Paradigma Kom
Paradigma Kom
1.Paradigma klasik.
Paradigma ini menyatakan bahwa realitas sosial yang diamati oleh seseorang
dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa melakukan.
2.Paradigma kritis
Teori ini memiliki ide suatu teori atas ketidakadilan yang terjadi dibalik
fenomena sosial. Teori kritis banyak diilhami oleh ajaran Marxis atau neo-Marxis
(kiri baru). Dalam teori kritis, perilaku orang akan mengubah makna konteks
yang terkandung selanjutnya. Teori kritis bersifat aktif dalam menciptakan
makna, bukan hanya sekedar pasif menerima makna atas dasar perannya pada
teori konflik.
3.Paradigma konstruktivis
Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang
tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum
klasik dan positivis. Paradigma konstruktivisme menilai perilaku manusia secara
fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai
agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui
pemberian makna ataupun pemahaman perilaku dikalangan mereka
sendiri.Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara
dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya,dan berusaha memahami dan
mengkonstruksikan sesuatu yangmenjadi pemahaman si subjek yang akan
diteliti.
McCombs, M.E. & Shaw, D. (1972). Teori Penentuan Agenda (Agenda Setting
Theory) adalah teori yang menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan
pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk
mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik
dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang
dianggap penting oleh media massa. Dua asumsi dasar yang paling mendasari
penelitian tentang penentuan agenda adalah:
(1) Masyarakat pers dan mass media tidak mencerminkan kenyataan; mereka
menyaring dan membentuk isu;
(2) Konsentrasi media massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk
ditayangkan sebagai isu-isu yang lebih penting daripada isu-isu lain.
Asumsi dasar :
Asumsi teori ini adalah bahwa media massa memiliki peran yang sangat besar
dalam mempengaruhi khalayak. Jika media memberikan tekanan pada suatu
peristiwa, maka khalayak akan menerima begitu saja. Jadi apa yang dianggap
media itu penting, maka penting juga bagi khalayak.
Contoh :
Media massa khususnya televisi dalam memberitakan isu tentang
pemilihan calon gubernur dan wakil gurbernur DKI Jakarta. Dimana media massa
merefleksikan apa yang dikatakan para kandidat dalam suatu kempanye pemilu,
media massa terlihat menentukan mana topik yang penting. Sehingga publik
bisa terhipnotis dari apa yang diberitakan media massa, sehingga berpengaruh
terhadap pilihan masyarakat dalam memilih.
2.
Teori Kultivasi (Cultivation Theory) merupakan salah satu teori yang mencoba
menjelaskan keterkaitan antara media komunikasi (dalam hal ini televisi) dengan
tindak kekerasan. Teori ini dikemukakan oleh George Gerbner (1960). Teori
Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu (penonton
berat/heavy viewers) televisi membangun keyakinan yang berlebihan bahwa
dunia itu sangat menakutkan . Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka
bahwa apa yang mereka lihat di televisi yang cenderung banyak menyajikan
acara kekerasan adalah apa yang mereka yakini terjadi juga dalam kehidupan
sehari-hari.
Asumsi dasar :
Asumsi teori ini adalah telivisi mempengaruhi publik dalam rangka
menerjemahkan fenomena-fenomena yang terjadi disekitarnya. Kultivasi itu
maka beliau akan bertindak sebagai seorang ibu rumah tangga dan tidak lagi
sebagai profesor dalam bidang akademisi.
2.
Teori uses and gratifications yang dikemukakan oleh Blumler, Gurevitch dan Katz
(1974) ini menyatakan bahwa pengguna media memainkan peran yang aktif
dalam memilih dan menggunakan media. Pengguna media menjadi bagian yang
aktif dalam proses komunikasi yang terjadi serta berorientasi pada tujuannya
dalam media yang digunakannya.
Asumsi dasar
Asumsi teori uses and gratifications adalah khalayak sudah aktif dan tidak lagi
sebagai penerima pasif atas apa yang diberikan oleh media massa. Di mana
khalayak sudah aktif memilih apa yang dibutuhkannya dalam program-program
siaran yang menurutnya terbaik dan khalayak secara bebas menyeleksi media.
Karena media massa bukanlah satu-satunya sumber untuk pemuas kebutuhan
informasi.
Contoh :
Pemberitaan infotaiment yang marak-maraknya menjadi program unggulan
media televisi. Khalayak kini bisa memilih apa yang dibutuhkannya dan apa yang
tidak butuhkan. Jika seseorang merasa apa yang disajikan media massa dalam
sebuah program itu tidak menguntungkan baginya, maka dia tidak akan
mengkonsumsinya atau menerima.
1.
Teori Marxist klasik ini dinamakan The Critique of Political Economy (kritik
terhadap Ekonomi Politik).
Marxisme dianggap sebagai dasar pemikiran dari semua teori-teori yang ada
dalam tradisi kritis. Marxiesme, berasal dari pemikiran Karl Marx, seorang ahli
filsafat, sosiologi dan ekonomi dan Friedrich Engels, sahabatnya. Marxisme
beranggapan bahwa sarana produksi dalam masyarakat bersifat terbatas.
Ekonomi adalah basis seuruh kehidupan sosial. Saat ini, kehidupan sosial
dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini adalah
sistem ekonomi kapitalis.
Dalam masyarakat yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, profit merupakan
faktor yang mendorong proses produksi, dan menekan buruh atau kelas pekerja.
Hanya dengan perlawanan terhadap kelas dominan (pemilik kapital) dan
menguasai alat-alat produksi, kaum pekerja dapat memperoleh kebebasan. Teori
Marxist klasik ini dinamakan The Critique of Political Economy (kritik terhadap
Ekonomi Politik).
Teori Marx tidak bicara ekonomi semata tetapi usahanya untuk membuka
pembebasan manusia dari penindasan kekuatan-kekutan ekonomis. Menurut
Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis yang mengutamakan profit, masingmasing kapitalis beruang mati-matian untuk mengeruk untuk sebanyak mungkin.
Jalan paling langsung untuk mencapai sasaran itu adalah dengan penghisapan
kerja kaum pekerja. Namun kaum pekerja lama-lama memiliki kesadaran kelas
dan melawan kaum kapitalis.
Asumsi dasar :
Asumsi teori ini beranggapan bahwa kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok
kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini adalah sistem ekonomi kapitalis.
Dimana para pemegang kekuasaan selalu memperdaya buruh dalam bekerja.
Para buruh selalu ditindas akan kekuasaan kapitalis, dari ketertindasan itu
akhirnya para buruh menyadari semuanya dan memiliki kesadaran untuk
melawan kaum kapitalis.
Contoh :
Sekelompok buruh yang melakukan aksi demo besar-besaran disebuah
perusahaan dikarenakan gaji atau upah mereka tidak sesuai dengan apa yang
mereka lakukan atau kerjakan. Mereka merasa gaji mereka yang didapatkan
sangat kecil dan tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka dalam sehari-hari.
2.
Frankfurt School atau Sekolah Frankfurt merupakan aliran atau mazhab yang
secara sederhana sering dipahami sebagai aliran kritis. Farnkfurt School
berasal dari pemikiran sekelompok ilmuwan German di bidang filsafat, sosiologi
dan ekonomi yang tergabung the Institute for Sosial Research yang didirikan di
Frankfurt, Jerman pada tahun 1923. Anggota-anggotanya antara lain : Max
Horkheimer, Theodor Adorno dan Hebert Macuse.
Maksud teori itu adalah membebaskan manusia dari pemanipulasian para
teknokrat modern. (Sindhunata, 1983). Teori Kritik Masyarakat pada hakekatnya
mau menjadi Aufklarung. Aufklarung berarti : mau membuat cerah, mau
mengungkap segala tabir yang menutup tabir, yang menutup kenyataan yang
tak manusiawi terhadap kesadaran kita. Teori Kritik Masyarakat mengungkapkan
apa yang dirasakan oleh kelas-kelas tertindas, sehingga kelas-kelas ini
menyadari ketertindasannya dan memberontak.
Dalam konteks kedua ini kemudian nama Jurgen Habermas menjadi sangat
terkenal di kalangan akademisi komunikasi. Menurut Habermas penidasan tidak
dapat bersifat total, tetapi masih ada tempat di mana manusia dapat mengalami
ide kebebasan, sehingga selalu masih ada tempat berpijak untuk menentang
penindasan. Tempat itu adalah komunikasi.
Temuan Habermas bahwa komunikasi adalah tempat ide kebebasan
dijelaskan Suseno sebagai berikut : Habermas memperlihatkan bahwa
komunikasi tidak mungkin tanpa adanya kebebasan, Kita dapat saja dipaksa
atau didesak untuk mengatakan ini atau itu, tetapi kita tak pernah dapat
dipaksa untuk mengerti. Manangkap maksud orang lain pun tak pernah dapat
dipaksakan. Begitu pula orang tak dapat dipaksa menyadari suatu kebenaran,
untuk menyetujui suatu pendapat dalam hati, atau untuk mencinta seseorang.
Dalam pengalaman komunikasi sudah tertanam pengalaman kebebasan.
(Sindhunata, 1983).
Asumsi dasar :