Makalah Jurnal
Makalah Jurnal
Oleh :
1. Ina Ana Nuri
2. Santi Eka Mufidah
3. Desyrula Affandy Citra
13030194006
13030194018
13030194060
BAB I
PENDAHULUAN
Pakan dengan nilai kecernaan rendah memiliki degradasi pakan rendah pula
sehingga tidak mampu mengimbangi aktifitas fermentasi pakan oleh mikroba
rumen yang berakibat terhadap rendahnya pertumbuhan mikroba di dalam rumen
dan rendahnya konsumsi pakan. Daya cerna atau nilai kecernaan merupakan
persentase nutrient yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan
diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrient yang dikonsumsi dengan
jumlah nutrient yang dikeluarkan dalam feses (Basri : 2014). Terdapat metode
Namun penentuan nilai kecernaan dan konsumsi pakan secara in-vivo pada
ternak secara langsung membutuhkan banyak waktu, tenaga kerja, biaya, di
samping membutuhkan volume sampel dalam jumlah yang lebih besar, sehingga
teknik in-vivo kurang cocok digunakan dalam evaluasi pakan dalam jumlah yang
besar, dalam arti banyak jenisnya. Sehingga dibutuhkan suatu teknik yang efisien
untuk menentukan kedua parameter tersebut.
Sejak tahun 1950 telah banyak dikembangkan teknik in-vitro dengan
simulasi sistem yang ada di dalam rumen, baik dari sistem yang sederhana dalam
batch culture maupun dengan sistem yang lebih komplek dalam sistem
continuous culture. Keuntungan metode in-vitro adalah waktu lebih singkat dan
biaya lebih murah apabila dibandingkan metode in-vivo, pengaruh terhadap ternak
sedikit serta dapat dikerjakan dengan menggunakan banyak sampel pakan sekaligus
(Pell dkk, 1993). Metode ini biasa digunakan untuk evaluasi pakan, meneliti
mekanisme fermentasi mikroba dan untuk mempelajari aksi terhadap faktor
antinurisi, aditif dan suplemen pakan (Lopez, 2005).
CH4) dan secara tidak langsung dari CO 2 yang dilepaskan dari buffer bikarbonat
setiap dihasilkan volatyl fatty acid (VFA). Volume gas yang terbentuk dapat
digunakan sebagai indikasi proses fermentasi yang terjadi.
Metode produksi gas in-vitro dapat digunakan untuk mengukur dan
memprediksi nilai kecernakan bahan pakan, pengaruh bahan pakan terhadap
fermentasi di dalam rumen, dan pengaruh bahan pakan terhadap pertumbuhan
mikroba rumen. Dalam penelitian ini teknik produksi gas digunakan untuk
mengetahui pengaruh penambahan sumber karbon mudah terdegradasi pada pakan
sumber protein terhadap total produksi gas, kecernaan bahan pakan, bahan pakan
tercerna, korelasi antara produksi gas dengan kecernaan bahan pakan,
pertumbuhan mikroba rumen, dan efisiensi nitrogen pakan.
2.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
I. Radioisotop
Radioisotop atau isotop radioaktip adalah apabila suatu unsur tersebut dapat
memancarkan radiasi. Radiasi adalah pancaran energi dari suatu materi dalam
bentuk panas, partikel dan gelombang elektromagnetik (foton) dari sumber radiasi.
Radiasi bentuk partikel adalah jenis radiasi yang mempunyai massa terukur. Contoh
: radiasi alpha dengan simbol
dari radiasi yaitu 4 satuan massa atom (sma) dan angka 2 menunjukkan jumlah
muatan radiasi positip 2. Radiasi -10, neutron 1n0.
1. Sebagai Sumber Pemancar Radiasi. Radioisotop adalah isotop suatu unsur yang
dapat memancarkan sinar radioaktif ( , , ). Waktu paruh dan energi sinar
yang dipancarkan dapat digunakan sebagai alat pengenal suatu radioisotop.
2. Radioisotop bersifat selektif Radioisotop mempunyai identitas yang tetap tidak
berubah walaupun telah mengalami proses fisika maupun kimia.
3. Sinar radioaktip yang dipancarkan isotop tersebut mempunyai kemampuan
menembus benda padat.
4. Sinar radioaktif dapat mengubah sifat-sifat bahan yang terkena radiasi.
II. Metode In-Vitro
a. Definsi Metode in vitro
Metode in-vitro merupakan suatu metode pendugaan kecernaan secara
tidak langsung yang dilakukan di laboratorium dengan meniru proses yang
terjadi di dalam saluran pencernaan ruminansia. Keuntungan metode in vitro
adalah waktu lebih singkat dan biaya lebih murah apabila dibandingkan metode
in vivo, pengaruh terhadap ternak sedikit serta dapat dikerjakan dengan
menggunakan banyak sampel pakan sekaligus. Metode in vitro bersama dengan
analisis kimia saling menunjang dalam membuat evaluasi pakan hijauan.
Kelebihan teknik in vitro di antaranya adalah degradasi dan fermentasi
pakan terjadi di dalam rumen dapat diukur seara cepat dalam waktu relatif
singkat, biaya ringan, jumlah sampel yang dievaluasi lebih banyak dan kondisi
terkontrol. Salah satu kelemahan dari teknik in vitro diantaranya populasi
bakteri dalam tabung fermentor selama masa pengukuran atau masa inkubasi
sulit terjaga .
Kecernaan in vitro dipengaruhi beberapa hal yaitu pencampuran pakan,
cairan rumen dan inokulan, pH kondisi fermentasi, pengaturan suhu fermentasi,
lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan buffer. Tingkat degradasi
pakan dapat digunakan sebagai indikator kualitas pakan. Semakin tinggi
degradasi bahan kering dan bahan organik pakan maka semakin tinggi nutrien
yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Degradasi
bahan organik dipengaruhi adanya lignin dan silika yang terdapat pada dinding
sel secara bersama-sama membentuk senyawa kompleks dengan sellulosa dan
hemisellulosa. Senyawa kompleks ini sulit ditembus oleh enzim mikroba
sehingga akan menghambat kecernaan dinding sel dan selanjutnya menurunkan
volume gas dapat dibaca pada skala yang terdapat pada dinding syringe
Perbedaan anatara mertode ini dengan metode pemakaian botol serum adalah
gas yang terbentuk pada metode botol serum akan mengisi ruang kosong pada
bagian atas botol (head space). Volume gas diukur dengan menggunakan
syringe 10 ml.
Proses penguraian oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan
organik terjadi secara anaerob. Pada prinsipnya proses anaerob adalah proses
biologi yang berlangsung pada kondisi tanpa oksigen oleh mikroorganisme
tertentu yang mampu mengubah senyawa organik menjadi gas. Semua jenis
bahan organik yang mengandung senyawa karbohidrat, protein, lemak bisa
diproses untuk menghasilkan gas.
Produksi gas merupakan hasil proses fermentasi yang terjadi di dalam
rumen yang dapat menunjukkan aktivitas mikrobia di dalam rumen serta
menggambarkan banyaknya bahan organik yang tercerna. Selain itu produksi
gas yang dihasilkan dari pakan yang difermentasi dapat mencerminkan kualitas
pakan tersebut.
Metode produksi gas in-vitro dapat digunakan untuk mengukur dan
memprediksi nilai kecernakan bahan pakan, pengaruh bahan pakan terhadap
fermentasi di dalam rumen, dan pengaruh bahan pakan terhadap pertumbuhan
mikroba rumen. Selain itu, teknik produksi gas digunakan untuk mengetahui
pengaruh penambahan sumber karbon mudah terdegradasi pada pakan sumber
protein terhadap total produksi gas, kecernaan bahan pakan, bahan pakan
tercerna, korelasi antara produksi gas dengan kecernaan bahan pakan,
pertumbuhan mikroba rumen, dan efisiensi nitrogen pakan.
III.
dari sistem dinamis itu misalnya aliran suatu populasi masa atau material induk.
Sedang yang dimaksudkan dengan bahan tertentu adalah bahan perunut itu sendiri.
Perunutan merupakan suatu proses pemanfaatan senyawa yang telah ditandai
dengan isotop atau radioisotop untuk menjadi bagian dari sistem biologi atau
mekanik sehingga diketahui mekanisme yang terjadi atau diperoleh suatu hasil
pengukuran. Teknik perunut dapat menggunakan isotop atau radioisotop. Dasar
aplikasi dari teknik perunut dengan isotop stabil adalah sifat kimia spesifik dari
unsur yang digunakan dengan berat molekul yang berbeda. Contoh isotop stabil
adalah 15-N, 52-Cr, 13-C, dan lainnya. Sedangkan dasar aplikasi dari teknik
perunut dengan radioisotop adalah paparan aktivitas dari masing-masing unsur
yang digunakan. Contoh radioisotop adalah 14-C, 45-Ca, 32-P, 3-H.
Pemanfaatan
teknik
perunut
untuk
peternakan
berdasarkan
sifat
pengaplikasiannya dibagi menjadi dua, yaitu pemanfaatan yang bersifat in vivo dan
in vitro. Aplikasi perunut secara in vivo bertujuan untuk menggambarkan proses
biologi yang terjadi di lingkungan asalnya atau langsung menggunakan hewan
ternak. Yang perlu diperhatikan adalah waktu paruh biologis, yaitu waktu yang
diperlukan (radio) isotop untuk keluar atau diekskresikan keluar tubuh. Sedangkan
aplikasi perunut secara in vitro bertujuan untuk menggambarkan proses biologi
yang terjadi di luar tubuh hewan, tetapi di laboratorium. Yang perlu diperhatikan
adalah waktu paruh fisika, yaitu waktu yang diperlukan oleh radioisotop untuk
meluruh hingga mencapai separuh aktivitasnya.
Analisis secara in vitro menggunakan isotop P-32, S-35, dan C-14 sebagai
perunut radioisotop untuk mengukur sejumlah parameter. Isotop P-32 dan S-35
digunakan untuk mengukur sintesa protein mikroba di dalam rumen, sedangkan C14 untuk mengukur efisiensi pemanfaatan energi oleh mikrobarumen. Saat ini
teknologi UMMB telah banyak diterapkan di berbagai daerah sebagai hasil
introduksi teknologi melalui kerja sama litbang, koperasi, peternak langsung dan
iptekda.
Perunut dengan isotop radioaktif 32-P yang tergabung dalam larutan senyawa
H3PO4, dalam hal ini dipakai untuk menentukan atau mencirikan kadar zat makanan
unsur fosfor (P) pada bagian daun tanaman sawi hijau. Pada umumnya pemakaian
perunut dengan isotop radioaktif 32-P dipakai dalam lapangan pertanian khususnya
dalam penelitian pemupukan. Hal ini disebabkan karena pemupukan dengan fosfat
adalah ekonomis, penting, dan juga mudah dipakai. Dari semua radiofosfor yang
diketahui, yaitu 29-P, 30-P, 32-P, 33-P, dan 34-P, hanya isotop radioaktif 32-P yang
sering dipergunakan sebagai perunut. Karena isotop radioaktif P-32 ini dapat dibuat
dalam reaktor nuklir, yaitu penembakan 31-P dengan netron menurut reaksi seperti
berikut ini :
n + 31P 32P+
IV.
1. Pakan sumber energi yaitu pakan yang mengandung protein kurang dari 20%, serat
kasar kurang dari 18% dan kandungan dinding sel kurang dari 39%.
2. Pakan sumber protein yaitu pakan yang mengandung protein lebih dari 20%
3. Sumber mineral
4. Sumber vitamin
5. Pakan tambahan/Feed aditif
Bahan pakan dikelompokan kedalam delapan kelas yang didasarkan pada
karakter fisik yang biasa digunakan dalam pembuatan pakan, yaitu sebagai berikut :
1. Hijauan kering (Dry forage)
Semua hijauan pakan dan limbah pertanian yang dipotong dan dikeringkan yang
mengandung serat kasar lebih dari 18% atau mengandung 35% dinding sel
Molases
Molases merupakan hasil samping pada industri pengolahan gula dengan
wujud bentuk cair. Molases merupakan sumber energi yang esensial dengan
kandungan gula didalamnya. Oleh karena itu, molasses telah banyak dimanfaatkan
sebagai bahan tambahan pakan ternak dengan kandungan nutrisi atau zat gizi yang
cukup baik. Molasses memiliki kandungan protein kasar 3,1 %; serat kasar 0,6 %;
BETN 83,5 %; lemak kasar 0,9 %; dan abu 11,9 %. Molasses dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu: (1) Cane-molasses, merupakan molasses yang memiliki
biji kapuk, sebagai bahan pengeras dipakai bentonit, tepung batu gamping dan
sebagai bahan tambahan dipakai garam dapur dan mineral campuran
VII.
Silase
Silase merupakan awetan basah segar yang disimpan dalam silo, sebuah
tempat yang tertutup rapat dan kedap udarra, pada kondisi anaerob. Pada suasana
anaerob tersebut akan mempercepat pertumbuhan bakteri anaerob untuk
membentuk asam laktat. Indonesia melimpah akan limbah pertanian dan hasil
samping agrondustri yang data digunakan sebagai pakan ternak jika diolah dengan
benar seperti diawetkan dalam bentuk silase. Hijauan yang ideal digunakan sebagai
silase adalah segala jenis tumbuhan atau tanaman beserta bijian, terutama yang
mengandung banyak karbohidrat, seperti: rumput, sorghum, jagung, biji-bijian
kecil, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan
jerami padi. Pakan tersebut merupakan pakan yang paling digemari oleh ternak
termasuk ternak ruminansi.
Prinsip dasar pembuatan silase adalah fermentasi hijauan oleh mikroba yang
banyak menghasilkan asam laktat. Mikroba yang paling dominan adala dari
golongan bakteri asam laktat homofermentatif yang mampu melakukan fermentasi
dari keadaan aerob sampai anaerob. Asam laktat yang dihasilkan selama proses
fermentasi akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat menghindarkan dari
bakteri pembusuk.
dengan
pakan
yang
berbeda
faktor
dan
pembandingnya.
rumen
berperan
sebagai
pertahanan
tubuh
terhadap
Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik
(tanpa oksigen). Pengolahan terhadap limbah sebagai pakan telah banyak dilakukan
yaitu secara fisik, kimia, biologis dan kombinasinya. Pengolahan secara kimia
menghasilkan residu yang menyebabkan pencemaran lingkungan, sehingga
pengolahan secara kimia kurang dianjurkan. Pengolahan secara biologis dengan
memanfaatkan bantuan mikroorganisme saat ini banyak dilakukan, karena lebih
ramah terhadap lingkungan. Salah satu contoh pengolahan pakan secara biologis
yang sering di lakukan adalah fermentasi. Fermentasi merupakan proses pemecahan
senyawa organik menjadi sederhana yang melibatkan mikroorganisme, yang
bertujuan menghasilkan suatu produk (bahan pakan) yang mempunyai kandungan
nutrisi, tekstur, biological availability yang lebih baik disamping itu juga
menurunkan zat anti nutrisinya.
Fermentasi secara teknik dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi
anaerobik atau partial anaerobik karbohidrat yang menghasilkan alkohol serta
beberapa asam, namun banyak proses fermentasi yang menggunakan substrat
protein dan lemak.
Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu
terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa
menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan jamur yang
menghasilkan protein hasil metabolisme sehingga terjadi peningkatan kadar
protein.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah bahan pakan tercerna berdasarkan bahan kering dan nilai kecernaan
tertinggi terdapat pada perlakuan 5 yaitu pada penambahan molase sebesar 0,3 g.
Bahan kering tercerna sebesar 1,25 g, sedangkan nilai kecernaan adalah 91, 72%,
diikuti perlakuan 4, 3, 2, dan terendah pada perlakuan 1 dimana sumber protein
tidak disuplementasi dengan sumber karbohidrat. Jumlah bahan tercerna pada
perlakuan 1 adalah 0,59 g dengan nilai kecernaan 78,43% (Tabel 1)
Produksi biomasa protein mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan 5, yaitu
sebesar 42,98mg, diikuti perlakuan 3 dan 4 sebesar 35,05mg dan 36,27mg.
(McDonald et al., 2002). Produksi gas juga dapat digunakan sebagai indikator
fermentabilitas in vitro suatu ransum. Volume gas yang dihasilkan dapat digunakan
sebagai indikator proses fermentasi yang terjadi dalam rumen. McDonald et al.
(2002) menyatakan bahwa gas yang terdiri atas CO2 40% dan CH4 30-40% sisanya
berupa hidrogen dan nitrogen merupakan produk sampingan pada proses hidrolisis
karbohidrat menjadi VFA (Arora, 1989).
C. Hubungan Radioisotop dengan Peternakan
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian diatas, Pemanfaatan radioaktif untuk
peternakan berdasarkan sifat pengaplikasiannya dibagi menjadi dua, yaitu
pemanfaatan yang bersifat in vivo dan in vitro. Aplikasi perunut secara in vivo
bertujuan untuk menggambarkan proses biologi yang terjadi di lingkungan asalnya
atau langsung menggunakan hewan ternak. Yang perlu diperhatikan adalah waktu
paruh biologis, yaitu waktu yang diperlukan (radio) isotop untuk keluar atau
diekskresikan keluar tubuh. Sedangkan aplikasi perunut secara in vitro bertujuan
untuk menggambarkan proses biologi yang terjadi di luar tubuh hewan, tetapi di
laboratorium. Yang perlu diperhatikan adalah waktu paruh fisika, yaitu waktu yang
diperlukan oleh radioisotop untuk meluruh hingga mencapai separuh aktivitasnya.
Analisis secara in vitro menggunakan isotop P-32, S-35, dan C-14 sebagai
perunut radioisotop untuk mengukur sejumlah parameter. Isotop P-32dan S-35
digunakan untuk mengukur sintesa protein mikroba di dalam rumen, sedangkan C14 untuk mengukur efisiensi pemanfaatan energi oleh mikrobarumen
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Adawiah, dkk. 2007. Respons terhadap Suplementasi Sabun Mineral dan Mineral
Organik serta Kacang Kedelai Sangrai pada Indikator Fermentabilitas Ransum
dalam Rumen Domba. Media Peternakan, Vol. 30 No. 1, hlm. 63-70.
Anonim.
Tanpa
Tahun.
Bab
II
Tinjauan
Pustaka.
(online)http://etheses.uin-
diakses
pada
Azrul Gusasi. 2014. Nilai pH, Produksi Gas, Konsentrasi Amonia dan VFA Sistem
Rumen In Vitro Ransum Lengkap Berbahan Jerami Padi, Daun Gamal dan Urea
Mineral Molases Liquid.Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Hassanuddin,
Makassar.
Basri. 2014. Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Ransum Komplit Dengan
Kandungan Protein Berbeda Pada Kambing Marica Jantan. Makasar :
Universitas Hasanuddin
Ella, A. S. Hardjosoewignya, T. R. Wiradaryadan dan M. Winugroho. 1997.
Pengukuran Produksi Gas dari Hasil Proses Fermentasi Beberapa Jenis
Leguminosa Pakan. Dalam : Prosiding Sem. Nas II-INMT Ciawi, Bogor.
NASIONAL,
DIREKTORAT
PENDIDIKAN
MENENGAH
KEJURUAN JAKARTA.
Kurniadi,
Hendri.
2009.
(http://kimia.upi.edu
Radioisotop
dalam
bidang
peternakan.
(online)
/utama/bahanajar/kuliah_web/2009/0700662/Radioisotop
Muslim, G, dkk. 2014. Aktivitas Proporsi Berbagai Cairan Rumen dalam Mengatasi
Tannin dengan Tehnik In Vitro. Jurnal Peternakan Sriwijaya, Vol. 3, No. 1, Juni
2014, pp. 25-36 Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.
Pell, A.NND.J.R. Cherney and J.S. Jones. 1993. Technical note: Forage InVitro Dry
Matter Digestibility as influenced by Fibre Source in TheDonor Cow Diet. J.
Animal Sci 71.
Priyono.
2009.
Molases.
(online)
(http://www.ilmupeternakan.com/2009/03/molases.html) diakses pada tanggal 31
Maret 2016.