Anda di halaman 1dari 10

Teori Struktural Cerita Rakyat Dan Asal Usul Dusun Bakalan

Dosen Pembimbing:
Asep Abbas, M.Pd

Disusun oleh:
ARLI AFANDI
NIM: 076021

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


SEKOLAH TINGGI ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
JOMBANG
2009

ASAL USUL DUSUN BAKALAN

Dusun Bakalan, adalah sebuah dusun yang terdiri dari wilayah kabupaaten jombang
sebelah selatan. Dusun ini menjadi bagian dari Kecamatan Ngoro, Kabupaten
Jombang.

Proses pembentukan wilayah yang bernama Bakalan ini, dapat dipelajari dari
beberapa peninggalan sejarah dan kebudayaan, maupun proses alamiah yang
mendukung terbentuknya peradaban sosial dari dulu hingga sekarang di wilayah ini.
Beberapa peninggalan sejarah dan kebudayaan tersebut antara lain:
1. Sebuah candi bersegi tiga yang disebut Candi Bakalan
2. Sebuah sumur suci bernama Sumur Bulus
3. Paras Pihpih (batu padas terbentuk pipih dari proses alamiah) yang merupakan
tebing sungai terbesar di Dusun Bakalan, yakni sungai Danghyang Gede atau
Sungai Sanghyang.
4. Sebuah pura peninggalan sejarah bernama Pura Dangkahyangan Indra
Kusuma
Sementara itu, untuk mengetahui kapan dibentuk dan siapa yang membentuk Dusun
Bakalan, dapat dipelajari dari sesepuh desa Bakalan.
Dari peninggalan-peninggalan sejarah dan kebudayaan tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa Dusun Bakalan terbentuk melalui sejarah yang terkonsep secara

sosial budaya, di mana sejak kelahirannya dusun ini sudah memiliki jejak-jejak
kehidupan manusia yang terbentuk dalam sebuah komunitas kemasyarakatan.

Perjalanan Pedanda Sakti


Secara singkat, dikisahkan perjalanan Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh dari
Blambangan (Jawa Timur) menuju Jombang, diiringi istrinya yakni Danghyang Istri
Sakti yang sedang hamil tua serta putrinya yang bernama Ida Ayu Swabawa. Mereka
sempat singgah di Bakalan, Kehadiran mereka diterima oleh dua orang warga
bernama Pan Jebah dan Pan Bulus. Ketika baru tiba, Ida Ayu Swabawa menyatakan
rasa hausnya dan meminta air minum. Ida Pedanda Sakti lalu memuja dan mohon air
tawar kepada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Saat itulah muncul
air yang bersumber dari dalam tanah dan terus mengalir membentuk sungai kecil.
Aliran air tersebut kemudian diberi nama Tukad Danghyang Cerik

Selama persinggahannya itu, Pedanda Sakti Wawu Rawuh juga sempat memberikan
tuntunan agama (Hindu) kepada warga setempat, baru kemudian beliau melanjutkan
perjalanan keKediri.

Oleh karena Danghyang Istri dalam keadaan hamil tua, maka beliau tidak turut ke
Gelgel dan memutuskan untuk menetap di Bakalan. Pedanda Sakti meninggalkan
istrinya dengan sebuah keris dan sebuah sumber mata air untuk kebutuhan hidup
sehari-hari. Lokasi tempat tinggal istrinya itu diberi nama Griya Indraloka, sedangkan
sumber air yang ditinggalkannya diberi nama Sumur Bulus.

Dengan hanya diiringi oleh putrinya, Pedanda Sakti Wawu Rawuh berangkat
menyusuri pantai ke arah timur menuju Gelgel.

Berselang beberapa lama, oleh karena tidak kuat dengan angin yang cukup besar dan

bisingnya deruan angin, Danghyang Istri memilih pindah tinggal ke arah barat dari
Indraloka, di tepi Sungai Danghyang Gede di lokasi Pura Dangkahyangan Indra
Kusuma. Di tempat inilah Danghyang Istri moksa dengan meninggalkan seorang putra
bernama Ida Bagus Bajra yang kemudian juga pralina di sana.

Perkebunan Dumay
Tahun 1897, seorang tokoh Belanda (VOC) membuka perkebunan kelapa, kopi dan
coklat di kawasan barat Dusun Bakalan. Tetapi pembangunan kawasan perkebunan
yang luasnya mencapai 100 hektar ini sering mendapat gangguan binatang buas dari
darat (hutan) berupa harimau dan wadak (banteng hutan). Sementara gangguan dan
serangan dari laut juga tidak kalah besarnya, yakni serangan buaya yang datang dari
Tukad Danghyangh Cerik.

Berbagai upaya untuk mengusir gangguan binatang buas tersebut telah dilakukan oleh
Dumay bersama para buruh perkebunannya, termasuk menggunakan senjata api.
Tetapi gangguan binatang buas bahkan semakin mengganas dan memakan banyak
korban para pekerja perkebunan.

Kondisi ini kemudian membuat Dumay mengambil keputusan untuk mengundang


tokoh dari Puri Gede Jembrana (pusat pemerintahan Kerajaan Jembrana saat itu),
untuk diajak bersama-sama melakukan ritual (persembahyangan) di lokasi bekas
Geria Indraloka. Adapun tokoh puri yang datang adalah Anak Agung Gede Kangsa
beserta putranya Anak Agung Putu Brata. Atas permintaan Dumay, persembahyangan
(meditasi) dilakukan bersama empat orang, termasuk putra dari Dumay yang bernama
Beber. Dalam persemedian berempat itulah mereka melihat sebilah keris bersinar

muncul dari dalam tanah. Dijelaskan oleh keempatnya, bahwa keris yang muncul
tersebut bermata tiga. Maka selanjutnya, di tempat munculnya keris itulah oleh
Dumay didirikan sebual pal bersegitiga dengan nama Tugu Bakalan.

Sejak pembangunan Tugu Bakalan itu pula, kawasan Bakalan diberi nama Pesedahan
Bakalan dengan ketentuan administratif sebagai berikut:

Wilayah Pesedahan Bakalan dengan batas:

Timur : Sungai Bakalan

Selatan : Hutan Bagian Selatan

Barat : Hutan bagian barat

Utara : Hutan bagian utara.

Resort kehutanan juga disebut Kehutanan Bakalan.


sawahnya juga disebut Sawah Bakalan.
Wonoasri (kawasan pemukiman) yang tua juga disebut Wonoasri Bakalan.

Pemerintahan Dusun Pertama


Akan tetapi pada tahun 1945 di mana Saad sebagai pejabat pertama Kepala Dusun,
yang wilayahnya mencakup Sangyang Cerik dan Kepah, maka ditetapkan nama dusun
menjadi Dusun Sanghyang Cerik.

Dalam perkembangan pemerintahan selanjutnya, tanggal 16 Maret 1976, keluarlah


Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Jombang, Nomor:

Pem/II.a/20/1976, yang menentukan batas-batas wilayah untuk memudahkan


administrasi dusun. Sejak saat itu pula nama Dusun Sanghyang Cerik dikembalikan
ke nama semula yaitu Dusun Bakalan. Hal ini dilakukan dengan mengingat catatan
sejarah yang sudah banyak dikenal oleh umum tentang Dusun Bakalan. Di samping
itu, tidak pula dapat dikesampingkan bahwa Kawasan Bakalan mempunyai andil besar
di dalam perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia, karena di daerah inilah tempat
pendaratan para Pemuda Pejuang Kemerdekaan.

Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan RI, tak akan terlupakan pertempuran di


kawasan Wonoasri (tertangga desa Bakalan) yang mengakibatkan gugurnya pahlawan
bangsa Moeljono. Di samping Kawasan Wonoasri, pertempuran antara Pemuda
Pejuang dengan Tentara gajah Merah (Sekutu) juga terjadi di kawasan Wonoasri
Moding/Pangkung Belatung (salah satu Wonoasri di bagian utara Dusun Bakalan),
yang mengakibatkan gugurnya 7 (tujuh) Pemuda Pejuang. Dengan hal ini pula, Dusun
Bakalan dinyatakan sebagai salah satu pusat pertahanan untuk Ngoro Tengah.

STRUKTUR CERITA DUSUN BAKLAAN

Alur Cerita
(1) Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh dari istrinya sempat tinggal di Dusun Bakalan
(2) Kehadiran mereka diterima oleh dua orang warga bernama Pan Jebah dan Pan
Bulus
(3) Ida Pedanda Sakti lalu memuja dan mohon air tawar kepada Sang Hyang Widhi
Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Saat itulah muncul air yang bersumber dari dalam
tanah dan terus mengalir membentuk sungai kecil. Aliran air tersebut kemudian
diberi nama Tukad Danghyang Cerik
(4) Danghyang Istri dalam keadaan hamil tua, maka beliau memutuskan untuk
menetap di Bakalan. Pedanda Sakti meninggalkan istrinya dengan sebuah keris
dan sebuah sumber mata air untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Lokasi tempat
tinggal istrinya itu diberi nama Griya Indraloka, sedangkan sumber air yang
ditinggalkannya diberi nama Sumur Bulus
(5) . Danghyang Istri moksa dengan meninggalkan seorang putra bernama Ida Bagus
Bajra yang kemudian juga pralina di sana.
(6) Dalam persemedian berempat itulah mereka melihat sebilah keris bersinar muncul
dari dalam tanah. Dijelaskan oleh keempatnya, bahwa keris yang muncul tersebut
bermata tiga. Maka selanjutnya, di tempat munculnya keris itulah oleh Dumay
didirikan sebual pal bersegitiga dengan nama Tugu Bakalan.
(7) Dusun Sanghyang Cerik dikembalikan ke nama semula yaitu Dusun Bakalan

Tema atau Pelaku


a

= Blambangan (Jawa Timur)

a1 = Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh


a2 = Ida Ayu Swabawa
a3 = Ida Pedanda Sakti
Fungsi x

= keburukan

x1 = mengusir
x2 = memukul
x3 = menggagalkan peminangan
x4 = merusak dan menendang

Alur Cerita
{(a1) + (a3) :: (a2)} {(a3) x2 : (a2) x1} // {(a1) x3, x4 :: (a2) x5)}

Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh dari istrinya sempat tinggal di Dusun Bakalan.
Kehadiran mereka diterima oleh dua orang warga bernama Pan Jebah dan Pan
Bulus Ida Pedanda Sakti lalu memuja dan mohon air tawar kepada Sang Hyang
Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Saat itulah muncul air yang bersumber dari
dalam tanah dan terus mengalir membentuk sungai kecil. Aliran air tersebut
kemudian diberi nama Tukad Danghyang Cerik Danghyang Istri dalam keadaan
hamil tua, maka beliau memutuskan untuk menetap di Bakalan. Pedanda Sakti
meninggalkan istrinya dengan sebuah keris dan sebuah sumber mata air untuk
kebutuhan hidup sehari-hari. Lokasi tempat tinggal istrinya itu diberi nama Griya
Indraloka, sedangkan sumber air yang ditinggalkannya diberi nama Sumur Bulus
Danghyang Istri moksa dengan meninggalkan seorang putra bernama Ida Bagus
Bajra yang kemudian juga pralina di sana. Dalam persemedian berempat itulah
mereka melihat sebilah keris bersinar muncul dari dalam tanah. Dijelaskan oleh

keempatnya, bahwa keris yang muncul tersebut bermata tiga. Maka selanjutnya, di
tempat munculnya keris itulah oleh Dumay didirikan sebual pal bersegitiga
dengan nama Tugu Bakalan. Dusun Sanghyang Cerik dikembalikan ke nama
semula yaitu Dusun Bakalan

Alur Fungsinya :
{(x2) : (x1)} // {(x3 . 4) :: (x5)}
Fungsi kebaikan tidak ada dari pada fungsi kejahatan.
N = (a2) x1 + (a1) x3 + (a3) x5
Disini fungsi keadilan terhadap hidup manusia tampak sangat menonjol.
Sesuai dengan kodrat hidup bahwa segala sesuat yang diperoleh seseorang sebenarnya
merupakan hasil dari perbuatannya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai