Anda di halaman 1dari 25

DISKUSI KASUS

HIPERTENSI

Oleh:
Putri Nur Kumalasari
G99152031

.
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan penyakit
yang perlu mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat, mengingat dampak
yang ditimbulkannya baik jangka pendek maupun jangka panjang sehingga
membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu. Penyakit
hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitasnya (kematian)
yang tinggi.1
Hipertensi termasuk dalam Penyakit Tidak Menular. Penyakit tidak menular
(PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases merupakan faktor
utama masalah morbiditas dan mortalitas.2,3 Perubahan sosial ekonomi, lingkungan dan
perubahan struktur penduduk, saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak sehat,
misalnya merokok, kurang aktivitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori, serta
konsumsi alkohol diduga merupakan faktor risiko PTM.2-4
Pada abad ke-21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insidens dan prevalensi
PTM secara cepat, yang merupakan tantangan utama masalah kesehatan dimasa yang
akan datang. WHO memperkirakan, pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73%
kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia. Diperkirakan negara yang paling
merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk Indonesia.4,5 Salah satu
PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang
disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa
menderita hipertensi.6 Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target
organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta
kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih
besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. 6,7
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat
600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap
tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara
adekuat.7,8 Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat.9
Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara
linear dengan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular.9 Oleh sebab itu,
penyakit hipertensi harus dicegah dan diobati. Hal tersebut merupakan tantangan kita di

masa yang akan datang. Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang
mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko
yang lebih besar terkena hipertensi.10 Faktor risiko tersebut pada umumnya disebabkan
pola hidup (life style) yang tidak sehat. Saat ini terdapat adanya kecenderungan bahwa
masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat
pedesaan. Hal ini antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota
yang berhubungan dengan risiko penyakit hipertensi seperti stress, obesitas
(kegemukan), kurangnya olah raga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi
kadar lemaknya. 1,11
Faktor sosial budaya masyarakat Indonesia berbeda dengan sosial budaya
masyarakat di negara maju, sehingga faktor yang berhubungan dengan terjadinya
hipertensi di Indonesia kemungkinan berbeda pula. Selain itu pemilihan terapi
medikamentosa menjadi sangat perlu diperhatikan memperhitungkan kebutuhan pasien
termasuk derajat hipertensi dan penyakit penyulit yang menyertai.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A DEFINISI HIPERTENSI
Menurut Kementrian Kesehatan RI, hipertensi atau tekanan darah tinggi
adalah peningkatan tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
> 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat/tenang. 12
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama
(persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi
secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi
dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena
itu, partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi,
pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat
dikendalikan.12
Hipertensi yang tidak diketahui didefinisikan sebagai hipertensi esensial,
atau lebih dikenal hipertensi primer, untuk membedakannya dengan hipertensi
sekunder bahwa hipertensi sekunder dengan sebab yang diketahui. Menurut The
Seventh Report Of The Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok Normotensi, Prahipertensi, Hipertensi Derajat I,
Hipertensi derajat II.13
Kelas Tekanan Darah
Normal
Prahipertensi
Hipertensi Stage I
Hipertensi Stage II

TDS (mmHG)
<120
120-139
140-159
160

TDD (mmHg)
<80
80-89
90-99
100

B EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data dari Rikesdas pada tahun 2013 menunjukkan bahwa
prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur 18
tahun sebesar 25,8 %, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan
Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga

kesehatan sebesar 9,4%, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat
sebesar 9,5%. Jadi, ada 0,1% yang minum obat sendiri. Responden yang
mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar
0.7%. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5%.11
Faktor resiko penyakit hipertensi dibedakan menjadi fakter resiko yang
tidak bisa diubah, dan faktor resiko yang bisa diubah. Faktor resiko yang tidak dapat
diubah meliputi umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik ras. Sedangkan
faktor resiko yang bisa diuh meliputi kebiasaan merokok, konsumsi garam,
konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi minum-minuman
beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres, penggunaan estrogen.14
Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia.
Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan
kesehatan primer kesehatan.
C MANIFESTASI KLINIS
Peninggian tekanan

darah

kadang-kadang

merupakan

satu-satunya

gejala.Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal,
mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang lebih sering ditemukan adalah sakit
kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur,
mata berkunangkunang dan pusing
Pada sebagian besar penderita,

hipertensi

tidak

menimbulkan

gejala.Meskipun demikian, kita dapat mengenali gejala-gejala umum hipertensi,


antaralain sakit kepala/rasa berat di tengkuk, pusing berputar (vertigo), jantung
berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan
mimisan. 12
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.15
D PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan untuk menentukkan adanya kerusakan organ dan faktor lain atau mencari
penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia
darah (kalium , natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol
HDL, kolesterol LDL) dan EKG. Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan

yang lain seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol HDL,
dan EKG.15
E DIAGNOSIS
Diagnosis hipertensi didapatkan dari anamnesis faktor resiko dan gejala
klinis, pemeriksaan tekanan darah, dan permeriksaan penunjang bila diperlukan.
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya
dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang
berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis.
Pengukuran pertama harus dikonfirmasikan pada sedikitnya 2 kunjungan lagi dalam
waktu satu sampai beberapa minggu. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam
keadaan pasien duduk bersandar, setelah pasien beristirahat selama 5 menit, dengan
ukuran pembungkus lengan yang sesuai.12
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lamanya
menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan dengan penyakit
jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dll. Apakah terdapat
riwayat penyakit dalam keluarga dan gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab
hipertensi, perubahan aktivitas atau kebiasaan merokok, konsumsi makanan,
riwayat obat-obatan bebas, faktor lingkungan, pekerjaan, psikososial dsb.15
F PATOGENESIS
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi antara faktor-faktor risisko tertentu. Faktor- faktor yang
mendorong timbulnya kenaikan darah tersebut adalah19 :
1 Faktor risiko, seperti : diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,
2
3

genetik
Sistem syaraf simpatis
a tonus simpatis
b variasi diurnal
Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos

dan interstitium juga memberikan kontribusi akhir.


Pengaruh sistem endokrin setempat yang berperan pada system renin,
angiotensin, dan aldosteron.

Gambar 1. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah


Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi
dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiacoutput/CO) dan dukungan dari
arteri (peripheral resistance/PR).Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini
dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks.Hipertensi sesungguhnya
merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan
curah jantung dan / atau ketahanan periferal.Kaplan menggambarkan beberapa faktor
yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi Tekanan Darah
= Curah Jantung x Tekanan Perifer.1
Curah jantung adalah volume darah yang dipompa melalui jantung per menit,
yaitu isi sekuncup (stroke volume, SV) x laju denyut jantung (heart rate, HR).
Resistensi diproduksi terutama di arteriol dan dikenal sebagai resistensi vaskular
sistemik.20
Isi sekuncup jantung dipengaruhi oleh tekanan pengisian (preload), kekuatan
yang dihasilkan oleh otot jantung, dan tekanan yang harus dilawan oleh jantung saat
memompa (afterload).Normalnya, afterload berhubungan dengan tekanan aorta untuk
ventrikel kiri, dan tekanan arteri untuk ventrikel kanan.Afterload meningkat bila
tekanan darah meningkat, atau bila terdapat stenosis (penyempitan) katup arteri keluar.
Peningkatan afterload akan menurunkan curah jantung jika kekuatan jantung tidak
meningkat. Baik laju denyut jantung maupun pembentukan kekuatan, diatur oleh sistem
saraf otonom (SSO/autonomic nervous system, ANS).21
Resistensi merupakan hambatan aliran darah dalam pembuluh, tetapi tidak dapat
diukur secara langsung dengan cara apapun. Resistensi harus dihitung dari pengukuran

aliran darah dan perbedaan tekanan antara dua titik di dalam pembuluh.7 Resistensi
bergantung pada tiga faktor, yaitu viskositas (kekentalan) darah, panjang pembuluh, dan
jari-jari pembuluh.22
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh
terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial
curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat.Tekanan darah
ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.
Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan
konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin
lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin
dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang
irreversible23.
2. Sistem Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan
ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem
endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh
juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau
penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik 23.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang
peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh
ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE
yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II
(oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan
tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan


tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan
cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang
pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah 23.

Gambar 2. Mekanisme terjadinya Hipertensi melalui system


Renin Angiotensin Aldosteron
3. Sistem Saraf Otonom
Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan
dilatasi arteriol.Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam
pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara

sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama sama dengan faktor
lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon 23.
4. Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif
lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium.Disfungsi endotelium
banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.Secara klinis pengobatan dengan
antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit23.
5. Substansi vasoaktif
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan
vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan
sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin
lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium
jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan
ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan
dan hipertensi 23.
6. Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding
pembuluh

darah

(disfungsi

endotelium atau

kerusakan

sel

endotelium),

ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi


dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan
semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan
pemberian obat anti-hipertensi 23.
7. Disfungsi diastolik
Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat
ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri
melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel 23.
G TATALAKSANA
Tujuan pengobatan pada pasien hipertensi adalah :
a Menurunkan tekanan darah sesuai target yang direkomendasikan JNC VIII :
tekanan darah <150/90 untuk usia 60 tahun tanpa diabetes dan CKD. Tekanan

darah <140/90 mmHg, untuk 1) usia <60 tahun tanpa diabetes dan CKD, 2)
semua usia dengan diabetes tetapi tanpa CKD, 3) semua usia dengan CKD dan
b
c

dengan/tanpa diabetes.
penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler.
mengahambat laju penyakit ginjal proteinuri.
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi

farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien


hipertensi dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah dan mengendalikan
faktor-faktor resiko, serta penyakit penyerta lainnya.
1. Terapi Nonfarnakologis
Menurut modifikasi gaya hidup yang merupakan terapi nonfarmakologis
dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari - sendok
teh (6 gram/hari), menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein,
rokok, dan minuman beralkohol. Olah raga juga dianjurkan bagi penderita
hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25 menit
dengan frekuensi 3-5 x per minggu. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam)
dan mengendalikan stress.
Ada pun makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita
hipertensi adalah:
1 Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak
2

kelapa, gajih).
Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit,

crackers, keripikdan makanan keringyangasin).


Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta

buah-buahan dalam kaleng, soft drink).


Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin,

pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).


Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein
hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning

telur, kulit ayam).


Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco
serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandunggaram

natrium.
Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.
Dengan mengetahui gejala dan faktor risiko terjadinya hipertensi

diharapkan penderita dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan dengan

modifikasi diet/gaya hidup ataupun obat-obatan sehingga komplikasi yang


terjadi dapat dihindarkan.12
2. Terapi Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC VII adalah :
a Diuretika, terutaman jenis thiazid atau aldosterone antagonist
Diuretik

menurunkan

tekanan

darah

terutama

dengan

cara

mendeplesikan simpanan natrium tubuh.Diuretik menurunkan tekanan darah


dengan menyebabkan diuresis.Pengurangan volume plasma dan Stroke
Volume (SV) berhubungan dengan dieresis dalam penurunan curah jantung
(Cardiac Output, CO) dan tekanan darah pada akhirnya.Penurunan curah
jantung yang utama menyebabkan resitensi perifer. Pada terapi diuretik pada
hipertensi kronik volume cairan ekstraseluler dan volume plasma hampir
kembali kondisi pretreatment.
1) Thiazide
Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi,
golongan lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah.
Penderita dengan fungsi ginjal yang kurang baik Laju Filtrasi
Glomerolus (LFG) diatas 30 mL/menit, thiazide merupakan agen diuretik
yang paling efektif untuk menurunkan tekanan darah. Dengan
menurunnya fungsi ginjal, natrium dan cairan akan terakumulasi maka
diuretik jerat Henle perlu digunakan untuk mengatasi efek dari
peningkatan volume dan natrium tersebut. Hal ini akan mempengaruhi
tekanan darah arteri. Thiazide menurunkan tekanan darah dengan cara
memobilisasi natrium dan air dari dinding arteriolar yang berperan dalam
penurunan resistensi vascular perifer.
2) Diuretik Hemat Kalium
Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika digunakan
tunggal. Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik dikombinasikan
dengan diuretik hemat kalium thiazide atau jerat Henle. Diuretik hemat
kalium dapat mengatasi kekurangan kalium dan natrium yang disebabkan
oleh diuretik lainnya.
3) Antagonis Aldosteron

Antagonis Aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi lebih


berpotensi sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang lama (hingga 6
b

minggu dengan spironolakton).


Beta bloker (BB)
Merupakan obat utama pada penderita hipertensi ringan sampai
moderat dengan penyakit jantung koroner atau dengan aritmia. Bekerja
dengan menghambat reseptor 1 di otak, ginjal dan neuron adrenergik
perifer, di mana 1 merupakan reseptor yang bertanggung jawab untuk
menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi produksi renin.
Dengan berkurangnya produksi renin, maka cardiac outputakan berkurang

yang disertai dengan turunnya tekanan darah.7


Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist
Calsium channel blocker (CCB) menyebabkan relaksasi jantung dan
otot polos dengan menghambat saluran kalsium yang sensitif terhadap
tegangan sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstra selluler ke dalam
sel. Relaksasai otot polos vaskular menyebabkan vasodilatasi sehingga
mengurangi tahanan perifer dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah.
Merupakan antihipertensi yang dapat bekerja pula sebagai obat angina dan
antiaritmia, sehingga merupakan obat utama bagi penderita hipertensi yang

juga penderita angina.7 Contoh obat: Nifedipin, Amlodipin, Diltiazem.


Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor)
ACE inhibitor memiliki mekanisme aksi menghambat sistem reninangiotensin-aldosteron dengan menghambat perubahan Angiotensin I
menjadi Angiotensin II sehingga menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi
retensi sodium dengan mengurangi sekresi aldosteron.ACE membantu
produksi angiotensin II (berperan penting dalam regulasi tekanan darah
arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan dan ada pada beberapa
tipe sel yang berbeda tetapi pada prinsipnya merupakan sel endothelial.
Kemudian, tempat utama produksi angiotensin II adalah pembuluh darah
bukan ginjal. Pada kenyataannya, inhibitor ACE menurunkan tekanan darah
pada penderita dengan aktivitas renin plasma normal, bradikinin, dan
produksi jaringan ACE yang penting dalam hipertensi.Oleh karena ACE
juga terlibat dalam degradasi bradikinin maka ACE inhibitor menyebabkan
peningkatan bradikinin, suatu vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan

prostaglandin dan nitric oxide. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek


penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor, tetapi juga bertanggungjawab
terhadap efek samping berupa batuk kering.
ACE inhibitor mengurangi mortalitas hampir 20% pada pasien
dengan gagal jantung yang simtomatik dan telah terbukti mencegah pasien
harus dirawat di rumah sakit (hospitalization), meningkatkan ketahanan
tubuh dalam beraktivitas, dan mengurangi gejala.2
ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah
untuk menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi
ginjal dan serum potassium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi
dilaksanakan terutama setelah dilakukan peningkatan dosis. Salah satu obat
yang tergolong dalam ACE inhibitor adalah Captopril yang merupakan ACE
e

inhibitor pertama yang digunakan secara klinis.16


Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker
(ARB)
Angiotensin II digenerasikan oleh jalur renin-angiotensin (termasuk
ACE) dan jalur alternatif yang digunakan untuk enzim lain seperti
chymases. Inhibitor ACE hanya menutup jalur renin-angiotensin, ARB
menahan langsung reseptor angiotensin tipe I, reseptor yang memperentarai
efek angiotensin II. Tidak seperti inhibitor ACE, ARB tidak mencegah
pemecahan bradikinin.
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan

target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan
untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang dan yang
memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Jika terapi dimulai
dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum
mancapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatakan dosis obat
tersebut atau berpindah ke antihipertensi yang lain dengan dosis rendah baik
tunggal maupun kombinasi. Kombinasi yang terbukti dapat ditolerir pasien adalah :
diuretika dan ACEI atau ARB, CCB dan BB, CCB dan atau ARB, CCB dan
diuretika, ARB dan BB,kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.7,17
Berikut merupakan panduan untuk tatalaksana hipertensi menurut 2014
Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure18

Gambar 4.2014 Hypertension Guideline Management Algorithm


(Sumber: JAMA, 2013)
BAB III
STATUS PASIEN
I ANAMNESIS
A IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Status
Alamat

: Tn. X
: 45 Tahun
: Laki-laki
: Menikah
: Sukoharjo

Agama
Pekerjaan

: Islam
: Karyawan swasta

B Keluhan Utama :
Nyeri kepala cekot-cekot
C Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala terasa cekot-cekot sejak 3
hari yang lalu. Nyeri kepala dirasakan sampai ke bagian tengkuk. Keluhan
dirasakan hilang timbul, terasa lebih berat bila terlalu banyak pikiran atau
kecapekan. Pasien merasa keluhan cukup mengganggu aktivitasnya, terutama
dalam pekerjaan sebagai karyawan swasta. Sebelumnya pasien sudah pernah
memeriksakan ke dokter dan dikatakan memiliki darah tinggi. Pasien diberi satu
jenis obat, akan tetapi hanya diminum saat ada keluhan saja. Jenis obatnya
pasien tidak ingat. Pasien tidak mengeluhkan adanya pandangan kabur maupun
berdebar-debar. Pasien mengatakan beberapa hari terakhir terdapat banyak
deadline di kantornya yang belum selesai sehingga pasien merasa stress. Pasien
memiliki kebiasaan sering makan makanan yang asin dan santan serta sering
mengkonsumsi kopi.
D Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sakit jantung
Riwayat stroke
Riwayat sakit gula
Riwayat sakit liver
Riwayat sakit ginjal
Riwayat alergi
Riwayat mondok

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

E Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok
Riwayat minum minuman keras
Riwayat olah raga teratur

: (+) sejak usia 25 tahun, 1-3 batang/hari


: disangkal
: jarang

F Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga


Riwayat sakit gula
Riwayat tekanan darah tinggi
Riwayat stroke
Riwayat sakit ginjal
Riwayat sakit jantung

:disangkal
: (+) ayah pasien
: (+), ayah pasien
: disangkal
: disangkal

G Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien tinggal dengan seorang istri dan 3 anaknya. Pasien bekerja sebagai
karyawan di perusahaan swasta yang bekerja sekitar 8 jam sehari. Pasien jarang
melakukan olahraga, pasien memiliki kebiasaan merokok, makan makanan
bersantan, asin asinan serta sering minum kopi. Pasien berobat menggunakan
fasilitas BPJS.
II PEMERIKSAAN FISIK
A Keadaan Umum
: Compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda Vital
Tekanan darah
: 165/100 mmHg
Nadi
: 82 x/menit, irama reguler, tegangan cukup
Frekuensi Respirasi :18 x/menit
Suhu
: 36,4oC
B Status Gizi
BB
= 70 kg
TB
= 160 cm
BMI = 27,34 (overweight)
C Kulit
: Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-),
pucat (-)
D Kepala

: Nyeri kepala (+), cekot-cekot (+), bentuk mesocephal,

rambut warna hitam, uban (-), mudah rontok (-), luka (-)
E Mata
: Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3
mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)
F Telinga
: Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan
mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
G Hidung
: Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi
penghidu baik
H Mulut
: Sianosis (-), gusi berdarah (-), gigi tanggal (+), bibir
kering (-), pucat (-), lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-),
I

luka pada sudut bibir (-)


Leher
: Jugular Venous Pressure (JVP) R+2 cm (tidak
meningkat), trakea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran limfonodi cervical (-), cengeng (+), distensi vena-vena
leher (-)

Thorax

: Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan

= kiri, retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan


torakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-)
K Jantung :
a Inspeksi
:Iktus kordis tidak tampak
b Palpasi
:Iktus kordis teraba di SIC V 1 cm medial linea
c

medioclavicularis, iktus kordis tidak kuat angkat


Perkusi:Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC V 1 cm medial linea
medioklavicularis sinistra
konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi
:HR :92 kali/menit reguler. Bunyi jantung I-II murni,
intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-). Bunyi jantung I > Bunyi
jantung II, di SIC V 1 cm medial linea medioklavikula sinistra dan SIC
IV linea parasternal sinistra. Bunyi jantung II > Bunyi jantung I di SIC II

linea parasternal dextra et sinistra.


L Pulmo :
a Inspeksi :Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga mendatar (-).
Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar, retraksi intercostal
b

(-)
Palpasi Simetris. Pergerakan dada ka = ki, peranjakan dada ka = ki,

c
d

fremitus raba kanan = kiri


Perkusi
: Sonor / Sonor
Auskultasi
: Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara tambahan
wheezing (-/-), ronchi basah kasar (-/-), ronchi basah halus basal paru

(-/-), krepitasi (-/-)


M Punggung: kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok kostovertebra (-),
N Abdomen :
a Inspeksi
:Dinding perut lebih tinggi dari dinding thorak, distended
b
c
d

(-), venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-)
Auskultasi
:Peristaltik (+) normal
Perkusi
:Timpani, pekak alih (-)
Palpasi
:Supel, nyeri tekan (-). Hepar tidak teraba. Lien tidak

teraba.
O Genitourinaria : Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)
P Ekstremitas : Kuku pucat (-), spoon nail (-)
Akral dingin
Oedem
-

III DIAGNOSIS BANDING


1
2

Hipertensi stage II
Tension type headache

IV DIAGNOSIS
Hipertensi stage II
V TUJUAN TERAPI
1

Menurunkan tekanan darah sampai <140/90 mmHg.


a Modifikasi gaya hidup
b Obat antihipertensi, untuk pasien hipertensi stage II, diberikan kombinasi
2 obat hipertensi:
1 Diuretik. Misalnya hidroklortiazid 1 tablet dengan dosis 25 mg
2

diberikan sekali sehari.


ACE inhibitor. Misalnya captopril tablet dengan dosis 12,5 mg

diberikan 3 kali sehari.


2 Penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler, dilakukan
dengan mempertahankan tekanan darah normal dengan melakukan kontrol
rutin.
VI PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kasus meliputi terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis.
1

Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis yang dapat disampaikan ke pasien adalah modifikasi gaya
hidup. Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan mengurangi faktor risiko
hipertensi, yaitu dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari - sendok teh
(6 gram/hari), mengontrol berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok, dan
minuman beralkohol. Olahraga yang dianjurkan yaitu jenis olahraga aerobik, dapat
berupa jalan, jogging, bersepeda, renang selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5
kali dalam seminggu. Istirahat yang cukup dan mengendalikan stress. Perbanyak
makan buah dan sayur.
Makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita hipertensi adalah:
1) Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa,
gajih).
2) Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit, crackers,
keripik dan makanan kering yang asin).

3) Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, kornet, sayuran serta
buah-buahan dalam kaleng, soft drink).
4) Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin,
pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
5) Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein
hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning
telur, kulit ayam).
6) Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco
serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.
7) Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.
Pasien juga sebaiknya melakukan kontrol rutin ke dokter atau puskesmas.
2 Farmakologis
R/ Hidroklortiazid tab mg 25 No. VII
S 1 dd tab 1 mane
R/ Captopril tab mg 25 No. XXI
S 3 dd tab 1
Pro: Tn.X (45 tahun)
VII PEMBAHASAN OBAT
Sesuai dengan tujuan terapi yaitu dengan menurunkan tekanan darah sampai
<140/90 mmHg yaitu berupa modifikasi gaya hidup dan penggunaan obat-obat
antihipertensi.
Berdasarkan

pedoman

dari

JNC

VIII,

beberapa

anggota

komite

merekomendasikan terapi medikamentosa awal dengan 2 obat dengan sistol >160


mmHg dan/atau diastole >100 mmHg, atau jika sistol >20 mmHg diatas target
tekanan darah dan/atau diastole >10 diatas target tekanan darah. Penggunaan
kombinasi 2 obat yaitu diuretik tipe thiazid dikombinasi dengan salah satu dari kelas
lain (ACEI, ARB, CCB, atau beta blocker).
Diuretik tipe thiazide sudah menjadi terapi utama antihipertensi pada
kebanyakan trial. Pada trial ini, termasuk yang baru diterbitkan Antihypertensive and
Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial (ALLHAT), diuretik tidak
tertandingi dalam mencegah komplikasi kardiovaskular akibat hipertensi. Kelebihan
dari thiazid adalah harganya yang murah, dapat diberikan satu kali sehari, dan efek
antihipertensinya bertahan pada pemakaian jangka panjang.
Pada kasus diatas diberikan obat kombinasi Hidroklortiazid 25 mg dan
Captopril 12,5 mg. Hidroklorotiazid merupakan salah satu golongan obat Diuretik
yang menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis. Pengurangan volume

plasma dan Stroke Volume (SV) berhubungan dengan diuresis dalam penurunan curah
jantung (Cardiac Output, CO) dan tekanan darah pada akhirnya. Obat
Hidroklortiazid ini diiberikan 1x/ hari pada pagi hari karena efek diuresisnya akan
menyebabkan pasien ingin kencing, jadi lebih baik jika dikonsumsi pada pagi hari,
beberapa jam sebelum aktivitas dimulai agar tidak mengganggu kenyamanan pasien
dalam melakukan kegiatan.
Thiazide seringkali dikombinasi dengan antihipertensi lain karena: 1) dapat
meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dengan mekanisme kerja yang berbeda,
2) thiazide mencegah retensi cairan oleh antihipertensi lain sehingga efek obat-obat
tersebut dapat bertahan.
Captopril merupakan obat antihipertensi golongan ACE inhibitor yaitu
dengan menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga
terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi
bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan
berperan dalam efek vasodilatasi ACE inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan
menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan
ekskresi air dan natrium dan retensi kalium.
ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah untuk
menghindari risiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi ginjal dan serum
potassium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan terutama
setelah dilakukan peningkatan dosis. Dosis captopril perhari adalah 25-100 mg
dengan frekuensi pemberian 2-3x/hari. Pemberian kombinasi obat ini dengan
antihipertensi lainnya akan meningkatkan efek hipotensi.
Pada pasien ini diberikan dosis 12.5 mg x 3 selama 1 minggu, kemudian
pasien di edukasi untuk kembali kontrol, kemudian dievaluasi keberhasilan terapi.
Adapun tujuan terapi berikutnya yaitu penurunan morbiditas dan mortalitas
penyakit kardiovaskuler, dapat dicapai dengan mempertahankan tekanan darah
normal dengan melakukan kontrol rutin.
Selama pemberian terapi obat-obat antihipertensi perlu diperhatikan untuk
indikasi dan kontraindikasi dari masing-masing obat antihipertensi, sehingga
diharapkan target terapi tercapai dengan meminimalkan efek samping terhadap
pasien.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1

KESIMPULAN
- Pengobatan hipertensi memerlukan kombinasi terapi yang terdiri dari terapi
-

nonfarmakologis dan terapi farmakologis.


Terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan dengan mengurangi faktor
risiko hipertensi antara lain: membatasi asupan garam tidak lebih dari -
sendok teh (6 gram/hari), menghindari minuman berkafein, rokok dan
minuman beralkohol, menurunkan berat badan yang berlebihan, olahraga,
meningkatkan konsumsi buah dan sayur,

menurunkan asupan lemak,

menghindari stress, serta istirahat yang cukup.


Terapi medikamentosa dapat menggunakan obat antihipertensi. Jenis-jenis
obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oelh
JNC VIII adalah : golongan diuretika, terutaman jenis thiazid atau
aldosterone antagonist; beta bloker (BB); Calcium Channel Blocker atau
Calcium Antagonist; Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE
Inhibitor); dan Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor
antagonist/blocker (ARB)

SARAN
- Perlunya kontrol rutin pada pasien hipertensi.
- Perlu monitoring ketat untuk mencegah komplikasi dan perburukan kondisi
pada pasien hipertensi.
- Pencegahan hipertensi dengan perbaikan gaya hidup sangat penting untuk
masyarakat umum.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arief Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, et al, eds. Kapita Selekta
Kedokteran, edisi 3, jilid I. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, 2001; 518-522
2. Balitbangkes. Depkes RI. Operational study an integrated community-based
intervention program on common risk factors of major non-communicable
diseases in Depok-Indonesia. Jakarta: Depkes RI; 2006.
3. Bonita R. Surveillance of risk factors for non-communicable diseases: the WHO
stepwise approach. Summary. Geneva: World Health Organization; 2001.
4. Syah B. Non-communicable disease surveillance and prevention in South-East Asia
region. Report of an inter-country consultation. New Delhi: WHO-SEARO; 2002.
5. WHO/SEARO. Surveillance of major non-communicable diseases in SouthEast
Asia region. Report of an inter-country consultation. Geneva: WHO; 2005.
6. WHO-ISH Hypertension Guideline Committee. Guidelines of the management of
hypertension. J Hypertension. 2003;21(11): 1983-92.
7. Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure (JNC). The Seventh Report of the JNC (JNC-7). JAMA.
2003;289(19):2560-72.
8. Hipertensi di Indonesia. In: Mansjoer A, ed. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius;1999.p.518-21.
9. Departemen Kesehatan. Survei kesehatan nasional. Laporan Departemen Kesehatan
RI. Jakarta. 2004.
10.Resolution WHA57.17. Global strategy on diet, physical activity, and health. In:
Fifty-seventh World Health Assembly. 17-12 May 2004. Geneva: World Health
Organization; 2004.
11. Balitbangkes. Depkes RI. Operational study an integrated community-based
intervention program on common risk factors of major non-communicable
diseases in Depok-Indonesia. Jakarta: Depkes RI; 2006.
12.Pusat Data dan Informasi. Mencegah dan Mengontrol Hipertensi Agar Terhindar dari
Kerusakan Organ Jantung, Otak dan Ginjal. Jakarta Selatan: Kementerian
Kesehatan RI; 2014.
13.Martin Jeffery. Hypertension Guidelines: Revisiting The JNC 7 Recommendations.
The Journal of Lancaster General Hospital: Hypertension and kidney specialists.
2008. Vol. 3 No. 3.
14.Rahajeng, Ekowati dan Sulistyowati Tuminah. Prevalensi Hipertensi dan
Determinannya di Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi
Badan Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Maj Kedokt Indon,
Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009.
15.Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Departemen
Kesehatan. 616.132 Ind P; 2006.
16. Nafrialdi. 2012. Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Jakarta : Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
17. Kaplan NM. Clinical hypertension. 8th ed. Lippincott: Williams & Wilkins; 2002.

18.Paul A. et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood
Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint
National Committee (JNC8). JAMA. doi:10.1001/jama.2013.284427 Published
online: December 18, 2013.
19. Yogiantoro, M., 2009. Hipertensi Esensial. In: A.W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi
(eds.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 5th ed. Jakarta Pusat: Interna
Publishing, 1079-1085.
20.Lionakis N, Mendrinos, Dimitrios, Sanidas, Elias, Favatas, et al. Hypertension in the
elderly. World Journal of Cardiology. 2012;4(5):135 - 47. 73
21 Aaronson PI, Ward, JPT.At a Glance Sistem Kardiovaskular Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga Medical Series; 2008.
22 Yusman P. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Berisiko Hipertensi dengan
Kejadian Hipertensi pada Pasien yang Berkunjung ke Puskesmas Kecamatan
Jagakarsa Maret 2011. Jakarta: UPN Veteran Jakarta; 2011.
23. Gray, et al. (2005). Lecture Notes Kardiologi edisi 4. Jakarta: Erlangga Medical
Series

Anda mungkin juga menyukai