Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh:
Kelompok 2
1.
2.
3.
4.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, makhluk hidup selalu membutuhkan
makanan sebagai sumber energi untuk melakukan segala macam aktivitas. Makanan
yang dibutuhkan meliputi zat gizi makro dan mikro. Salah satu dari tiga zat gizi makro
yang diperlukan manusia adalah protein. Protein berfungsi untuk membangun dan
memperbaharui seluruh jaringan yang ada dalam tubuh. Sumber protein dapat
diperoleh dari hewani maupun nabati. Salah satu sumber protein tinggi yang dapat kita
makan adalah daging. Daging sebagai bahan pangan hewani mempunyai peran penting
dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya yang tinggi, pada daging
terdapat pula kandungan asam amino essensial yang lengkap dan seimbang (Lawrie,
1995). Daging sapi umumnya lebih disukai daripada daging ternak lain, karena
mempunyai aroma dan rasa yang lebih diterima konsumen.
Berbagai macam jenis olahan daging beredar dimasyarakat saat ini. Salah Satu
produk olahan daging adalah Kornet. Kornet merupakan salah satu produk olahan
daging yang telah lama dikenal dan disukai oleh masyarakat. Produk ini merupakan
salah satu upaya untuk membuat umur simpan daging menjadi lebih lama. Namun,
dalam pengolahannya harus tetap memperhatikan prosedur yang telah ditetapkan oleh
instansi terkait agar hasilnya maksimal dan tidak membahayakan kesehatan. Produk
daging yang berupa kornet ini telah banyak dipasarkan diberbagai wilayah, baik di
dalam negeri maupun di luar negeri.
Dengan adanya proses pengolahan daging menjadi kornet dapat menjadi suatu
keuntungan atau kelemahan. Hal itu dikarenakan selama proses pengolahan daging
sapi menjadi kornet, dimungkinkan terjadi reaksi-reaksi kimia yang dapat mengurangi
atau bahkan mengubah nilai gizi protein yang dikandung dalam daging. Oleh karena
itu, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang proses kimia yang terjadi selama
proses pengolahan daging menjadi kornet.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kandungan Protein Daging Sapi
Daging terdiri dari tiga komponen utama yaitu jaringan otot, jaringan lemak, dan
jaringan ikat. Unit struktural jaringan otot adalah jaringan sel daging, atau yang biasa
disebut serabut otot. Serabut otot terdiri dari sejumlah miofibril, yang dikelilingi oleh
sarkoplasma dan dilindungi oleh sarkolema. Miofibril terdiri dari serabut-serabut yang
lebih halus yang disebut miofilamen. Miofilamen terdiri dari dua macam protein yaitu
filamen aktin yang tipis dan filamen miosin yang tebal.
Daging sangat penting untuk kehidupan manusia, karena merupakan salah satu
sumber protein hewani yang mengandung asam amino esensial yang lengkap untuk
tubuh (Lawrie, 1979). Protein merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan untuk
pertumbuhan tubuh, penyusun jaringan, pengganti bagian-bagian tubuh yang rusak dan
pengatur kegiatan tubuh, serta dapat pula sebagai penghasil tenaga atau kalori.
Komposisi daging terdiri dari 75% air, 19% protein, 3,5% substansi non protein
yang larut, dan 2,5% lemak (Lawrie, 2003). Komposisi daging sapi mentah dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi daging sapi mentah
Komposisi
Persen (%)
Protein
20
Lemak
11
Karbohidrat
0
Air
68
Vitamin
Kurang dari 1
Sumber: Gaman dan Sherrington, 1994.
Selain protein, daging juga mengandung zat gizi lain yang diperlukan oleh tubuh
manusia, yaitu lemak, vitamin B dan mineral-mineral terutama Fe, P, dan Ca. Air
merupakan zat penyusun terbesar dalam daging segar yaitu sekitar 68%. Hal inilah
yang menyebabkan daging bersifat mudah rusak, baik kerusakan yang disebabkan oleh
mikrobia maupun kerusakan enzimatis.
Ditinjau dari komposisi asam aminonya, maka protein daging sapi tergolong
protein yang berkualitas tinggi karena banyak mengandung asam amino esensial yang
dibutuhkan manusia. Total dari asam amino esensial yang dibutuhkan manusia menurut
FAO adalah 36% dan menurut FNB (Food Nutrition Board) adalah 37,7%.
Tabel 2. Komposisi asam amino esensial protein daging sapi
Asam amino esensial
% Protein Kasar
Arginin
6,6
Histidin
2,9
Isoleusin
5,1
Leusin
8,4
Lisin
8,4
Metionin
2,3
Fenilalanin
4,0
Threonin
4,0
Triptopan
1,1
Valin
5,7
Sumber: Price and Schweigert, 1971
Tabel 3. Komposisi asam amino non essensial daging sapi
Asam amino non esensial
% protein kasar
Alanin
6,4
Asam aspartat
8,8
Sistein
1,4
Asam glutamat
14,4
Glisin
7,1
Prolin
5,4
Serin
3,8
Tirosin
3,3
Sumber : Price and Schweigert, 1971.
Asam amino di dalam daging sapi yang paling tinggi adalah lisin dan leusin yaitu
sebesar 8,4 %. Lisin merupakan salah satu asam amino esensial yang mudah rusak
selama proses pengolahan dan menjadi pembatas pada berbagai bahan pangan.
Menurut Basmal et al. (1997), bahwa lisin sebagai salah satu komponen penyusun
protein dapat rusak selama proses pengolahan karena senyawa tersebut peka terhadap
perubahan pH, oksigen, cahaya, panas atau kombinasinya. Berikut struktur kimia lisin:
Berdasarkan asalnya, protein dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu protein
sarkoplasma, protein miofibril, dan protein jaringan ikat. Protein sarkoplasma adalah
protein larut air (water soluble protein) karena umumnya dapat terekstrak oleh air dan
larutan garam encer. protein miofibril terdiri dari naktin dan miosin, serta sejumlah
kecil troponin, tropomiosin, dan aktin. Protein ini memiliki sifat larut dalam larutan
garam (salt soluble protein). Protein jaringan ikat merupakan fraksi protein yang tidak
larut, terdiri dari protein kolagen, elastin, dan retikulin.
Salah satu contoh yang merupakan protein sarkoplasma yaitu mioglobin.
Mioglobin
bersifat larut dalam air dan larutan garam encer. sebuah molekul mioglobin terdiri dari
sebuah gugusan heme dari sebuah molekul protein globin. Heme dalam mioglobin
disebut feroprotoporfiri, karena terdiri dari sebuah profirin yang mengandung satu
atom besi (Fe). Protein globin merupakan sebuah molekul polipeptida yang terdiri dari
150 buah asam amino. Struktur kimia mioglobin yaitu:
dapat
pula
menurunkan
nilai
gizinya.
Pengolahan
atau
lemak, dan produk oksidasinya serta bahan kimia aditif seperti alkali,
belerang oksida atau hidrogen peroksida (Muchtadi, 1989). Teknik
pengolahan dengan pemasakan mampu menghasilkan produk yang
memiliki cita rasa yang luar biasa dibandingkan dengan teknik lain
(Winarno,1993).
Namun
demikian
Karmas
dan
Harris
(1989)
C. Struktur Protein
Protein mempunyai struktur yang spesifik dan kompleks. Struktur protein
memegang peranan penting dalam menentukan aktivitas biologisnya. Protein tidak
hanya bervariasi dalam jumlah dan urutan asam amino, tetapi juga dalam alur rantai
peptidanya. Rantai itu mungkin lurus, membelok, memutar, melilit dan melipat dalam
tiga dimensi. Berdasarkan alur tersebut, protein dapat dibagi sebagai berikut:
1. Struktur Primer
Struktur primer merupakan urutan-urutan asam amino yang menyusun protein
melalui ikatan peptida. Urutan asam amino akan menentukan fungsi suatu protein.
Struktur primer berupa rantai pendek dari asam amino dan dianggap lurus.
2. Struktur Sekunder
Struktur sekunder berkaitan dengan bentuk dari berbagai rangkaian asam amino
pada protein, oleh ikatan hidrogen antara atom hidrogen dari gugus amino dengan
atom oksigen dari gugus karboksil. Struktur sekunder merupakan rangkaian lurus
(struktur primer) dari rantai asam amino. Namun, karena setiap gugus mengadakan
ikatan hidrogen, rantai polipeptida menggulung seperti spiral (alfa helix), lembaran
kertas continues form (beta-pleated sheet), atau triple helix.Struktur Sekunder
3. Struktur Tersier
Struktur tersier protein merupakan bentuk tiga dimensi dari suatu protein.
Struktur tersier terbentuk jika rangkaian heliks (struktur sekunder) menggulung
atau melipat karena adanya tarik-menarik antarbagian polipeptida sehingga
membentuk satu subunit protein tertentu yang disebut struktur tersier. Bentuk tiga
dimensi protein sangat berperan dalam menentukan fungsi biologis protein
tersebut.
4. Struktur Kuartener
Sebagian protein hanya mengandung rantai tunggal polipeptida, tetapi ada juga
yang disebut protein oligomer, yaitu protein yang terdiri dari dua atau lebih rantai
polipeptida. Sebagai contoh, hemoglobin yang mempunyai empat rantai. Masingmasing rantai merupakan satu subunit protein. Susunan subunit dalam protein
E. Tahap
Proses Pembuatan Kornet
Seaming
Exhausting
Sterilisasi
Cooling
Labelling
Daging Sapi
Cornet Beef
sedikit ruang kosong di dalam kaleng, disebut head space. Ukuran head space
bervariasi, umumnya kurang dari tinggi kaleng.
5. Exhausting
Kaleng yang telah diisi, kemudian divakum (exhausting) dengan cara
melewatkannya melalui ban berjalan ke dalam exhauster box bersuhu 90-95C
selama 15 menit.
6. Seaming
Setelah keluar dari exhauster box, kaleng dalam keadaan panas langsung
ditutup dengan mesin penutup kaleng. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng,
maka semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya).
Proses penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting karena daya awet
produk dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng (terutama bagianbagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan produk di dalamnya
dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya kebocoran yang
dapat mengakibatkan kerusakan.
Produk yang telah diseaming kemudian akan melalui tahap pencucian.
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang tercecer di permukaan
kaleng akibat proses filling. Apabila kotoran tidak dibersihkan, dikhawatirkan
mikroba akan dapat tumbuh dan mengkontaminasi produk setelah dibuka, karena
proses sterilisasi hanya difokuskan pada produk yang berada dalam kaleng.
7. Sterilisasi
Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara memasukkan
kaleng ke dalam retort dan dimasak pada suhu 120C dan tekanan 0,55 kg/cm2,
selama 15 menit.
8. Cooling
Agar daging tidak mengalami pemanasan yang berlebihan, kaleng yang telah
disterilkan harus segera didinginkan di dalam bak pendingin yang berisi air selama
20-25 menit. Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul
perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari
air pendingin ke dalam produk. Perlu dipastikan bahwa air pendingin yang
digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar, proses
pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam
setelah katup uap dimadkan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran
kaleng yang besar, maka tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga
tidak menyebabkan terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak.
9. Pemberian label pada kemasan
Setelah permukaan kaleng dibersihkan dengan lap hingga kering, produk siap
untuk diberi label dan dikemas.
dapur
(NaCI)
merupakan
bahan
penolong
dalam
proses
NOMMb
NOMb (nitrik oksida mioglobin, merah)
(Mioglobin)
Kondisi menguntungkan
Kondisi menguntungkan
Nas + asap
Berikut ini merupakan reaksi pengikatan Nitrit oksida atau nitroso (NO)
dengan Mioglobin yaitu sebagai berikut:
adalah utuh (normal) dan protein adalah dalam bentuk alami, tetapi warna dan
valensi Fe bervariasi (Lawrie, 1979).
Gambar.
Berkat adanya proses curing, kecerahan warna daging masih dapat
dipertahankan, walaupun tidak sempurna. Ketidaksempurnaan warna daging
mungkin juga dipengaruhi oleh lamanya waktu dalam proses curing.
Pembatasan dalam penggunaan nitrit sangat diperlukan karena nitrit akan
bersifat racun bila dikonsumsi dalam dosis yang berlebihan. Jumlah nitrit yang
diizinkan tersisa pada produk akhir adalah 50 ppm (mg/kg). Jika penggunaan
nitrit berlebihan maka akan menimbulkan senyawa karsinogenik. Berikut ini
akan dijelaskan reaksi kimia pembentukan nitrosamin sebagai akibat
penggunaan Nitrit secara berlebihan pada Curing.
Pada curing biasanya dikombinasikan antara nitrit dan nitrat. Apabila hanya
garam nitrit yang ditambahkan maka waktu yang diperlukan untuk berubah
Gugus amina tersebut akan lebih banyak lagi bila dimasak dengan
menambahkan bumbu (spices) seperti piperidines + NO terbentuk nitrosamin
piperidines, dan pyorolidines + NO membentuk nitrosamin. Nitrosamin akan
terbentuk, terutama bila daging dipanaskan sehingga terjadi eolisis sehingga
terjadi pyorolidine.
c. Penambahan Gula (Sukrosa atau Dektrosa)
1) Reaksi Maillard akibat penambahan gula
Fungsi utama gula dalam curing adalah untuk memodifikasi rasa dan
menurunkan
kadar
air
yang
sangat
dibutuhkan
untuk
pertumbuhan
COOH
L-Lysin
H2N
D-Lysin
Lisin + Alanin
BAB III
PENUTUP
1. Kandungan protein daging sapi yaitu terdiri dari asam amino esensial dan asan amino
non esensial. Asam amino esensial di dalam daging sapi yang paling tinggi adalah lisin
dan leusin yaitu sebesar 8,4 %. Protein dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu
protein sarkoplasma, protein miofibril, dan protein jaringan ikat. Salah satu contoh
yang merupakan protein sarkoplasma pada daging sapi yaitu mioglobin.
2. Proses pembuatan kornet terdiri dari beberapa tahapan yaitu Pembersihan Bahan Baku
(Daging Sapi), Chopping, Curing, Filling, Exhausting, Seaming, Sterilisasi, Cooling,
dan Pemberian label pada kemasan.
3. Pengolahan daging sapi menjadi kornet dapat mempengaruhi atau merubah struktur
protein yang dikandung daging sapi. Proses kimia atau perubahan struktur protein
daging sapi setelah mengalami proses pengolahan menjadi kornet yaitu perubahan
protein setelah mengalami proses Curing akibat penambahan nitrit dan nitrat, Reaksi
Maillard akibat penambahan gula, denaturasi protein setelah mengalami proses
Exhausting, rasemisasi Asam Amino setelah mengalami proses Sterilisasi dan
Pembentukan lisioalanin, serta reaksi setelah mengalami proses Cooling
DAFTAR PUSTAKA
Lawrie, R,A. 1995. Ilmu Daging. Jakarta: UI-Press.
Muchtadi, dkk. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
Institut Pertanian Bogor.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, Cetakan III. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama