Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH TUTORIAL

CASE 3 SINDROM DISPEPSIA

TUTORIAL B2
Disusun oleh:
Jonathan Pratama

121 0211 011

Linna Asni

121 0211

Ayulita Hana F

121 0211 046

Adhisty Warhanni

121 0211 152

Fauzan Hamadah

121 0211

Alkhawarizmi

121 0211

Muhammad Afif

121 0211

Nike Dwi Putri

121 0211

Siti Fatimah R

121 0211

Diary Arina

121 0211

Annisa Amalia

121 0211

Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta


Tahun Ajaran 2014 / 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah
dilimpahkan kepada kami kelompok tutorial B2 selaku penyusun, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Penyusunan makalah ini kami lakukan untuk memenuhi tugas tutorial untuk membuat
makalah dengan judul sindroma dispepsia. Dalam proses penyusunan laporan ini kami
memperoleh banyak dorongan dan bantuan baik berupa bimbingan maupun berupa sumbangan
materi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada rekan rekan lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan , untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami
sendiri sebagai penyusun pada khususnya. Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan.
Terima Kasih.

Penulis

BAB. I
CASE TUTORIAL
KASUS III, 3 KALI PERTEMUAN
TOPIK : SINNDROMA DISPEPSIA (SKDI 4)
LEMBAR 1
ANAMNESIS
Nyonya Elsa 48 tahun seorang pemimpin suatu perusahaan, mengeluh nyeri ulu hati yang
hebat sejak lebih dari 1 bulan yang lalu dan dirasakan semakin mengganggu. Nyeri tersebut
disertai rasa terbakar di daerah dada (retrosternal) terutama saat berbaring ataupun membungkuk
yang tidak memberat dan tidak di pengaruhi aktivitas. Nyonya elsa sering terbangun dari tidur
nya akibat rasa panas di tenggorokan nya serta di daerah ulu hati dan terkadang terasa pahit di
mulutnya. Pasien juga mengeluhkan mual, kembung dan rasa penuh serta tidak nnyaman saat
menelan. Keluhan nyeri yang menjalar ke belakang Tu rasa tertindih beban berat tidak di
tmukan.
Tidak didapatkan keluhan suara serak, batuk, sesak maupuun nyeri dada (manifestasi
ekstraesofageal tidak ada). Nafsu makan biasa dan tidak terdapat penurunan berat badan. Buang
air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan dan warna tidak berbeda dari biasanya. Pasien
mengaku sering merokok (1 bungkus sehari). Pasien sering makan porsi besar dan jarang
berolahraga. Riwayat pengibatan dengan sirup maag tetapi tidak ada perbaikan.
LEMBAR II
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: tampak sakit sedang.

BB TB

: 170 cm 100 kg (BMI 34,60)

Kesadaran

: compos mentis TD : 120 / 82 mmHg RR : 16x / menit


Nadi : 82x / menit S : 37,2 C

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

Leher

: dalam batas normal.

Thorax

: jantung / paru dalam batas normal

Abdomen

: I : permukaan perut datar


A : bising usus (+) normal
P : nyeri tekan pada epigastrium (+) dan supel
P : timpani pada seluruh permukaan abdomen

Ekstremitas

: udem -/-

LEMBAR III
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang
Darah rutin
Hb

: 14 gr / dl

Ht

: 45 %

Eritrosit

: 5 juta / mm3

Leukosit

: 5000 / mm3

Trombosit

: 250.000 / ul

LED

: 10 mm / jam

LEARNING PROGRESS ISSUE


Terminologi
(tidak ada)
Problem

KU : nyeri ulu hati sejak 1 bulan lalu.


RPS : rasa terbakar, rasa panas tenggorokan& ulu hati, rasa pahit di mulut, mual,
kembung, rasa penuh, tidak nyaman saat menelan, nafsu makan normal, tiddak ada

penurunan BB, BAB dan BAK normal


RPSos : merokok (1 bungkus / hari), makan porsi besar, jarang olah raga.
RPD : minum obat maag tidak ada perubahan.

Hipotesis
1)
2)
3)
4)

GERD
Gastritis
Ulkus peptikum
Pankreatitis

Pemeriksaan
1) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
BB TB
Kesadaran
Mata
Leher
Thorax
Abdomen

Ekstremitas
2) Pemeriksaan LAB
Darah rutin
Hb
Ht
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
LED

: tampak sakit sedang.


: 170 cm 100 kg (BMI 34,60)
: compos mentis TD : 120 / 82 mmHg RR : 16x / menit
Nadi : 82x / menit S : 37,2 C
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
: dalam batas normal.
: jantung / paru dalam batas normal
: I : permukaan perut datar
A : bising usus (+) normal
P : nyeri tekan pada epigastrium (+) dan supel
P : timpani pada seluruh permukaan abdomen
: udem -/: 14 gr / dl
: 45 %
: 5 juta / mm3
: 5000 / mm3
: 250.000 / ul
: 10 mm / jam

Mekanisme
(-)
IDK & LI
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Anatomi & fisiologi esofagus & gaster


GERD
Ulkus peptikum gaster & usus
Gastritis
Gastroenteritis
Talak GERD
Dispepsia fungsional & organik

BAB. II
PEMBAHASAN
ANATOMI DAN FISIOLOGI
LAMBUNG

Anatomi Lambung (Gaster)

Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah arcus costalis sinistra
sampai regio epigastrica an umbilicalis. Sebagian besar gaster terletak di bawah costae bagian
bawah. Secara kasar gaster berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan
ostium pyloricum; dua curvatura, curvatura major dan curvatura minor; dan dua dinding, paries
anterior dan paries posterior.
Secara umum lambung di bagi menjadi 3 bagian:
1. kardia/kelenjar ditemukan di regia mulut lambung . Ini hanya mensekresi mukus
2. fundus/gastric terletak hampir di seluruh corpus, yang mana kelenjar ini memiliki tiga tipe
utama sel, yaitu :

Sel zigmogenik/chief cell, mesekresi pepsinogen. Pepsinogen ini diubah menjadi


pepsin dalam suasana asam. Kelenjar ini mensekresi lipase dan renin lambung yang
kurang penting.

Sel parietal, mensekresi asam hidroklorida dan factor intrinsic. Faktor intrinsic
diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dalam usus halus.

Sel leher mukosa ditemukan pada bagian leher semua kelenjar lambung. Sel ini
mensekresi barier mukus setebal 1 mm dan melindungi lapisan lambung terhadap
kerusakan oleh HCL atau autodigesti.

3. pilorus terletak pada regia antrum pilorus. Kelenajr ini mensekresi gastrin dan mukus, suatu
hormon peptida yang berpengaruh besar dalam proses sekresi lambung.
Lapisan Lapisan Lambung

Lambung terdiri atas empat lapisan :


1. Lapisan peritoneal luar atau lapisan serosa yang merupakan bagian dari peritoneum viseralis.

Dua lapisan peritoneum visceral menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum,
memanjang kearah hati membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang kelaur dari organ
satu menuju organ lain disebut ligamentum. Pada kurvatura mayor peritoneum terus kebawah
membentuk omentum mayus.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis:

serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esofagus,

serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot
sfingter; dan berada di bawah lapisan pertama, dan

serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari
orifisium kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura minor (lengkung
kecil).

3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe.
Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan atau rugue,
yang hilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan.
4. Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran limfe. Semua sel-sel
itu mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini dilintasi saluran-saluran kecil dari
kelenjar-kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari kelenjar lambung tubuler yang bercabangcabang dan lubang-lubang salurannya dilapisi oleh epithelium silinder. Epithelium ini
bersambung dengan permukaan mukosa dari lambung. Epithelium dari bagian kelejar yang
mengeluarkan sekret berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah lambung.
Persarafan dan Aliran Darah Pada Lambung
Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf parasimpatis untuk lambung di
hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus
gastric, pilorik, hepatic dan seliaka.
Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum. Serabut-serabut
afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus auerbach dan

submukosa ( meissner ) membentuk persarafan intrinsic dinding lambung dan mengkoordinasi


aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Suplai darah dilambung berasal dari arteri seliaka. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis
adalah arteri duodenalis dan pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang
bulbus posterior duodenum. Tukak dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri itu
menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum serta berasal dari pankreas,
limpa dan bagian lain saluran cerna berjalan ke hati melalui vena porta.
Fisiologi Lambung
Secara umum gaster memiliki fungsi motorik dan fungsi pencernaan & sekresi, berikut fungsi
Lambung:
1. Fungsi motorik

Fungsi reservoir

Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicernakan dan bergerak ke
saluran pencernaan. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan
relaksasi reseptif otot polos yang diperantarai oleh saraf vagus dan dirangsang oelh gastrin.

Fungsi mencampur

Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya dengan getah


lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung.

Fungsi pengosongan lambung

Diatur oleh pembukaan sfingter pylorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman,
aktivitas osmotis, keadaan fisisk, emosi, obat-obatan dan kerja. Pengosongan lambung di atur
oleh saraf dan hormonal
2. Fungsi pencernaan dan sekresi

Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL

Sintesis dan pelepasan gastrin. Dipengaruhi oleh protein yang di makan, peregangan
antrum, rangsangan vagus

Sekresi factor intrinsik. Memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian
distal.

Sekresi mucus. Membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi


sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah untuk diangkut.

Proses Pencernaan Makanan Di Lambung


1. MEKANIK
Beberapa menit setelah makanan memasuki perut, gerakan peristaltik yang lembut dan berriak
yang disebut gelombang pencampuran (mixing wave) terjadi di perut setiap 15-25 detik.
Gelombang ini merendam makanan dan mencampurnya dengan hasil sekresi kelenjar lambung
dan menguranginya menjadi cairan yang encer yang disebut chyme. Beberapa mixing wave
terjadi di fundus, yang merupakan tempat penyimpanan utama. Makanan berada di fundus
selama satu jam atau lebih tanpa tercampur dengan getah lambung. Selama ini berlangsung,
pencernaan dengan air liur tetap berlanjut.
Selama pencernaan berlangsung di perut, lebih banyak mixing wave yang hebat dimulai dari
tubuh dan makin intensif saat mencapai pilorus. Pyloric spinchter hampir selalu ada tetapi tidak
seluruhnya tertutup. Saat makanan mencapai pilorus, setiap mixing wave menekan sejumlah
kecil kandungan lambung ke duodenum melalui pyloric spinchter. Hampir semua makanan
ditekan kembali ke perut. Gelombang berikutnya mendorong terus dan menekan sedikit lagi
menuju duodenum. Pergerakan ke depan atau belakang (maju/mundur) dari kandungan lambung
bertanggung jawab pada hampir semua pencampuran yang terjadi di perut.
2. KIMIAWI
Prinsip dari aktivitas di perut adalah memulai pencernaan protein. Bagi orang dewasa,
pencernaan terutama dilakukan melalui enzim pepsin. Pepsin memecah ikatan peptide antara
asam amino yang membentuk protein. Rantai protein yang terdiri dari asam amino dipecah
menjadi fragmen yang lebih kecil yang disebut peptide. Pepsin paling efektif di lingkungan yang

sangat asam di perut (pH=2) dan menjadi inaktif di lingkungan yang basa. Pepsin disekresikan
menjadi bentuk inaktif yang disebut pepsinogen, sehingga tidak dapat mencerna protein di sel-sel
zymogenic yang memproduksinya. Pepsinogen tidak akan diubah menjadi pepsin aktif sampai ia
melakukan kontak dengan asam hidroklorik yang disekresikan oleh sel parietal. Kedua, sel-sel
lambung dilindungi oleh mukus basa, khususnya setelah pepsin diaktivasi. Mukus menutupi
mukosa untuk membentuk hambatan antara mukus dengan getah lambung.
Enzim lain dari lambung adalah lipase lambung. Lipase lambung memecah trigliserida rantai
pendek menjadi molekul lemak yang ditemukan dalam susu. Enzim ini beroperasi dengan baik
pada pH 5-6 dan memiliki peranan terbatas pada lambung orang dewasa. Orang dewasa sangat
bergantung pada enzim yang disekresikan oleh pankreas (lipase pankreas) ke dalam usus halus
untuk mencerna lemak. Lambung juga mensekresikan renin yang penting dalam mencerna susu.
Renin dan Ca bereaksi pada susu untuk memproduksi curd. Penggumpalan mencegah terlalu
seringnya lewatnya susu dari lambung menuju ke duodenum (bagian pertama dari usus halus).
Rennin tidak terdapat pada sekresi lambung pada orang dewasa.
Enzim dan Hormon yang Berperan dalam Pencernaan di Lambung
1. Hormon Gastrin
Kerja

Makna fisiologis

1. merangsang sekresi asam dan pepsin


2. merangsang sekresi factor intrinsic

1. mempermudah pencernaan
2. mempermudah absorpsi dalam

usus
3. merangsang sekresi enzim pancreas

3. mempermudah pencernaan

4. merangsang peningkatan aliran empedu hati

4. mempermudah pencernaan

5. merangsang pengeluaran insulin

5. mempermudah metabolisme

glukosa
6. merangsang pergerakan lambung & usus
7. mempermudah relaksasi reseptif lambung

6.mempermudah pencampuran
7.lambung dapat dengan mudah
meningkatkan volume,

tanpa

meningkatkan tekanan

8. meningkatkan tonus istirahat SEB

8. mencegah refluks lambung waktu

pencampuran dan pangadukan


9. menghambat

pengosongan

lambung

9.

memungkinkan

pencampuran seluruh isi lambung sebelum diteruskan ke usus


2. Enzim pepsin: mengubah protein menjadi pepton
3. Enzim rennin: mengendapkan kasein dalam susu
4. Enzim lipase: memecah lemak menjadi asam lemak
5. HCl: mmbunuh kuman dan mengasamkan makanan

SINDROM DISPEPSIA
Definisi
Kumpulan gejala atau sindrom nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat
kenyang, sendawa. Keluhan klinis dapat menerap untuk waktu tertentu atau dapat mengalami
kekambuhan.
Keluhan pada dyspepsia :
Nyeri perut (abdominal discomfort)
Rasa pedih di ulu hati
Mual, kadang muntah
Rasa lekas kenyang
Perut kembung
Rasa panas di dada dan perut
Regurgitasi
Banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (ruktus)

Epidemiologi
20 40% orang dewasa yang ke klinik gastroenterology.
2 5% pasien fasilitas kesehatan umum.
Prevalensi dyspepsia 12 45%.
Insidens dyspepsia per tahun 1 11,5%.
Etiologi

Klasifikasi

Dispepsia Organik
Dispepsia tukak

Dispepsia Fungsional
Dispepsia mirip dismotilitas

Nyeri ulu hati, nyeri dirasakan berhubungan dengan

Terjadi gangguan motilitas;

makanan, sering terbangun tengah malam karena nyeri ulu

Pengosaongan lambung lambat,

hati.
Dispepsia bukan tukak

abnormalitas kontraktil, abnormalitas

Gejala mirip dengan dyspepsia tukak. Ditemukan pada;


gastritis, duodenitis. Pada endoskopi tidak ada tanda tukak.

mioelektrik lambung, refluks


gastroduodenal.

Refluks gastroesofageal

Kembung, mual, cepat kenyang.


Dispepsia mirip ulkus

Rasa panas di dada dan regurgitasi masam, terutama setelah

Nyeri ulu hati, nyeri saat lapar.

makan.
Penyakit saluran empedu
Nyeri di perut kanan atas yang menjalar ke punggung dan
bahu kanan.
Karsinoma

Kelainan psikis, stress, dan factor

Nyeri di perut, keluhan bertambahn berkaitan dengan

lingkungan.

makanan, anoreksia, BB menurun.


Pankreatitis
Nyeri yang timbul mendadak yang menjalar ke punggung,
perut terasa tegang dan kembung.
Dispepsia pada sindrom malabsorpsi
Nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembung, diare
profus yang berlendir.
Dispepsia akibat obat-obatan
Rasa tidak enak di ulu hati dengan atau tanpa mual dan
muntah. Contoh obat yang menyebabkan gejala; NSAID,
teofilin, ampisilin, dan eritromisin.
Gangguan metabolisme
DM dengan neuropati: komplikasi pengosongan lambung
lambat. Nausea, vomitus, perasaan cepat kenyang.
Hipertiroid: Nyeri perut dan vomitus.
Hipotiroid: hipomotilitas lambung.
Hiperparatiroid: Nyeri di perut, nausea, vomitus, dan
anoreksia.

Penyakit lain
Jantung iskemik: perut kembung, perasaan cepat kenyang.
Angina: keluhan menyerupai refluks gastroesofageal.
Infark miokard dinding inferior: sakit perut di atas, mual,
kembung.

Diagnosis
Pemeriksaan lab
Endoskopi (esofagogastro-duodenoskopi)
Waktu pengosongan lambung
Radiologis
USG
Elektrogastrografi
Manometri antro-duoneal
Tata Laksana
Penderita keluhan ringan umumnya dapat dilakukan degan berobat jalan, sedangkan yang
mempunyai keluhan berat dengan atau tanpa komplikasi dianjurkan dirawat di RS.
Terapi non-farmako
1. Diit
Makan sedikit berulang kali, makan banyak yang mengandung susu dalam porsi kecil.
Makanan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang HCl.
2. Terapi psikologis
Terapi farmako
1. Antasida

Menetralisir sekresi asam HCl, mengurangi rasa nyeri.


2. Antikolinergik (atropine, probantin, tianin, monodral, peptal, trisiklamol)
Mengurangi sekresi asam lambung, memblokir kontraksi otot polos dari ileum dan
kandung kemih, mengurangi saliva, dan menimbulkan takikardi.
Efek samping: mulut jadi kering, mengurangi tonus sfingter esophagus bawah.
3. Prokinetik
Bathanecol (Mulai tidak digunakan karena banyak efek samping)
Menghambat asetilkolin esterase, dipakai untuk mengobati penderita
gastroesofageal, makan dirasa tidak turun, gastroparesis, kolik empedu.
Metoklopramid
Merangsang kontraksi dari saluran makan dan mempercepat pengosongan
lambung.
Efek samping: iritabilitas, sedasi, efek samping ekstrapiramidal.
Dosis 3x 10mg sehari.
Domperidon
Khasiatnya sama dengan metoklopramid namun efek sampingnya lebih
rendah.
Efek samping: mulut kering, kulit gatal, diare , pusing. Pemberian jangka
panjang/ dosis tinggi akan meningkatkan sekresi prolactin dan dapat
menimbulkan ginekomasti pada pria; galaktore dan amenore pada wanita.
Dosis 3x 10mg diberikan sebelum makan. Untuk kasus kronis dapat
diberikan 2x sehari.
Cisapride
Memperbaiki motilitas saluran makan. Obat ini mempunyai spectrum
yang luas.

Efek samping: Diare, rasa kejang di perut yang bersifat sementara.


Dosis 3x 5 10mg yang diberikan sebelum makan.
4. Golongan sitoprotektif
Golongan prostaglandin E
Merangsang sekresi bikarnonat dan memproduksi lender dari mukosa
gastroduodenal, meingkatkan aliran darah di mukosa, serta memperbarui
sel epitel yang rusak. Dapat mengurangi sekresi asam lambung.
Kontraindikasi pada wanita hamil karena dapat mempengaruhi kontraksi
uterus.
Efek samping: sekitar 10% menimbulkan diare.
Golongan protektif local
Mempunyai sifat sitoprotektif juga dapat membentuk rintangan mekanik,
melindungi mukosa dari asam dan pepsin.
Yang digolongkan sebagai sitoprotektif local: sukralfat, pirenzepin,
setraksat, dan Colloidal Bismuth Subscitrate (CBS).
5. Golongan antagonis reseptor histamine H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati tukak peptic. Yang
termasuk golongan obat ini: burimamid, metiamid, siimetidin, ranitidine,
roxatidin,dan famotidine.
Management Tata Laksana Dispepsia
Pasien < 45 tahun
Terapi supresi asam
Obat Proton Pump Inhibitor/ PPI diberikan untuk dyspepsia kelainan organic di
lambung.
Early endoscopy

H. pylori test dan treatment


Pasien > 45 tahun
Dianjurkan early endoscopy. Lalu lakukan tes dan obati H. pylori.

GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE


(GERD)
Gastroesophageal Reflux disease (GERD) adalah suatu kondisi dimana cairan lambung
mengalami refluks ke esofagus sehingga menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri di
dada, regurgitasi dan komplikasi. GERD merupakan penyakit kronik yang memerlukan
pengobatan jangka panjang sehingga berdampak terhadap penurunan produktivitas, kualitas
hidup. Anamnesis gejala klinis tipikal, adanya faktor risiko dan test PPI dapat menegakkan
diagnosis GERD lebih dini sehingga komplikasi dapat dicegah. Penatalaksanaan GERD dapat
berupa pengobatan non farmakologis seperti mengubah gaya hidup diperlukan dalam
penatalaksanaan pasien. Penggunaan PPI diperlukan untuk mengurangi gejala refluks. Untuk
pasien yang sudah lanjut mengalami komplikasi penggunaan PPI setiap hari diperlukan.
Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah suatu kondisi di mana cairan lambung
mengalami refluks ke esofagus sehingga menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri di
dada, regurgitasi dan komplikasi. GERD merupakan penyakit kronik yang memerlukan
pengobatan jangka panjang sehingga berdampak terhadap penurunan produktivitas, kualitas
hidup. Suatu studi kohort di Argentina dari 4000 kasus GERD dilaporkan adanya peningkatan
insiden striktur, asma, batuk kronis, fibrosis paru, laringitis dan metaplasi esofagus. Esofagus
Barretts adalah bentuk metaplasi yang merupakan komplikasi lanjut penyakit GERD.
Penderita GERD hampir separuh penduduk dunia. Di negara Barat GERD merupakan penyakit
di mana pasien sering meminta pertolongan. Menurut data di Amerika Serikat diperkirakan 7%
dari populasi menderita heart burn tiap hari, 14% tiap minggu. Prevalensi GERD di negara Barat
sekitar 20-40% dari populasi. Studi lain mengatakan prevalensi GERD 19,4%. Sedangkan di
Asia prevalensi GERD lebih rendah.
Keluhan heart burn dan regurgitasi adalah gejala klasik GERD. Tetapi gejala heart burn tidak
timbul bahkan pada kasus yang menimbulkan komplikasi Esofagus Barretts dan
adenokarsinoma esofagus tidak menimbulkan gejala heart burn lagi. Lebih lanjut beberapa

pasien gejala GERD tidak khas sehingga tidak dapat dijadikan pegangan untuk menegakkan
diagnosis.
Patofisiologi GERD
Ada beberapa faktor yang berperan untuk terjadinya GERD, yaitu:
1.

Mekanisme antirefluks.

2.

Kandungan cairan lambung.

3.

Mekanisme bersihan oleh esofagus.

4.

Resistensi sel epitel esofagus.

5.

Infeksi Helicobacter pylori.


1. Mekanisme antirefluks
Spingter Esofagus Bawah (SEB)
Keadaan normal terdapat perbedaan tekanan antara abdomen dan thorak. Di mana tekanan
intraabdomen lebih tinggi. Keadaan ini membuat kecenderungan terjadinya refluks cairan
lambung ke esofagus. Spingter esofagus bawah adalah pertahanan yang pertama untuk mencagah
refluks. Bila spingter tidak ada maka akan terjadi refluks terus-menerus. Terdapat otot sirkuler
pada esofagus bagian bawah sepanjang 1-3,5 cm yang mempertahankan tekanan sebesar 10-45
mmHg lebih tinggi dari tekanan dari lambung untuk mencegah refluks. Meskipun otot SEB tidak
dapat dibedakan dengan otot esofagus yang lain, tapi otot SEB dapat dibedakan dari fungsinya
yang khas. Otot SEB secara spontan tekanan meningkat dan relaksasi berdasarkan stimulasi
elektrik. Ada beberapa keadaaan yang membuat SEB terganggu, yaitu:
a. Kelemahan otot SEB. Ketika tekanan otot SEB mendekati nol, SEB tidak efektif mencegah
refluks. Keadaan ini tidak biasa pada orang normal. Penelitian yang dilakukan oleh Kahrilas dan
Gupta rokok adalah salah satu yang membuat kelemahan otot SEB. Di kepustakaan dikatakan
GERD yang berat disebabkan oleh karena kelemahan otot SEB.
b. Respon tonus otot SEB yang kurang. Keadaan ini terjadi pada saat pasien batuk dan bersin.
Oleh karena otot SEB yang tidak respon terhadap peningkatan tekanan abdomen, maka terjadi
refluks.
c. Relaksasi otot SEB yang menetap. Mekanisme ini paling penting terhadap kejadian refluks.
Dalam keadaan normal, peristaltik esofagus dirangsang oleh proses menelan. Kemudian esofagus
relaksasi selama 3-10 detik mengikuti bolus makanan yang mulai masuk ke lambung. Bila
makanan sudah masuk ke lambung dan relaksasi berlangsung lebih lama lebih dari 45 detik di

mana tekanan mendekati 0, maka terjadi refluks. Fenomena ini dapat menjelaskan pada pasien
yang mengalami gangguan kelemahan otot yang sering mengalami refluks.Secara fisiologi
normal, relaksasi terjadi karena adanya rangsangan bolus makanan yang akan memasuki
lambung seperti penjelasan di atas. Keadaan lain adalah rangsangan gas dari lambung. Tekanan
gas yang terkumpul di lambung akan mengirim informasi melalui reseptor di lambung ke medula
spinalis melalui nukleus traktus solitarius dan menyebabkan relaksasi SEB. Di medula spinalis
terdapat reseptor G-Aminobutyric Acid B (GABAB). Perangsangan reseptor ini akan
menghambat relaksasi otot SEB. Blok reseptor kolienergik juga dapat menghambat relaksasi otot
SEB. Relaksasi SEB dirangsang melalui reseptor kolesitokinin-A pada otot SEB.
d. Hiatal hernia. Esofagus membentang dari thoraks sampai abdomen melewati diafragma yang
disebut dengan hiatus esophagus. Ketika diafragma kontraksi atau pada saat inspirasi, maka
diafragma menjepit esophagus. Efek ini penting sebagai antirefluks pada saat inspirasi dan
peningkatan tekanan intraabdomen. Banyak kasus GERD yang berat karena adanya hiatal hernia
di mana bagian fundus gaster masuk ke hiatal hernia. Kondisi ini menyebabkan mengganggu
tekanan SEB sehingga peningkatan tekanan intraabdomen menyebabkan refluks. Ada dua hal
yang mempengaruhi tekanan SEB yaitu otot intrinsik yang berasal dari otot esofagus dan otot
ekstrinsik yang berasal dari crural diafragma. Pada kasus hiatal hernia, SEB berada di rongga
thoraks. Jadi walaupun tonus SEB normal tapi kalau terpisah dari crural esofagus maka akan
mudah terjadi refluks.
2. Kandungan asam lambung
Yang menyebabkan injuri mukosa esofagus adalah cairan lambung yang bersifat kaustik. Zat
yang terkandung di cairan lambung yang bersifat kaustik adalah asam lambung, pepsin, cairan
empedu, dan enzim pankreas. Atas dasar inilah peran PPI untuk menghambat sekresi asam
lambung dan pepsin penting dalam penatalaksanaan GERD. Juga perlambatan pengosongan
lambung akan menyebabkan produksi asam lambung meningkat dan juga menyebabkan
penurunan tonus SEB yang menetap. Oleh karena itu kondisi tersebut meningkatkan risiko
GERD.
3. Resistensi sel epitel esofagus
Sel epitel esofagus adalah faktor yang berperan sebagai proteksi terhadap injuri. Telah diketahui
kalau pada orang normal terjadi refluks. Oleh karena itu sel epitel penting untuk mencegah

esofagitis. Akan tetapi bila kejadian refluks terus berlangsung lamakelamaan akan merusak epitel
juga sebagai benteng pertahanan.
4. Mekanisme bersihan esofagus
Material kautik yang berasal dari lambung masuk ke esofagus normalnya akan cepat dibersihkan.
Ada 4 mekanisme yang berperan:
Gaya gravitasi.
Peristaltik.
Saliva.
Produksi bikarbonat esofagus.
Bila material lambung masuk ke esofagus, maka keempat mekanisme tersebut bekerja
bersamaan. Pada penderita skleroderma risiko GERD meningkat melalui mekanisme bersihan
esofagus yang tidak normal. Pada saat tidur atau bungkuk risiko terjadi GERD akan tetapi ada
mekanisme lain sebagai proteksi, maka GERD terhindari. Rokok akan meningkatkan risiko
GERD melalui peningkatan produksi asam dan penurunan produksi saliva.
5. Infeksi Helicobacter pylori
Infeksi bakteri ini sudah diketahui akan meningkatkan risiko kanker lambung. Tapi kuman ini
tidak menginfeksi esofagus. Malahan merupakan sebagai faktor menurunkan risiko GERD.
Diduga karena infeksi Helicobacter pylori akan menurunkan produksi asam lambung. Saat ini
hubungan infeksi Helicobacter pylori dan patogenesis GERD masih kontroversi.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala atipikal
(ekstraesofagus). Gejala GERD 70% merupakan tipikal, yaitu:
1. Heart burn. Heart burn adalah sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heart burn
adalah gejala yang tersering.
2. Regurgitasi. Regurgitasi adalah kondisi di mana material lambung terasa di pharing.
Kemudian mulut terasa asam dan pahit. Kejadian ini dapat menyebabkan komplikasi paru-paru.
3. Disfagia. Disfagia biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur.
Gejala atipikal (ekstraesofagus) seperti batuk kronik dan kadang wheezing, suara serak,
pneumonia asmpirasi, fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak. Data yang ada
kejadian suara serak 14,8%, bronkhitis 14%, disfagia 13,5%, dispepsia 10,6%, dan asma 9,3%.
Kadang-kadang gejala GERD tumpang tindih dengan gejala klinis dispepsia sehigga keluhan

GERD yang tipikal tidak mudah ditemukan. Spektrum klinik GERD bervariasi mulai gejala
refluks berupa heart burn, regurgitasi, dispepsia tipe ulkus atau motilitas. Terdapat dua kelompok
GERD yaitu GERD pada pemeriksaan endoskopi terdapat kelainan esofagitis erosif yang
ditandai dengan mucosal break dan yang tidak terdapat mucosal break yang disebut Non Erosive
Reflux Disease (NERD). Manifestasi klinis GERD dapat menyerupai manifestasi klinis dispepsia
berdasarkan gejala yang paling dominan adalah:
Manifestasi klinis mirip refluks yaitu bila gejala yang dominan adalah rasa panas di dada
seperti terbakar.
Manifestasi klinis mirip ulkus yaitu bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati.
Manifestasi klinis dismotilitas yaitu gejala yang dominan adalah kembung, mual, dan cepat
kenyang.
Manifestasi klinis campuran atau nonspesifik.
Untuk menilai derajat esofagitis digunakan klasifikasi Los Angeles.
Tabel 1. Klasifikasi Los Angeles
Spektrum Klinis GERD di Beberapa Negara
Menurut Melleney dan Willoughby di Inggris, dari 84 pasien dengan manifestasi klinis dispepsia
yang di endoskopi didapatkan 11,9% normal, 35,7% esofagitis, 28,6% hiperemis ringan di
mukosa gaster atau duodenum, 4,8% ulkus peptik, 7,1% kanker esofagus dan gaster, dan
kelainan ringan 11,9%. Di Indonesia data dari rumah sakit yang mempunyai fasilitas endoskopi
didapatkan hasil dispepsia fungsional 60-70%, refluks esofagus 10-20%, tukak peptik 10-15%,
keganasan lambung 2-5%. Ada pula pasien dispepsia dengan keluhan yang tumpang tindih
seperti rasa terbakar di dada dan nyeri bagian tengah abdomen (42,7%). Juga didapatkan data
bahwa pasien dengan diagnosa ulkus peptikum 28% dengan keluhan heart burn. Data lain
keluhan nyeri epigastrium didapatkan 9% ulkus dan 14% esofagitis. Penelitian oleh Syafruddin
di RSCM yang berhubungan dengan keluhan esofagitis adalah disfagia 10%, mual 26,7%, nyeri
ulu hati 33,3%, esofagitis 22,8%, dan kembung 40%. Sedangkan penelitian oleh Poeniati
didapatkan keluhan rasa panas di dada seperti terbakar (heart burn) 24,7% dan muntah 26,7%.
Dengan demikian ada beberapa kasus GERD dengan manifestasi klinis dispepsia.
Dari penelitian Syafruddin didapatkan esofagitis derajat ringan (derajat 1 dan 2) sebesar 36,6%,
dan tidak didapatkan derajat 3 dan 4. Sedangkan penelitan Marshal dkk derajat 3 dan 4 mencapai

4%. Berdasarkan data endoskopi dari bagian gastroenterologi FKUIRSCM dari tahun 2003-2005
kasus esofagitis tidak jauh berbeda dari sebelumnya yaitu sebesar 22,24%. Penyakit ini cukup
sering yang membuat seseorang berobat ke dokter umum maupun ahli penyakit dalam.
Penelitian yang dilakukan Khek Yu Ho dkk di Asia membagi menjadi 3 etnis yaitu Cina, Melayu
dan India. Gejala regurgitasi >1 kali dalam seminggu pada etnis India 11%, Melayu 2,1%, Cina
0,4%. Sedangkan gejala heart burn pada etnis India 5,3%, Melayu 3%, Cina 0,4%. Di barat
didapatkan gejala regurgitasi dan heart burn lebih banyak dari pada di Asia sebesar 29-44%.
Heart burn pada wanita hamil di Singapura dilaporkan sebesar 23% sedangkan di negara barat
50%.
Penelitian Swarnjit Singh dkk meneliti hubungan antara keluhan heart burn dan chest pain
dengan GERD. Mereka menemukan data bahwa keluhan heart burn merupakan keluhan yang
bermakna dihubungkan dengan GERD dengan sensitivitas 93% dan spesifisitas 71%. Sedangkan
chest pain tidak ada hubungan yang bermakna dengan GERD.
Penelitian Ho June Song dkk meneliti gejala atipikal GERD berupa gejala dispepsi predominan
nyeri dan predominan dismotilitas yang dihubungkan dengan temuan esofagitis. Hasilnya adalah
didapatkan hasil yang bermakna antara gejala dispepsi predominan nyeri dengan GERD
(p<0,001).Jose D Sollano dkk meneliti erosif esofagitis derajat A dan B di Philipina. Dari jumlah
sampel 15.981 didapatkan gejala erosif esofagitis antara lain nyeri epigastrium (p<0,001), pirosis
(p=0,281), regurgitasi (p=0,544), disfagia (p=0,193), perdarahan saluran cerna bagian atas
(p=0,138), muntah (p<0,001), dan kembung (p=0,190).
Penelitian yang dilakukan di Jepang menemukan terdapat hubungan antara gejala berat heart
burn, regurgitasi, disfagia, dan odynophagia yang semakin berat dengan grade esofagitis
(gambar).

Gambar. Hubungan antara grade esofagitis dengan gejala klinis


Menurut kepustakaan gejala ekstraesofagus berupa pneumonia 23,6%, nyeri dada tidak khas
23,1%, suara serak 14,8%, disfagia 13,5%, dispepsi 10,6%, dan asma 9,3%. Menurut penelitian
di Cina dikatakan terdapat hubungan antara esofagus Barretts dengan penyakit GERD.
Penelitian di Swedia menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara
edenokarsinoma dengan GERD. Di Asia prevalensi esofagus Barretts sebesar 0,08%. Sedangkan
di Amerika 0,4%.
Diagnosis GERD
Untuk menegakkan diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan dari analisa gejala klinis,
sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang. Akan tetapi tidak satupun yang menjadi
standar baku. Menurut konsensus nasional penatalaksanaan penyakit reflux gastroesofagus,
standar baku untuk diagnosa GERD adalah dengan pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian
atas dengan ditemukan mucosal break di esofagus. Pemeriksaan lain menurut konsensus nasional
penatalaksanaan penyakit reflux gastroesofagus adalah pemeriksaan pH esofagus dan terapi
empiris. Kendala yang dihadapi adalah tidak semua pelayanan kesehatan mempunyai alat
endoskopi dan operator sehingga tidak dapat mendiagnosa GERD dengan pasti dan tepat yang
berdampak terhadap penatalaksanaan pasien GERD.
Di pusat kesehatan primer di Indonesia diagnosis GERD ditegakkan hanya berdasarkan gejala
saja karena terbatasnya sarana diagnostik endoskopi dan biaya yang tidak terjangkau oleh
masyarakat. Oleh karena itu dokter yang bertugas di tempat tersebut masih bingung untuk

membedakan antara GERD dan dispepsi. Oleh karena itu dibutuhkah guideline untuk mendeteksi
GERD agar penatalaksanaan lebih tepat dan cepat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Saat ini di keluarkan konsensus yang dimotori oleh 18 negara yang terdiri dari ahli di bidang
gastroenterologi untuk mempermudah diagnosis GERD di puskesmas. Walaupun demikian untuk
menegakkan GERD dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis walaupun mempunyai
sensitivitas yang lebih rendah daripada dengan pemeriksaan endoskopi. Berdasarkan penelitian
yang sudah dilakukan di beberapa negara, gejala-gejala yang ditemukan pada pasien GERD
dapat menjadi pertimbangan dalam menegakkan diagnosis. Kalau melihat datadata penelitian
yang sudah dilakukan, gejala tipikal GERD seperti heart burn dan regurgitasi yang mempunyai
sensitivitas 93% dan spesivisitas 71% dapat menjadi pertimbangan untuk memutuskan memulai
terapi GERD. Walaupun ada juga GERD dengan manifestasi klinis dispepsi yang merupakan
gejala atipikal GERD. Akan tapi dispepsi predominan nyeri dapat pula dipertimbangkan sebagai
gejala GERD. Selain itu gejala ekstraesofagus dan faktor risiko dapat menjadi pertimbangan
dalam menegakkan diagnosis GERD. (tabel 2)
Tabel 2.

Untuk mendiagnosa GERD dari keluhan tidak mudah. Oleh karena itu diperlukan juga
pemeriksaan penunjang lain. Pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis GERD adalah dengan
pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas dan ditemukan mucosal break di esofagus. Tetapi
untuk mendiagnosis NERD tidak ada pemeriksaan standar. Sehingga untuk melakukan diagnosis
digunakan pedoman:
Tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi.
Pemeriksaan pH esofagus dengan hasil positif.
Terapi empiris yang dikenal dengan tes PPI
Ada beberapa pemeriksaan untuk diagnosis GERD yaitu:
1. Pemeriksaan Esofagogram.Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan
lipatan mukosa esofagus, erosi dan striktur. Pemeriksaan ini mempunyai akurasi 24,6% untuk
esofagitis ringan, 81,6% esofagitis sedang, dan 98,7% esofagitis berat.

2. Monitoring pH intra esofagus 24 jam.Pemeriksaan ini berhubungan dengan episode reflux


dan gejala-gejalanya serta
NERD. Akurasi pemeriksaan ini mencapai 96%.
3. Tes Perfusi Berstein. Digunakan untuk menilai sensitivitas mukosa esofagus terhadap
paparan asam. Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCl 0,1% yang dialirkan ke esofagus dan
menggunakan NaCl 0,9% sebagai kontrol. Sensitivitas pemeriksaan ini 78 % dan spesifisitas
84%.
4. Tes PPI. Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien yang
diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu minggu. Tes ini
mempunyai sensitivitas 75% dan spesitivitas 55%.
5. Manometri esofagus. Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian
terapi pada pasien NERD terutama untuk tujuan penelitian. Pemeriksaan ini juga untuk menilai
gangguan peristaltik/motilitas esofagus.
6. Endoskopi. Diindikasikan:
Menilai adanya kerusakan mukosa esofagus mulai erosi sampai keganasan.
Mengambil sampel biopsi.
Kecurigaan adanya esofagus Barretts.
7. Histopatologi. Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan.
Tetapi bukan untuk memastikan NERD.
Penatalaksanaan
1. Modifikasi gaya hidup. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan faktor risiko seperti
berhenti merokok, menurunkan berat badan, menghindari makanan yang berpotensial
menyebabkan reflux seperti coklat dan makanan yang mengandung mint, meninggikan kepala
dan tempat tidur, dan menghindari makan sebelum tidur.
2. Farmakologi.
Pengobatan GERD (tabel 3)
Tabel 3. Pengobatan GERD

3. Pembedahan antireflux
Modalitas ini bersifat individu. Terapi ini dilakukan apabila dengan pengobatan medikamentosa
gagal. Operasi dilakukan bila pemeriksaan manometri menunjukkan motilitas esofagus normal.
Indikasi lain adalah untuk memperbaiki diafragma pada kasus hiatus hernia.
4. Terapi endoskopi
Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah radiofrekuensi, endoscopic suturing,
dan endoscopic emplatation. Radiofrekuensi adalah dengan memanaskan gastroesophageal
junction. Tujuan dari jenis terapi ini adalah untuk mengurangi penggunaan obat, meningkatkan
kualitas hidup, dan mengurangi reflux.
5. Follow up. Menurut beberapa studi observasi, bila selama 10 tahun tidak ada perubahan
gejala, maka sebaiknya dilakukan endoskopi ulang dan selanjutnya dilakukan setiap 10 tahun.
Komplikasi
1.

Erosif esofagus. Keadaan ini paling sering terjadi yaitu suatu inflamasi mukosa esofagus.

2.

Esofagus barretts. Adalah komplikasi jangka panjang. Benyak penelitian sudah membuktikan
ada hubungan antara reflux jangka panjang dengan insiden esofagus Barretts.

3.

Striktur esofagus. Jika reflux berlangsung secara kronik, dan inflamasi berlangsung lama dapat
menyebabkan striktur.
Kesimpulan
GERD adalah suatu kondisi kronik yang memerlukan terapi jangka lama. Pengobatan untuk
mengurangi gejala terus menerus kadang kala diperlukan untuk kenyamanan pasien, dan yang
menjadi masalah adalah dalam menegakkan diagnosis memerlukan pemeriksaan yang invasif.
Walaupun demikian dari anamnesis gejala klinis tipikal, adanya faktor risiko dan tes PPI dapat
menegakkan diagnosis GERD lebih dini sehingga komplikasi dapat dicegah. Penatalaksanaan

GERD dapat berupa pengobatan nonfarmakologis seperti mengubah gaya hidup diperlukan
dalam penatalaksanaan pasien. Penggunaan PPI diperlukan untuk mengurangi gejala reflux.
Untuk pasien yang sudah lanjut mengalami komplikasi penggunaan PPI setiap hari diperlukan.

GASTRITIS
DEFINISI
Adalah inflamasi mukosa lambung
(Horrison, 1549)
ETIOLOGI
1. Helicobacter Pylori
2. Autoimun
3. OAINS

GEJALA KLINIS (umum)

Keluhan yg tidak khas

Nyeri pedih & panas di ulu hati

Mual

Muntah (kadang2)

KLASIFIKASI
GASTRITIS AKUT
suatu peradangan berat yg terjadi secara tiba2 pada lapisan lambung, terbagi menjadi 2 :
1) Gastritis Eksogen Akut

Tipe gastritis ini biasanya disebabkan oleh faktor2 dari luar, misalnya :
>

bahan kimia

>

termis

>

mekanis

>

iritasi bakterial

Dapat dibagi atas :

a) Gastritis eksogen yg simpel

ETIOLOGI
makanan/minuman yg panas atau yg dapat merusak mukosa lambung (alkohol, salisilat,
keracunan makanan yg mengandung toksin stafilokok)

GEJALA
timbulnya penyakit secara mendadak dengan keluhan :
> rasa nyeri pada epigastrium
> nausea, vomitus

> saat serangan penderita berkeringat, gelisah, kesakitan pada perut, panas, takikardi
(biasanya sembuh kembali 1-2 hari kemudian)

PATOLOGI
ditemukan mukosa hiperemi, erosi, eksudat purulent, petekhie
* alkohol : 7-20 hari tak dijumpai kelainan lagi
* keracunan makanan yg mengandung toksin

stafilokok : 2-5 hari terlihat kembali

normal

TERAPI
selama fase akut, perllu mendapat istirahat mutlak selama 1-2 hari
hari ke 1 :
sebaiknya jangan diberi makan, dicoba dengan memberi cairan (air teh hangat dengan
gula & mineral). Bila masih kesakitan,berikan cairan infus.
hari ke 2 :
diberi sup susu, bouillon dengan garam, terutama setelah banyak muntah
hari ke 3 :
boleh makan bubur, telur 1/2matang, dll (makanan lembek). Makanan ini dipertahankan
selama seminggu setelah keluhan hilang

b. Gastritis akut korosif

ETIOLOGI
obat-obatan & bahan kimia yg bersifat korosif :

1. asam pekat : hydrochloric, asam sulfat, oxalix asetat, asam nitrat, asam format
2.

bahan alkali kuat : soda kaustik, korosif sublimat, phenol

PATOLOGI
1. inflamasi ringan-berat (hiperemi, kongesti, udema, erosi, ulserasi) tergantung kepada
konsentrasi, sifat korosiv, banyaknya dosis & lamanya bahan tsb dr lambung
2. perdarahan mukosal
3. bahan korosif menyebabkan timbulnya kerak pada mukosa mulut / mukosa lambung
(bentuk & warna tergantung zat yg diminum)
> asam sulfat

: kerak berwarna hitam

> asam HCL

: coklat kehitaman

> nitrat

: kuning

> asetat & as. Oksalat : putih

GEJALA
Umum : kolaps, kulit dingin, takikardi, sianosis
lokal

: panas di epigastrium, disfagia, muntah2, BAB darah, hari berikutnya

akan terlihat albuminuria dalam urine

TERAPI
Jika Kolaps : beri infus 5 % albumin & aramin (100 mg dalam 1000 cc)
Jika penyebabnya asam : berikan susu, albumin, dan lakukan pengurasan lambung
Selama beberapa hari jangan diberi makan

2) Gastritis Endogen Akut


Disebabkan oleh kelainan dalam badan
a) Gastritis hematogen akut

DEFINISI
Gastritis ini oleh karena toksin/ bakteri yg beredar dalam darah & masuk ke dalam
jantung
Gejala yg timbul bukan disebabkan oleh karena langsung dr mikroorganisme pd
mukosa lambung, melainkan bahwa toksin yg dikeluarkan oleh mikroorganisme yg
beredar melalui pembuluh darah menyebabkan nekrosis pd kelenjar2 lambung
erosi
Mikroskopik : terlihat infiltrasi leukosit

ETIOLOGI
terlihat pada morbili, scarlet fever, sepsis, diphteri, influenza, pneumonia, variola,
typhoid

GEJALA
Anoreksia, vomitus
Perasaan seperti tertekan diperut bagian bawah

PROGNOSIS : umumnya baik

TERAPI
Dianjurkan memakan makanan lembek & tidak merangsang vomitus
Memberikan pengobatan terhadap penyakit2 yg menyebabkan

b. Gastritis supurativa akut

DEFINISI
adalah suatu proses inflamasi bersifat purulen dari dinding lambung yg difus & lokal

ETIOLOGI
disebabkan karena invasi langsung dari bakteri piogen (streptokokus, stafilokokus,
eschericia coli)

GEJALA
Keluhan yg ditimbulkan mendadak :
nyeri hebat pada epigastrium
nausea, vomitus
perasaan tegang pada epigastrium
Panas tinggi
kelemahan

Px. FISIK
lidah kering
panas tinggi
nadi cepat & lemah
ekstremitas sianosis
pernafasan cepat
abdomen lembek,nyeri tekan
bilamana abses terjasi perforasi, maka pus dapat dijumpai bersama dengan apa yg
dimuntahkan

diare & sedikit ikterus


jumlah leukosit antara 20.000 30.000

PROGNOSIS
sebagian besar penderita meninggal dalam waktu beberapa hari
Penyembuhan spontan jarang sekali terjadi

TERAPI
Tindakan pembedahan merupakan indikasi
Pada abses lokal perlu dilakukan drainase
Pada penderita dengan flegmon difus perlu gastrektomi
Antibiotik perlu diberikan (dicoba pada mereka yg septikemia)
(Gastroenterologi UNPAD )

GASTROENTERITIS
Definisi
Infeksi pada saluran pencernaan biasanya mengahasilkan gejala berupa diare, nyeri abdomen,
dan kadang muntah.
Penyembuhan spontan < 4 hari, maka pemeriksaan organisme spesifik hanya dilakukan pada:
Pasien lansia
Pasien immunocompromised
Gejala > 5 hari
Epidemik
Epidemiologi

Diperkirakan tiga sampai lima miliar kasus gastroenteritis terjadi di seluruh dunia setiap tahun,
terutama menjangkiti anak-anak dan orang di negara berkembang.
Ini mengakibatkan sekira 1,3 juta kematian pada anak-anak di bawah usia lima tahun sejak 2008,
sebagian besar kasus terjadi di negara-negara paling miskin di dunia. Lebih dari 450.000
kematian tersebut disebabkan oleh rotavirus pada anak di bawah usia 5 tahun.
Etiologi
Agen infeksius
Malabsorpsi makanan di usus
Makanan beracun
Faktor psikologis

Gejala Klinis
Demam
Mual dan muntah
Nyeri perut

Patofisiologi

Diagnosis
Kultur feses dan mikroskopik
Serologi
Sigmoidoskopi dan biopsy
Rontgen dan aspirasi sendi
Tata Laksana
Farmako

Pengobatan supportive umum


Resusitasi
Antimotility
Loperamide
Diphenoxylate hydrochloride 2.5 mg/ Atropine sulphate 0.025 mg
Bismuth subsalicylate
Octreotide
Antiemetik
Prochlorperazine
Promethazine
Ondansetron
Pengobatan spesifik

Non-farmako
Cuci tangan
Cuci buah dan sayur

Vaksinasi terhadap virus dan bakteri gastroenteritis


Jangan makan makanan mentah
Komplikasi
Dehidrasi
Malabsorpsi
Diare persisten
Diare kronik
Toxic megacolon
Infeksi sistemik, terutama oleh Salmonella
Septikemia

REFERENSI

Lecture notes gastroenterology dan hepatologi


Patologi Robin Kumar
www.emedicine.com/emerg/topic213.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Gastroenteritis
http://en.wikipedia.org/wiki/Dyspepsia
http://labtestsonline.org/understanding/analytes/h-pylori/tab/test/
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007501.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Helicobacter_pylori
Anatomi Snell
Anatomi Moore
Fisiologi Sherwood
Ilmu Penyakit Dalam UI
Gastroenterologi Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai

  • HMHMJHM
    HMHMJHM
    Dokumen78 halaman
    HMHMJHM
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • JHGJHGHJGH
    JHGJHGHJGH
    Dokumen3 halaman
    JHGJHGHJGH
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • HGJH
    HGJH
    Dokumen4 halaman
    HGJH
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Bahan Makalah OMA
    Bahan Makalah OMA
    Dokumen8 halaman
    Bahan Makalah OMA
    fieolive
    Belum ada peringkat
  • Uyguy
    Uyguy
    Dokumen32 halaman
    Uyguy
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Multipel Mieloma
    Multipel Mieloma
    Dokumen2 halaman
    Multipel Mieloma
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • HJJJJ
    HJJJJ
    Dokumen4 halaman
    HJJJJ
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • GGGFHGFH
    GGGFHGFH
    Dokumen6 halaman
    GGGFHGFH
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Rinithis Vasomotor
    Rinithis Vasomotor
    Dokumen14 halaman
    Rinithis Vasomotor
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Anatomi, Histologi, Dan Fisiologi Lambung
    Anatomi, Histologi, Dan Fisiologi Lambung
    Dokumen37 halaman
    Anatomi, Histologi, Dan Fisiologi Lambung
    anakagungtri
    0% (1)
  • Hhuhu
    Hhuhu
    Dokumen1 halaman
    Hhuhu
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • KLMLK
    KLMLK
    Dokumen1 halaman
    KLMLK
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • HJJHHJ
    HJJHHJ
    Dokumen3 halaman
    HJJHHJ
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • JHHJHJ
    JHHJHJ
    Dokumen1 halaman
    JHHJHJ
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • KHJH
    KHJH
    Dokumen1 halaman
    KHJH
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Interpretasi SM
    Interpretasi SM
    Dokumen6 halaman
    Interpretasi SM
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Kristal Urin
    Kristal Urin
    Dokumen1 halaman
    Kristal Urin
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • JKJ
    JKJ
    Dokumen2 halaman
    JKJ
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • ASKARIS
    ASKARIS
    Dokumen12 halaman
    ASKARIS
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Fix Makalah Field Study Gus
    Fix Makalah Field Study Gus
    Dokumen54 halaman
    Fix Makalah Field Study Gus
    geulissaddini
    Belum ada peringkat
  • Cover Family Medicine
    Cover Family Medicine
    Dokumen2 halaman
    Cover Family Medicine
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Hubungan Anggota Keluarga
    Hubungan Anggota Keluarga
    Dokumen1 halaman
    Hubungan Anggota Keluarga
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Cover Family Medicine
    Cover Family Medicine
    Dokumen2 halaman
    Cover Family Medicine
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Kelainan Pada Sistem Endokrin
    Kelainan Pada Sistem Endokrin
    Dokumen38 halaman
    Kelainan Pada Sistem Endokrin
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Kdjsks
    Kdjsks
    Dokumen8 halaman
    Kdjsks
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • JHKJH
    JHKJH
    Dokumen10 halaman
    JHKJH
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Prinsip Penilaian Kesehatan Calon Penumpang
    Prinsip Penilaian Kesehatan Calon Penumpang
    Dokumen13 halaman
    Prinsip Penilaian Kesehatan Calon Penumpang
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • Assalamualaikum WR - WB: Selamat Pagi Semuanya
    Assalamualaikum WR - WB: Selamat Pagi Semuanya
    Dokumen20 halaman
    Assalamualaikum WR - WB: Selamat Pagi Semuanya
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat
  • CDSMFDSMF
    CDSMFDSMF
    Dokumen12 halaman
    CDSMFDSMF
    intan_sulistiani
    Belum ada peringkat