dan aspirasi sendi
Tata Laksana
Farmako
Non-farmako
Cuci tangan
Cuci buah dan sayur
REFERENSI