Anda di halaman 1dari 6

URGENSI KURSUS CALON PENGANTIN

DALAM MENAPAK KEHIDUPAN KELUARGA SAMARA


Oleh : Edy Munawar Hutabarat, SE,S,Ag, MAP
Sekretaris BP4 Provinsi Sumatera Utara

Ideal nya seseorang yang memutuskan untuk menikah memiliki bekal yang
cukup agar saat mengayuh biduk rumah tangga , mengarungi samudera kehidupan
yang teramat luas itu menjadi lebih mudah. Baik itu bekal ekonomi, bekal
kematangan mental, bekal kematangan fisik dan yang tak kalah penting bekal ilmu
seputar manajemen keluarga. Saya yakin hampir semua kita sepakat bahwa
pernikahan adalah persoalan serius, menyangkut sejarah hidup seseoarang,
menyangkut masa depan seseorang. Logikanya untuk secara serius ? Jawab nya bisa
ya bisa tidak. Untuk urusan penentuan hari baik, urusan perjamuan dan pesta, urusan
undang-mengundang sanak famili, masyarakat kita secara umum cukup serius
menyiapkannya. Bahkan untuk orang-orang tertentu sangat-sangat serius. Tapi untuk
urusan kematangan mental dan pemahaman manajemen keluarga, agaknya kita layak
prihatin. Bahkan harus super prihatin.
Coba kita perhatikan apa yang bisa disimpulkan bila Calon Pengantin untuk
urusan ijab-kabul aja banyak yang belum paham? Ini bukan persoalan nervous atau
grogi, tapi memang benar-benar belum paham. Tanpa bermaksud menggeneralisir,
pengalaman yang dialami oleh Kepala KUA Kecamatan dan Penghulu dalam
melaksanakan pencatatan pernikahan menunjukkan tidak banyak Calon Pengantin
yang paham apa itu sebenarnya ijab-kabul. Jangankan memahami dari sisi defenisi,
pesan moral, nilai filosofis dan aspek hukumnya, untuk mengucapkannya saja perlu
menyediakan waktu untuk melakukan gladi ijab-kabul dengan Pengantin. Habis kalau
tidak digladi sebelumnya, yang sering menjadi malu-maluin saat hari H. Gladi ini
biasanya di lakukan saat Calon Pengantin datang mendaftarkan kehendak nikahnya di
KUA.
Masalah ijab-kabul ini hanyalah gambaran betapa banyak Calon Pengantin yang
kurang memiliki bekal pengetahuan yang memadai untuk menikah. Dan ironisnya
upaya-upaya pembekalan pranikah sepi-sepi saja saja dari perhatiaan publik. Okelah
pernikahan adalah urusan pribadi, urusan masing-masing. Tapi kita harus ingat
implikasi pernikahan tidak selamanya merupakan ranah pribadi. Bila mereka yang
menikah adalah orang-orang yang kurang memiliki kompetensi seputar urusan
membangun keluarga, bukankah hal itu amat riskan bagi munculnya konflik dan
kegagalan rumah-tangga? Kalau sudah begini menjadi persoalan sosial?
BP4 sebagai lembaga yang diberi amanat menjalankan pembekalan Pranikah
tau sering disebut suscatin (Kursus Calon Pengantin) secara umum masih asal-asalan.
Dibilang asal-asalan karena dilakukan tanpa konsep yang jelas. Dari sisi kelembagaan,
terkadang masih sulit dibedakan mana BP4 mana KUA. Pembekalan pranikah tak
ubahnya seperti pengajian umum, dengan metode sekenanya, materi dan narasumber
seadanya. Itupun waktunya teramat sedikit. Apa yang bisa diterima oleh Calon
Pengantin bila pembekalan biasanya tak lebih dari 30 menit. Itupun masih dikurangi
waktu verifikasi data.
Beberapa KUA telah melakukan terobosan untuk memformat kegiatan
pembekalan ini lebih serius, dengan upaya memperdayakan BP4 agar lebih
profesional. Namun kendala dana sering membuat kegiatan tersebut tidak bisa
kontinyu. Saya sering membayangkan andai kata Calon Pengantin itu diberi
pembekalan olrh orang-orang yang kompeten, dalam waktuyang cukup lama,diformat

dalam sebuah kegiatan yang menyenangkan, itu sama artinya kita telah berinvestasi
untuk kebaikan indonesia hari ini dan hari-hari mendatang.
Banyak Faktor Pendorong Dan Penghambat terlaksananya Kursus Calon Pengantin
Dalam setiap pelaksanaan program, tentunya tidak terlepas dari factor-faktor lain baik
yang bersifat mendorong atapun faktor yang menghambat terlaksannya program,
demikian pula dengan program kursus calon pengantin ini pun tidak luput dari
beberapa factor pendorong dan penghambat.
Adapun faktor-faktor yang mendorong Kursus calon pengantin adalah :
1. Keinginan masyarakat untuk menikah, hal ini membuat masyarakat bersedia hadir
di KUA untuk menghadiri kursus calon pengantin karena takut jika tidak hadir
memenuhi undangan kursus calon pengantin, maka akad nikahnya tidak dapat
dilaksanakan. Hal ini sebetulnya modal yang sangat besar jika mampu dikelola
dengan baik, dengan kesadaran masyarakat dan kehadiran yang sangat tinggi,
maka kursus calon pengantin dapat dilaksanakan dengan maksimal
2. Kehadiran calon pengantin, hal ini mampu membuat penyelenggara bersemangat
dalam memberikan materi kursus calon pengantin
3. Dll
Disamping faktor pendukung , juga terdapat faktor yang menghambat pelaksanaan
kursus calon pengantin antara lain :
1. BP4 yang merupakan lembaga semi resmi sehingga keberadaanya dipandang
sebelah mata
2. BP4 tidak memiliki Anggaran operasinal tersendiri untuk melaksanakan kursus
calon pengantin, sehingga pelaksanaanya pun tidak dapat maksimal.
3. Pemerintah tidak melihat secara menyeluruh tentang pentingnya kursus calon
pengantin, sehingga aturan tentang kursus calon pengantin hanya sebatas
anjuran belum menjadi prasyarat utama pernikahan
4. Pelaksana Kursus calon pengantin yang diadakan oleh BP4 yang dijabat oleh
pegawai KUA dinilai kurang efektif karena KUA terbatas pada personalia sehingga
kurang maksimal
.

Dinegara seperti Malaysia pembekalan calon pengantin dilakukan oleh kalangan


yang benar-benar profesional. Pembekalan yang biasa disebut dengan kursus Pra
perkawinan itu dikemas sedemikian rupa: tempat nyaman, materi dan nara sumber
terbaik sehingga walau harus membayar calon pengantin tak merasa keberatan.
Apalagi sertifikat atau disana disebut dengan istilah sijil menjadi salah satu syarat
untuk mendaftarkan kehendak pernikahan.
Sebenarnya dalam tataran konsep apa yang dilakukan oleh kalangan Nasrani
dan negeri jiran Malaysia telah disiapkan. Kementerina Agama telah mengeluarkan
sebuah regulasi yang mengatur masalah ini melalui Peraturan Direktur Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam departemen agama nomor DJ.II/491 Tahun 2009
tentang kursus Calon Pengantin.
Materi Kursus Calon Pengantin Materi yang disampaikan dalam kursus calon
pengantin merujuk kepada Peraturan Dirjen Bimas Islam tentang kursus calon
pengantin No. DJ.II/491 Tahun 2009 yang menyebutkan suscatin diselenggarakan
dengan durasi 24 jam pelajaran. Program Suscatin ini sesungguhnya telah digagas
sejak tahun 2010. Pelaksanaan program ini diemban oleh Institusi Kementerian
Agama yang bertugas memberikan pelayanan pernikahan, yaitu KUA. Materi Suscatin
sendiri telah distandarisasi antara lain adalah :
(a)
Tatacara dan prosedur perkawinan ( 2 jam )

(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)

Pengetahuan Agama ( 5 jam )


Peraturan perundangan dibidang perkawinan dan keluarga (4 jam);
Hak dan kewajiban suami istri (5 jam);
Kesehatan ( Produksi sehat ) (3 jam);
Manajemen keluarga (3 jam)
Psikologi perkawinan dan keluarga (2 jam)

Jadi, Pada dasarnya Kursus Calon Pengantin merupakan upaya yang dilakukan oleh
pemerintah yang dalam hal ini BP4 untuk membekali calon pengantin dalam
menyongsong mahligai rumah tangga agar dalam rumah tangga nantinya telah siap
dan memiliki bekal psikis dan ketrampilan dalam menghadapi setiap problematika
keluarga, sehingga menghasilkan keluarga yang berkwalitas yang akhirnya enciptakan
masyarakat yang berkwalitas pula.
Suscatin dilaksanakan dengan metode ceramah, dialog, simulasi, dan studi kasus.
Narasumber dalam kursus tersebut terdiri dari konsultan perkawinan dan keluarga
yang sesuai dengan kompetensi pada materi yang diberikan.
Suscatin diselenggarakan oleh Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian
Perkawinan (BP4) atau lembaga lain yang telah mendapat akreditasi dari Kementrian
Agama. Setelah melakukan kursus, calon pengantin berhak mendapatkan sertifikat
sebagai tanda bukti kelulusan.
Sayang regulasi tersebut baru dalam tataran konsep namun impoten dalam tataran
aplikasinya. Oleh karena itu sinergi itu harus mulai dari sekarang. KUA bisa membuka
jalinan kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti Ormas-Ormas Islam agar ikut
berjuang bersama-sama pemerintah melakukanpemberdayaan BP4 . Apalagi BP4
sekarang sebenarnya tidak lagi lembaga semi resmi dibawah naungan Kementerian
Agama. Untuk itu butuh kesungguhan, dedikasi dan pengorbanan. Sebisa mungkin
jangan lah keterbatasan dana dijadikan alasan untuk menghindari dari tanggungjawab ini. Saya yakin sekiranya kegiatan itu betul-betul bermutu dan mamfaatnya
benar-benar dirasakan oleh Calon Pengantin, sekiranya para peserta pembekalan
dimohon partisipasi dana pun tak akan ditolak. Selama lembaga pengelolanya
profesional, transparan dan tidak mengendepankan profit secara ekonomi.
Tujuan Suscatin adalah meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang
kehidupan rumah tangga/keluarga sehingga bisa terbentuk keluarga sakinah,
mawaddah warahmah, serta untuk mengurangi angka perselisihan, perceraian dan
kekerasan dalam rumah tangga, Dalam kursus pranikah, KUA dapat melibatkan
ulama setempat, MUI, juga instansi lainnya. Misalkan saja BKKBN, dapat dilibatkan
dalam memberikan pemahaman kapan waktu yang tepat untuk menikah, saat yang
pas untuk hamil dan berapa jarak antarkehamilan.
Dan kepada Calon Pengantin saya sangat berharap agar pro aktif memberdayakan
diri, pro aktif membekali diri dari dengan berbagai pengetahuan sehingga saat
memasuki jenjang rumah-tangga betul-betul telah memahami apa itu pernikahan,
apa tujuan , hikma dan segala pernik tentang rumah tangga.
Sekali lagi pernikahan adalah persoalan serius, maka persiapkan secara serius.
Saat Anda menikah dengan tujuan-tujuan yang baik, itu adalah langkah awal agar
anda memiliki arah yang jelas kemana biduk rumah tangga itu menuju. Tapi tujuan-

tujuan yang baik akan banyak berarti tanpa perjuangan itu seberapa banyak bekal
anda menjadi salah satu faktor penentu.
Wallahu alam bi alshawab .

Anda mungkin juga menyukai