Anda di halaman 1dari 56

Tugas :

Fisika
Kuantu
m2

March 25

2016

Nama kelompok : Samsul Anwar


J1D112010
Ahmad Rafii Hamdi
J1D111022
Zainal Abidin
J1D112032

Meringkas :
Metode
perturbasi
dan metode
variasi.

METODE PERTURBASI
9.1 Pengantar
Sekarang kita akan membahas metode aproksimasi penting kedua dalam mekanika
kuantum setelah metode variasi yaitu metode perturbasi atau metode gangguan atau
metode Simpangan. Jika seandainya kita mempunyai sistem dengan Hamiltonian bebas
waktu dan kita tidak mungkin menyelesaikan secara eksak persamaan Schrodinger:
n = En n

(9-1)

untuk mendapatkan fungsi dan nilai eigennya, dan jika hanya berbeda sedikit dengan
operator Hamilton 0 dari suatu sistem yang persamaan Schrodinger-nya yaitu:
0 n(0) = E n(0) n(0)

(9-3)

yang dapat diselesaikan dengan pasti, maka sistem dengan disebut sistem terperturbasi
sedang sistem dengan 0 disebut sistem takterperturbasi.
Sebagai contoh sistem perturbasi adalah sistem osilator takharmonis yang nya adalah::
2
=

d2

2m dx 2

+ k x2 + c x3 + d x4

(9-3)

Hamiltonian (9-3) tersebut tidak berbeda jauh dengan Hamiltonian dari sistem osilator
harmonis:
2
0 =

d2

2m dx 2

+ k x2

(9-4)

Jika tetapan c dan d pada (9-3) itu kecil, maka diperkirakan bahwa fungsi dan nilai eigen
dari osilator takharmonis tidak terlalu jauh dengan yang harmonis. Jika perbedaan antara
dan 0 kita sebut ' . Perbedaan Hamiltonian ini kita sebut perturbasi. Jadi Perturbasi kita
definisikan dengan:
' = 0

(9-5a)

= 0 + '

(9-5b)

jadi:
(Awas tanda ' tidak berhubungan dengan differensial). Untuk contoh osilator takharmonis
dengan Hamiltonian (9-3), perturbasinya dikaitkan dengan osilator harmonis adalah:
' = c x3 + d x4

(9-6)

Yang menjadi tugas kita adalah menyatakan fungsi dan nilai eigen dari sistem yang
terperturbasi (yang tidak diketahui) dinyatakan dalam fungsi dan nilai eigen sistem yang
takterperturbasi (yang dapat diketahui). Dalam menangani kasus ini, kita akan
membayangkan bahwa perturbasi berlangsung secara gradual, artinya perubahan dari
takterperturbasi menjadi terperturbasi berlangsung secara continous atau berangsur-angsur
(tidak mendadak/spontan). Secara matematika, hal seperti ini berarti memasukkan
parameter kedalam Hamiltonian dalam bentuk relasi sebagai berikut:
= 0 + '

(9-7)

Jika = nol, maka kita mempunyai sistem takterperturbasi. Seiring dengan meningkatnya
, maka perturbasi akan tumbuh semakin besar, dan jika = 1, maka dikatakan
perturbasi aktif secara penuh (fully turned on).
9.2 Teori Perturbasi Nondegenerate
Teori perturbasi untuk energi degenerate dan nondegenerate adalah berbeda.
Sekarang kita akan membahas yang nondegenerate lebih dulu. Jika n(0) adalah fungsi
gelombang dari sebuah partikel takterperturbasi nondegenerate dengan energi En(0), dan
jika n adalah fungsi gelombang terperturbasi menjadi n(0) , maka untuk sistem
terperturbasi, persamaan Schrodinger-nya adalah:
n = (0 + ') n = En n

(9-8)

Karena Hamiltonian (9-8) tersebut bergantung pada parameter , maka n dan En


merupakan fungsi . Jadi:
n = n(q) dan En = En()
dengan q adalah koordinat sistem. Sekarang n dan En akan kita ekspansi sebagai deret
Taylor dalam (artinya deret pangkat ).
dk
n

dk
k 0

n =

n -0

dkE
n

k
k 0 d

-0

k
k!

d n
d

En =

-0

k
k!

d 2 n
d2

2
2!

(9-9)

E n -0

d En
d

d2En

d2

d n
Selanjutnya agar penulisannya ringkas,
k
d

d k En

dk

-0

k
k!

2
2!

-0

(9-10)

k
ditulis n(k)
k!

dan

ditulis En(k) jadi:

Sehingga untuk k = 0, maka:


n(0) =
En(0) =

d 0 n
d0

d0En
d0

0
0!

0
0!

=
=

n -0 .

(9-11a)
(9-11b)

E n -0

dan k = 1, 2, 3 . . . . .
n(k) =

En(k) =

dkn
dk

dkEn
dk

1
k!

1
k!

k = 1, 2 . . . .

k = 1, 2, . . .

(9-12a)

(9-12b)

sehingga (9-9) dan (9-10) dapat ditulis:


n = n(0) + n(1) + 2n(2) + 3 n(3) + . . . .kn(4) + . . . .
(9-13)
En = En(0) + En(1) + 2En(2) + 3En(3)

+ . . . . + kEn(k) + . . . .

(9-14)
n(k) dan En(k) disebut koreksi order k terhadap fungsi gelombang dan energi. Kita
akan mengasumsikan bahwa deret (9-13) dan (9-14) adalah konvergen untuk = 1 dan
kita berharap bahwa untuk perturbasi (simpangan) yang kecil, suku-suku awal deret akan
memberikan aproksimasi yang bagus bagi fungsi gelombang dan energi yang
sesungguhnya.
Kita ambil n(0) ternormalisasi, jadi < n(0)

n(0)> = 1. Tanpa harus

menganggap bahwa n ternormalisasi, kita mensyaratkan agar:


< n(0) n> = 1

Jika n tidak mengikuti < n(0) n> = 1, maka hasil kali n dengan konstanta
1/<n(0) n> akan menghasilkan fungsi gelombang terperturbasi yang jauh dari
properti seharusnya.
Kondisi < n(0)

n> = 1 ini disebut normalisasi intermediate. Perlu dicatat

bahwa hasil kali n dengan konstanta tidak akan mengubah harga energi dalam
persamaan Schrodinger :
n = Enn sehingga penerapan normalisasi intermediate tidak berpengaruh terhadap
hasil koreksi energi.
Substitusi (9-13) ke dalam normalisasi intermediate < n(0)

n> = 1

menghasilkan:
1 = < n(0) n(0) > + < n(0) n(1) > + 2< n(0) n(2) > + . . . . .
Karena < n(0) n(0) > pasti = 1, maka < n(0) n(1) > + 2< n(0) n(2)
> + . . . . .= 0. Karena pasti tidak nol, maka:
< n(0) n(1) > = <
n(0) n(2) > = 0 dst

(9-15)

Dari (9-15) itu tampak bahwa koreksi pada fungsi gelombang n(k) adalah ortogonal
terhadap n(0) jika normalisasi intermediate dipergunakan.
Substitusi (9-13) dan (9-14) ke dalam (9-8) menghasilkan:
(0 + ' ) (n(0) + n(1) + 2n(2) + 3 n(3) + . . .)
= (En(0) + En(1) + 2En(2) + 3En(3) + . . .) (n(0) + n(1) + 2 n(2)
+ 3 n(3) + . . .)
Suku-suku yang pangkat nya sama dikumpulkan, hingga menjadi:
0 n( 0) + ( 'n(0) + 0n(1) ) + 2 ( 'n(2) + 0n(1) ). . .
= En(0)n(0) + (En(1)n(0)+ En(0)n(1) + 2 (En(2)n(0) + En(1)n(1) +
En(0)n(2) ) . . .(9-16)
Sekarang (dengan asumsi konvergen) maka suku-suku yang berderajat sama dari
kedua ruas persamaan (9-16) bernilai sama untuk sembarang harga . Dari suku 0
diperoleh:
0 n( 0)= En(0)n( 0)
Dari suku diperoleh:

(9-17)

( 'n(0) + 0n(1) ) = (En(1)n(0)+ En(0)n(1) atau:


0n(1) En(0)n(1) = En(1)n( 0) 'n(0)

(9-18)

Koreksi Energi Order Pertama


Untuk mendapatkan harga En(1) , kita kalikan (9-18) dengan m(0)* kemudian
diintegralkan ke seluruh ruang, sehingga menjadi:
m(0) 0 n(1) > En(0) <m(0) n(1)> = En(1)<m(0) n( 0)>

<m(0) ' n(0)>


(9-19)
Operator (0) adalah Hermitian, sehingga suku pertama ruas kiri (9-19) adalah::

m(0) 0 n(1) > =


n(1) 0 m(0)>* =
n(1) 0 m(0)>*
= n(1) Em(0)* m(0)>* = Em(0)
m(0) n(1) >

(9-20)

Substitusi (9-20) ke dalam (9-19) menghasilkan:


Em(0)
n(1)m(0)> En(0) <m(0) n(1)> = En(1)<m(0) n( 0)>
<m(0) ' n(0) >
atau:
Em(0)

En(0)

<m(0) n(1)>

En(1)<m(0) n(

0)>

<m(0) ' n(0) >


(9-21)
Jika m = n, maka ruas kiri (9-21) menjadi nol sedang <m(0) n( 0)> =
<n(0) n( 0)> = <m(0) m( 0)> = 1, jadi:
0 = En(1) <n(0) ' n(0) >

atau:

En(1) <n(0) ' n(1) > = n(0)* 'n(0) d


H'nn

(9-22)*b

Kesimpulan:
Koreksi order pertama terhadap energi diperoleh dengan merata-rata perturbasi dengan
mengacu pada fungsi takterperturbasi yang bersangkutan.

Jika koreksi terhadap energi sudah diperoleh maka energi sistem terperturbasi En adalah:
En = En(0) + En(1)

(9-23)

dengan En = energi sistem terperturbasi (yang diaproksimasi) ; En(0) = energi sistem tak
terperturbasi dan En(1) = koreksi energi order pertama.
Contoh:
Untuk osilator tak harmonis yang hamiltoniannya adalah =

2 d2
1
kx 2 +
2m dx 2 2

px3+ qx4, tentukan (a) koreksi order pertama untuk energi ground state, dan (b) tentukan
energi ground state untuk osilator tak harmonis tersebut.
Jawab:
a) Untuk osilator harmonis, energi ground state adalah E0 = h . Koreksi order
pertama untuk energi ground sate yang ditanyakan adalah E0(1). Menurut (9-22):
En(1) =n(0)* 'n(0) d

E0(1) =

jadi:

0(0)* '0(0) dx

dengan :
0(0)= fungsi gelombang tak terperturbasi (osilator harmonis) ground state =
(/)1/4 e ( / 2) x 2
' = 0 = (
jadi:

E0(1) =

E0(1) =

e x

dx

2 d2
1
kx 2 +
2m dx 2 2

~
~

(/)1/4

px3+ qx4) (

e ( / 2) x

2 d2
1
kx 2 )
2m dx 2 2

( px3+ qx4 ) (/)1/4

( px3+ qx4 ) (/)1/2

e x

= px3+ qx4

e ( / 2) x

dx = (/)1/2

dx

atau

( px3+ qx4 )

= (/)1/2

px3

e x

px3

dx + (/)1/2

qx4

e x

dx

dx adalah integral fungsi ganjil dengan batas ~ s/d +~ = 0. jadi:

E0(1) = 0 + (/)1/2

= 2q

e x

x4

e x

~
2

qx4

dx =

e x

dx

3q
4 2

Koreksi Fungsi Gelombang Order Pertama


Untuk m

n, persamaan (9-21) menjadi:

( E m(o) E n(o) ) <m(0) n(1)> = <m(0) H ' n(0) >

(9-24)
Untuk memperoleh n(1), kita mengekspansinya ke dalam suku-suku yang terdiri atas

himpunan fungsi eigen tak terperturbasi m(0) dari operator hermitian H o :


n(1) =

o
nm m

dengan

anm mo n1

(9-25)

Dengan menggunakan a nm m n , persamaan (9-24) menjadi:

( E m(o) E n(o) ) anm = m o H ' n o

atau:
anm =

mo H ' no
En( o ) Em( o)

H 'mn
Em(o)

En(o)

(9-26)

Koefisien anm pada ekspansi (9-25) dinyatakan dalam bentuk (9-26), kecuali untuk ann ,
o . Dari persamaan kedua pada (9-25), dapat dinyatakan bahwa
yaitu koefisien dari m

ann n(o) n(1) . Ingat bahwa pemilihan normalisasi intermediate untuk n , membuat
n(o) n(1) = 0 [persamaan (9-15)]. Karena itu, ann n(o) n(1) = 0, sehingga (925) dan (9-26) memberikan koreksi order pertama terhadap fungsi:
o

H ' no (o )
m
(1)
n
m
(o )
(o )
m n E n E m
Arti lambang

(9-27)

adalah kita menjumlah semua state tak terperturbasi kecuali state n.

mn

Dengan menggunakan harga = 1 dalam (9-13) dan menggunakan koreksi fungsi


gelombang order pertama, kita mempunyai sebuah aproksimasi terhadap fungsi gelombang
perturbasi yaitu:
n n( o )

mn

mo H ' no
En( o ) Em(o )

m( o )

(9-28)

Secara ringkas dapat ditulis koreksi untuk orde pertama:


En = En(0) + H'nn = En(0) + En(1)
n n( o)

m n

'
H mn
(o)
n

E m(o )

m( o) = n n(o ) n(1)

Contoh aplikasi Teori Perturbasi


Jika Hamilton Perturbasi ' adalah
' =

x
2
V1 dan n =
a
a

1/ 2

sin

nx
,
a

Dimana V1 adalah ketinggian potensial pada x = a. Koreksi orde pertama pada energi level
ke-n persamaan (9-22)*b adalah

V1

1/ 2

En(1) = n x 1 n
a

sin

nx
2
x
a
a

1/ 2

sin

nx
dx
a

2V1
a2

1
V1
2

nx
.dx
a

x. sin 2

1
V1
2

Tampak untuk perturbasi orde pertama menaikkan energi semua level sebesar
Jadi En = En(0) + H'nn = En(0) + En(1) = En(0) +

1
V1
2

Koreksi orde pertama fungsi gelombang diberikan oleh persamaan (9-26) dan untuk
problem ini
2

V1
amk= a 2

kx
mx
sin
dx
a
a

Em0 Ek0

Denominatornya =

sin

h2
m 2 k 2 m 2 k 2 E1
2
8ma

Untuk mengevaluasi integral kita gunakan relasi trigonometrik


sin sin

1
cos cos
2

Kita substitusikan ke H'km

H'km =
=

1
V1
2
1

y cos k m y cos k m y dy

1
V1
2
k m

( k m )

z cos zdz

1
2
2
V

2 1
2

k m 2
k m

2
1
1
V

2 1
2

m
k

m 2

H'km = 0

k m

( k m )

== (k-m, k+m ganjil)

== (k-m, k+m genap)

Misal m adalah keadaan energi terendah 1 . Aplikasinya adalah

2 1
1
16 V1
V 2 2
0.18V1
2 1
9 2

1
3

H'21

H'31

=0

y cos ydy

2 1
1
32 V1
V 2 2
0.0144V1
2 1
225 2

3
5

H'41

H'51

= 0, dan seterusnya.

Perhatikan integral H'21 = -0,18V1, sedangkan denominatornya adalah


E10 E20 (12 2 2 ) E1 3E1
E10 E40 (12 4 2 ) E1 15E1

Sehingga
a12 =

V
0,18 V1

0,06 1
3 E1
E1

a12 = a15 =..= 0


a14 =

V
0,0144 V1

0,0096 1
15 E1
E1

Sehingga
V
V
1 = 10 0,06 1 20 0.0096 1 40
E1
E1

Koreksi Energi Order Kedua


Jika koefisien 2 pada (9-16) disamakan, kita akan memperoleh:

(1)
( 2)
( 2)
(o )
(1)
(1)
(o )
( 2)
H ' n + H o n = En n + En n + En n

atau:

( 2)
(o )
( 2)
( 2)
(o )
(1)
(1)
(1)
H o n En n = En n + En n H ' n

(9-29)

Perkaliannya dengan (o )* , dilanjutkan dengan integrasi seluruh ruang, menghasilkan:


m

m(o) H o n( 2)

E n(o )

m(o) n( 2)

(o) (o)
( o ) (1)
= E n( 2) m n + E n(1) m n

(o)
m
H'

n(1)

(9-30)

(o ) o ( 2)
Integral m H n dalam persamaan tersebut persis sama dengan integral dalam

(9-20), tetapi n(1) diganti dengan n( 2) . Penggantian n(1) oleh n( 2) , membuat


persamaan (10-20) menjadi:

m(o) H o n( 2) = E m(o ) n(o) n(2)

(9-31)

Penggunaan (9-31) disertai dengan ortonormalitas fungsi tak terperturbasi pada (9-30)
menghasilkan:
(o )
Em

n(o) n(2)

E n(o )

m(o) n( 2)

(o) (o)
( o ) (1)
= E n( 2) m n + E n(1) m n

(o)
m
H'

n(1)

atau:
(o)
( 2)
(o )
( Em
E n(o ) ) m n
(o ) (1)
= E n( 2) mn + E n(1) m n m(o)

H'

n(1)

(9-32)

Untuk m = n, ruas kiri (9-32) menjadi nol, dan kita memperoleh:


0 = E n( 2) n(o)

H'

n(1)

atau:

(o)
E n( 2) = n H '

n(1)

(9-33)

Jika kita mengamati persamaan (9-33), maka tampaknya untuk dapat mengkalkulasi
koreksi order kedua untuk energi, kita harus sudah mempunyai koreksi order pertama
untuk fungsi gelombang. Namun fakta menunjukkan bahwa pemahaman akan n(1) sudah
cukup pula untuk menentukan E n(3) . Sehingga secara lebih umum dapat dinyatakan,
bahwa jika kita sudah mempunyai koreksi ke-k untuk fungsi gelombang, maka kita sudah
dapat menentukan koreksi ke (2k + 1) untuk energi (Bates, 1961).
Substitusi (9-27) untuk n(1) ke dalam (10-33) menghasilkan:

(o)
E n( 2) = n H '

mo H ' no
E n(o) E m(o)

m n
Karena

o
o
m
H' n

(o)
E n( o ) E m

mn

m(o)

adalah a m dan nilainya konstan, tentu saja dapat

dikeluarkan dari tanda integral, sehingga :

E n(2)

mo

(o )
mn E n

o
H' n
E m(o)

n(o) H ' m(o)

(9-34)

Karena H bersifat hermitian, maka:

m(o) H ' n(o) n(o) H ' m(o) = m(o) H ' n(o)


=

m(o)

(o) 2
H' n

sehingga (9-34) menjadi:

o o2
m H ' n
H
=
( )2
E n (o ) ( o ) E E
mn En E m

2
'
mn

m n

(o)
n

(o)
m

(9-35)

yang merupakan pernyataan E n( 2) yang diinginkan, yang dinyatakan dalam terminologi


fungsi gelombang dan energi.
Aplikasi E n( 2) ke dalam (9-14) dengan = 1 adalah aproksimasi state energi
perturbasi, yaitu:
E n E n( o) H n' n

H m' n

mn

(9-35)

yang integralnya meliputi fungsi gelombang tak terperturbasi yang ternormalisasi.

Formula untuk koreksi energi order yang lebih tinggi tidak dibahas dalam buku ini,
tetapi yang berminat dapat mempelajarinya dari Bates, 1961 halaman 181-185. Bentuk
perturbasi yang kita bahas dalam sub bab ini disebut teori perturbasi RayleighSchrodinger.
Diskusi. Persamaan (9-28) menunjukkan bahwa efek perturbasi pada fungsi gelombang
(o )
n(o ) diinfiltrasi oleh konstribusi dari state lain yaitu m
, m n . Dengan adanya faktor
(o)
1 /( E n(o) E m
) , konstribusi terbesar terhadap fungsi gelombang terperturbasi datang dari

state energi terdekat dengan state n.


Untuk mengevaluasi koreksi order pertama untuk energi, kita cukup hanya dengan
mengevaluasi H n' n , sedang untuk mengevaluasi koreksi energi order kedua, kita harus

mengevaluasi elemen matrik H ' antara state ke-n dan seluruh state m yang lain, dan
kemudian malakukan penjumlahan sebagaimana (9-35). Dalam banyak kasus, adalah
sangat tidak mungkin untuk mengevaluasi koreksi energi order kedua secara eksak.
Apalagi untuk order ketiga atau yang lebih tinggi, tentu akan jauh lebih sukar, meski
dengan bantuan komputer sekalipun.
Penjumlahan dalam (9-28) dan (9-36) adalah jumlah meliputi state-state yang
berbeda. Jika beberapa level energi adalah degenerate, maka kita harus menjumlahkan
semua fungsi gelombang yang saling independen sehubungan dengan level degenerate
tersebut.
Alasan mengapa kita melakukan penjumlahan sebagaimana (9-28) dan (9-36)
adalah karena kita memerlukan himpunan lengkap fungsi-fungsi untuk melakukan ekspansi
(9-25) dan oleh karena itu kita harus melibatkan semua fungsi gelombang linear
independen dalam penjumlahan. Jika problem tak terperturbasi melibatkan fungsi
gelombang kontinum (misal kasus atom hidrogen), maka kita juga harus menyertakan
integrasi terhadap fungsi kontinum itu. Jika (o) menyatakan fungsi gelombang kontinum
tak terperturbasi dengan energi

n(1)

m n

E (o ) ,

maka (9-27) dan (9-35) menjadi:

mo H ' no
E n(o ) E m(o )

m(o )

H E' n

E (o) E (o)
n

(o)

dE ( o )

E n( 2)

dengan

'
Hm
n

(o)
m n E n

H E(o)n ( o ) H ' n(o)

(o)
Em

H E' n

E (o ) E ( o )

dE ( o )

. Integral pada persamaan-persamaan tersebut adalah

meliputi rentang state energi kontinum (misal dari nol sampai tak terhingga pada atom
hidrogen). Keberadaan state kontinum dalam problem tak terperturbasi membuat evaluasi
terhadap E n( 2) menjadi lebih rumit lagi.

Aplikasi koreksi orde kedua


(0)
Jika fungsi k(0) dan m
adalah real, integral H'km dan H'mk adalah sama. Ekspresi

koreksi energi untuk orde kedua adalah


( 2)
Em

2
H mk
Em0 Ek0

Dengan menggunakan harga elemen matriks yang didapat di atas kita dapat memperoleh
koreksi E1 orde kedua
E1( 2)

(0,180V1 ) 2 ( 0,0144V1 ) 2

3E1
15 E1

= 0,0109

V12
V2
0,0000139 1
E1
E1

V12
E1
Energi E1 adalah koreksi orde kedua, sehingga

-0,0109

E1

= E10 + 0,500V1 0,0109

V12
E1

Metode Variasi-Perturbasi
Metode variasi-perturbasi memungkinkan kita melakukan estimasi dengan hasil
lebih akurat terhadap E n( 2) dan teori koreksi energi perturbasi order lebih tinggi untuk
sistem ground state. Metode ini dilandasi oleh pertidaksamaan:

u H

E (o)
u
g

u H ' E (1)
g(o)
g

g(o) H ' E (1)


u
g

E g( 2)

(9-37)

dengan u adalah sembarang fungsi yang memenuhi syarat dan memenuhi kondisi boundary
sedang label g merujuk pada ground state. Pembuktian (9-37) dapat dilihat pada Hameka
(1981) sun bab 7-9. Dengan mengambil u sebagai fungsi variasi dengan parameter yang

meminimalkan ruas kiri (9-37), kita dapat mengestimasi E g( 2) . Fungsi u dapat menjadi
estimator terhadap g(1) yaitu fungsi gelombang ground state koreksi order kesatu dan
dengan demikian, selanjutnya u dapat digunakan untuk mengestimasi E g(3) yaitu energi
ground state koreksi order ketiga. Integral variasional yang sama dapat digunakan untuk
memperoleh koreksi fungsi gelombang dan energi order yang lebih tinggi.
9.3 Metode Perturbasi untuk Atom Helium Ground State
Atom helium terdiri atas sebuah inti bermuatan +2e dan dua buah elektron. Kita
anggap bahwa inti atom berada dalam keadaan diam pada posisi (0,0,0) dalam sistem
koordinat. Koordinat elektron 1 dan 2 berturut-turut adalah (x1, y1, z1) dan (x2, y2, z2);
lihat gambar 9.1.
Jika kita mengambil muatan inti +Ze sebagai pengganti +2e, maka pembahasan
kita tidak hanya untuk atom helium, tetapi untuk semua partikel (atom atau ion) yang
mirip helium yaitu atom atau ion yang elektronnya dua seperti H, Li, Be2+, dan lain-lain.
Operator Hamiltoniannya adalah:
2
2

Ze' 2
Ze' 2
e' 2
2

22
H =
1
r1
r2
r1 2
2m e
2m e

(9-38)

dengan m e adalah massa elektron, r1 adalah jarak dari inti sampai elektron 1, r2 adalah
jarak dari inti sampai elektron 2 dan r1 2 adalah jarak antara elektron 1 terhadap elektron
2. Dua suku yang pertama adalah operator untuk energi kinetik elektron; suku ketiga dan
keempat adalah energi potensial antara elektron dengan inti atom sedang suku terakhir
adalah energi potensial akibat repulsi antar elektron. Energi potensial suatu sistem yang
terdiri atas partikel-partikel yang saling berinteraksi tidak dapat ditulis sebagai jumlah dari
energi potensial partikel individual; energi potensial merupakan sifat sistem sebagai sebuah
kesatuan.

e
(x2 , y2, z2)

r1 2

(x1 , y1, z1)

r2

r1

+2e antar partikel dalam atom helium


Gambar 9.1 Jarak

Persamaan Schrodinger untuk sistem mirip helium ini melibatkan enam variabel
bebas. Dalam koordinat spherik polar,

= r1, 1, 1, r 2 , 2 , 2

(9-39)

Operator 12 adalah operator 2 , yang (r, , ) nya diganti dengan (r1, 1, 1) ;


operator 22 adalah operator 2 , yang (r, , ) nya diganti dengan (r2, 2, 2);
variabel r12 adalah:
r12 = [(x1 x2)2 + (y1 y2)2 + (z1 z2)2] , dan melalui transformasi dari
koordinat Cartesius ke dalam koordinat spherik polar, kita dapat menyatakan r12 dalam
terminologi koordinat (9-39), yaitu:
r12 = [(r1 sincos1 r1 sinc os2)2 + (r1 sinsin1 r1
sins in2)2
+ (r1cos1 r1cos2)2] ,
Karena adanya suku 1 / r12, akibatnya persamaan Schrodinger tidak dapat diselesaikan
melalui teknik pemisahan variabel, sehingga harus menggunakan metode aproksimasi.

Untuk menggunakan metode perturbasi, kita harus memisahkan H menjadi dua bagian,

yaitu H o dan H ' . H o adalah Hamiltonian untuk problem yang dapat diselesaikan
secara eksak. Biasanya pemisahannya adalah sebagai berikut:
2
2
Ze' 2
Ze' 2
o
2
2

=
H
1
2
r1
r2
2m e
2m e

(9-40)

e' 2
H' =
r1 2

(9-41)

Tampak bahwa (9-40) merupakan jumlah dari dua buah Hamiltonian mirip hidrogen, jadi:
o
o

H o = H1 H 2

2
Ze' 2
12
;
H 1o =
r1
2m e

(9-42)

2
Ze' 2
22
H 2o =
r2
2m e

(9-43)

Sistem helium disebut tak terperturbasi adalah jika kedua elektron dalam atom helium
tersebut tidak ada gaya sama sekali. Meskipun realita fisik seperti itu tidak pernah kita
jumpai, namun kita tetap menggunakannya semata-mata untuk jembatan dalam menuju
kalkulasi final.
Karena Hamiltonian tak terperturbasi (9-42) adalah jumlah Hamiltonian untuk dua
partikel, maka dapat diperkirakan bahwa fungsi gelombang tak terperturbasinya
merupakan hasil kali fungsi tak terperturbasi dari masing-masing partikel. Sehingga dapat
kita tulis:
(o )
(o ) = r 1, 1, 1, r 2 , 2 , 2 =

F1 r , , . F2 r , ,
1 1 1
2 2 2

(9-44)

dan energi tak terperturbasinya adalah:


E (o ) = E1 + E2

(9-45)

Persamaan Schrodinger untuk masing-masing partikel adalah:

H 1o F1 E 1 F1 dan

H 2o F2 E 2 F2

(9-46)

Karena H 1o dan H 2o adalah Hamiltonian untuk atom mirip hidrogen, tentu saja fungsi
dan nilai eigen (9-46) adalah fungsi dan nilai eigen untuk atom mirip hidrogen. Dari bab VI
dapat kita ketahui bahwa:
E1

Z 2 e' 2
;
n12 2a o
1

E (o) Z 2

n2
1

E2
1 e' 2
n 22 2a o

Z 2 e' 2
;
n 22 2a o

n1 1, 2, 3 , . . . . . . . .
n 2 1, 2, 3 , . . . . . . . .

(9-47)

(9-48)

dengan a o adalah radius Bohr. Persamaan (9-48) merupakan energi order nol dari kedua
elektron yang terikat oleh inti atom.
Untuk level terendah, nilai n1 1 , n 2 1 , dan fungsi eigen order nol-nya (lihat
bab VI) adalah:

(o)
1s 2

1 Z

1/ 2 a

1/ 2 Z r
1
ao

1 Z

.
1/ 2 a

1/ 2 Z r
2
ao

(9-49)

Energi ground state tak terperturbasinya adalah:


E (o2) (2) Z 2
1s

e' 2
2a o

(9-50)

Kuantitas e2/ao adalah energi ground state untuk hidrogen yang nilainya sudah kita
ketahui yaitu 13,606 eV. Jadi untuk helium dengan Z = 2, adalah:
E ( o2) 108,8

eV

1s

(9-51)

Bagaimana energi order nol ini dibandingkan dengan energi ground state helium yang
sesungguhnya? Berdasarkan eksperimen, energi ionisasi pertama helium adalah 24,6 eV.
Energi ionisasi kedua atom helium, berarti ionisasi terhadap ion He+. Karena ion He+
adalah partikel mirip hidrogen, maka energi ionisasinya secara teoritik dengan mudah
dapat dihitung, yaitu 22 (13,606 eV) = 54,4 eV. Jika kita anggap energi order nol adalah
energi ionisasi total helium [anggapan ini adalah implisit dalam (9-38)], maka energi
ground state atom helium adalah (26,6 + 54,4) eV = 79,0 eV. Jadi energi order nol
mempunyai error 38%. Kesalahan ini cukup besar, karena nilai terminologi perturbasi
e2/r12 tidak cukup kecil untuk diabaikan.
Langkah berikutnya adalah mengevaluasi koreksi perturbasi order pertama. Level
ground state tak terperturbasi adalah level yang non degenerate. Koreksi energi order
pertama adalah:
E (1)

(1)

(o)

H' (o)

z 6 e' 2

2 2

a o6 0

2Z
2Z
r1
r2
ao
ao

1
r12

0 00 0 0

x r12 dr1 r22 dr2 sin 1d 1 sin 2 d 2 d1d 2

(9-52)

Evaluasi integral (9-52) dapat saja tidak usah diperhatikan dan kita bisa langsung melihat
(9-55) sebagai hasil evaluasi (9-52), tetapi bagi yang ingin mengikuti proses evaluasi
integral (9-52), langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Yang pertama kali harus dilakukan adalah meng-ekspansi 1/r12 menjadi bentuk
berikut (Eyring, dkk., 1944):
1
r12

Lambang

r
4
m ( 1 , 1 * m ( 2 , 2 )
1
2

1
r
0 m

artinya lebih kecil dari pada r1 dan r2 sedang

dan r2. Substitusi (9-53) ke dalam (9-52) menghasilkan:

(9-53)
r

lebih besar dari pada r1

(1)

Z 6 e' 2

2 a o6

2 2 2 Z r 1 2 Z r 2
ao
ao

r
4
m ( 1 , 1 ) * m ( 2 , 2 )

1
0 m 2 1 r

0 0 00 0 0

x r12 dr1 r22 dr2 sin 1d 1 sin 2 d 2 d1d 2


E

(1)

Z 6 e' 2 4

2 a o6

2 2 2 Z r 1 2 Z r 2
ao
ao

1
2 1
0 m
0

0 00 0 0

r1

m
( 1 , 1 )

x r12 dr1 r22 dr2 sin 1d 1 sin 2 d 2 d1d 2

m
( 2 , 2 )

(9-53a)

Selanjutnya (9-53a) dikalikan dengan oo ( oo ) * dan kemudian dibagi oo ( oo ) * = ,


jadi nilai (9-53a) tidak berubah, kemudian diadakan penataan ulang sehingga hasilnya
adalah:
E (1) =

16 Z 6 e' 2
a o6

2 2

1
2 1
0 m
0

r1

2Z
2Z
r1
r2
ao
ao

0 00 0 0

m
( 1 , 1 )

o
o
m
o ( 1 , 1 ). o ( 1 , 1 ) * ( 2 , 2

x r12 dr1 r22 dr2 sin 1d 1 sin 2 d 2 d1d 2

)
(9-53a)

Persamaan (9-53a) ditata ulang, menjadi:


E

(1)

16 Z 6 e' 2
a o6

1
2 2
r
r
e

1 2
0 m 2 1 0 0

2Z
r1
ao

r1

2Z
r2
ao

dr1 dr2

( 1 , 1 ) * o ( 1 , 1 ). sin 1d 1d1 )
m

0 0

o ( 2 , 2 ) * ( 2 , 2 ) sin 2 d 2 d 2 )
o

(9-53b)

0 0

Selanjutnya, dengan ortonomalitas,


2

Integral fungsi harmonik sperik

( 1 , 1 ) * o ( 1 , 1 ). sin 1d 1d1 akan


m

0 0

bernilai 1 untuk m 0 dan akan nol untuk harga dan m yang lain. Hal yang sama
juga terjadi pada integral fungsi sperik harmonik yang lain sehingga hanya untuk orbital
dengan nilai m 0 , persamaan (9-53b) menjadi:

(1)

16Z 6 e' 2

a o6

r12 r22 e

2Z
r1

ao

1
r

0 0

2Z
r2
ao

dr1dr2

(9-53c)

dr1 dr2

(9-53d)

Persamaan (9-53c) juga dapat ditulis sebagai berikut:


E

(1)

16 Z 6 e' 2

a o6

r12 e

2Z
r1

ao

0 0

r22 e

2Z
r2
ao

Jika integrasi akan dilakukan terhadap r1 lebih dulu, maka (9-53d) ditulis:
E

(1)

(1)

16 Z 6 e' 2

a o6

r22 e

2Z
r2
ao

r12 e

1
r

dr1 dr2

2Z
r1
ao

(9-53e)

atau:

dengan I =

16 Z 6 e' 2

a o6

r12 e

r22 e

2Z
r2
ao

I dr2

(9-53e)

2Z
r1
ao

1
r

dr1

. Untuk mengevaluasi I, rentang integrasi dipecah menjadi

dua yaitu antara 0 sampai r2 dan antara r2 sampai , sehingga I dapat ditulis:

r2

r12 e

2Z
r1
ao

dr1 +

r12 e

2Z
r1
ao

1
r

r2

dr1

1
? Untuk rentang 0 sampai r2, maka r> (baca: r besar) adalah r2
r

Bagaimana dengan

sedang pada rentang r2 sampai tak terhingga, r> adalah r1, jadi I dapat ditulis:

r2

r12 e

2Z
r1
ao

r2

r2

dr1 +

2Z

r12 ao r 1
e
dr1 +
r2

r12 e

2Z
r1
ao

2Z
r1
ao

1
dr1
r1

r2

r1 e

dr1

r2

Subtitusi I ke dalam (9-53d) menghasilkan:


E

atau:

(1)

16 Z 6 e' 2
a o6

r22 e

2Z r
r2 2 2
r1
ao

r2

2Z
r1
ao

dr1 r1 e
r2

2Z
r1
ao

dr1 dr2

(1)

16Z 6 e' 2
a o6

r2 e

2Z
r2 r 2

ao

a6
o

r22 e

dengan I 1

r2 e

a o6

+
r2

16 Z 6 e' 2

r12 e

2Z
r1
ao

2Z
r2
ao

dr1 dr2

2Z
2Z

r 2

r1

ao

r1 e a o
dr1 dr2

r2

kita sederhanakan bentuknya menjadi:


(1)

16 Z 6 e' 2

r12 e

(9-54)

I1 dr2

16Z 6 e' 2

a6
o

2Z
r1
ao

r22 e

2Z
r2
ao

dr1 dan I 2 r1 e

I 2 dr2

2Z
r1
ao

(9-54a)

dr1

r2

Dengan menggunakan:
2 bx
x e dx

I1

r2

r12 e

x 2 2x
2

b
b 2 b 3

e bx

, diperoleh:

2Z
r1
ao

dr1 =

2Z
r1
ao

r12

2Z

ao

=e

2Z
r2
ao

r22 a o r2 a o2
a o3

2Z
2 Z 2 4Z 3

2Z
a o 2 ao r2
r2 e

2
r12 a o
r1a o
a3
o

2 Z
2
3
2
Z
4
Z

= 2Z

a o2
2Z 2

r2 e

2Z

ao

2Z
r1
ao

2Z

ao

2r1

r2

ao
4Z 3

2Z

r2
ao

a o3
4Z 3

2Z
r2
ao

a o3

4Z 3

bx 1 bx 1
Dengan menggunakan xe bx dx = e
, diperoleh:
b2

I2

r1 e

2Z
r1
ao

dr1

r2

2Z
r1
ao

2Z
r1 2

a
2
Z
a
o

=
r1 1
e o

4Z 2 a o

2
a
ao
o r1

2Z
4Z 2

r2

0e

2Z
r2
ao

ao
a2
r2 o
2Z
4Z 2

2Z
r2
ao

a
a2
o r2 o

2Z
4Z 2

r2

r2
a
a2
o r2 e a o
o e ao
2 Z

4Z 2
2Z

2Z

Selanjutnya I1 dan I2 dimasukkan ke dalam (9-54a):


E

(1)

16 Z 6 e' 2

a o6

r2 e

+
=

16 Z 6 e' 2
a o6

2Z

2Z

16 Z 6 e' 2

a6
o

2Z
0

16 Z 6 e' 2

2
r2 e

2Z
r 2
a
ao
o

2 Z

2Z
a o2 2 ao r2
r e
2 2

2Z

a
16 Z 6 e' 2
a
o 3! o
=
6

2Z 4Z
ao

E (1)

4Z

r2 e

2
ao

4Z 2

4Z

r2
ao

dr2

2Z
r2
ao
dr2

a o3
4Z

r2 e

4Z
2Z

r2

r2
2
ao 3
ao
dr2
r2 e a o

r22 e a o
2Z

4Z 2
0

4
3
2
a2
a3 a
a3
a
o2 2! o o3 o o3
4Z
4Z

2Z
r2
ao

dr2

2Z

16Z 6 e' 2 a o a o
3!

+
2Z 4 Z
a o6

16 Z e'
1 a
8 3. o
=
6
a o 2 Z

a o3

a6
o

6 2

2Z
r2
ao

r2 e

2Z

r2
a o 2 ao r2
a2
a 3 r2
a3
o r2 e ao o e ao o
2 Z r2 e
2
3
2Z
4Z
4Z 3

4Z
a o 3 ao r2
r2 e

+
(1)

2Z
r2
ao

1 ao

26 Z

16 Z 6 e' 2 1 a o
.3.

+
a o6 2 8 Z

4Z

a o2
4Z

1 ao

26 Z

ao

4Z

a
. o
4Z 2Z

2
5

1 a
7 o
2 Z

1 ao

24 Z

2!

E (1) =

16 Z 6 e' 2 a o
1
1
1
1

6 6 4 7
6
ao Z 2
2
2
2
5

16Z 6 e' 2 a o
2
2
8
1

7 7 7 7
=
6
ao Z 2
2
2
2
5

16 Z 6 e' 2 a o 5

a o6 Z 2 7

Jadi:
5 Z e' 2
E (1) = 8 a
o

Jika diaplikasikan pada helium, Z = 2, persamaan (9-55) menjadi:

(9-55)

(1)

10 e' 2
8 a o

= 10 e'

4 2a o

= 10 .13,606 eV = 34,0 eV

Jadi aproksimasi untuk helium ground dengan memperhitungkan sampai dengan koreksi
order pertama adalah:
E (o) E (1) = 108,8 eV + 34,0 eV = 74,8 eV

(9-56)

Dengan koreksi seperti, kesalahannya terhadap energi ground state yang sesungguhnya
adalah 5,3 %.
Kita telah berhasil menghitung koreksi order pertama untuk gelombang. Untuk
menghitung koreksi energi kedua dibutuhkan koreksi order pertama untuk fungsi
gelombang, yang dapat diperoleh melalui evaluasi terhadap elemen matrik dari 1/r12 mulai
dari ground state tak terperturbasi sampai dengan seluruh state tereksitasi termasuk state
kontinum dan melakukan penjumlahan serta integrasi. Tidak seorangpun yang telah
berhasil menggambarkan bagaimana mengevaluasi secara langsung semua konstribusi
untuk E 2 . Perlu dicatat bahwa efek (1) ( koreksi fungsi order pertama), bercampur
dengan fungsi gelombang dari konfigurasi lain, selain 1s2; hal ini kita sebut konfigurasi
interaksi. Memang, kontribusi terbesar yang berpengaruh terhadap fungsi gelombang
helium yang sesungguhnya, berasal dari konfigurasi 1s2, yang merupakan fungsi
gelombang order nol tak terperturbasi.
E ( 2) untuk helium ground state telah dievaluasi dengan metode variasi-perturbasi

[persamaan (9-37)]. Untuk memperoleh aproksimasi dengan koreksi yang sangat akurat,
Scherr dan Knight (1963) menggunakan fungsi variasi yang terdiri atas 100 suku untuk
memperoleh koreksi (sampai order keenam) fungsi gelombang. Fungsi ini kemudian
dipergunakan untuk menghitung koreksi energi sampai order ke 13. Berdasarkan
perhitungan yang pernah dilakukan oleh J. Midtal (1965), besarnya koreksi energi order
kedua E ( 2) = 4,3 eV sedang order ketiga E (3) = +0,1 eV . Sampai dengan koreksi order
ketiga, aproksimasi energi ground state untuk helium adalah:
E = E ( o) E (1) E ( 2) E (3)
= 108,8 eV + 34,0 eV 4,3 eV + 0,1 eV = 79,0 eV
yang sesuai dengan nilai eksperimen yaitu 79,0 eV.

9.4 Metode Variasi Untuk Helium Ground State

Sebelum ini, telah kita nyatakan bahwa Hamiltonian untuk helium adalah H H o H '

dan fungsi eigen untuk H o adalah (o) sebagaimana dinyatakan dalam persamaan (9-49).
Apakah yang terjadi seandainya kita menggunakan fungsi gelombang ground state
perturbasi order nol g(o ) sebagai fungsi variasi dalam integral variasional?. Jika itu
yang dilakukan, maka integral variasional

g(o) H o H' g(o)

g(o) H o

(o)
g

= H menjadi:

g(o) H o g(o) H' g(o)

g(o) H' g(o)

= E g(o) E g(1)

(9-57)

Jadi dengan menggunakan g(o ) sebagai fungsi variasi dihasilkan energi yang sama dengan
yang dihasilkan oleh perturbasi sampai dengan order pertama.
Sekarang akan kita bahas fungsi variasi untuk atom helium ground state. Jika kita
menggunakan g(o ) sebagaimana (9-49), hasil yang diperoleh adalah sama dengan hasil
perturbasi order pertama yaitu 74,8 eV. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, marilah
kita masukkan sebuah parameter ke dalam (9-49). Kita akan mencoba menggunakan
fungsi:
3

r1 r 2
1
e ao .e ao

ao

(9-58)

Persamaan (9-58) tersebut diadopsi dari (9-49) yang nomor atom Z diganti parameter
variasional (baca: zeta). Parameter mempunyai interpretasi fisik yang sederhana.
Karena sebuah elektron cenderung menghalangi yang lain dari inti atom, akibatnya muatan
inti efektif yang diterima oleh masing-masing elektron lebih kecil dari pada muatan penuh
inti yaitu +Z. Jika sebuah elektron, terhalang secara penuh dari inti, maka kita nyatakan
bahwa muatan inti efektif adalah Z 1 ; karena kedua elektron dalam helium ground state
berada pada orbital yang sama, akibatnya maka tidak mungkin masing-masing saling
menghalangi secara penuh, jadi diperkirakan nilai berkisar antara Z 1 sampai Z.

Sekarang kita akan mengevaluasi integral variasional. Untuk melancarkan hal ini,
kita tulis kembali Hamiltonian (9-39) dalam bentuk:

2 2 e' 2
2 2 e' 2
e' 2
e' 2 e' 2

2
Z

Z
H =

2me

r1

r2

2m e

r1

r2

r12

(9-59)

Masuknya parameter ke dalam (9-39) hingga membentuk (9-59) tidak mengubah nilai
Hamiltonian (9-39), artinya (9-59) adalah sama dengan (9-39). Suku-suku yang berada
dalam kurung kurawal adalah jumlah dari Hamiltonian mirip hidrogen untuk inti yang
bermuatan ; sementara itu, persamaan (9-58) adalah hasil kali dua fungsi 1s mirip
hidrogen dengan muatan inti .. Oleh karena itu, jika suku dalam kurung itu beroperasi
pada , berarti kita mempunyai sebuah persamaan eigen dan nilai eigen-nya adalah jumlah
energi 1s mirip hidrogen dengan muatan inti . Jadi:

e' 2
e' 2
e' 2
2
2
12

22
2
=
2m e
r1
2m e
r2
ao

(9-60)

Dengan menggunakan (9-59) dan (9-60), kita memperoleh:

* H d =

+ ( Z )e' 2

e' 2
ao
e' 2
ao

2
* d + ( Z )e'

*
2
d + e'
r2

*
r12

e' 2
ao

*
d
r1

(9-61)

Kita ambil 1 sebagai fungsi ternormalisasi dari orbital 1s mirip hidrogen dengan muatan
inti bertautan dengan elektron 1; dan kita ambil fungsi sejenis yaitu 2 untuk elektron
2:

1 = 1
1/ 2 a

3/ 2 r
1
ao ;

2 =

1/ 2 a

3/ 2 r
2
ao

(9-62)

dengan catatan = 1.2. Selanjutnya kita evaluasi integral-integral yang berada dalam
persamaan (9-61)

* d

8
1 282 d1 d2 = 1
1

*
r1

181 282

d =

181

d1 d2 =

r1

282
r1

181

d1 .

d2 =

d1 .

r1

1
= / 2 a o

3/ 2 r
1
ao

3/ 2 r
1
ao

ao

r1e

2
r1
ao

1 ao

=
a o 2
1

=
a o

ao

dr1 sin 1 d 1

r12 dr1 sin 1d 1 d1

r1

1
=

.
1/ 2 a

d1

cos 2

1 0

ao

2 2 =

Dengan cara yang sama diperoleh:

*
r2

d =

ao

2
Akhirnya kita harus mengevaluasi e'

d . Ini persis sama dengan (9-52), hanya Z

r12

diganti , sehingga hasilnya analog dengan (9-55), yaitu:


e' 2

*
r12

d =

5
8

e' 2

a
o

(9-63)

Jadi integral variasional (9-61) mempunyai nilai:

5 e' 2
2

*
H

2
Z

8 ao

(9-64)

Sebagai pengujian, jika kita menggunakan = Z dalam (9-64) akan kita peroleh bahwa
nilai (9-64) tepat sama dengan hasil teori perturbasi order pertama, (9-50) ditambah (955).
Sekarang kita mencari nilai parameter agar integral variasional bernilai minimal.

* H d 2 2Z 8

e' 2

a
o

=0

= Z 5/16

(9-65)

Sebagai antisipasi, muatan inti efektif terletak antara Z dan Z1. Dengan menggunakan (965) dan (9-64), kita peroleh:

* H d =

2
Z

5
25 e' 2
5
Z

= Z
8
256 a o
16

e' 2
ao

(9-66)

Dengan meletakkan Z = 2, kita memperoleh aproksimasi untuk energi helium ground state
yaitu (27/16)22==
2e2/ao = (729/128)e2/2ao = 77,49 eV. Dibandingkan dengan nilai yang sesungguhnya
yaitu 79,0 eV , kesalahannya adalah 1,9 %. Jadi, dengan memasukkan parameter ,
kesalahan yang semula 5,3% turun menjadi tinggal 1,9 %.
Bagaimana kita memperbaiki hasil integral variasional ? Kita dapat mencoba fungsi
yang mempunyai bentuk umum (9-58), yaitu perkalian dua fungsi, yaitu fungsi elektron 1
dan fungsi elektron 2.
= u(1). u(2)

(9-67)

Namun, kita dapat menggunakan berbagai bentuk u dalam (9-67) sebagai ganti dari bentuk
eksponensial tunggal sebagaimana digunakan pada (9-58). Prosedur sistematik untuk
memperoleh fungsi u yang menghasilkan nilai integral variasional terkecil akan dibahas di
bab XI. Prosedur itu menunjukkan bahwa pilihan terbaik untuk u dalam (9-67)
menghasilkan integral variasional 77,9 eV, yang masih mempunyai kesalahan 1,4 %. Hal
ini menimbulkan pertanyaan, mengapa (9-67) tidak dapat menghasilkan integral variasional
yang tepat sama dengan 79,0 eV ?. Jawabnya adalah, ketika kita menulis fungsi (9-67),
dalam bentuk perkalian dua fungsi terpisah untuk masing-masing elektron, kita telah
membuat sebuah aproksimasi. Perlu dicatat, bahwa terminologi Hamiltonian e' 2 / r12
dalam persamaan Schrodinger untuk helium merupakan kuantitas yang bersifat sebagai
satu kesatuan dan tidak separabel. Untuk dapat mencapai energi ground state yang
sesungguhnya, kita membutuhkan fungsi yang tidak sesederhana (9-67).
Model atom Bohr yang memberikan penjelasan mengenai energi secara tepat dan
memuaskan untuk atom hidrogen, ternyata gagal ketika diterapkan untuk helium.
Kemudian, pada hari-hari awal lahirnya mekanika kuantum, ada teori baru yang
memberikan perlakuan yang akurat untuk helium. Teori baru tentang helium ini diprakarsai

oleh Hylleraas pada tahun 1928-1930. Dia menggunakan fungsi variasi yang
memperhitungkan jarak antar elektron r12 secara eksplisit. Hal ini memungkinkan orang
untuk membicarakan berapa besar efek yang diberikan oleh sebuah elektron dalam
pergerakannya, terhadap elektron yang lain. Fungsi yang dipergunakan oleh Hylleraas
adalah:
r1 r 2

1 b r 12
N e ao .e ao

(9-68)

N adalah tetapan normalisasi, dan b adalah parameter variasional. Karena:

r12 x1 x 2 2 y1 y 2 2 z1 z 2 2

1/ 2

(9-69)

akibatnya fungsi (9-68) bersifat tidak sesederhana bentuk perkalian fungsi (9-67).
Minimalisasi

terhadap

integral

variasional

terhadap

masing-masing

parameter,

menghasilkan parameter = 1,849 dan b = 0,364/ao dan energi ground state 78,7 eV,
yang artinya, kesalahannya 0,3 eV atau 0,38 %. Dengan menggunakan fungsi yang lebih
rumit (terdiri atas 6 suku dan mengandung r12), Hylleraas berhasil memperoleh energi
ground state helium dengan kesalahan hanya 0,013 %.
Pekerjaan Hylleraas, dikembangkan oleh para ahli lain. Dengan menggunakan
fungsi variasi yang terdiri atas 1078 suku, Pakeris memperoleh energi ground state helium
2,903724375 (e' 2 / ao ) . Dengan mempergunakan fungsi yang lebih disempurnakan,
Schwartz memperbaiki hasil kerja Pakeris, dan memperoleh energi ground state helium
2,903724375 (e' 2 / ao ) . Hasil ini hanya berbeda dalam rentang 109 (e' 2 / ao ) terhadap
energi ground state helium non relativistik yang sesungguhnya (Levine, 1998)
Kalkulasi variasional terhadap litium ground state menggunakan fungsi 60 suku
dan mengandung r12 , r23 dan r13 menghasilkan energi ground state

(e' 2 / a o ) . Bandingkan dengan energi litium ground state yang sesungguhnya, 7,47807
(e' 2 / a o ) . Kalkulasi variasional dengan fungsi yang mengandung rij menjadi sangat rumit

untuk atom berelektron banyak karena akan melibatkan suku yang sangat banyak serta
integral yang sangat rumit.

9.6 Teori Perturbasi untuk Level Energi Degenerate


Sekarang kita akan membahas level energi yang derajad degenerasinya adalah d.
Tentu saja kita mempunyai d fungsi gelombang tak terperturbasi yang linear independen.
Kita akan memberi label 1, 2, 3, . . .d untuk state dari level-level degenerate itu.
Persamaan Schrodinger tan terperturbasinya adalah:

H o n(o ) E n( o) n(o )

(9-70)

E1( o) E 2(o ) E 3( o) ......E d( o)

(9-71)

dengan

* H d =

e' 2
ao
e' 2
ao

+ ( Z )e' 2

2
* d + ( Z )e'

*
2
d + e'
r2

*
r12

e' 2
ao

*
d
r1

(9-61)

Kita ambil 1 sebagai fungsi ternormalisasi dari orbital 1s mirip hidrogen dengan muatan
inti bertautan dengan elektron 1; dan kita ambil fungsi sejenis yaitu 2 untuk elektron
2:

1 = 1

1/ 2 ao

3/ 2 r
1
ao ;

2 = 1
1/ 2 ao

3/ 2 r
2
ao

(9-62)

dengan catatan = 1.2. Selanjutnya kita evaluasi integral-integral yang berada dalam
persamaan (9-61)

* d

r1

*
r1

8
1 282 d1 d2 = 1
1

181 282

d =

181

d1 d2 =

r1

282
r1

181

d1 .

d2 =

d1 .
1

= 1 / 2 a o

3/ 2 r
1
ao

3/ 2 r
1
ao

ao

r1e
0

2
r1
ao

dr1 sin 1 d 1

r12 dr1 sin 1d 1 d1

r1

1
=

.
1/ 2 ao

d1

a o

1 ao

a o 2

ao

cos 2

1 0

2 2 =

ao

Dengan cara yang sama diperoleh:

*
r2

d =

ao

2
Akhirnya kita harus mengevaluasi e'

*
r12

d . Ini persis sama dengan (9-52), hanya Z

diganti , sehingga hasilnya analog dengan (9-55), yaitu:


e' 2

*
r12

d =

5
8

e' 2

a
o

(9-63)

Jadi integral variasional (9-61) mempunyai nilai:

* H d =

5 e' 2
2 2 Z
8 ao

(9-64)

Sebagai pengujian, jika kita menggunakan = Z dalam (9-64) akan kita peroleh bahwa
nilai (9-64) tepat sama dengan hasil teori perturbasi order pertama, (9-50) ditambah (955).
Sekarang kita mencari nilai parameter agar integral variasional bernilai minimal.
rmimPersamaan (9-83) ini merupakan himpunan d persamaan homogen linear dari d

( o)
'
koefisien yang tak diketahui. Jika agar tampak sederhana, m(o) H ' i
ditulis H mi
,

maka persamaan (9-83) dapat dijabarkan menjadi:


'
'
'
( H 11
E n(1) )c1 H 12
c 2 . . . . . . H1d
cd 0
'
'
'
(1)
H 22 c1 ( H 11 E n )c 2 . . . . . . H 2d c d 0

(9 - 84)

...............................................

'
H d' 1c1 H 'd2 c 2 . . . . . . ( H 11
E n(1) )c d 0

Agar himpunan persamaan linear (9-84) memiliki solusi trivial, determinan koefisien
himpunan tersebut harus nol, jadi:

(o)
det m(o) H ' i E n(1) mj = 0

(9-85)

' ( )1 '
(H11 En ) H12 . . .
' ' ( )1
H 21 (H 22 En ) . . .

'
H1d
'
H2d

........................
' '
' ( )1
H d1 Hd2 . . . (H dd En )

(9 - 86)

Persamaan (9-86) disebut persamaan sekular, yang merupakan persamaan aljabar


berderajat d dinyatakan dalam E n(1) . Tentu saja persamaan ini mempunyai akar sebanyak
d, yaitu E1(1) , E 2(1) , . . . , E d(1) , yang merupakan koreksi order pertama untuk level ddegenerate tak terperturbasi.
Jika akar-akarnya semuanya berbeda, maka koreksi perturbasi order pertama memecah
level d-fold degenerate tak terperturbasi menjadi sebanyak d level energi perturbasi yang
saling berbeda yaitu:
E d( o ) E1(1)

; E d(o) E1( 2) ; . . . . . . E d(o) E d(1)

Jika ada beberapa akar yang sama maka pemecahannya tidak lengkap menjadi sebanyak d
level perturbasi. Namun, untuk pembahasan kali ini, kita akan mengasumsikan bahwa akarakar (9-86) saling berbeda.
Setelah mendapatkan d macam nilai koreksi energi order pertama, kita akan
kembali ke (9-84) untuk mendapatkan nilai ci yang belum diketahui, yang merupakan
penentu fungsi gelombang order yang sesungguhnya. Untuk menentukan fungsi
gelombang order nol :
n(o ) c1 1(o) c 2 2(o ) . . . . c d d(o)

(9-87)

yang energinya adalah akar E n(1) , kita harus menyelesaikan (9-84) untuk c2, c3, . . . cd
dinyatakan dalam c1 dan kemudian c1 dihitung melalui normalisasi. Penggunaan (9-87) ke
dalam

n( o ) n(o)
d

k 1

c1

menghasilkan:

(9-88)

Untuk setiap akar E n(1) , (n = 1, 2, . . ., d), kita mempunyai himpunan-himpunan koefisien


c1 yang berbeda yang akan memberikan fungsi gelombang order nol sesungguhnya yang
berbeda juga. Dalam sub bab berikutnya akan ditunjukkan bahwa:

(o)
( o)
E n(1) = n H ' n

n = 1, 2, . . ., d

(9-89)

yang sama dengan formula untuk non degenerate (9-22), tetapi tentu saja hanya fungsi
yang dipergunakan.
Dengan prosedur yang sama dengan kasus degenerate itu, sekarang kita dapat
menghitung koreksi order pertama untuk fungsi gelombang order nol serta dengan
demikian juga dapat menghitung koreksi energi order kedua.

Sebagai contoh, akan kita lihat efek perturbasi H ' terhadap level energi degenerate
terendah dari partikel dalam box tiga dimensi. Kita telah tahu bahwa tiga state terendahnya
adalah 2(o,1),1 , 1(,o2),1 dan 1(,o1,)2 . Fungsi-fungsi tersebut ortonormal, dan persamaan sekular
(9-86) adalah:

(o ) (o)
211 H ' 211
(o) (o)
121 H ' 211
(o)
112

(o) (o)
211 H ' 121

E n(1)

(o ) ( o)
121 H ' 111

(o )
H ' 211

(o)
112

E n(1)

(o )
H ' 121 .

( o) (o)
211 H ' 112
(o) ( o)
121 H ' 112
(o)
112

(o) (1)
H ' 112 E n

Penyelesaian persamaan tersebut menghasilkan koreksi energi order pertama:


E1 1

; E 21

; E 31

(9-90)

Jadi melalui koreksi order pertama, level degenerate tripel tak terperturbasi, pecah menjadi
tiga level, yaitu:

(6h 2 / 8ma 2 ) E11

(6h 2 / 8ma 2 ) E 21

(6h 2 / 8ma 2 ) E 31

Dengan menggunakan akar-akar (9-90) kita akan memperoleh himpunan-himpunan


persamaan simultan (9-84). Jika masing-masing himpunan ini diselesaikan, akan kita
peroleh tiga himpunan koefisien yang membedakan ketiga fungsi gelombang order nolnya.
9.6 Penyederhanaan Persamaan Sekular
Penyelesaian persamaan sekular (9-86) akan lebih mudah jika elemen-elemen determinan
selain elemen diagonal bernilai nol. Dalam sebagian besar kasus, elemen-elemen di luar
elemen diagonal adalah nol, sehingga (9-86) dapat ditulis:

' (1)
(H11 En ) 0 ...... 0
' (1)
0 (H 22 En ) ...... 0
...............................................
' (1)
0
0 ...... (H dd En )

'
11

(9 - 91)

'
'
E n1 H 22
E n1 . . . . . . . . H dd
E n1 = 0

'
E11 H 11

'
; E 21 H 22
; ......

'
; E d1 H dd

(9-92)

Sekarang kita akan menentukan fungsi gelombang order pertama. Kita akan
mengasumsikan bahwa akar-akar (9-92) masing-masing berbeda satu terhadap yang lain.
'
Untuk akar E n1 H 11
, persamaan (9-84) menjadi:

0 =0

'
22

'
c2= 0
H 11

...................

'
dd

'
cd = 0
H 11

Karena kita mengasumsikan bahwa semua akar-akarnya berbeda, tentu saja nilai

'
22

'
'
'
, . ., H dd
, tidak mungkin nol. Dengan demikian,
H 11
H 11

c2 = 0,

c3 = 0 ,

. . . . . cd = 0

Kondisi normalisasi pada (9-88) menghasilkan c1 = 1. Jadi fungsi gelombang order nol
'
yang sesungguhnya berdasarkan koreksi energi perturbasi order pertama H 11
adalah

[(persamaan 9-76)]:
1 0 1 0
'
Dengan cara yang sama, untuk akar H 22
, diperoleh:

2 0 2 0

Dengan menggunakan akar-akarnya yang tersisa, dan dengan cara yang sama pula,
diperoleh:
3 0 3 0 , . . . ., d 0 d 0

Jadi, jika determinan sekular berbentuk determinan diagonal, maka fungsi 1 0 , 2 0 , . . .


d 0 yang kita asumsikan merupakan fungsi gelombang terperturbasi order nol yang

sesungguhnya.
Kebalikan dari pernyataan di atas, juga benar. Jika fungsi-fungsi yang kita
asumsikan ternyata adalah fungsi perturbasi yang benar, maka determinan sekularnya
merupakan determinan diagonal. Dari 1 0 1 0 , kita koefisien pada ekspansi
d

1 0 ci i 0 adalah c1 = 1, dan c2 = c3 = . . . = cd = 0, jadi untuk n = 1, himpunan


i 1

persamaan simultan (9-84) menjadi:


'
H 11
E1 0 0 ,

'
H 21
0 , .. . . . . . H d' 1 0

Aplikasi hal yang sama untuk fungsi n 0 yang lain, membawa kita pada kesimpulan
'
0 untuk i m . Dengan demikian, penggunaan fungsi order nol akan
bahwa H mi

membuat determinan sekular menjadi determinan diagonal. Perlu diingat juga bahwa
koreksi energi order pertama dapat diperoleh dengan cara menghitung rata-rata dengan
menggunakan fungsi gelombang order nol, jadi:

'
E n1 H nn
n 0 H ' n 0

(9-93)

Pada umumnya, jika determinan sekular tidak berbentuk determinan diagonal,


maka bentuknya adalah determinan blok. Sebagai contoh:

' (1) '


(H11 En ) H12
' (1)
'
H 21 (H 22 En )
. 0
0

' (1)
(H 31 En )

H 43'

H 34' .

(9 - 94)

' (1)
(H dd En )

Determinan sekular (9-94) mempunyai bentuk yang sama dengan persamaan sekular
variasi linear (8-40) dengan Sij = ij. Dengan cara yang sama dengan yang digunakan
untuk menunjukkan bahwa dua dari fungsi variasi adalah kombinasi linear dari f1 dan f2
dua yang lain adalah kombinasi linear dari f3 dan f4 [Persamaan (8-45) dan (8-46)], kita
dapat menunjukkan bahwa dua fungsi gelombang order nol adalah kombinasi linear dari
1 0 dan 2 0 sedang dua yang lain adalah kombinasi linear dari 3 0 dan 4 0 :

0
0
0
1 0 c1 1 0 c 2 2 0 , 2 c1' 1 c '2 2
3 0 c 3 3 0 c 4 4 0 , 4 0 c 3' 3 0 c 4' 4 0

dimana tanda absen digunakan untuk menunjukkan koefisien yang berbeda.


Jika determinan sekular dari teori perturbasi degenerate adalah dalam bentuk
determinan blok, maka persamaan sekular akan pecah menjadi dua atau lebih persamaan
sekular yang lebih kecil, dan himpunan persamaan simultan (9-84) untuk koefisien ci pecah
menjadi dua atau lebih himpunan persamaan simultan yang lebih kecil.
Selanjutnya, bagaimana kita dapat memilih fungsi-fungsi gelombang order nol yang benar
yang dengan itu kita dapat melakukan simplifikasi terhadap persamaan sekularnya ?. Jika

ada operator A yang kommute baik terhadap H o maupun H ' , maka kita dapat

memilih fungsi tak terperturbasi yang merupakan fungsi eigen dari operator A . Karena

yang kommute terhadap H o maupun H ' , dengan demikian fungsi eigen pilihan kita

itu akan membuat integral H ij' bernilai nol jika i 0 dan j0 mempunyai nilai eigen
berbeda terhadap

(lihat teorema 6 bab 7). Jadi, jika nilai eigen

untuk

1 0 , 2 0 , . . . . . . , d 0 semuanya berbeda, maka determinan sekularnya akan berbentuk

determinan diagonal, dan kita akan memperoleh fungsi gelombang order nolnya. Jika
beberapa nilai eigennya ada yang sama, maka yang kita peroleh adalah determinan blok.
Pada umumnya, fungsi order nol merupakan kombinasi linear dari fungsi-fungsi tak

terperturbasi yang mempunyai nilai eigen sama terhadap operator A .


9.7 Perturbasi Pada Helium Tereksitasi
Kita telah membahas teori perturbasi untuk helium ground state. Sekarang kita
akan membahas helium tereksitasi yang terendah. Energi tak terperturbasinya dapat
dihitung dengan menggunakan (9-48). Tingkat eksitasi tak terperturbasi yang terendah
mempunyai n1 = 1 dan n2 = 2 atau n1 = 2 dan n2 = 1, dan substitusinya pada (9-48)
menghasilkan:
E 0

5Z 2
8

e' 2

a
o

20 e' 2
2
8 2a o

= 5(13,606 eV) = 68,03 eV

(9-95)

Ingat, bahwa level n = 2 untuk hidrogen adalah 4-fold degenerate karena untuk hidrogen
2s dan 2p mempunyai energi yang sama. Jadi level energi tak terperturbasi tereksitasi
pertama adalah 8-fold degenerate; fungsi gelombang tak terperturbasinya adalah:
1 0 1s (1) 2 s ( 2)

5 0 1s (1) 2 p y (2)

2 0 1s ( 2) 2 s (1)

6 0 1s (2)2 p y (1)

3 0 1s (1)2 p x (2)

7 0 1s(1)2 p z (2)

4 0 1s (2)2 p x (1)

8 0 1s ( 2)2 p z (1)

(9-96)

dengan 1s(1)2s(2) adalah perkalian antara fungsi hidrogen 1s untuk elektron pertama
dengan fungsi hidrogen 2s untuk elektron kedua. Sebagai contoh, bentuk eksplisit dari
fungsi 8 0 adalah:

8 0

1
4 2

1/ 2

ao

5/ 2

r1 .e

Zr1 / 2 ao

1 Z
cos 1 . 1 / 2

ao

3/ 2

e Zr2 / ao

Kita lebih memilih bentuk real untuk fungsi 2p dari pada bentuk kompleksnya.
Karena level tak terperturbasinya adalah degenerate, kita harus menyelesaikan persamaan
sekularnya. Persamaan sekular (9-86) mengasumsikan bahwa fungsi 1 0 , 2 0 , .......
8 0 adalah ortonormal. Kondisi ini ternyata dipenuhi. Sebagai contoh:

0* 0 d

1 1

0* 0 d

1 2

1s (1) * 2s (2) * 1s (1)2s (2) d 1 d 2

1s(1)

1s(1) * 2s(2) * 1s(2)2 s(1) d 1 d 2

1s(1)2s(1)d 1 1s(2)2s(2)d 2

d1

2s(2)

d 2

=1.1=1

=0.0=0

Karena adalah 8 fungsi tak terperturbasi, jadi determinan sekularnya pasti mempunyai 82 =

64 elemen. Operator H ' adalah Hermitian, dan


. . . . . 8 0 semuanya real, kita mempunyai

H ij' H 'ji

' *
ij

H 'ji ,

. Juga, karena H ' dan 1 0

jadi H ij' H 'ji . Determinan

sekular bersifat simetrik terhadap diagonal utama. Hal ini membuat pekerjaan
mengevaluasi integral menjadi terpotong sekitar separuhnya.
Dengan menggunakan konsiderasi paritas, kita dapat menunjukkan bahwa sebagian

'
besar integral bernilai nol. Pertama, marilah kita lihat H 13
:
'
H 13
=

1s (1) 2 s ( 2)

e' 2
1s (1) 2 p x ( 2) dx1 dy1 dz1 dx 2 dy 2 dz 2
r12

Fungsi s hidrogen hanya bergantung pada r = (x2 + y2 + z2) dan oleh karena itu
merupakan fungsi genap. Fungsi 2px(2) adalah fungsi ganjil terhadap x2, dan r12
dinyatakan oleh (9-69). Jika kita menginversi ke enam koordinat, r12 tidak berubah:
r12 = [(x1 + x2)2 + (y1 + y2)2 + (z1 + z2)2 ] = r12

'
Kemudian, jika keenam koordinat pada H 13
diinversi, nilainya berubah menjadi minus

'
nilai semula. Jadi H 13
tersebut merupakan integral fungsi ganjil, sehingga kita boleh

'
'
'
'
menyimpulkan bahwa H 13
= 0. Dengan alasan yang sama kita peroleh H 14
= H 15
= H 16

'
'
'
'
'
'
'
'
= H 17
= H 18
= 0 dan H 23
= H 24
= H 25
= H 26
= H 27
= H 28
= 0. Sekarang kita akan

'
mengevaluasi H 35
:

'
H 35
=

1s (1) 2 p x (2)

e' 2
1s (1)2 p y ( 2) dx1 dy1 dz1 dx 2 dy 2 dz 2
r12

Perhatikan pengaruh perubahan x1 x2 dan x2 x2. Transformasi ini tidak mengubah


harga r12. Fungsi 1s(1) dan 2py(2) tidak terpengaruh oleh perubahan ini, namun 2px(2)

'
menjadi negatif terhadap nilai semula. Dengan demikian secara keseluruhan nilai H 35

'
menjadi negatif terhadap transformasi ini, dan dapat disimpulkan pula bahwa H 35
= 0.

'
'
'
'
'
'
Dengan cara yang sama diperoleh H 36
= H 37
= H 38
= 0 dan H 45
= H 46
= H 47
=

'
H 48
= 0. Dengan melakukan transformasi y1 y1 dan y2 y2 dapat ditunjukkan bahwa
'
'
'
'
H 57
= H 58
= H 67
= H 68
= 0. Dengan demikian persamaan sekularnya adalah:

b11 H 12' 0 0

H 12' b22 0 0
'
0 0 b 33 H 34
'
0 0 H 34 b 44
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0 b 55

0 H 56'
0 0
0 0

bii H ii' E 1

'
H 56 0 0
b 66 0 0

0 b 77 H 78'
'
0 H 78 b88

=0

i = 1, 2, ....., 8

(9-97a)

Determinan sekularnya berbentuk determinan blok, dan hasilnya adalah perkalian empat
buah determinan yang masing-masing adalah determinan order dua. Dapat kita simpulkan
bahwa fungsi gelombang order nolnya mempunyai bentuk sebagai berikut:
1 0 c1 1 0 c 2 2 0 ,

2 0 c1 1 0 c 2 2 0

3 0 c 3 3 0 c 4 4 0 ,

4 0 c 3 3 0 c 4 4 0

5 0 c5 5 0 c 6 6 0 ,

6 0 c5 5 0 c 6 6 0

7 0 c 7 7 0 c8 8 0 ,

8 0 c 7 7 0 c8 8 0

(9-97b)

dimana koefisien c berhubungan dengan akar pertama sedang c berhubungan dengan

akar kedua.
Determinan yang pertama dari (9-97a) adalah:
'
'
H 11
E 1
H 12
'
'
=0
H 12
H 22
E 1

(9-98)

Kita mempunyai:
'
H 11

...........

1s (1) 2 s ( 2)

e' 2
1s (1) 2 s ( 2) dx 1 . . . . . . . . .dz 2
r12

atau:
'
H 11

2
2
1s (1) 2 s(2)

e' 2
d 1 d 2
r12

'
H 22

2
2
1s (2) 2s(1)

e' 2
d 1 d 2
r12

Variabel integrasinya merupakan variabel yang dapat diberi sembarang simbol. Marilah kita

'
sekarang melakukan pe-label-an ulang terhadap variabel dalam H 22
dengan ketentuan

sebagai berikut: Kita adakan pertukaran x1 dan x2, pertukaran y1 dan y2 serta pertukaran
z1 dan z2. Pelabelan ulang ini tidak mengubah nilai r12, jadi:
'
H 22

2
2
1s(1) 2s (2)

'
e' 2
d 2 d 1 H 11
r12

(9-99)

'
'
'
'
'
Argumentasi yang sama menunjukkan bahwa H 33
= H 44
, H 55
= H 66
dan H 77
=

'
'
H 88
. Selanjutnya H 11
diberi simbol J 1s 2 s :

'
e' 2
H 11
J 1s 2 s 1s (1) 2 2 s (2) 2
d 1 d 2
r12

(9-100)

Bentuk (9-100) merupakan contoh integral Coulomb. Nama ini muncul karena adanya
fakta bahwa J 1s 2 s sama dengan energi elektrostatik yang muncul dari repulsi antara
elektron pertama yaitu yang fungsi densitas probabilitasnya [1s]2 dengan elektron kedua.

'
yang fungsi densitas probabilitasnya [2s]2. Selanjutnya H 12
diberi simbol K 1s 2 s :

'
H 12
K 1s 2 s

1s (1)2s(2)

e' 2
2 s (1)1s ( 2) d 1 d 2
r12

(9-101)

Ini disebut integral pertukaran karena fungsi yang letaknya sebelah menyebelah dengan
e2/r12 berbeda satu dengan yang lain hanya lantaran pertukaran elektron satu dengan
dua. Definisi umum untuk integral Coulomb J ij dan integral pertukaran K ij adalah:
j ij

f i 1 f j 2

e' 2
f i 1 f j 2
r12

K ij

f i 1 f j 2

e' 2
f j 1 f i 2
r12

(9-102)

Integrasinya dilakukan untuk seluruh rentang koordinat spasial dari elektron 1 dan 2 dan fi
dan fj adalah orbital spasial.
Substitusi (9-99) sampai (9-101) ke dalam (9-98) menghasilkan:
J 1s 2 s E 1
K1s 2 s

K1s 2 s
=0
J 1s 2 s E 1

(9-103)

J1s2s E 1 2 K1s2s 2
J 1s 2 s E 1 K 1s 2 s

E 1 J 1s 2 s K1s 2 s
``

E11 J 1s 2 s K 1s 2 s ;

E 2 1 J 1s 2 s K 1s 2 s

(9-104)

Sekarang kita dapat menghitung koefisien dari fungsi gelombang order nol yang
berhubungan dengan dua harga E 1 tersebut.. Untuk ini kita gunakan (9-84). Jika hanya
ada dua harga E 1 , maka hanya ada dua harga koefisien c, sehingga (9-84) menjadi:

'
11

'
E11 c1 H 12
c2 = 0

'
'
H 21
c1 H 22
E 21 c 2 = 0

atau:

J 1s 2s ( j1s 2 s K1s 2s ) c1 K1s 2s c 2

=0

K1S 2S c1 J 1s 2s J 1s 2s K1s 2s c 2 = 0
atau:
K 1s 2 s c1 K 1s 2 s c 2 = 0
K 1S 2 S c1 K 1s 2 s c 2 = 0

Kedua persamaan tersebut sama, yaitu:


K1s 2 s c1 c 2 = 0

Karena K 1s 2 s pasti tidak nol, maka c1 + c2 = 0 atau c1 = c2. Dari normalisasi:

1 0 1 0

= 1, diperoleh:

c1 1 0 c 2 2 0 c1 1 0 c 2 2 0

=1

c1 1 0 c1 2 0 c1 1 0 c1 2 0

=1

atau:

c1

c1

1 0 1 0

c1

c1

=1

1 0 2 0

c1

c1

2 0 1 0

c1

2 0 2 0

=1

= = 21, jadi:

c1 2 1 / 2

Substitusi c1 ke dalam (9-97b) menghasilkan dua fungsi order nol yaitu:


1 0 2 1 / 2 ( 1 0 2 0 ) 2 1 / 2 1s (1)2 s( 2) 2 s (1)1s (2)

(9-105)

2 0 2 1 / 2 ( 1 0 2 0 ) 2 1 / 2 1s (1) 2 s ( 2) 2 s (1)1s ( 2)

(9-106)

Tiga determinan yang lain dari (9-97a) adalah:


b11 H 12' 0 0

H 12' b22 0 0
'
0 0 b 33 H 34
'
0 0 H 34 b 44
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0 b 55 H 56'
0 0
'
0 H 56 b 66 0 0

0 0 0 b 77 H 78'

0 0 0 H 78' b88

'
H 33
E 1
'
H 34

'
H 34
=0
'
H 33
E 1

(9-107)

'
H 55
E 1
'
H 56

'
H 56
=0
'
H 55
E 1

(9-108)

'
H 77
E 1
'
H 78

'
H 78
=0
'
H 77
E 1

(9-109)

'
'
Perhatikan H 33
dan H 55
:
'
H 33
=

'
H 55
=

.........

e' 2
1s (1) 2 p x (2) dx1 .............dz 2
r12

1s (1) 2 p y ( 2)

e' 2
1s (1) 2 p y ( 2) dx1 .............dz 2
r12

1s (1) 2 p x (2)

.........

Kedua integral tersebut adalah sama, hanya 2 p x ( 2) diganti 2 p y (2) , dan kedua orbital
ini sepenuhnya sama dan hanya berbeda orientasinya dalam ruangan. Selanjutnya, juga
'
'
dapat digunakan lasan yang sama untuk menyatakan bahwa H 77
juga sama dengan H 33
'
dan H 55
. Ketiga integral ini disebut integral Coulomb J 1s 2 p . Jadi:

'
'
'
H 33
= H 55
= H 77
= J 1s 2 p =

e' 2

1s(1)2 p z (2) r12 1s(1)2 p z (2) d 1

d 2

'
'
'
Selanjutnya perhatikan H 34
, H 56
dan H 78
:
'
H 34
=

'
H 55
=

'
H 78
=

.........

1s (1) 2 p y ( 2)

e' 2
1s ( 2) 2 p y (1) dx1 .............dz 2
r12

1s (1) 2 p z ( 2)

e' 2
1s (1)2 p z (2) dx1 .............dz 2
r12

.........

e' 2
1s ( 2) 2 p x (1) dx1 .............dz 2
r12

1s (1) 2 p x ( 2)

.........

Ketiga integral tersebut adalah sama dan ketiganya disebut integral pertukaran K 1s 2 p .
Jadi:
'
'
'
H 34
= H 56
= H 78
= J 1s 2 p =

1s(1)2 p z (2)

e' 2
1s ( 2) 2 p z (1) d 1 d 2
r12

Dengan demikian ketiga determinan (9-107) sampai (9-109) adalah identik dan
mempunyai bentuk:
J 1s 2 p E 1

K1s 2 p

J 1s 2 p E 1

K1s 2 p

=0

Determinan ini mirip dengan (9-103), dan dengan analogi terhadap (9-104) (9-106), kita
memperoleh:
E 31 E 51 E 71 J 1s 2 p K 1s 2 p

(9-110)

E 41 E 61 E8 1 J 1s 2 p K1s 2 p

(9-111)

3 0 2 1 / 2 1s (1) 2 p x ( 2) 1s( 2) 2 p x (1)


4 0 2 1 / 2 1s (1)2 p x ( 2) 1s (2) 2 p x (1)

5 0 2 1 / 2 1s(1) 2 p y ( 2) 1s( 2) 2 p y (1)


6 0 2 1 / 2 1s (1) 2 p y (2) 1s (2)2 p y (1)

7 0 2 1 / 2 1s (1)2 p z ( 2) 1s( 2)2 p z (1)


8 0 2 1 / 2 1s (1)2 p z (2) 1s (2)2 p z (1)

(9-112)

Ternyata bahwa repulsi e2/r12 telah mengubah dugaan kita terhadap degenerasi. Semula
diduga bahwa energi level he tereksitasi adalah 8-fold denegerate.. Ternyata 8-ford
hipotetis ini pecah menjadi 2 buah level non degenerate 1s2s dan 2 buah level yang
masing-masing 3-fold degenerate yang berhubungan dengan konfigurasi 1s2p. Untuk
mengevaluasi integral Coulomb dan integral pertukaran dalam E 1 pada persamaan (9104) dan (9-110) kita dapat menggunakan ekspansi 1/r12 sebagaimana telah kita lakukan
pada (9-53), dan hasilnya adalah (buktikan !):
J 1s 2 s

J 1s 2 p

17 Ze' 2
= 11,42 eV
81 a o

59 Ze' 2
= 13,21 eV
243 a o

K 1s 2 s

16 Ze' 2
= 1,19 eV
729 a o

K 1s 2 p

112 Ze' 2
= 0,93 eV
6561 a o

(9-113)

dengan menggunakan Z = 2. Ingat bahwa E 0 = 68,08 eV. Jadi ada empat level energi
koreksi order pertama, yaitu (gambar 9.2):
E 0 E11 E 0 J 1s 2 s K1s 2 s 57,8 eV
E 0 E 2 1 E 0 J 1s 2 s K1s 2 s 55,4 eV
E 0 E 31 E 0 J 1s 2 p K 1s 2 p 53,7 eV
E 0 E 4 1 E 0 J 1s 2 p K 1s 2 p 53,9 eV

53,9 eV
Kp

1s2p

55,4 eV
55,7 eV
1s2s
Ks
57,8 eV
Jp
Js

E 0

68,0 eV

Gambar 9.2 : Level tereksitasi pertama dari atom helium


Koreksi energi order pertama menunjukkan bahwa level bawah dari 1s2p ternyata lebih
rendah dari level atas pada konfigurasi 1s2s. Studi terhadap spektrum atom helium
menunjukkan bahwa kenyataannya tidak seperti itu. Kesalahan ini akan terhapus jika
dilakukan koreksi energi perturbasi dengan order yang lebih tinggi.
9.8 Perbandingan antara Metode Variasi dengan Perturbasi
Penggunaan metode variasi hanya terbatas untuk level ground state dari sebuah
atom atau molekul yang merupakan state dari sebagian besar unsur atau senyawa kimia
sedang metode perturbasi dapat diterapkan untuk seluruh state dalam atom dan molekul.
Meskipun metode perturbasi, secara teoritik dapat digunakan untuk melakukan kalkulasi
terhadap seluruh state, namun kenyataannya, adalah sangat rumit untuk melakukan
kalkulasi penjumlahan terhadap state diskrit yang banyaknya tak terhingga dan kalkulasi
integral untuk mengevaluasi koreksi order kedua atau yang lebih tinggi.

Dengan metode perturbasi, kita dapat mengkalkulasi energi dengan hasil yang
sangat akurat (sampai dengan koreksi order 2k+1) dengan menggunakan fungsi
gelombang order k. Sementara itu, meskipun metode variasi tidak dapat menghasilkan
kalkulasi secara sangat akurat, tetapi metode ini dapat digunakan untuk menghitung energi
dengan fungsi gelombang yang tidak harus akurat.
Meskipun hampir semua kalkulasi terhadap fungsi gelombang molekul telah
dilakukan orang dengan menggunakan metode variasi, namun ada baiknya dilakukan
kembali kalkulasi yang sama tetapi dengan metode perturbasi.
9.9 Teori Perturbasi Bergantung Waktu
Dalam spektroskopi, kita selalu bekerja dengan sistem dalam state stasioner,
mengekspose-nya menjadi radiasi elektromagnet (cahaya), dan kemudian melakukan
pengamatan setelah sistem mengalami transisi menjadi sistem stasioner yang baru.
Radiasinya menghasilkan energi potensial bergantung waktu pada operator Hamiltonian,
jadi kita harus menggunakan persamaan Schrodinger bergantung waktu. Metode
pendekatan yang lazim dipergunakan dalam kasus ini disebut teori perturbasi bergantung
waktu.
Perhatikan sebuah sistem (atom atau molekul) dan kita misalkan sistem itu

mempunyai Hamiltonian bebas waktu H o (dalam keadaan tidak ada radiasi maupun

perturbasi bergantung waktu yang lain) dan mempunyai perturbasi bergantung waktu H ' .
Persamaan Schrodinger bebas waktu untuk problem tak terperturbasi adalah:

H o ko E ko ko

(9-114)

dengan E ko adalah energi stasioner dan ko adalah fungsi gelombang. Selanjutnya,


persamaan Schrodinger bergantung waktu (dalam keadaan ada radiasi) adalah:


H o H'
i t

(9-115)

dengan adalah fungsi gelombang bergantung pada koordinat spasial, koordinat spin
(diberi simbol q) dan bergantung waktu, jadi = (q,t).
Pada mulanya, kita anggap bahwa

H ' (t )

tidak ada (dianggap dalam keadaan tak

terperturbasi). Dengan demikian persamaan Schrodingernya (tak terperturbasi) adalah:


H o
i t

(9-116)
o

Kemungkinan bahwa sistem ini stasioner, diberikan oleh ko e iEk t / ko , dengan ko

adalah fungsi eigen dari H o [persamaan (9-114)]. Tiap-tiap ko merupakan solusi dari
(9-116). Selanjutnya, kombinasi linear:
o c k ko
k

ck e

iEkot /

ko

(9-117)

adalah solusi dari persamaan Schrodinger (9-116) . Tetapan c k adalah sebuah tetapan
bebas waktu.
Fungsi ko membentuk himpunan lengkap (karena mereka merupakan fungsi

eigen dari operator Hermitian H o ), sedemikian rupa sehingga setiap solusi (9-116) dapat
dinyatakan dalam bentuk (9-117). Dengan demikian (9-117) adalah solusi umum bagi

persamaan Schrodinger bergantung waktu (9-116), dan H o bersifat bebas waktu.


Sekarang kita anggap bahwa

H ' (t )

sadah ada. Dalam keadaan ini, (9-117) tidak

lagi merupakan solusi persamaan Schrodinger bergantung waktu. Namun, karena fungsi
tak terperturbasi ko membentuk himpunan lengkap, akibatnya fungsi yang
sesungguhnya dapat berada di sembarang waktu yang diekspansi sebagai kombinasi linear
o
o

dari fungsi ko menurut relasi bk k . Karena H bergantung waktu, tentu saja


k

akan berubah terhadap waktu dan ekspansi koefisien bk juga berubah terhadap waktu.
Oleh karena itu:

= bk t e

iEkot /

ko

(9-118)

Dalam kondisi limit

H ' (t ) 0,

ekspansi (9-118) akan tereduksi menjadi (9-117).

Substitusi (9-118) ke dalam persamaan Schrodinger bergantung waktu (9-115) dan


penggunaan (9-114) menghasilkan:

dbk iEkot / o

e
k +

i k dt

E ko bk
k

iEkot /

ko

bk e

iEkot /

E ko ko

dbk iEkot / o

e
k =

i k dt

bk

iEkot /

bk

iEkot /

H ' ko

H ' ko

Selanjutnya kita kalikan dengan

mo *

dan diintegrasi ke seluruh koordinat

spasial dan spin. Dengan menggunakan sifat ortonomalitas dari fungsi gelombang tak
terperturbasi, kita peroleh:

dbk iEkot / o o

e
m k

i k dt

Karena faktor

o
m
ko

bk

iEkot /

o
m
H ' ko

, semua suku pada ekspansi ruas kiri menjadi nol kecuali satu

yaitu jika m = k , sehingga:

dbk iEkot /
e
=
i dt

bk

iEkot /

o
m
H ' ko

Karena k = m, maka ruas kiri dapat ditulis

dbk iEmo t /
e
=
i dt

bk

iEkot /

dbk iEmo t /
e
, sehingga::
i dt

o
m
H ' ko

atau:
dbk
i
=

dt

bk e

o Eo t /
i Em
k

o
m
H ' ko

(9-119)

Marilah kita menganggap bahwa perturbasi

H ' (t )

diaplikasikan pada t = 0 dan bahwa

sebelum perturbasi diaplikasikan sistem berada dalam keadaan stasioner pada keadaan n
o

dengan energi E no . Oleh karena itu, fungsi pada t = 0 adalah e iEn t / no , dan pada t =
0 nilai dari koefisien ekspansi pada (9-118) adalah bn (0) = 1 dan bk (0) = 0 untuk
k n . Jadi:
bk (0) kn

(9-120)

Untuk memfasilitasi solusi (9-119), kita akan mengasumsikan bahwa perturbasi H '
adalah kecil dan hanya bekerja dalam waktu yang singkat. Dalam kondisi seperti itu,
perubahan nilai koefisien bk dari nilai asal pada saat perturbasi diaplikasikan adalah

sangat kecil. Sebagai aproksimasi, kita dapat mengganti koefisien ekspansi pada ruas
kanan (9-119) dengan nilai asalnya (9-120), sehingga:
o
o

dbk
i
= e i Em En t / mo H ' no

dt

Selanjutnya perturbasi H ' diaplikasikan dari t = 0 sampai t = t. Integrasi dari t =


0 sampai t = t, dan dengan menggunakan (9-120) diperoleh:
bm (t ' ) mn

t'

o Eo t /
i Em
n

o
m
H ' no dt

(9-121)

Penggunaan hasil aproksimasi (9-121) untuk koefisien ekspansi dalam (9-118)


memberikan aproksimasi yang dikehendaki terhadap fungsi keadaan pada t = t pada kasus

yang perturbasi bergantung waktunya ( H ' ) diaplikasikan pada t = 0 untuk sistem dalam
keadaan stasioner n.

Untuk t setelah t, aksi perturbasi telah berhenti, dan H ' = 0. Dengan demikian
persamaan (9-119) memberikan dbm / dt 0 untuk t > t. Oleh karena itu, untuk t setelah
pencahayaan terhadap perturbasi, fungsi adalah [persamaan (9-118)]:

bm t ' e iEmt / mo
m

untuk t t '

(9-122)

dengan bm t ' koefisien sebagaimana dinyatakan oleh (9-121). Dalam (9-122), adalah

o
superposisi dari m
yaitu fungsi eigen operator H o . Telah kita bahas dalam bab 7,

bahwa pengukuran energi sistem pada t setelah t akan menghasilkan sebuah nilai eigen

o
o
Em
yaitu nilai eigen dari operator H o , dan probabilitas memperoleh E m
adalah sama

dengan kuadrat dari nilai koefisien ekspansi atau

bm t '

.
o

Perturbasi bergantung waktu mengubah fungsi dari e iEn t / no menjadi superposisi


(9-122). Kemudian, pengukuran energi mengubah menjadi salah satu energi fungsi
o

eigen e iEmt / mo . Hasil bersihnya adalah transisi dari keadaan stasioner n menjadi
keadaan stasioner m, dengan probabilitas terjadinya transisi adalah
1. Metode variasi

bm t '

Sebuah nilai ekspektasi percobaan dengan sebuah fungsi sembarang diperkenalkan oleh
persamaan berikut.

...............................................................................................
1
Nilai yang bergantung pada pilihan dari tidak lah lebih kecil dari nilai eigen terendah E0
untuk persamaan eigen = E
...............
2
Kesamaan dari rumus ini hanya berlaku untuk sebuah kasus khusus di mana fungsi eigen
yang berkaitan dengan E0. Rumus ini yaitu persamaan (2) disebut sebagai prinsip variasi.
Sebagai bukti persamaan dapat diekspansikan dalam suku-suku dari fungsi eigen sebagai
cii. Perhitungan E0 dengan cara melakukan mengekspansi menggunakan Eii dan juga
memperhatikan sifat normalitas dari ci kita akan mendapatkan

........................................................................................
3
Ketidaksamaan yang terakhir diturunkan dari hal-hal berikut; Eo adalah nilai eigen
terendah dan sebuah nilai absolut yang tidak dapat menjadi negatif. Karena ci tidak dapat
menjadi nol untuk seluruh kasus yang mungkin dari variabel-varibelnya, kesamaannya
memerlukan ci = 0 untuk seluruh ci dengan
energi yang dimiliki Ei lebih besar dari E0. Ini akan menghasilkan kesimpulan bahwa
sebuah nilai yang tidak nol untuk koefisien ci dalam ekspansi dalam suku-suku hanya
diijinkan jika Ei = E0. Hanya dalam kasus ini E0 dapat dipenuhi, dan menjadi fungsi eigen
yang berkaitan dengan nilai eigen E0. Dengan kondisi yang sama, jika c adalah sebuah
fungsi eigen dari E0 memenuhi E0, maka penyebut dari persamaan (1) menjadi E0dq =
E*dq, dan akan memberikan c= E0. Karenanya ketaksamaan akan berlaku hanya jika c=
E0 dalam kasus di mana c adalah fungsi eigen degan nilai eigen terendah E0. Prinsip
variasi memberikan sebuah petunjuk untuk mendapatkan fungsi gelombang dan nilai eigen

untuk keadaan dasar. Untuk maksud ini, harus ditentukan sedemikian rupa hingga nilai c
dengan menggunakan dapat menjadi minimum. Fungsi eigen dari nilai eigen terendah E0,
yang juga fungsi gelombang dari keadaan dasar. Ini akan memberikan kesimpulan bahwa
ini akan menghasilkan c yang berkaitan dengan keadaan dasar dengan nilai energi E0.
2. Metoda variasi dengan menggunakan sebuah pendekatan kombinasi linier
(Metoda variasi Ritz)
Sangat sulit untuk menemukan c dengan meminimalisasi dengan dasar prinsip variasi di
atas. Untuk berbagai fungsi-fungsi kita perlu untuk menghitung nilai masing-masing dari ci
dan kita harus menemukan sebuah fungsi yang memberikan nilai minimum. Akan tetapi
tidaklah mungkin untuk melakukan tes pada seluruh fungsi. Bahkan jika beberapa
kombinasi dari E dan c memenuhi E, nilai eigen terendah di antara semuanya tidak perlu
merupakan nilai eigen minimum yang sebenarnya. Karenanya sebuah kompromi dengan
beberapa kali percobaan akan memberikan beberapa kali pengulangan dan dapat
memberikan hasil yang tidak sukses kecuali jika pilihan yang beruntung dapat dilakukan.
Sekarang kita mencoba untuk melakukan tes pada fungsi-fungsi yang lebih luas secara
lebih efisien. Sebuah kombinasi linier dari n buah fungsi-fungsi c1, c2, c3,, cn

...............................
4
dapat digunakan untuk melakukan tes dalam jumlah yang terbatas dari fungsi coba yang
diekspresikan oleh persamaan (3), dengan menyatakan bahwa koefisien ekspansi ci sebagai
variabel yang dapat dirubah dan secara terus-menerus
dilakukan variasi. Meskipun terdapat batasan yang dikarenakan oleh pilihan dari ci, kita
dapat memperoleh hasil yang terbaik untuk tes seluruh kombinasi linier yang sembarang
dari ci sebagaimana juga tes dengan masing-masing fungsi dari c1 hingga cn. Dalam cara
ini, prinsip variasi digunakan untuk menentukan deret dari ci sedemikian rupa sehingga ci
dapat menuju pada E yang minimum. Prosedur ini disebut sebagai metoda variasi dengan
menggunakan pendekatan kombinasi linier (metoda variasi Ritz) Dengan memasukkan
persamaan (3) ke dalam definisi dari E akan menghasilkan persamaan berikut.

.................................................................................
5
dalam ekspresi ini penjumlahan untuk i dan j harus diambil dari 1 hingga n. Hij dan Sij
adalah elemen dari matriks n x n dan didefinisikan dengan integral berikut.
...............................................................................
6

...............................................................................
7
Sij disebut sebagai integral tumpang tindih (overlap) antara ci dan cj. Berdasarkan prinsip
variasi E harus dapat diminimalisasi dengan merubah ci yang merupakan koefisien yang
diperkenalkan dalam definisi. Karena ci dan c*i adalah kompleks konjugat satu dengan
yang lainnya, kita mungkin mengambil satu dari mereka sebagai sebuah variabel
independen. Karenanya, kita akan mendapatkan kondisi untuk cic*i = 0. Untuk
kemudahan, kita dapat menulis ulang persamaan (5) sebagai

..........................................................
8
Diferensiasi pada kedua sisi dari persamaan ini terhadap cic*i akan memberikan

................................................................
9
Dengan menggunakan kondisi c*i = 0, kita mendapatkan

...........................................................
10

Ekspresi ini adalah sebuah himpunan dari persamaan simultan untuk cj yang juga sama
dengan persamaan terdapat dalam bagian sebelumnya. Jika seluruh koefisien dari c1
hingga cn adalah nol, maka mereka akan memenuhi persamaan (10). Akan tetapi,
himpunan dari solusi-solusi ini akan menghasilkan sebuah identitas yaitu c*i = 0, yang
secara fisik tidak memiliki arti. Dalam usaha untuk memperoleh solusi yang tidak trivial,
yang lain dari solusi dengan seluruh cj sama dengan nol, deteminan berikut haruslah sama
dengan nol.

....................................................
11
Elemen ij dari Aij dalam determinan ini diturunkan dari koefisien Hijx Sij= Aij dalam
persamaan simultan (10). Persamaan (11) adalah sebuah persamaan aljabar dengan orde n
untuk c, dan disebut sebagai persamaan sekular. Persamaan sekular diekspresikan secara
sederhana sebagai Hij x Sij = 0, yang mana hanya elemen ij yang ditulis antara sebuah
pasangan dari tiang vertikal. c1, c2,,cn(ci ci +1) adalah n buah solusi dari persamaan ini
dan memberikan perkiraan atas nilai eigen energi. Nilai eigen terendah E1 adalah
pendekatan terbaik dari energi keadaan dasar yang sebenarnya dalam jangkauan yang
dimungkinkan oleh kombinasi linier untuk c dalam persamaan (3). Sebagai perbandingan
dengan nilai eigen yang sebenarnya dari energi yang terendah E1, E1,, nilai eigen yang
diperoleh dengan metoda variasi Ritz memenuhi hubungan berikut.
...........................
12
Karenanya Ek adalah sebuah nilai energi pendekatan untuk keadaan tereksitasi ke-k.
Fungsi gelombang k berhubungan dengan nilai eigen energi pendekatan Ek dan dapat
diperoleh dengan memasukkan Ek ke dalam persamaan simultan (10), diikuti dengan
mendapatkan cj. Harus dicatat di sini bahwa kondisi normalisasi akan memberikan
persamaan berikut yang harus dipenuhi untuk cj

................................................
13
Contoh : Hitunglah nilai energi pendekatan dan fungsi gelombang dengan menerapkan
metoda variasi Ritz pada = c11 + c11, dengan dilengkapi bahwa H11 = -12 eV, H22 = -6
eV, H12 = H21 = -4 eV, S11 = S22 = 1, S12 = S21 = 0. Jawab : Dengan mengunakan
kondisi yang diberikan, persamaan sekular diekspresikan oleh

.....................................
14
Solusi terendah memberikan energi keadaan dasar E1 = -14 eV, dan energi yang lebih
tinggi berkaitan dengan keadaan energi tereksitasi E2 = -4eV. Fungsi gelombang dapat
diperoleh dengan cara berikut. Dengan menerapkan kondisi yang diberikan untuk kondisi
normalisasi pada persamaan (13).
...................................................................................
15
Persamaan simultan (10) untuk koefisien c1, c2 memberikan
...................................................................
16
Dengan memasukkan nilai-nilai untuk H11, H12 dan c1 ke dalam persamaan ini (b) akan
memberikan

..............................................................................................
18
Ini akan menghasilkan c1 = 2c2, dan kemudian persamaan (a) memberikan c1= 2c5, c2 =
1c5. Dengan demikian kita mendapatkan keadaan dasar fungsi gelombang.

......................................................................................................
19
Berikutnya, memasukkan c2 ke dalam dalam persamaan (b) akan memberikan

.............................................................................................
20
Ini akan menghasilkan 2c1 = -c2, dan kemudian persamaan (a) memberikan c1 = 1c5, c2 =
-2c5. Dengan demikian kita mendapatkan fungsi gelombang keadaan tereksitasi.

..................................................................................................
21

Anda mungkin juga menyukai