Anda di halaman 1dari 58

ARSITEKTUR KOMPUTER

LAPORAN PRAKTIKUM

oleh
Ihsan Fajar Ramadhan
NIM 021600472

Elektronika Instrumentasi
Teknofisika Nuklir

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir


Yogyakarta

2016

LEMBAR PERSETUJUAN
PSIKOTERAPI DALAM PROSES PENYEMBUHAN GANGGUAN MOOD
MAYOR
oleh
Ihsan Fajar Ramadhan
NIS 131410058
disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing,

Wali Kelas

Dra. Nurlela

Yasir Nurdin, S.Pd.I

diketahui,
Mudirulam

Mudir Muallimin

PPI Tarogong,

PPI Tarogong,

H.M Iqbal Santoso

Aceng Sarip Mahmud, S.Pd.I

LEMBAR PENGESAHAN
PSIKOTERAPI DALAM PROSES PENYEMBUHAN GANGGUAN MOOD
MAYOR
oleh
Ihsan Fajar Ramadhan
NIS 131410058

Karangan Ilmiah Santri ini telah diujikan


tanggal....................................

Penguji I

Penguji II

...................................

...................................
Diketahui,

Mudir Muallimin PPI Tarogong

Aceng Sarip Mahmud, S.Pd.I

LEMBAR PERNYTAAN KEASLIAN


Dengan ini saya,
nama

: Ihsan Fajar Ramadhan

kelas

: XII-IPA1

menyatakan bahwa karangan ilmiah santri ini benar-benar


merupakan karya sendiri, dan jika ternyata karya ini karya yang
sudah ada atau karya orang lain, maka saya bersedia untuk
mendapatkan sangsi.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Garut, 17 November 2014


Penulis

RIWAYAT HIDUP
Nama

: Ihsan Fajar Ramadhan

TTL

: Garut, 7 Januari 1998

Alamat

: Perum Cempaka Indah blok.5 no.128

Riwayat Pendidikan : TK Darul Hikmah, SDIT Persis Tarogong,


MTS Persis Tarogong, MA Persis Tarogong
Pengalaman Organisasi : Ketua Pelaksana Musyum di MTS Persis
Tarogong tahun 2012, Bidgar Kreativitas
RGM Persis Tarogong masa jihad 2014-2015

Nama Ayah

: Ahmad Yani Ramdani

TTL

: 1 Januari 1967

Alamat

: Perum Cempaka Indah blok.5 no.128

Pekerjaan

: PNS

Nama Ibu

: Mutia Mulyasari

TTL

: 17 September 1972

Alamat

: Perum Cempaka Indah blok.5 no.128

Pekerjaan

: IRT

MOTTO

El Psy Congroo
Despair protects you from sorrow of the
world. No mater how far you fall, you wont
feel any pain anymore.
If revenge motivates you, go for it! But the
main thing is to set your game in order.
Killer kills one, hero kills hundreds.
Life is like being raped. Pleasant or
unpleasant, just enjoy it.
The fish that lives in the sea doesnt know
the world in the land.

KATA PENGANTAR
Segala puji marilah kita panjatkan pada Allah SWT yang
mana atas rahmat dan izinnya karya tulis ini dapat terwujud. Tak
lupa pula salawat serta salam semoga tercurah limpahkan pada
nabi kita Muhammad SAW.
Dalam proses penyusunan karya tulis ini, penulis telah
dibantu oleh berbagai pihak yang terus mendorong penulis
hingga karya tulis ini terselesaikan. Maka dari itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada pihakpihak berikut:
1. Ustad. H.M. Iqbal Santoso, selaku mudir am Pesantren Persatuan
Islam Tarogong , Garut.
2. Ustad. Aceng Sarip Mahmud, S.Pd.I, selaku mudir mualimin Pesantren
Persatuan Tarogong, Garut.
3. Biro karya tulis yang telah membimbing saya ketika dalam masa
pengajuan karya tulis.
4. Dra. Nurlela selaku pembimbing, telah memberikan bimbingan dan
arahannya sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Ustad. Yasir Nurdin, S.Pd.I, selaku wali kelas XII IPA 1
6. Para astidz MA Pesantren Persatuan Islam Tarogong, Garut.
7. Keluarga dan teman-teman yang telah yang telah
memberikan dukungannya dan motivasinya, hingga
penulis mampu menyelesaikan karya tulis ini.
6

Garut, 17 November 2015


Penulis

DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................ii
LEMBAR PERNYTAAN KEASLIAN....................................................iii
RIWAYAT HIDUP.............................................................................iii
MOTTO..........................................................................................v
KATA PENGANTAR.........................................................................vi
DAFTAR ISI...................................................................................vii
BAB I - PENDAHULUAN..................................................................1
A. Latar Belakang Masalah....................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................3
C. Tujuan Penulisan................................................................3
D. Metode Dan Teknik Penulisan............................................3
E. Sistematika penulisan.......................................................4
BAB II - LANDASAN TEORITIS........................................................5
A. Psikoterapi.........................................................................5
B. Gangguan Mood Mayor.....................................................7
BAB III..........................................................................................15
A. Pendekatan Terapi Kognitif Untuk Proses Penyembuhan
Gangguan Depresi Mayor................................................16
8

B. Pendekatan

Terapi

Psikoanalitik

Untuk

Proses

Penyembuhan Seluruh Gangguan Mood Mayor...............21


C. Pendekatan Terapi Keluarga Sebagai Terapi Pendukung
Dalam Proses Penyembuhan Gangguan Mood Mayor.....29
BAB IV - PENUTUP.......................................................................35
A. Kesimpulan......................................................................35
B.
Saran...................................................................................
.....................37
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................ix

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan

adalah

hal

yang

paling

penting

dalam

kehidupan manusia. Kesehatan menunjang segala jenis kegiatan


seperti sekolah, bekerja, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Namun
kita biasanya hanya ingat pada kesehatan jasmani saja, kita
sering

lupa

dengan

kesehatan

rohani.

Padahal

kesehatan

rohani/jiwa jauh lebih berpengaruh pada kehidupan seseorang.


Kesehatan rohani/jiwa dapat mempengaruhi perilaku dan
kesehatan jasmani seseorang secara bersamaan (pengalaman
9

pribadi). Bila kesehatan rohani seseorang buruk, mungkin


seseorang akan menutup diri hingga membunuh dirinya sendiri
atau mungkin ia tak dapat melakukan sebagian besar aktivitas
kehidupannya.
Seperti yang telah kita pelajari, Allah telah mengharamkan
khamr untuk menjaga akal ummat muslim. Asy-Syinqithi rahimahullah
mengatakan: Dalam rangka menjaga akal maka wajib ditegakkan had bagi
peminum khamr. Hal ini membuktikan bahwa kesehatan akal sangatlah penting
bagi kehidupan kita, dan kita harus menjaganya dengan sebaik mungkin. Maka
dari itu kita memerlukan pengetahuan-pengetahuan yang cukup, agar jiwa
diri atau orang terdekat kita tetap terjaga.
Salah satu penyakit jiwa yang paling umum di masyarakat
adalah Gangguan Mood. Gangguan Mood adalah penyakit mental
yang ciri utamanya merasa mood terganggu. (APA, 1994:317)
Gangguan Mood sering berada dalam keseharian kita. Kadang
kita merasa malas melakukan sesuatu, dan kadang kita sangat
bersemangat ketika melakukan sesuatu. Apabila Gangguan Mood
yang diderita oleh seseorang terbilang ringan, maka Gangguan
Mood tersebut dapat disembuhkan dengan hanya menenangkan
diri. Tetapi bila Gangguan Mood tersebut terbilang berat atau
parah

atau

akut

(disebut

juga

Gangguan

Mood

Mayor),

penderita membutuhkan perawatan dan terapi khusus.

Gangguan

Mood

Mayor

adalah

kelompok

klasifikasi

terparah dalam klasifikasi-klasifikasi penyakit Gangguan Mood,


karena ditunjang oleh dua penyakit mental berbahaya yaitu
gangguan Depresi Mayor dan mania. Penyakit Gangguan Mood
Mayor sangat merugikan bagi penderita dan lingkungannya.
(Tomb, 2004:53-58) Mulai dari yang ringan seperti bicara sendiri,
tertawa sendiri, dan melukai diri sendiri, hingga yang parah
seperti tak mampu beraktivitas sampai melakukan bunuh diri.
Seseorang yang mengidap Gangguan Mood Mayor memiliki
kesempatan bunuh diri yang tinggi. Mereka sering berpikir
untuk mengakhiri hidupnya karena memiliki pandangan hidup
yang buruk.
Ironisnya, masyarakat menganggap bahwa penyakit ini
hanyalah fenomena biasa. Biasanya penderita penyakit ini
dibiarkan begitu saja hingga menjadi semakin parah dan
menyebabkan kematian. Penulis berasumsi bahwa masyarakat
belum begitu mengenal penyakit ini dengan baik, selain itu
kebanyakan orang tidak tahu langkah apa yang harus mereka
lakukan apabila bertemu dengan salah seorang penderita
Gangguan Mood Mayor.
Ada tiga jenis pendekatan psikoterapi yang penulis akan
jelaskan dalam karya tulis ini. Tujuan utamanya adalah agar
pembaca kaya tulis ini memiliki bekal apabila bertemu dengan
3

salah

seorang

penderita

Gangguan

Mood

Mayor.

Ke

tiga

pendekatan psikoterapi tersebut mencangkup pendekatan terapi


kognitif, pendekatan terapi psikoanalitik, dan pendekatan terapi
keluarga.
Mengingat tingginya risiko dan kurangnya pengetahuan
masyarakat

akan

penyakit

ini,

mendorong

penulis

untuk

membuat karya tulis ilmiah yang berjudul Psikoterapi Dalam


Proses Penyembuhan Gangguan Mood Mayor.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Psikoterapi?
b. Apa yang dimaksud dengan Gangguan Mood Mayor?
c. Bagaimana psikoterapi dalam proses pengobatan diagnosa
Gangguan Mood Mayor?
C. Tujuan Penulisan
a

Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan Psikoterapi.

Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan Gangguan


Mood Mayor.
d. Untuk menjelaskan bagaimana terapi pengobatan diagnosa
Gangguan Mood Mayor.

D. Metode Dan Teknik Penulisan


a

Metode Penulisan

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif.


Metode deskriptif adalah metode yang menggambarkan
keadaan dengan jelas dan terperinci.
e. Teknik Penulisan

Teknik

penulisan

yang

digunakan

adalah

teknik

bibliografi atau teknik telaah pustaka, yaitu teknik yang


hanya mengkaji sumber-sumber tertulis.

E. Sistematika penulisan

Untuk memudahkan pembahasan masalah ini,maka penulis


membagi ke dalam 4 bab :
Bab I Pendahuluan mencakup latar belakang masalah,
rumusan

masalah,

tujuan

penulisan,

metode

dan

teknik

penulisan, dan sistematika penulisan.


Bab II Landasan Teoritis mencakup: definisi Gangguan
Mood Mayor, klasifikasi Gangguan Mood Mayor, gejala-gejala
Gangguan Mood Mayor, faktor penyebab Gangguan Mood Mayor,
lalu definisi psikoterapi dan tiga pendekatan pilihan.
Bab III mencakup: pendekatan terapi kognitif untuk proses
penyembuhan gangguan Depresi Mayor, pendekatan terapi
psikoanalitik

untuk

proses

penyembuhan

gangguan

segala

Gangguan Mood Mayor, dan pendekatan terapi keluarga sebagai


terapi pendukung dalam proses penyembuhan Gangguan Mood
Mayor.
Bab IV Penutup mencakup: kesimpulan dan saran.

BAB II
LANDASAN TEORITIS
5

A Psikoterapi

Dalam perspektif bahasa, psikoterapi berasal dari kata


psyche dan therapy. Kata psyche berarti jiwa. Sedangkan
therapy

yang

berarti

penyembuhan.

(Subandi,

2002:2)

Sedangkan menurut KBBI, pengertian psikoterapi secara istilah


adalah

pengobatan

dengan

mempergunakan

pengaruh

(kekuatan batin) dokter atas jiwa (rohani) penderita, dengan cara


tidak

mempergunakan

obat-obatan,

tetapi

dengan

metode

sugesti, nasihat, hiburan, hipnosis, dsb.


Dalam karya tulis ini, penulis memilih tiga pendekatan
terapi

dari

sekian

banyak

terapi

yang

ada

dengan

mempertimbangkan berbagai hal seperti kemampuan penulis


dan fungsi dari terapi itu sendiri.
a

Pendekatan terapi kognitif

Pendekatan terapi kognitif adalah sebuah terapi yang


aktif, terarah, dan singkat, dengan pendekatan terstruktur
yang digunakan untuk merawat berbagai penyakit kejiwaan
(contohnya depresi, cemas, phobia, masalah rasa sakit, dsb.).
Hal tersebut didasari pada alasan teoritis dasar di mana afek
(perubahan perasaan karena tanggapan dalam kesadaran
seseorang) dan perilaku individual sangat ditentukan oleh
cara di mana ia menyusun dunia. (Beck, 1979:3)
f.

Pendekatan terapi psikoanalitik

Pendekatan terapi psikoanalitik berfokus pada cara


kerja pikiran penderita. Pencapaian dari slogan Socrates,
ketahui diri mereka menjadi pokok tujuan dalam terapi.
(Giovacchini,

1977:36)

Seorang

terapis

mungkin

menggunakan Bern agai macam strategi untuk meningkatkan


analisis transferensi (pemindahan emosi-emosi terpendam
atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak). Baru-baru ini
para

terapis

biasanya

(membicarakan

hal

menggunakan

apapun

yang

asosiasi

terlintas

di

bebas
pikiran

penderita), penafsiran mimpi, berfantasi, teknik hipnotis,


atau cara lain untuk mendapat akses ke dalam alam bawah
sadar penderita. (James dan Gilliland, 2003:13)
g. Pendekatan terapi keluarga

Masalah

keluarga

merupakan

gejala

interpersonal.

Kondisi emosi salah satu anggota keluarga berpengaruh pada


setiap anggota yang lain. Bila satu anggota keluarga merasa
tidak enak/tidak nyaman, maka hal ini akan mempengaruhi
anggota lainnya. Kondisi keluarga dapat dianalogikan dengan
kondisi individu dalam keadaan homeostasis. Jadi dalam
konseling/terapi, keadaan homeostasis struktur keluarga ini,
anak-anak merupakan emotional product dari orang tua.
(Hasnida, 2002:2)

Bila diperlukan konseling/terapi keluarga, maka ini


diartikan bahwa terjadi hal yang tidak seimbang dalam
keluarga,

misalnya

salah

satu

anggota

keluarga

mengembangkan suatu gejala tertentu yang tidak dapat


ditoleransikan

oleh

anggota

lainnya.

Orang

yang

mengembangkan gejala ini disebut identified patient.


Walaupun demikian identified patient tidak selalu berarti
penderita, karena mungkin saja anggota lain yang merasa
lebih menderita dengan gejala yang dikembangkan oleh
identified patient. (Hasnida, 2002:3)
Dari

sudut

pandang

konselor/terapis,

identified

patient merupakan produk dan juga mungkin kontributor


dari gangguan-gangguan interpersonal keluarga. Gangguan
ini berakar pada nilai keluarga dan tingkah laku, yang saling
terjalin pula dengan emosi para anggota keluarga. (Hasnida,
2002:3)
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terapi keluarga
dapat didefinisikan sebagai suatu proses interaktif yang
berupaya membantu keluarga memperoleh keseimbangan
homeostasis,

sehingga

setiap

anggota

keluarga

merasa nyaman (comfortable). (Hasnida, 2002:3)


F. Gangguan Mood Mayor

dapat

Gangguan Mood adalah suatu kelompok diagnosa dalam


klasifikasi DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders) di mana terganggunya mood seseorang dihipotesiskan
sebagai ciri pokok utamanya. (Sadock, 2004:534) Sedangkan
mayor di sini sama artinya dengan berat. Menurut KBBI, pengertian berat
adalah 3 a payah; parah (tentang luka penyakit dsb.); 4 a sulit (susah, sukar)
melakukannya; melebihi ukuran (kekuatan, kemampuan, kesanggupan, dsb.).
Dari kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Gangguan Mood Mayor
adalah satu kelompok diagnosa dalam klasifikasi DSM di mana terganggunya
mood seseorang dihipotesiskan sebagai ciri pokok utamanya, namun tingkat
keparahan Gangguan Mood Mayor lebih besar atau berat dari pada Gangguan
Mood.
a

Klasifikasi Gangguan Mood Mayor

Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya bahwa


Gangguan Mood Mayor adalah kelompok klasifikasi, yang
berarti bahwa di bawahnya ada cabang-cabang klasifikasi
lain. Adapun klasifikasi Gangguan Mood Mayor menurut Tomb
(2004:47-48) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Depresi Mayor: Gangguan Depresi Mayor
adalah gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya
ketertarikan atau kesenangan pada hampir seluruh
aktivitas

sehari-hari

(yang setidaknya

selama 2 pekan); (APA, 1994:320)

berlangsung

2. Gangguan Bipolar I: Gangguan Bipolar I ditandai oleh


satu atau lebih episode mania (rasa senang, bahagia,
atau semangat yang terlalu berlebihan dan tidak
masuk akal) atau episode campuran dan biasanya
disertai episode Depresi Mayor;
episode
Bipolar

depresi
I,

namun

memang
tidak

(APA, 1994:317)

biasa
terlalu

dalam

gangguan

dibutuhkan

untuk

membuat diagnosa. (Barnet dan Smoller, 2009)


3. Gangguan Bipolar II: Gangguan Bipolar II ditandai oleh
satu atau lebih episode Depresi Mayor dan disertai oleh
setidaknya satu episode hipomania (hampir mendekati
mania, namun tidak separah mania). (APA, 1994:318)
Menurut

sumber

yang

penulis

baca,

penulis

menyimpulkan bahwa ketiga klasifikasi ini memiliki hubungan


satu sama lain. Pertama adalah Bipolar II, menurut Tomb
(2004:57) Gangguan Bipolar II terjadi apabila penderita yang
sebelumnya mengalami depresi mayor, juga mengalami
hipomania itu berarti bahwa Bipolar II terlahir dari Depresi
Mayor. Mungkin hal tersebut terjadi karena penyakit Deprsi
Mayor

yang

penanganan

dideritanya
yang

tidak

salah.

diobati

Kemudian,

atau

Tomb

karena

(2004:57)

menambahkan 10% atau lebih (gangguan Bipolar II) dapat


berkembang menjadi gangguan Bipolar I yang nantinya

10

mengalami

episode

mania.

Dari

pernyataan

tersebut,

penulis menyimpulkan bahwa apabila Bipolar II tidak diobati,


maka penyakit Bipolar II dapat bertambah parah menjadi
Bipolar I.
h. Gejala-gejala Gangguan Mood Mayor

Seperti yang telah dituliskan sebelumnya, Gangguan


Mood Mayor terbagi ke dalam beberapa klasifikasi. Setiap
klasifikasi-klasifikasi

tersebut

memiliki

gejala-gejala

tersendiri, adapun gejala-gejala dalam klasifikasi Gangguan


Mood Mayor adalah sebagai berikut:
1. Gejala-gejala gangguan Depresi Mayor:
1) Hilangnya minat
2) Preokupasi (menghayalkan) kematian
3) Hilangnya nafsu makan
4) Insomnia (susah tidur) atau hypersomnia (terlalu
banyak tidur)
5) Perubahan psikomotorik
6) Selalu merasa lelah
7) Merasa dirinya tak berharga (APA, 1994:321)
2. Gejala-gejala gangguan Bipolar I:
Seperti

yang

telah

dituliskan

sebelumnya,

dalam

Bipolar I setidaknya ada satu atau lebih episode mania


(rasa senang, bahagia, atau semangat yang terlalu
berlebihan dan tidak masuk akal) dan terkadang diikuti
oleh Depresi Mayor; namun tidak terlalu penting untuk
membuat diagnosa. Adapun ciri-ciri Bipolar I ketika
dalam keadaan mania adalah:
11

1)
2)
3)
4)

Perubahan psikomotor
Mood meningkat
Emosi labil
Perubahan sementara yang cepat menjadi depresi

akut
5) Mudah marah
6) Lebih mementingkan ego
7) Insomnia
8) Halusinasi
9) Paranoia
10)
Daya nilai buruk
11)
Kadang-kadang tidak nyambung
12)
Lompat gagasan
13)
Desakan pembicaraan
14)
Kata-kata berirama dan diucapkan dengan
keras
15)
Gangguan bicara
16)
Harga diri meningkat (Tomb, 2004:50)
3. Gejala-gejala gangguan Bipolar II
Seperti yang telah dituliskan sebelumnya Gangguan
Bipolar II ditandai oleh satu atau lebih episode Depresi
Mayor dan disertai oleh setidaknya satu episode
hipomania. Pada saat hipomania, keadaan penderita
hampir

mendekati

mania;

namun

tidak

sampai

mengganggu aktivitas sehari-hari. (Tomb, 2004:50)


Sedangkan pada saat terdepresi, kondisi penderita
menunjukkan

gejala-gejala

yang

sama

dengan

gangguan Depresi Mayor.


i.

Faktor Penyebab Gangguan Mood Mayor

Sesuai dengan yang telah dituliskan sebelumnya,


Gangguan Mood Mayor terbagi ke dalam tiga klasifikasi yaitu
12

gangguan Depresi Mayor, gangguan Bipolar I, dan gangguan


Bipolar II. Dalam sub-bab ini penulis akan memaparkan
faktor-faktor penyebab gangguan Mood Mayor.
1. Faktor penyebab gangguan Depresi Mayor
Sebenarnya, apabila kita membahas tentang faktor
penyebab Depresi Mayor, kita akan kembali membahas
faktor

penyebab

Depresi.

Karena

pada

dasarnya,

Depresi Mayor adalah tingkatan lebih lanjut dari


Depresi. Dalam buku karya Tomb (2004:58) istilah
Depresi Mayor sering disebut dengan nama lain seperti
Depresi berat atau sangat Depresi. Adapun faktor
penyebab Depresi adalah sebagai berikut:
1) Faktor psikologis
Teori

psikoanalisis

(Freud)

mendalilkan

bahwa

penderita depresi mengalami kehilangan objek cinta


yang

ambivalen

(perasaan

bertentangan),

baik

nyata atau hanya imajinasi. Mereka bereaksi dengan


kemarahan yang tidak disadari kemudian diarahkan
kepada diri sendiri, dan ini menyebabkan penurunan
harga diri dan depresi. Sedangkan teori kognitif
mendalilkan trias kognitif pada persepsi yang
terdistorsi yaitu, (1) interpretasi negatif pengalaman
seseorang

dalam
13

hidupnya,

(2)

kemudian

menyebabkan penurunan harga diri, (3) lalu menjadi


depresi. (Tomb, 2004:60-61)
2) Faktor biologis
Dalam
teori
menyatakan

biologis,
bahwa

hipotesis

depresi

katekolamin

disebabkan

oleh

rendahnya kadar NE (norepinefrin, hormon untuk


memberikan

energi

pada

saat

stres)

di

otak.

Kemudian hipotesis permisif mendalilkan bahwa


penurunan NE menimbulkan depresi juga. Lalu
hipotesis indolamin menyatakan bahwa rendahnya
serotin

(5-HT)

dalam

otak

juga

menyebabkan

depresi. (Tomb, 2004:61)


3) Faktor genetik
Menurut Tomb (2004:54), Penelitian pada kembar
dan keluarga menunjukkan adanya peran genetik;
prevalensi afektif berat adalah 2%-4%; sekitar 30%40% kembar identik adalah konkordan (keduanya
menderita) depresi unipolar.
2. Faktor penyebab gangguan Bipolar secara umum
Pada dasarnya, Bipolar I dan Bipolar II berada dalam
satu kelompok Bipolar. Keduanya memiliki kemiripan
dalam

gejalanya.

Karenanya

kita

tidak

bisa

menjelaskan faktor penyebab kedua klasifikasi ini


secara terpisah. Adapun faktor penyebab gangguan
Bipolar secara umum adalah sebagai berikut:
14

1) Faktor biologis
Dalam

teori

menyatakan

biologis,
bahwa

hipotesis
tingginya

katekolamin
kadar

NE

(norepinefrin, hormon untuk memberikan energi


pada saat stres) di otak menyebabkan mania.
Kemudian hipotesis permisif mendalilkan bahwa
kenaikan

NE

menimbulkan

mania

juga.

Lalu

hipotesis indolamin menyatakan bahwa kenaikan


serotin (5-HT) dalam otak juga dapat menyebabkan
mania; tapi ada pengecualian. (Tomb, 2004:61)
2) Faktor Genetik
Menurut Tomb (2004:57), Gangguan ini (Bipolar)
bersifat genetik. Jenis pewarisannya tidak pasti
tetapi hampir dipastikan secara genetik berbentuk
heterogen dan poligen Saudara kandung berisiko
untuk menderita gangguan Bipolar (5-10%).
3) Faktor Neurologis
Gangguan Bipolar atau gangguan yang mirip Bipolar
sedikitnya mungkin terjadi karena kondisi-kondisi
tertentu atau cedera dalam otak. Misalnya kondisikondisi atau cedera seperti (tapi tidak terbatas
pada) stroke, cedera otak traumatik, infeksi HIV,

15

sklerosis ganda (peradangan pada otak dan sumsum


tulang belakang), dan jarangnya didapati pada
epilepsi Lobus Temporalis. (Murray, 2012)
4) Faktor Lingkungan
Fakta-fakta menunjukkan bahwa faktor lingkungan
memainkan

peran

yang

signifikan

dalam

pengembangan dan bagian dari gangguan Bipolar.


(Serretti dan Mandelli, 2008) Telah berulang kali
ditemukan bahwa

30-50% orang

dewasa

yang

didiagnosa memiliki penyakit Bipolar mengatakan


bahwa mereka pernah mendapatkan pengalaman
traumatik atau kasar pada masa kecil. (Brietzke,
2012)

BAB III
PSIKOTERAPI DALAM PROSES PENYEMBUHAN GANGGUAN MOOD
MAYOR
Gangguan Mood Mayor adalah suatu kelompok diagnosa
dalam klasifikasi DSM (Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders) di mana terganggunya mood seseorang
dihipotesiskan sebagai ciri pokok utamanya. Tingkat keparahan
Gangguan Mood Mayor adalah lebih dari pada Gangguan Mood
biasa. Seseorang yang memiliki gangguan ini mungkin memiliki
halangan dalam beraktivitas. Hal tersebut karena perasaan
16

mereka cenderung berada dalam posisi paling bawah atau terlalu


tinggi, hingga membuat mereka selalu mengambil keputusankeputusan yang ceroboh. Pada penderita Depresi Mayor, para
pengidapnya hampir tak mampu melakukan aktivitas apapun.
Hal tersebut karena mereka tak memiliki niat untuk bergerak
bahkan tak memiliki niat untuk hidup. Sedangkan dalam kasus
Bipolar, suasana hati mereka cenderung berubah-ubah tanpa
mengenal kapan dan di mana mereka berada.
Gangguan mental ini tidak dapat kita remehkan begitu
saja, dalam jurnal karya Zoltan Rihmer (2007:20) dalam bagian
kesimpulan dituliskan kasus bunuh diri memang sangat jarang
dalam populasi umum, namun cukup umum di antara penderita
yang memiliki penyakit Gangguan Mood (termasuk Gangguan
Mood Mayor). Sedangkan menurut situs www.mooddisorders.ca
(situs milik Asosiasi Gangguan Mood di Ontario, Kanada) 50-80%
orang dewasa yang melakukan bunuh diri pernah memiliki
riwayat penyakit Depresi Mayor. Kemudian menurut Jamison KR
(2001:1) dalam jurnalnya menyebutkan setidaknya 25-50%
penderita yang mengidap Gangguan Bipolar pernah melakukan
usaha bunuh diri meski hanya sekali.
Mengingat bahayanya gangguan mental ini, tentu kita
tidak dapat mengabaikannya begitu saja. Kita harus dapat
mencegah datangnya korban-korban lain karena gangguan ini.
17

Setidaknya kita harus memiliki pengetahuan dasar tentang


langkah-langkah yang harus kita ambil apabila bertemu dengan
penderita Gangguan Mood Mayor.
Dalam bab ini penulis akan memaparkan berbagai macam
terapi yang dapat diaplikasikan pada penderita Gangguan Mood
Mayor.
A Pendekatan Terapi Kognitif Untuk Proses Penyembuhan
Gangguan Depresi Mayor

Pendekatan terapi kognitif adalah sebuah terapi yang aktif,


terarah, dan singkat, dengan pendekatan terstruktur yang
digunakan

untuk

merawat

berbagai

penyakit

kejiwaan

(contohnya depresi, cemas, phobia, masalah rasa sakit, dsb.).


Hal

tersebut

didasari

pada

alasan

teoritis

di

mana

afek

(perubahan perasaan karena tanggapan kesadaran seseorang)


dan perilaku individual sangat ditentukan oleh cara di mana ia
menyusun dunia. (Beck, 1979:3)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, Allah
berfirman:

.
...


Aku (Allah) sesuai dengan persangkaan hamba padaKu .... (Muttafaqun alaih).
Pada penderita Depresi Mayor, segala hal yang berada di
pikiran mereka adalah negatif (faktor psikologis Bab II). Baik itu
18

hal yang berkaitan dengan pertemanan, tugas, pekerjaan,


bahkan kehidupan. Contohnya saja, apabila seorang penderita
Depresi Mayor ditanya mengenai untuk apa kamu hidup,
kemungkinan besar jawaban mereka adalah untuk mati, dan
sebagainya.
Tentu saja, jika dilihat dari sudut pandang hadis di atas,
kita jelas-jelas dilarang berpikiran negatif. Segala pikiran negatif
yang berada di kepala kita akan kembali pada kita. Seseorang
yang selalu berpikiran negatif pasti memiliki kehidupan yang
menderita, hal tersebut karena mereka tak mampu berpikir
positif.
Sebagai sesama manusia, tentu kita tidak ingin melihat
kerabat

atau

orang

yang

kita

kenal

terlihat

menderita.

Bagaimanapun semua orang berhak untuk hidup bahagia.


Sebagai solusi bagi permasalahan ini, terapi kognitif dinilai
cocok dalam proses penyembuhan penyakit depresi hingga
Depresi Mayor. Tujuan dasar dari terapi kognitif adalah untuk
menghilangkan bias atau distorsi dalam berpikir seorang individu
sehingga ia dapat berfungsi lebih efektif. Perhatian ditujukan
pada

cara

individu

memproses

informasi.

Pikiran-pikiran

penderita yang terdistorsi ditantang, diuji, dan dibahas untuk


membawa perasaan mereka tentang sesuatu yang lebih positif.

19

Dengan demikian, mengubah skema kognitif, merupakan tujuan


penting dari terapi kognitif.
Sebenarnya ada banyak sekali metode yang digunakan
dalam terapi kognitif, dalam bagian ini penulis akan menjelaskan
beberapa metode yang penulis temukan dari berbagai sumber,
beberapa di antaranya yaitu:
1. Monitoring diri. Monitoring diri adalah salah satu dari
hal-hal paling mendasar dan diperlukan dalam terapi
kognitif. Pada metode ini penderita diminta untuk
menuliskan kapan dan di mana ia merasakan emosiemosi

negatif

lalu

melaporkannya

pada

terapis.

Monitoring digunakan baik dalam penaksiran masalah


dan

strategi

pengobatan.

Sebagai

penaksiran,

Monitoring mengidentifikasi konteks dan konten dari


pikiran-pikiran,

perilaku-perilaku,

sensasi

psikologis

penderita. Sebagai strategi pengobatan, monitoring


membantu individu agar menyadari pola-pola apa,
kapan, di mana, dan dalam situasi seperti apa pikiran
negatifnya
nantinya

muncul.
akan

Dengan

mampu

demikian,

menyiapkan

menghadapi situasi tersebut.


2. Mastery and pleasure technique.

penderita

dirinya

ketika

Mastery and

pleasure technique adalah salah satu metode dalam

20

terapi kognitif untuk mengatasi depresi. (Beck, 1979)


Metode ini efektif bagi penderita yang aktif namun tidak
memiliki gairah dalam melakukan aktivitas. Penderita
harus memberi nilai (skala 5 atau 10) sebesar mana ia
menikmati dan menyelesaikan satu aktivitas. (Gilson
dan

Freeman,

menuliskannya

1999:59;
setiap

Beck,

jam.

1979)

(Barlow

Penderita

dan

David,

2014:296) Dari metode ini penderita dapat menyadari


hal-hal apa saja yang dapat membuatnya menjadi lebih
positif.
3. Memahami makna istimewa. Kata yang berbeda
dapat memiliki arti yang berbeda pula bagi orang-orang,
tergantung pada pikiran-pikiran otomatis dan skema
kognitif masing-masing. Sering kali tidak cukup bagi
terapis untuk menganggap bahwa mereka tahu apa arti
dari kata-kata tertentu bagi penderita. Misalnya, orang
depresi sering cenderung menggunakan kata-kata yang
tidak jelas seperti marah, pecundang, depresi, atau
bunuh diri. Dengan bertanya pada penderita maka
membantu baik terapis dan penderita untuk memahami
proses berpikir penderita.
[Penderita:] Aku seorang pecundang sejati. Semua
yang saya lakukan menunjukkan bahwa aku benarbenar pecundang.

21

[Terapis:] Anda berkata bahwa Anda pecundang. Apa


artinya menjadi pecundang?
[Penderita:] Untuk tidak pernah mendapatkan apa
yang Anda inginkan, dan gagal dalam segala hal.
[Terapis:] Gagal dalam hal apa saja?
[Penderita:] Yah, saya tidak persis gagal dalam
banyak hal.
[Terapis:] Kalau begitu mungkin Anda dapat
memberitahu saya bagaimana kegagalan Anda,
karena saya mengalami kesulitan memahami
bagaimana Anda menjadi pecundang.
4. Menantang
memunculkan

pikiran
pikiran

absolut.
negatif

Penderita
mereka

sering
melalui

pernyataan ekstrem seperti "Semua orang di tempat


kerja lebih pintar dari aku." Pernyataan seperti itu
menggunakan kata-kata seperti semua, selalu, tidak
pernah, tak satu pun, dan sepanjang waktu. Pernyataanpernyataan seperti itu dapat ditantang kembali untuk
mengembalikan bias pikiran penderita. Contoh:
[Penderita:] Semua orang di tempat kerja lebih pintar
dari saya.
[Terapis:] Semua orang? Semua orang bekerja lebih
pintar dari Anda?
Terjadi jeda ....
[Penderita:] Yah, mungkin tidak. Ada banyak orang di
tempat kerja, saya tidak terlalu mengenal semuanya
dengan baik. Tapi bos saya tampaknya lebih pintar,
dia tampaknya benar-benar tahu apa yang akan
terjadi
[Terapis:] Maksudnya bagaimana, tadi Anda bilang
semua orang di kantor jauh lebih pintar dari Anda
dan kini menjadi hanya bos anda yang lebih pintar?
[Penderita:] Hmm ..., jika dipikir-pikir sepertinya bos
saya. Dia memiliki banyak pengalaman dalam bidang
saya dan sepertinya tahu apa yang harus dilakukan.
22

5. Decatastrophizing

(Menganggap

semua

sebagai

bencana). Penderita mungkin sangat takut akan suatu


hasil yang tidak mungkin terjadi. Sebuah teknik yang
sering bekerja dengan rasa takut ini adalah teknik
"bagaimana

jika..".

Hal

ini

terutama

tepat

ketika

penderita bereaksi berlebihan terhadap hasil yang


mungkin terjadi, seperti dalam kasus ini:
[Penderita:] Jika saya tidak membuat daftar dekan
semester ini, banyak hal akan berakhir bagi saya.
Saya akan berantakan, saya tidak akan pernah
masuk ke sekolah hukum.
[Terapis:] Yah, apa yang akan terjadi jika Anda tidak
membuat daftar dekan?
[Penderita:] saya kira itu akan berpengaruh pada
nilai saya. Akan ada perbedaan antara mendapatkan
semua nilai B dan jika tidak membuat daftar dekan
akan mendapatkan semua nilai C.
[Terapis:] Dan jika Anda mendapatkan semua nilai B?
[Penderita:] saya rasa tidak akan terlalu buruk, saya
bisa berbuat lebih baik semester berikutnya.
[Terapis:] Dan jika Anda mendapatkan semua nilai C?
[Penderita:] Itu benar-benar mengerikan, Hal
tersebut mungkin akan mengecilkan kesempatan
saya untuk sekolah hukum.
[Terapis:] Jadi, apa yang harus anda lakukan.
[Penderita:] Sepertinya saya harus berusaha lagi..
6. Latihan Kognitif. Gunakan imajinasi dalam menangani
kejadian

yang

akan

datang

dapat

membantu.

Contohnya seorang wanita mungkin memiliki gambar


berbicara dengan atasannya, meminta kenaikan gaji,
dan kemudian diberi tahu, "Beraninya kau bahkan
berbicara dengan saya tentang hal ini?" Citra destruktif
23

dapat diganti melalui latihan kognitif. Wanita itu bisa


membayangkan dirinya berbicara dengan bosnya dan
memiliki

wawancara

yang

berhasil

di

mana

bos

mendengarkan permintaannya. Latihan kognitif dapat


dilakukan agar wanita itu menyajikan permintaan sendiri
dengan cara yang tepat, dengan bos tidak memberikan
permintaan dalam satu contoh dan bos pemberian
permintaan di keadaan lain. Terapis meminta dia untuk
membayangkan wawancara dengan bos dan kemudian
bertanya

pertanyaan-pertanyaan

penderita

tentang

wawancara yang dibayangkan.


Dalam praktek psikoterapi, terapi ini sering digunakan
secara bersamaan dengan terapi lain (contohnya dalam terapi
keluarga). Terapi ini sangat efektif untuk memperbaiki pikiranpikiran maladaptif yang berada dalam diri penderita gangguan
Depresi Mayor. Kelebihan dari terapi ini adalah dimungkinkannya
untuk dipraktekkan sendiri tanpa bantuan terapis. Penderita
dapat menggunakan beberapa metode di atas pada dirinya
sendiri atau jika perlu ia dapat meminta orang yang ia percayai
untuk membimbingnya. Inti dari terapi ini adalah membimbing
diri

atau

penderita

agar

pikirannya

dapat

terkendali

dan

mengarahkannya pada sesuatu yang lebih rasional dan positif.


G. Pendekatan Terapi Psikoanalitik Untuk Proses
Penyembuhan Seluruh Gangguan Mood Mayor

24

Terapi psikoanalitik adalah terapi yang berfokus pada cara


kerja

pikiran

penderita.

Pencapaian

dari

slogan

Socrates,

ketahui diri mereka menjadi pokok tujuan dalam terapi.


(Giovacchini, 1977:36) Seorang terapis mungkin menggunakan
berbagai

macam

strategi

untuk

meningkatkan

analisis

transferensi (pemindahan emosi-emosi terpendam atau ditekan


sejak awal masa kanak-kanak). Baru-baru ini para terapis
biasanya

menggunakan

asosiasi

bebas

(membicarakan

hal

apapun yang terlintas di pikiran penderita), penafsiran mimpi,


berfantasi, teknik hipnotis, atau cara lain untuk mendapat akses
ke dalam alam bawah sadar penderita. (James dan Gilliland,
2003:13)
Terapi ini pertama kali diperkenalkan oleh Sigmud Freud
yang awalnya diuji cobakan untuk menyembuhkan histeria. Dari
semua psikoterapi yang ada, terapi ini adalah psikoterapi
pertama dalam sejarah psikologi. Terapi psikoanalitik ini tidak
hanya dibangun oleh Sigmud Freud saja, melainkan ada tokohtokoh

lain

yang

berperan

dalam

kemajuan

terapi

ini.

Dibandingkan dengan terapi lain, terapi ini sudah berkembang


lebih luas dan terus-menerus dikembangkan oleh praktisipraktisinya masing-masing.
Dalam

prakteknya,

terapi

ini

efektif

untuk

penyakit

Gangguan Mood Mayor karena sesuatu yang diobati atau


25

dipengaruhi dalam terapi ini adalah alam bawah sadar. Terapi ini
dapat memperbaiki pemikiran-pemikiran maladaptif sekaligus
perilaku penderita Gangguan Mood Mayor.
Salah satu penyakit yang paling sulit diobati dalam
Gangguan Mood Mayor adalah gangguan Bipolar. Gangguan
Bipolar tidak sesederhana gangguan Depresi Mayor, ada campur
tangan manik atau hipomanik di dalamnya (yang melibatkan
pikiran bawah sadar dan tak dapat dijangkau oleh terapi
kognitif). Pada pendekatan terapi psikoanalitik, alam bawah
sadar penderita dimanipulasi sedemikian rupa dengan tujuan
untuk memperbaiki masalah-masalah yang ada dalam dirinya.
Dalam prakteknya ada berbagai macam teknik yang dapat
digunakan dalam proses terapi psikoanalitik. Menurut Corey
(2003:40) teknik-teknik dan prosedur-prosedurnya adalah:
a. Asosiasi bebas
Teknik utama terapi psikoanalitik adalah asosiasi
bebas.

Analisis

meminta

kepada

penderita

agar

membersihkan pikirannya dari pemikiran-pemikiran dan


renungan-renungan

sehari-hari

dan

sebisa

mungkin,

mengatakan apa saja yang melintas dalam pikirannya,


betapapun menyakitkan, tolol, remeh, tidak logis, dan tidak
relevan

kedengarannya.

Singkatnya,

dengan

melaporkannya segera tanpa disembunyikan, penderita


26

terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya. Cara


yang khas ialah penderita berbaring di atas balai-balai
sementara analisis duduk di belakangnya sehingga tidak
mengalihkan

perhatian

penderita

ada

saat

asosiasi-

asosiasinya mengalir bebas.


Asosiasi bebas adalah satu metode pemanggilan
kembali

pengalaman-pengalaman

masa

lampau

dan

pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasisituasi traumatik di masa lampau, yang dikenal dengan
sebutan katarsis. Katarsis hanya menghasilkan peredaan
sementara

atas

pengalaman-pengalaman

menyakitkan

yang dialami penderita, tidak memainkan peran utama


dalam proses teratment psikoanalitik kontemporer: katarsis
mendorong

penderita

untuk

menyalurkan

sejumlah

perasaannya yang terpendam, dan karenanya meratakan


jalan bagi pencapaian pemahaman. Guna membantu
penderita dalam memperoleh pemahaman dan evaluasi
diri yang lebih objektif, analisis menafsirkan makna-makna
utama dari asosiasi bebas ini. Selama proses asosiasi
bebas berlangsung, tugas analisis adalah mengenali bahan
yang direpres dan dikurung di dalam ketidaksadaran.
Urutan

asosiasi-asosiasi

memahami

membimbing

hubungan-hubungan
27

yang

analisis
dibuat

dalam
oleh

penderita di antara peristiwa-peristiwa yang dialaminya.


Penghalangan-penghalangan
pengacauan
merupakan

oleh

penderita

isyarat

atau

pengacauan-

terhadap

bagi

asosiasi-asosiasi

adanya

bahan

yang

membangkitkan kecemasan. Analisis menafsirkan bahan


itu dan menyampaikannya kepada penderita, membimbing
penderita ke arah peningkatan pemahaman atas dinamikadinamika yang mendasarinya, yang tidak didasari oleh
penderita.
b. Penafsiran
Penafsiran
menganalisis

adalah

satu

asosiasi-asosiasi

resistensi-resistensi,

dan

prosedur

dasar

bebas,

dalam

mimpi-mimpi,

transferensi-transferensi.

Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analisis yang


menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari penderita
makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh
mimpi-mimpi,

resistensi-resistensi,

dan

hubungan

terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran-penafsiran adalah


mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru
dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar
lebih lanjut. Penafsiran-penafsiran analisis menyebabkan
pemahaman dan tidak terhalanginya bahan tak sadar pada
pihak penderita.
28

Penafsiran-penafsiran
penderita

akan

harus

menolak

tepat

waktu,

sebab

penafsiran-penafsiran

yang

diberikan pada saat yang tidak tepat. Sebuah aturan umum


adalah bahwa penafsiran disajikan pada saat gejala yang
hendak ditafsirkan itu dekat dengan kesadaran penderita.
Dengan kata lain, analisis harus menafsirakan bahan yang
belum terlihat oleh penderita, tetapi yang oleh penderita
bisa diterima dan diwujudkan sebagai miliknya. Aturan
umum yang lainnya adalah bahwa penafsiran harus
berawal dari permukaan serta menembus hanya sedalam
penderita

mampu

menjangkaunya

sementara

dia

mengalami situasi itu secara emosional. Aturan umum


yang ketiga adalah bahwa resistensi atau pertahanan
paling baik ditunjukkan sebelum dilakukan penafsiran atas
emosi atau konflik yang ada di baliknya.
c. Analisis mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting
untuk

menyingkap

bahan

yang

tak

disadari

dan

memberikan kepada penderita pemahaman atas beberapa


area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur,
pertahanan-pertahanan melemah, dan perasaan-perasaan
yang direpresi muncul ke permukaan. Freud memandang
mimpi-mimpi

sebagai

jalan
29

istimewa

menuju

ketidaksadaran, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrathasrat,

kebutuhan-kebutuhan, dan

ketakutan-ketakutan

yang tak disadari, diungkapkan. Beberapa motivasi sangat


tidak bisa diterima oleh orang yang bersangkutan sehingga
diungkapkan

dalam

bentuk

yang

disamarkan

atau

disimbolkan alih-alih diungkapkan secara terang-terangan


dan langsung.
Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi: isi laten dan isi
manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan,
tersembunyi, simbolik, dan tak disadari. Karena begitu
menyakitkan dan mengancam, dorongan-dorongan seksual
dan

agresif

tak

sadar

yang

merupakan

isi

laten

ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat


diterima, yakni impian sebagaimana yang tampil pada si
mimpi. Proses transformasi isi laten mimpi ke dalam isi
manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi.
Tugas analisis adalah menyingkap makna-makna yang
disamarkan

dengan

mempelajari

simbol-simbol

yang

terdapat pada isi manifes mimpi. Selama jam analitik,


analis bisa meminta penderita untuk mengasosiasikan
secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian guna
menyingkap makna-makna yang terselubung.
d. Analisis atas resistensi
30

Resistensi,

sebuah

konsep

fundamental

dalam

praktek terapi psikoanalitik, adalah sesuatu yang melawan


kelangsungan

terapi

dan

mencegah

penderita

menggunakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi


bebas atau asosiasi kepada mimpi-mimpi, penderita bisa
menunjukkan

ketidaksediaan

pemikiran-pemikiran,

untuk

menghubungkan

perasaan-perasaan,

pengalaman-pengalaman

tertentu.

Freud

dan

memandang

resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh


penderita sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang
tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika penderita
menjadi sadar atas dorongan-dorongan dan perasaanperasaannya yang direpresi itu.
Sebagai pertahanan terhadap kecemasan, resistensi
bekerja secara khas dalam terapi psikoanalitik dengan
menghambat penderita dan analisis dalam melaksanakan
usaha

bersama

untuk

dinamika-dinamika
resistensi

ditujukan

mengancam

memperoleh pemahaman atas

ketidaksadaran
untuk

memasuki

penderita.

mencegah

kesadaran,

bahan
analisis

Karena
yang
harus

menunjukkannya, dan penderita harus menghadapinya jika


dia mengharapkan bisa menangani konflik-konflik secara
realistis. Penafsiran analisis atas resistensi ditujukan untuk
31

membatu penderita agar menyadari alasan-alasan yang


ada di balik resistensi sehingga dia bisa menanganinya.
Sebagai aturan umum, analisis harus membangkitkan
perhatian penderita dan menafsirkan resistensi-resistensi
yang

paling

kentara

guna

mengurangi

kemungkinan

penderita menolak penafsiran dan guna memperbesar


kesempatan bagi penderita untuk melihat tingkah lagu
resistifnya.
Resistensi-resistensi bukanlah hanya sesuatu yang
harus

diatasi.

Karena

merupakan

perwujudan

dari

pendekatan-pendekatan defensif penderita yang biasa


dalam kehidupan sehari-harinya, resistensi-resistensi harus
dilihat sebagai alat bertahan terhadap kecemasan, tetapi
menghambat kemampuan penderita untuk mengalami
kehidupan yang lebih memuaskan.
e. Analisis atas transferensi
Sama
merupakan

halnya
inti

dari

dengan
terapi

residensi,
psikoanalitik.

transferensi
Transferensi

mengejawantahkan dirinya dalam proses terapeutik ketika


urusan yang tak selesan di masa lampau penderita
dengan orang-orang yang berpengaruh menyebabkan dia
mendistorsi masa sekarang dan bereaksi terhadap analisis
sebagai mana dia bereaksi terhadap ibu atau ayahnya.
32

Sekarang, dalam hubungannya dengan analisis, penderita


mengalami kembali perasaan menolak dan membenci
sebagaimana yang dulu dirasakannya terhadap orang
tuanya. Sebagian besar terapis psikoanalitik menekankan
bahwa pada akhirnya penderita harus mengembangkan
neurosis transferensi itu, sebab neurosis yang dialami
penderita

bersumber

pada

liat

tahun

pertama

kehidupannya, dan sekarang dia secara tidak semestinya


membawa neurosis itu ke masa dewasa sebagai kerangka
hidupnya. Analisis membangkitkan neurosis transferensi
dengan

kenetralan,

keobjektifan,

keanoniman,

dan

kepasifannya yang relatif.


Analisis transferensi adalah teknik yang utama dalam
psikoanalisis,

sebab

mendorong

penderita

untuk

menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Ia


memungkinkan

penderita

mampu

memperoleh

pemahaman atas sifat dari fiksasi-fiksasi dan deprivasidepreivasinya,

dan

menyajikan

pemahaman

tentang

pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang.


Penafsiran hubungan transferensi Juan memungkinkan
penderita mampu menembus konflik-konflik masa lampau
yang

tetap

menghambat

dipertahankannya
pertumbuhan
33

hingga

sekarang

emosionalnya.

dan

Singkatnya,

efek-efek psikopatologis dari hubungan masa dini yang


tidak diinginkan, dihambat oleh penggarapan atas konflik
emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan
terapeutik dengan analisis.
Sedangkan James dan Gilland (2003:13) menambahkan
teknik hipnotis dan berfantasi sebagai bagian dalam terapi
psikoanalitik. Tapi sebenarnya, terapi psikoanalitik menggunakan
cara apapun yang bisa digunakan dengan tujuan menyelesaikan
masalah penderita lewat alam bawah sadarnya.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa terapi
psikoanalitik berfokuskan pada penyembuhan yang dilakukan
dari alam bawah sadari penderita dengan teknik-teknik yang
jauh lebih luas dibandingkan dengan psikoterapi-psikoterapi lain.
Metode ini dapat digunakan untuk merawat atau mengobati
berbagai macam penyakit mental termasuk Gangguan Mood
Mayor. Dalam proses penyembuhan Gangguan Mood Mayor,
terapi ini memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh psikoterapi
lain, yaitu dapat mengobati gangguan Bipolar.
H. Pendekatan Terapi Keluarga Sebagai Terapi Pendukung
Dalam Proses Penyembuhan Gangguan Mood Mayor

Dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

34




Setiap

kalian

adalah

pemimpin

dan

setiap

kalian

bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir


(penguasa) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas
keluarganya, dan istri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan
anak-anaknya. Setiap kalian adalah pemimpin dan kamu sekalian
akan diminta pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya.
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (no. 893, 5188, 5200),
Muslim (no. 1829), dan Ahmad (II/5, 54-55, 111), dari Ibnu Umar
radhiyallahu anhuma]
Sebagai

seorang

manusia

kita

diwajibkan

untuk

menyayangi satu sama lain. Seorang anggota keluarga sudah


seperti penopang untuk yang lainnya, jika satu penopang jatuh
maka akan mempengaruhi yang lainnya.
Kita telah melihat banyak kasus kejahatan atau narkoba
yang disebabkan oleh masalah broken home. Di Maktal sendiri
kita dapat melihat anak-anak hingga remaja pengamen yang
menyanyikan lagu-lagu bertemakan kebebasan dalam artian
dari keluarga (setidaknya penulis pernah mendengarnya). Dari
35

lagu-lagu mereka terkesan seakan keluarga adalah sesuatu yang


mengekang,

sesuatu

yang

memenjara,

dan

sesuatu

yang

mengikat mereka. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk


lepas dari ikatan tersebut dan memperoleh kebebasan sebagai
seorang pengamen.
Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalahmasalah

yang

ada

pada

terapi

individual

mempunyai

konsekuensi dan konteks sosial. Contohnya, penderita yang


menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual,
bisa terganggu lagi setelah kembali pada keluarganya. Menurut
teori awal dari psikopatologi, lingkungan keluarga dan interaksi
orang tua-anak adalah penyebab dari perilaku maladaptif.
(Bateson et al,1956; Lidz&Lidz, 1949 ;Sullivan, 1953)
Terapi keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu proses
interaktif

yang

berupaya

membantu

keluarga

memperoleh

keseimbangan homeostasis, sehingga setiap anggota keluarga


dapat merasa nyaman (comfortable). (Hasnida, 2002:3)
Bila

diperlukan

konseling/terapi

keluarga,

maka

ini

diartikan bahwa terjadi hal yang tidak seimbang dalam keluarga,


misalnya salah satu anggota keluarga mengembangkan suatu
gejala tertentu yang tidak dapat ditoleransikan oleh anggota
lainnya.

Orang

yang

mengembangkan

gejala

ini

disebut

identified patient. Walaupun demikian identified patient tidak


36

selalu berarti penderita, karena mungkin saja anggota lain yang


merasa lebih menderita dengan gejala yang dikembangkan oleh
identified patient. (Hasnida, 2002:3)
Dari sudut pandang konselor/terapis, identified patient
merupakan produk dan juga mungkin kontributor dari gangguangangguan interpersonal keluarga. Gangguan ini berakar pada
nilai keluarga dan tingkah laku, yang saling terjalin pula dengan
emosi para anggota keluarga. (Hasnida, 2002:3)
Dalam terapi penyembuhan Gangguan Mood Mayor, terapi
ini sangat diperlukan bila seorang penderita tidak kunjung
membaik. Memang ada beberapa faktor yang dapat menjadi
penyebabnya, dan salah satunya adalah keluarga. Dari contoh
yang telah diberikan di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga
memegang peran penting untuk proses penyembuhan penderita
Gangguan Mood Mayor.
Secara umum, tujuan terapi keluarga adalah:
1. Membantu anggota keluarga untuk belajar dan secara
emosional menghargai bahwa dinamika keluarga saling
bertautan di antara anggota keluarga.
2. Membantu anggota keluarga agar sadar akan kenyataan
bila anggota keluarga mengalami problem, maka ini
mungkin merupakan dampak dari satu atau lebih

37

persepsi, harapan, dan interaksi dari anggota keluarga


lainnya.
3. Bertindak terus menerus dalam konseling/terapi sampai
keseimbangan homeostasis dapat tercapai, yang akan
menumbuhkan dan meningkatkan keutuhan keluarga.
4. Mengembangkan apresiasi keluarga terhadap dampak
relasi parental terhadap anggota keluarga. (Perez, 1979)
Secara khusus, tujuan terapi keluarga adalah :
1. Membuat semua anggota keluarga dapat mentoleransi
cara atau perilaku yang unik (idiosyncratic) dari setiap
anggota keluarga.
2. Menambah toleransi setiap anggota keluarga terhadap
frustrasi, ketika terjadi konflik dan kekecewaan, baik
yang dialami bersama keluarga atau tidak bersama
keluarga.
3. Meningkatkan motivasi setiap anggota keluarga agar
mendukung, membesarkan hati, dan mengembangkan
anggota lainnya.
4. Membantu mencapai persepsi parental yang realistis
dan sesuai dengan persepsi anggota keluarga. (Perez,
1979)
Menurut Carr (2006:216) ada beberapa proses yang harus
dilalui dalam melakukan terapi keluarga yaitu:

38

1. Planning (perencanaan)
Dalam proses ini, terapis beserta keluarga bekerja sama
dalam merencanakan hal-hal yang berkaitan dengan
terapi, di antaranya: (1) Merencanakan siapa yang
berpartisipasi, dan (2) Merencanakan agenda.
2. Assessment (penaksiran)
Dalam proses ini terapis akan melakukan penaksiran
atau mendiagnosa masalah seperti apa yang berada
dalam keluarga, namun sebelumnya ada beberapa
prosedur yang harus dilalui terlebih dahulu, yaitu: (1)
membuat

kontrak

(persetujuan),

(2)

mengelola

tantangan perjanjian, (3) menyelesaikan penaksiran dan


perumusan masalah, (4) membangun kerja sama, (5)
perumusan dan umpan balik.
3. Treatment (pengobatan)
Dalam

proses

ini,

terapis

akan

mulai

melakukan

pengobatan terhadap keluarga yang bermasalah. Dalam


proses ini juga ada beberapa prosedur yang harus dilalui
yaitu: (1) menetapkan tujuan yang ingin di capai dan
membuat kontrak untuk pengobatan, (2) berpartisipasi
dalam pengobatan, (3) mengelola resistansi.
4. Disengagement or recontracting (melepas ikatan atau
melakukan kontrak kembali)
39

Proses ini adalah proses terakhir yang harus dilalui


dalam terapi keluarga. Sama seperti proses-proses yang
lain, dalam proses ini juga ada beberapa prosedur yang
harus dilewati, di antaranya yaitu: (1) mulai mengakhiri
sesi terapi, (2) mendiskusikan ketetapan dan perubahan
dalam

proses,

(3)

mengelola

kekambuhan,

(4)

memikirkan pelepasan ikatan sebagai satu episode


dalam hubungan, (5) membuat kontrak kembali.
Pendekatan terapi keluarga ini melibatkan proses-proses
yang begitu rumit dan memakan waktu yang sangat lama. Dalam
terapi keluarga ini sering digabungkan berbagai macam jenis
psikoterapi-psikoterapi

lain

seperti:

terapi

kognitif,

terapi

psikoanalisis, terapi humanistik, dan lain-lain. Maka dari itu terapi


ini tidak dapat dipraktekkan begitu saja oleh orang sebarangan,
perlu tenaga yang lebih ahli dalam tata cara pelaksanaan terapi
keluarga.
Meskipun begitu, terapi ini sangat sekali diperlukan bila
ternyata

penyebab

Gangguan

Mood

Mayor

yang

diderita

identified patien adalah karena faktor keluarga. Bila indikasi


tersebut benar, maka penderita Gangguan Mood Mayor tersebut
tidak akan sembuh-sembuh hingga keluarganya mendapatkan
terapi. Dalam prakteknya, terapi keluarga menggabungkan

40

berbagai macam psikoterapi sesuai dengan diagnosa masalah


yang dihadapi oleh masing-masing anggota keluarga.

BAB IV
PENUTUP
A Simpulan

Berdasarkan paparan yang telah dijelaskan dalam bab III,


penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a

Dalam perspektif bahasa, psikoterapi berasal dari kata psyche


dan therapy. Kata psyche berarti jiwa. Sedangkan therapy yang
berarti penyembuhan. (Subandi, 2002:2) Sedangkan menurut
KBBI, pengertian psikoterapi secara istilah adalah pengobatan
dengan mempergunakan pengaruh (kekuatan batin) dokter atas
jiwa (rohani) penderita, dengan cara tidak mempergunakan
obat-obatan, tetapi dengan metode sugesti, nasihat, hiburan,
hipnosis, dsb.

Gangguan Mood Mayor adalah suatu kelompok diagnosa dalam


klasifikasi DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders) yang mana ditandai oleh terganggunya mood atau
perasaan si penderita. Gangguan Mood Mayor terbagi lagi ke
dalam tiga klasifikasi, di antaranya yaitu gangguan Depresi
Mayor, gangguan Bipolar I, dan gangguan Bipolar II.
j.

Ada berbagai macam psikoterapi yang dapat digunakan


untuk mengobati Gangguan Mood Mayor, dan dalam bab III
penulis telah memaparkan tiga pendekatan yang dapat
digunakan dalam proses penyembuhan Gangguan Mood
Mayor.

1. Terapi kognitif
Pada pendekatan terapi kognitif, yang menjadi fokus
tujuannya adalah untuk mengubah skema kognitif
41

penderita. Terapi ini dapat diterapkan untuk merawat


penderita gangguan Depresi Mayor. Dengan mengubah
skema kognitif penderita, terapi ini diharapkan dapat
memperbaiki bias kognitif dan pikiran-pikiran yang
maladaptif.
2. Terapi psikoanalitik
Pada pendekatan terapi psikoanalitik, yang menjadi
fokus tujuannya adalah untuk mengubah perilaku
sekaligus kognitif penderita dengan cara memanipulasi
alam bawah sadar. Ada banyak metode yang sering
digunakan dalam terapi ini, beberapa di antaranya
adalah asosiasi bebas, penafsiran, analisis mimpi,
analisis

resistensi,

berfantasi,

dan

manipulasi

alam

analisis

hal-hal
bawah

transferensi,

yang
sadar.

hipnotis,

berkaitan

dengan

Berbeda

dengan

psikoterapi lain, terapi ini dapat digunakan dalam


proses penyembuhan gangguan Bipolar.
3. Terapi keluarga
Pada terapi ini, satu keluarga penderita ikut serta
dalam proses pengobatan. Terapi ini akan dilakukan
apabila ternyata penyakit mental seperti Gangguan
Mood Mayor yang berada dalam diri penderita adalah
akibat dari kondisi keluarga yang kurang baik. Keluarga
42

akan diminta untuk bekerja sama (dengan dibantu


terapis) untuk memperoleh solusi.

I. Saran

Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan di bab


sebelumnya, penulis memiliki beberapa sarang bagi berbagai
pihak agar manfaat dari karya tulis ini dapat dirasakan. Saransaran tersebut ditujukan kepada:
a

Bagi individu

Penyakit Gangguan Mood Mayor memang bukanlah


penyakit yang sederhana, penyakit ini sangatlah membuat
kita menderita dan kesulitan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.

Dari

pengalaman

pribadi,

penulis

memiliki

beberapa saran bagi siapa pun yang mengidap penyakit ini.


Di antaranya yaitu:
1. Tetap tawakal kepada Allah.
2. Cobalah untuk bersabar sebisa mungkin.
3. Bukalah diri anda pada orang-orang di sekitar anda.
Hilangkan pikiran-pikiran maladaptif seperti mereka
pasti

akan

mengucilkan

saya,

karena

pada

kenyataannya mereka pasti memberikan support


kepada anda.
4. Carilah tujuan hidup (bagi pengidap Depresi Mayor),
karena tanpa tujuan hidup, keseharian pasti akan
terasa hampa dan tak bermakna. Dalam hal ini
43

penulis memiliki cita-cita untuk bekerja di LHC milik


CERN.
5. Lampiaskan emosi anda pada sesuatu yang lebih
positif. Dalam hal ini penulis melampiaskan emosi
melalui tulisan-tulisan novel yang dapat di baca di
situs wattpad dengan nama pena Castrix.

Bagi orang tua

Sebagai orang tua, tentu anda harus peduli pada


masalah-masalah yang berada dalam keluarga anda. Dari
pembahasan dalam terapi keluarga dapat disimpulkan bahwa
keluarga

dapat

menjadi

penyebab

seseorang

memiliki

penyakit-penyakit mental. Ada beberapa metode preventif


yang dapat dipelajari oleh anda dengan mudah, namun salah
satu hal yang paling penting adalah memberi pendidikan
agama yang baik dengan penuh kasih sayang. Dalam analisis
terhadap trasferensi telah dijelaskan bahwa pengalamanpengalaman

traumatik

masa

kecil

dapat

menghambat

perkembangan kedewasaan individu. Untuk itu, kita harus


mendidik anak-anak kita dengan baik.
Namun, bila kita terlanjur memiliki anggota keluarga
yang

mengidap

gangguan-gangguan

mental

seperti

Gangguan Mood Mayor, segeralah hubungi psikiater atau


44

psikolog untuk mendapatkan perawatan. Jika dibiarkan begitu


saja, nyawa penderita dapat terancam seperti yang telah
dipaparkan dalam awal Bab III.
k. Untuk lembaga sekolah

Lembaga sekolah adalah tempat untuk belajar dan


mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.
Sudah sepatutnya sekolah membimbing dan melindungi
siswa-siswanya dari ancaman-ancaman yang dapat merusak
seorang individu. Sekolah juga harus mampu untuk mendidik
siswanya agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang
merugikan orang lain dan lingkungannya. Hal tersebut adalah
langkah preventif yang dapat menjauhkan peserta didik dari
gangguan-gangguan mental seperti Gangguan Mood Mayor.
Pada kasus Gangguan Mood Mayor, pihak sekolah harus
mampu

memberikan

dukungannya

pada

si

penderita.

Terkadang dalam beberapa kasus pihak sekolah malah


memberi

tekanan

tanpa

membantu

penderita

untuk

mencapai solusi. Dalam prakteknya, peranan BK sangat


penting

dalam

memberi

dukungan

terhadap

pengidap

Gangguan Mood Mayor. Kesalahan yang sering terjadi adalah


ketika BK memberi solusi atau penafsiran masalah yang tidak
dapat diterima oleh penderita. Contohnya, ada seorang
pengidap gangguan Depresi Mayor yang sering membawa
45

laptop ke sekolah karena ia bisa merasa lebih tenang bila


membawanya

namun

malah

ditahan

karena

melawan

peraturan sekolah. Tindakan yang tiba-tiba seperti ini tidak


akan memberikan solusi apapun melainkan malah memberi
dampak yang lebih buruk pada diri penderita. Kemudian BK
tidak dianjurkan untuk memberi solusi dengan mengatakan
hanya kamu yang bisa mengobati diri kamu, kalimat
tersebut tidak membatu penderita sama sekali dan akan
menimbulkan

kesan

tidak

ada

gunanya

dalam

diri

penderita. Hal tersebut sama halnya dengan menghancurkan


kepercayaan

yang

sebelumnya

telah

terbangun.

Ketika

pengidap meminta pada guru BK untuk melakukan konseling,


itu berarti ia percaya bahwa BK dapat membantunya. Dalam
hal ini penulis menyarankan untuk membangun empati yang
lebih baik dengan murid-murid melalui obrolan-obrolan yang
positif. Jika BK menemukan seorang penderita gangguan
Depresi atau Depresi Mayor, penulis menyarankan untuk
menggunakan terapi kognitif sebagai langkah perawatannya.
l.

Untuk pemerintah

Pemerintah
wewenang

dan

adalah

sebuah

kekuasaan

sistem

mengatur

menjalankan

kehidupan

sosial,

ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya.


Pemerintah

memiliki

kewajiban
46

untuk

melindungi

dan

memberi

rasa

aman

pada

setiap

warga

negaranya.

Pemerintah harus mampu mencari solusi bagaimana cara


untuk mencegah munculnya korban-korban penyakit mental
dan memberikan fasilitas yang baik untuk menolong orangorang yang telah menjadi korbannya.
m. Untuk penulis karya tulis selanjutnya

Di sekolah kita ini, menulis karya tulis ilmiah adalah


sebuah syarat kelulusan. Ada berbagai macam topik yang
dapat dipilih dengan bebas sesuai ketertarikan kita masingmasing.

Namun,

penulis

menyarankan

pada

angkatan-

angkatan selanjutnya untuk membuat karya-karya tulis yang


bertemakan psikologi. Karena karya-karya tulis bertemakan
psikologi dapat memberi manfaat baik pada diri kita maupun
lingkungan kita. Jika di antara kalian ada yang berniat untuk
mengembangkan karya tulis ini, maka saya menyambutnya
dengan suka hati. Penulis sadar bahwa dalam karya tulis ini
masih memiliki banyak kekurangan, baik yang terlihat
maupun tidak.

DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders, Fourth Edition. Washington, DC,
American Psychiatric Association, 1994.
Carr, Allan. 2006. Family Therapy: Concepts, Process and
Practice. John Wiley & Sons.

47

Corey, Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.


PT Refrika Aditama: Bandung.
Ellis, A., Abrams, M., Abrams, L. D., Nussbaum, A., dan Frey, R. J.
2009. Psychoanalysis in theory and practice. In Personality
theories: Critical perspectives. (hal. 111-140). Thousand
Oaks,
CA:
SAGE
Publications,
Inc.
doi:
http://dx.doi.org/10.4135/9781452231617.n5
James, R. K., dan Gilliland, B. E. 2003. Psychoanalytic Therapy:
Theories and Strategies in Counseling and Psychotherapy
(Fifth Edition). Allyn & Bacon: Boston.
Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri, Edisi 6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Huppert, J. D. 2009. The building blocks of treatment in cognitivebehavioral therapy. Israel Journal of Psychiatry and Related
Sciences, 46(4), 245.
Jamison, K. R. 2001. Suicide and Bipolar Disorder. The Science of
Mental Health: Bipolar disorder, 115.
Rihmer, Z. 2007. Suicide risk in mood disorders. Current Opinion
in Psychiatry, 20(1), 17-22.
Ainy, Dara. 2012. Terapi Kognitif. [online]. Tersedia:
http://daraainy.blogspot.co.id/2012/09/terapi-kognitif.html [31
Oktober 2015]
Fawziah, Asmi. 2012. Family Therapy (Terapi Keluarga). [online].
Tersedia: http://asmianifawziah.blogspot.co.id/2012/11/familytherapy-terapi-keluarga.html. [26 September 2015]
Hasnida. 2002. Family Counseling. [PDF]. Tersedia:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3633/1/psikohasnida.pdf [26 Oktober 2015]
Setiawan, Ebta. 2013. KBBI Offline 1.5.1. http://ebsoft.web.id
Singgih, Purwanto. 2013. TERAPI KOGNITIF: TERAPI YANG EFEKTIF
DAN SEDERHANA DALAM MENGATASI DEPRESI. [online].
Tersedia: http://kupasiana.psikologiup45.com/2013/01/terapikognitif-terapi-yang-efektif-dan.html. [12 Oktober 2015]
Sulastri, Emi. BAB II: TEORI PSIKOTERAPI ISLAM DAN
SKIZOFRENIA AKSIS IV. (hal. 12-30). [PDF]. Tersedia:
10

http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdls1-2005-emisulastr-66-Bab-2.pdf. [1 Oktober 2015]

11

Anda mungkin juga menyukai