Fisiologi Respirasi
Fisiologi Respirasi
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fungsional Respirasi
2.2 Fisiologi Respirasi
Respirasi menyediakan oksigen ke jaringan dan mengeluarkan karbon
dioksida dari jaringan. Empat fungsi utama dari respirasi adalah :
1. Ventilasi pulmoner, yang berarti aliran masuk dan keluar udara antara
atmosfer dan alveolus di paru paru,
2. Difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveolus dan darah,
3. Transport oksigen dan karbon dioksida di darah dan cairan tubuh, dan
4. Regulasi ventilasi dan sisi lain dari pernapasan
2.2.1 Ventilasi Pulmoner
Mekanisme ekspansi dan kontraksi paru
Paru paru dapat dikembangkan dan dikempiskan melalui dua metode
gerakan, yaitu dengan gerakan naik dan turun dari diafragma untuk
memperpanjang atau memperpendek rongga dada, dan dengan gerakan elevasi
serta depresi tulang rusuk untuk meningkatkan dan menurunkan diameter
anteroposterior dari rongga dada.
Pernapasan tenang yang normal dapat dicapai hampir seluruhnya hanya dengan
metode gerakan pertama, yaitu pergerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi
dari diafragma menarik permukaan bawah dari paru paru semakin ke bawah.
Kemudian selama ekspirasi, diafragma berelaksasi yang diikuti dengan elastic
recoil dari paru, rongga dada, serta struktur abdomen, sehingga mengkompresi
paru dan membuat udara keluar dari paru. Sedangkan selama pernafasan berat,
kekuatan dari elastic recoil tidak cukup kuat untuk melakukan ekspirasi dengan
cepat, sehingga kekuatan ekstra dibutuhkan, utamanya dengan kontraksi dari otot
otot abdomen yang mendorong isi abdomen ke atas mendorong diafragma,
sehingga mengkompresi paru.
Metode gerakan kedua untuk pengembangan paru adalah dengan ekspansi rongga
dada. Ekspansi rongga dada dapat mengembangkan paru karena dalam posisi
istirahat, rusuk mengarah ke bawah, sehingga membuat sternum terdorong ke
belakang ke arah tulang belakang. Saat rongga dada elevasi, tulang rusuk
terprkyeksi ke anterior, menjauh dari tulang belakang, sehingga membuat
diameter anteroposterior 20% lebih lebar saat insiprasi maksimal dibandingkan
dengan saat ekspirasi.
Otot otot yang mengangkat rongga dada diklasifikasikan sebagai otot otot
inspirasi dan otot otot yang mendepresi rongga dada diklasifikasikan sebagai
otot otot ekspirasi. Otot inspirasi yang terpenting adalah otot interkostalis
eksterna, dan otot lain yang membantu adalah otot sternokleidomastoideus yang
mengangkat sternum ke atas, otot serratus anterior yang mengangkat beberapa
tulang tulang rusuk, dan otot skaleni yang mengangkat dua rusuk pertama.
Sedangkan otot ekspirasi utama adalah otot rektus abdominalis yang memiliki
kekuatan besar untuk menarik rusuk bagian bawah ke kaudal dan di secara
simultan bersamaan dengan otot abdomen yang lain mengkompresi isi perut ke
atas melawan diafragma, selain otot rektus abdominalis, ekspirasi juga dibantu
otot interkostalis interna.
TEKANAN YANG MEMBUAT PERGERAKAN UDARA MASUK DAN
KELUAR DARI PARU
Paru paru adalah struktur elastik yang mengempis seperti balon dan
mengeluarkan udara melalui trakea saat tidak ada tenaga yang membuatnya tetap
mengembang. Tidak ada perlekatan antara paru dan dinding dari rongga dada,
kecuali dimana paru ditahan pada hilum dari mediastinum, sisanya paru paru
mengambang di rongga dada, dikelilingi oleh lapisan tipis cairan pleura yang
melubrikasi pergerakan paru paru di dalam rongga dada. Suction kontinyus dari
cairan yang berlebih melalui saluran limfatik menjaga agar slight suction antara
permukaan pleura viseral dan parietal di rongga dada.
TEKANAN PLEURA DAN PERUBAHANNYA SELAMA RESPIRASI
Tekanan pleura adalah tekanan cairan yang berada di ruang sempit antara pleura
paru dan pleura rongga dada. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, pada
kondisi normal terdapat sligh suction antara keduanya, yang berarti terdapat
sedikit tekanan negatif. Tekanan pleura normal pada awal inspirasi adalah sekitar
-5 cmH2O, yaitu suction yang diperlukan untuk menahan paru tetap mengembang
saat istirahat. Lalu, saat inspirasi normal, ekspansi rongga dada menarik paru
keluar dengan kekuatan yang lebih besar dan membuat tekanan yang lebih negatif
lagi, menjadi sekitar -7,5 cmH2O.
Hubungan antara tekanan pleura dan perubahan volume paru didemonstrasikan
dalam gambar berikut, dimana saat peningkatan tekanan negatif bertambah dari -5
menjadi -7,5 cmH2O terjadi peningkatan volume rongga dada sebanyak 0,5 liter.
Selanjutnya saat ekspirasi, terjadi hal yang sebaliknya.
TEKANAN ALVEOLI
Tekanan alveolus adalah tekanan udara di dalam alveolus. Saat glotis terbuka dan
tidak ada udara yang masuk ke dalam atau keluar paru, tekanan di semua bagian
respirasi sampai ke alveolus sama dengan tekanan atmosfer yang dikatakan
sebagai zero reference pressure dalam saluran nafas, yaitu 0 cmH2O. Untuk
membuat udara masuk ke dalam alveoli saat inspirasi, tekanan alveoli harus turun
menjadi dibawah nol.
Di kurva kedua pada gambar 37-2 mendemonstrasikan saat inspirasi normal,
tekanan alveolus menurun -1 cmH2O. Tekanan negatif yang menurun ini cukup
untuk menarik 0,5 liter udara ke dalam paru dalam waktu 2 detik yang dibutuhkan
saat inspirasi normal tenang. Selama ekspirasi, tekanan yang berkebalikan terjadi,
peningkatan tekanan menjadi +1 cmH2O dan hal ini mendorong 0,5 liter udara
keluar dari paru selama 2 3 detik ekspirasi.
TEKANAN TRANSPULMONER
Finally, note in Figure 37-2 the difference between the alveolar pressure and the
pleural pressure. This is called the transpulmonary pressure. It is the pressure
difference between that in the alveoli and that on the outer surfaces of the lungs,
and it is a measure of the elastic forces in the lungs that tend to collapse the lungs
at each instant of respiration, called the recoil pressure.
COMPLIANCE PARU
Sejauh mana paru akan mengembang untuk tiap unit peningkatan tekanan
transpulmoner (apabila terdapat waktu untuk mencapai kesetimbangan) disebut
sebagai compliance paru. Compliance kedua paru bila disatukan pada manusia
dewasa normal adalah sekitar 200 mm udara per sentimeter tekanan
transpulmoner air. Yaitu, setiap tekanan transpulmoner meningkat 1 cmH2O,
volume paru setelah 10 20 detik akan mengembang 200 mm.
Hubungan antara perubahan volume saat inspirasi dan ekspirasi terhadap tekanan
transpulmoner adalah berbeda, sehingga terdapat dua kurva yaitu kurva
compliance inspirasi dan kurva compliace ekspirasi, dan seluruh diagram disebut
sebagai diagram compliance paru. Karakteristik dari diagram compliance
ditentukan oleh kekuatan elastisitas paru. Hal ini dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu: 1) kekuatan elastisitas jaringan paru dan 2) kekuatan elastisitas yang
disebabkan oleh tegangan permukaan cairan yang melapisi bagian dalam alveoli
dan rongga udara paru lainnya.
Kekuatan elastisitas jaringan paru ditentukan utamanya oleh fiber elastin dan
kolagen yang menyusun parenkim paru. Pada paru yang deflasi, fiber ini akan
secara elastis berkontraksi dan menyusut, dan saat paru berinflasi, fiber ini
memanjang, sehingga mengelongasi dan mengerahkan lebih banyak lagi kekuatan
elastis.
Kekuatan elastisitas yang disebabkan oleh tegangan permukan lebih kompleks.
Kepentingan dari tegangan permukaan diperlihatkan dalam gambar 37.4, yang
membandingkan antara diagram compliance paru saat terisi cairan salin dan saat
terisi udara. Saat paru terisi udara, terdapat antar muka antara cairan alveoli dan
udara di dalam alveoli. Sedangkan saat paru terisi cairan salin, tidak ada antar
muka antara udara dan cairan, sehingga dapat disimpulkan efek dari tegangan
permukaan tidak ada saat paru terisi cairan, dan pada keadaan ini hanya terdapat
kekuatan elastisitas jaringan paru.
Rongga dada memiliki karakteristik elastik dan viskositas tersendiri, walaupun tak
ada paru di dalam rongga dada, kontraksi otot tetap diperlukan untuk
mengembangkan rongga dada.
COMPLIANCE BERSAMA THORAKS DAN PARU
Compliance dari sistem pulmoner (paru dan rongga dada) diukur saat ekspansi
paru pada manusia yang paralisis atau rileks total. Untuk melakukan hal ini udara
dimasukan secara paksa ke dalam paru sedikit demi sedikit sambil secara simultan
pengukur tekanan dan volume parunya. Untuk mengembangkan sistem pulmoner
ini secara total dibutuhkan tekanan 2x lebih banyak dibandingan dengan paru
tanpa rongga dada. Sehingga, compliance dari sistem paru-thoraks adalah dari
compliance paru. 110 ml/cmH2O dibandingkan dengan 200 ml/cmH2O. Lebih
jauh lagi saat paru dikembangkan pada volume tinggi atau rendah, limitasi dari
dada menjadi ekstrim, sehingga compliance-nya akan turun menadi 1/5
complinace paru.
KERJA PERNAPASAN
Kontraksi otot pernapasan terjadi saat inspirasi, sedangkan saat ekspirasi terjadi
proses pasif yang disebabkan oleh elastic recoil dari paru dan rongga dada.
Sehingga saat istirahat, otot otot respirasi bekerja saat inspirasi saja dan tidak
bekerja saat ekspirasi.
Kerja inspirasi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (1) kerja elastis (kerja yang
dibutuhkan untuk mengembangkan paru melawan kekuatan elastisitas paru dan
rongga dada), (2) kerja tahanan jaringan (kerja yang dibutuhkan untuk melawan
viskositas paru dan struktur rongga dada), (3) kerja resistensi jalan nafas (kerja
yang dibutuhkan untuk melawan resistensi jalan nafas untuk menggerakan udara
ke paru).
ENERGI YANG DIBUTUHKAN UNTUK RESPIRASI
Selama respirasi normal yang tenang, dibutuhkan 3 5% dari total energi yang
dibutuhkan tubuh untuk ventilasi pulmoner. Namun saat olahraga berat, energi
yang dibutuhkan bisa meningkat sebanyak 50 kali lipat, terutama saat seseorang
memiliki peningkatan resistensi jalan napas atau compliance paru yang menurun.
Sehingga, salah satu batasan besar dari intensitas olahraga yang mampu dilakukan
seseorang bergantung pada kemampuan orang tersebut untuk menyediakan energi
yang cukup agar otot respirasinya tetap bekerja.
Laju pernafasan dapat meningkat sampai 40 50 kali per menit dan volume tidal
dapat menjadi sebesar kapasitas vital, sekitar 4600 ml pada laki laki dewasa
muda. Hal ini dapat memberikan volume respirasi per menit lebih besar dari
200L/menit atau 30 kali lebih besar daripada normal. Pada sebagian besar orang,
mereka tidak bisa bertahan pada 2/3 nilai ini lebih dari satu menit.
VENTILASI ALVEOLAR
Pentingnya ventilasi pulmoner adalah agar terjadi pertukaran udara terus menerus
pada area pertukaran gas di paru, dimana udara berdekatan dengan darah
pulmoner. Area ini meliputi alveoli, sakus alveoli, duktus alveoli, dan bronkiolus
respiratorius. Kecepatan udara mencapai area ini disebut dengan ventilasi alveolar.
"DEAD SPACE" DAN EFEKNYA PADA VENTILASI ALVEOLAR
Sebagian udara yang dihirup oleh seseorang tidak pernah mencapai area
pertukaran gas dah hanya mengisi jalur respirasi dimana pertukaran gas tidak
terjadi seperti pada hidung, faring, dan trakea. Udara ini disebut sebagai dead
space air karena tidak berguna untuk pertukaran gas. Dalam ekspirasi, udara di
dead space akan diekspirasikan terlebih dahulu sebelum udara di area pertukaran
gas, sehingga hal ini dapat merugikan.
PENGUKURAN DEAD SPACE VOLUME
Metode simpel yang dapat digunakan untuk mengukurnya adalah dengan nitrogen
meter. Volume dead space yang normal pada laki laki dewasa muda adalah
sekitar 150 ml dan meningkat seiring usia. Terdapat dua jenis dead space, yaitu
secara anatomi dan fisiologis.
Metode yang sudah dijelaskan sebelumnya untuk mengukur dead space
digunakan juga untuk mengukur volume seluruh ruang sistem pernafasan selain
alveoli dan area pertukaran gas disekitarnya; ruang ini disebut dead space
anatomi. Terkadang, beberapa alveoli tidak fungsional atau fungsional sebagian
karena aliran darah tidak ada atau kurang melalui kapiler paru yang berdekatan.
Oleh karena itu, dari sudut pandang fungsional, alveoli ini juga harus
dipertimbangkan sebagai dead space. Ketika dead space alveolar termasuk dalam
pengukuran dead space total, ini disebut dead space fisiologis, berlawanan
dengan dead space anatomi. Pada orang normal, dead space anatomi dan
fisiologis hampir sama karena semua alveoli fungsional dalam paru-paru normal,
namun pada orang dengan alveoli fungsional sebagian atau nonfungsional di
beberapa bagian paru-paru, dead space fisiologis mungkin sebanyak 10 kali
volume dead space anatomi, atau 1 sampai 2 liter.
LAJU VENTILASI ALVEOLAR
Ventilasi alveolar per menit adalah total volume udara baru yang memasuki
daerah pertukaran gas alveoli dan sekitarnya setiap menit. Hal ini sama dengan
laju pernapasan dikalikan jumlah udara baru yang masuk wilayah ini setiap napas.
Dimana VA adalah volume ventilasi alveolar per menit, Freq adalah frekuensi
respirasi per menit, Vt adalah volume tidal, dan Vd adalah volume dead space
fisiologis.
Dengan demikian, dengan volume tidal normal 500 mililiter, dead space normal
150 mililiter, dan laju pernapasan 12 napas per menit, ventilasi alveolar sama
dengan 12 (500 - 150), atau 4200 ml / menit.
Ventilasi alveolar adalah salah satu faktor utama yang menentukan konsentrasi
oksigen dan karbon dioksida dalam alveoli.
FUNGSI DARI JALAN NAFAS
Trachea, Bronchi, and Bronchioles
Salah satu tantangan dalam jalan nafas adalah untuk membuatnya tetap terbuka
dan mengizinkan udara keluar dan masuk alveoli dengan mudah. Untuk menjaga
trakea agar tidak kolaps, cincin kartilage multipel berjejer sepanjang 5/6 jalan
trakea. Pada dinding bronki,lempengan kartilage yang berbentuk kurva juga
menjaga rigiditas dari bronki namun tetap mengizinkan pergerakan bronki untuk
menyusut dan mengembang dengan optimal. Lempengan ini menjadi semakin
sedikit pada cabang bronki selanjutnya dan hilang sepenuhnya pada bronkiolus
yang biasanya memiliki diameter kurang dari 1,5 mm. Bronkiolus tidak dihalangi
untuk menjadi kolaps oleh dindingnya, namun mereka tetap terbuka akibat dari
tekanan transpulmoner yang membuka alveoli, dimana saat alveoli mengembang,
bronkiolus juga ikut membesar namun tak sebanyak alveoli.
Pada semua area trakea dan bronki yang tidak terisi lempengan kartilage,
dindingnya disusun oleh otot polos. Sedangkan dinding dari bronkiolus
sepenuhnya disusun oleh otot halus dengan perkecualian pada bronkiolus terminal
yang disebut sebagai bronkiolus respiratorik, yang sebagian besar disusun oleh
epitel pulmonal dan jaringan ikat di bawahnya serta beberapa jaringan otot polos.
Banyak penyakit obstruktif paru dihasilkan dari penyempitan bronkus kecil dan
bronkiolus besar sehingga menyebabkan kontraksi dari otot polos yang eksesif.
RESISTENSI JALAN NAFAS PADA SUSUNAN BRONKUS
Pada kondisi respirasi normal, udara masuk melalui jalan nafas sangat muadh
sehingga perbedaan gradien 1 cmH2O dari alveoli dan atmosfer saja sudah cukup
untuk mengalirkan udara yang dibutuhkan pernafasan normal yang tenang.
Resistensi jalan nafas paling besar terjadi bukan pada bronkiolus terminal, namun
pada bronkiolus yang lebih besar dan bronki di dekat trakea. Alasannya adalah
karena karena jumlah dari bronki besar ini secara relatif lebih sedikit jika
dibandingkan terminal bronkiolus. Namun dalam kondisi penyakit tertentu,
bronkiolus kecil sering memiliki peran yang lebih besar dalam menentukan
resistensi jalan nafas karena ukurannya yang kecil dan mudahnya bronkiolus kecil
ini tersumbat, baik oleh kontraksi otot polos di dindingnya, edema yang terjadi
pada dindingnya, atau terakumulasinya mukus pada lumen bronkiolus ini.
PERSARAFAN DAN KONTROL LOKAL DARI OTOT BRONKIOLUS
DILATASI SIMPATETIS BRONKIOLUS
Kontrol langsung dari bronkiolus oleh serabut saraf simpateteik relatif lemah
karena hanya sedikit dari serabut saraf ini yang masuk ke bagian sentral paru.
Bagaimanapun, susunan bronkial sangat banyak terpapar oleh norefinefrin dan
efinefrin yang dikeluarkan ke darah oleh stimulasi simpatetik medula kelenjar
adrenal. Kedua hormon ini, terutama epinefrin, karena stimulasi yang lebih besar
dari reseptor beta-adrenergik, menyebabkan dilasi dari susunan bronkial.
KONSTRIKSI PARASIMPATIS BRONKIOLUS
Beberapa serabut saraf parasimpatik yang berasal dari nervus vagus memasuki
parenkim paru. Saraf ini mensekresi asetilkolin dan saat teraktivasi menyebabkan
konstriksi ringan sampai sedang dari bronkiolus. Saat terdapat penyakit seperti
asma yang menyebabkan konstriksi bronkiolus, stimulasi terhadap saraf
parasimpatis sering memperburuk keadaan. Saat hal ini terjadi, obat obatan yang
memblok efek dari asetilkolin, seperti atrofin terkadang dapat merilekskan dan
membuka jalan nafas.
Terkadang saraf parasimpatis juga diaktivasi oleh reflek reflek yang berasal dari
paru. Sebagian besar berawal dari iritasi membran epitel di jalan napas, yang
dapat diinisiasi oleh gas beracun, debu, asap rokok, infeksi bronkial. Selain itu,
refleks konstriksi bronkiolar juga sering terjadi saat terdapat mikroemboli yang
menyumbat arteri pulmoner kecil.
Faktor Sekresi Lokal Sering menyebabkan Konstriksi bronkiolus
Beberapa zat yang dibentuk di paru sering menyebabkan konstriksi bronkiolus.
Dua yang paling penting adalah histamin dan slow reacitve substance of
anaphylaxis. Kedua zat ini dilepaskan di jaringan paru oleh sel mast selama reaksi
alergi, terutama yang disebabkan oleh serbuk sari di udara. Sehingga, mereka
memiliki peran penting dalam menyebabkan obstruksi jalan nafas yang terjadi
pada asma alergika, ini terutama benar adanya pada slow reactive substance of
anaphylaxis.
Iritan yang sama yang dapat menyebabkan refleks konstriksi parasimpatis pada
jalan nafas adalah asap, debu, sulfur dioksida, dan beberapa elemen asam yang
sering secara langsung bekerja pada jaringan paru untuk menginisiasi reaksi lokal
non-nervus yang menyebabkan konstriksi obstruktif pada jalan napas.
MUKUS YANG MELAPISI JALAN NAPAS DAN AKSI SILIA UNTUK
MEMBERSIHKAN JALAN NAFAS
Pada semua jalan nafas, dari hidung sampai ke bronkiolus terminal, dijaga
kelembabannya oleh selapis mukus yang melapisi semua permukaan. Mukus
disekresi oleh sel goblet sebagian pada jalan nafas dan sebagian pada kelenjar
submukosa kecil. Mukus juga memiliki fungsi tambahan yaitu untuk menangkap
partikel partikel kecil yang tak diinginkan dan luput dari penyaringan di hidung
agar tak sampai di alveoli. Mukus sendiri diekskresikan dari jalan nafas melalui
jalur berikut : seluruh permukaan jalan nafas baik di hidung sampai ke bronkiolus
terminal dilapisi oleh epitelium bersilia dengan silia sebanyak 200 pada setiap sel
epitel. Silia ini berdenyut secara kontinyus sebanyak 10 20 kali per detik dan
arah dari denyutannya selalu ke arah faring. Sehingga silia pada paru berdenyut ke
atas, sedangkan silia pada hidung berdenyut ke bawah. Denyutan kontinyu ini
menyebabkan mukus bergerak perlahan dengan kecepatan beberapa milimeter per
menit menuju faring. Selanjutnya mukus dan partikel yang tertangkap akan
tertelan atau dibatukan ke luar.
REFLEK BATUK
Bronki dan trakea sangat sensitif terhadap sentuhan ringan, sehingga sedikit saja
bahan asing atau penyebab iritasi lain dapat menginisiasi refleks batuk. Laring dan
karina lebih sensitif. Bronkiolus terminal dan bahkan alveoli sensitif terhadap
bahan kimia korosif seperti gas sulfur dioksida atau gas klorin.
Impuls saraf aferen melewati jalan nafas utamanya melalui nervus vagus menuju
medula dari otak, dan beberapa urutan kejadian terjadi dipicu oleh sirkuit neuron
di medula yang menyebabkan efek sebagai berikut :
Pertama 2,5 liter udara akan dengan cepat diinsiprasi; kedua, epiglotis akan
tertutup dan pita suara akan tertutup rapat untuk mengurung udara di paru; ketiga,
otot abdomen akan berkontraksi dengan kuat, mendorong diafragma, dimana otot
ekspirasi lain, seperti interkostalis interna juga berkontraksi dengan kuat. Sebagai
akbiatnya, tekanan dalam paru meningkat cepat sampai dengan 100 mmHg atau
lebih; keempat, pita suara dan epiglotis akan terbuka tiba tiba sehingga udara
yang beradap pada tekanan tinggi di paru akan terdorong kuat ke luar.
Kompresi kuat pada paru membuat bronkus dan trakea kolaps sehingga
menyebabkan bagian nonkartilage dari dindingnya berinvaginasi kedalam
sehingga sebenarnya udara yang terdorong keluar itu meelewati bronkial dan
traceal slits. Udara yang masung dengan cepat biasanya membawa bahan asing
yang ada di bronkus atau trakea.
REFLEKS BERSIN
Refleks bersin mirip dengan refleks batuk, namun hal ini terjadi pada jalan nafas
nasal dibandingkan reflek batuk yang terjadi pada jalan nafas bawah. Stimulus
yang menginisiasi refleks bersin adalah iritasi pada jalan nafas hidung, dimana
impuls aferen akan melewati nervus kranialis trigeminalis ke medula, di mana di
medula refleks ini dipicu. Reaksi yang sama dengan refleks batuk terjadi, namun,
karena uvula didepresi, sebagian besar udara secara cepat masuk melalui hidung
sehingga membantu untuk membersihkan jalan nafas di hidung dari benda asing.
FUNGSI RESPIRASI NORMAL HIDUNG
Saat udara melewati hidung, terdapat tiga fungsi berbeda yang dilakukan oleh
hidung, yaitu:
1. Air dihanggatkan oleh permukaan luas septum dan konka dengan luas
tital sebanyak 160 cm2
2. Melembabkan udara hampir sepenuhnya
3. Filtrasi udara parsial
Fungsi ini bersama sama disebut sebagai fungsi air-conditioning dari saluran
pernafasan atas. Secara umum, temperatur dari udara meningkat 1 derajat
farenheit dari temperatur tubuh dan berada pada 2 3% saturasi maksimal dari
uap air sebelum sampai di trakea. Saat seseorang mengalami trakeostomi, orang
tersebut tidak akan mampu berbicara sendiri, akan mengalami efek pengeringan
pada paru bawah dapat menyebabkan terjadinya krusta dan infeksi.
FUNGSI FILTRASI HIDUNG
Rambut rambut yang ada di saat amsuknya hidung sangat penting untuk
memfiltrasi benda asing. Dan lebih penting lagi, adalah adanya pembersihan
partikel oleh presipitasi turbulen. Udara yang melewati nasal menabrak banyak
baling baling obstruksi, seperti konkhae (yang juga disebut turbinate karena
mereka menyebabkan turbulensi pada udara), septum nasi, dan dinding faring.
Setiap waktu udara menyentuh salah satu obstruksi ini, udara harus merubah arah
gerakannya. Partikel yang tertahan di udara memiliki masa dan momentum lebih
berat dari udara sehingga tidak dapat merubah arah secepat udara dan tetap
berjalan ke depan dan menabrak permukaan obstruksi sehingga terperangkap di
mukus dan ditransportasikan silia ke faring untuk ditelan.
UKURAN
PARTIKEL YANG
TERPERANGKAP DI
JALAN
NAFAS
FONASI
Laring beradaptasi dan berfungsi sebagai vibrator. Elemen yang bervibrasi adalah
pita suara. Pita suara berprotusi dari dinding lateral laring menuju ke tengah glotis
dan ditopang oleh otot otot laring. Selama nafas normal, pita suara terbuka lebar
untuk memudahkan udara masuk, sedangkan selama fonasi pita suara bergerak
bersama sehingga udara akan menyebabkan vibrasi. Pola titi nada dari vibrasi
ditentukan oleh tingkat regangan dan kerapatan pita suara. Pita suara dapat
teregang ke arah rotasi anterior kartilage atau rotasi posterior ke kartilago
arytenoid. Otot thyroarytenoid melemaskan pita suara.
ARTIKULASI DAN RESONANSI
Terdapat tiga organ mayor untuk artikulasi, yaitu bibir, lidah, dan palatum mole.
Resonatornya termasuk mulut, hidung dan sinus nasal, faring, dada, dan kavitas
dada.
Normalnya, paru hanya memiliki sirkulasi pola 2 dan 3, pola 2 di daerah apeks
dan pola 3 di daerah bawah. Sebagai contoh, saat seseorang sedang dalam posisi
duduk, tekanan arteri pulmoner di apeks adalah sekitar 15 mmHg lebih rendah
dibandingkan paru yang setara jantung, sehingga darah mengalir menuju kapiler
apeks pulmoner selama sistol kardiak. Kebalikannya, saat diastol, tekanan
diastolik di sebanyak 8 mmHg pada paru yang selevel jantung tidak cukup untuk
memompa darah melawan gradien tekanan hidrostatik sebanyak 15 mmHg yang
dibutuhkan untuk mengalirkan aliran kapiler diastolik. Sehingga aliran darah
melalui bagian apeks adalah intermitent, dengan aliran selama sistol namun
penghentian aliran selama diastol, ini disebut sebagai aliran darah pola 2. Pola 2
dimulai pada 10 cm di atas batas tengah jantung dan memanjang ke atas paru.
Di bagian bawah paru, tekanan arteri pulmoner selama sistol dan diastol selalu
lebih besar dari pada tekanan udara alveolar. Karena itu aliran kontinyu ke kapiler
alveoli atau pola 3. Dan pada saat terlentang, karena tidak ada paru yang jauh
lebih tinggi dari paru, aliran darah pada paru seluruhnya berada di pola 3 termasuk
di bagian apeks.
Aliran darah zona 1 terjadi hanya pada kondisi abnormal
Aliran darah pola 1, yang berarti tidak ada darah yang masuk ke paru selama
siklus kardiak, terjadi saat tekanan arteri sistolik pulomner terlalu rendah atau
tekanan alveolar terlalu tinggi untuk mengadakan aliran darah. Hal ini dapat
terjadi saat seseorang mengalami kehilangan darah.
Efek Olahraga pada aliran darah yang melewati bagian paru berbeda
Saat olahraga terjadi peningkatan aliran darah ke semua bagian paru. Peningkatan
aliran darah ke bagian atas paru bisa sampai 700 800 persen, sedangkan di
bagian bawah paru tidak lebih dari 200 sampai 300 persen. Hal ini terjadi karena
tekanan vaskuler pulmoner meningkat cukup banyak selama olahraga untuk
merubah aliran darah pola dua menjadi pola tiga.
Peningkatan Cardiac Output saat Olahraga berat
Maka dari itu, gaya keluar normal sedikit lebih besar daripada gaya ke dalam,
memberikan tekanan filtrasi rerata di membran kapiler pulmoner.
Tekanan filtrasi ini menyebabkan aliran kontinyus dari kapiler pulmoner ke ruang
interstitial kecuali sejumlah kecil udara yang menguap di alveoli, cairan ini akan
dipompakan kembali ke sirkulasi melalui sistem limfatik pulmoner.
Tekanan Negatif Interstisial Pulmoner dan Mekanisme untuk mempertahankan
alveoli kering
Salah satu masalah paling penting pada fungsi paru adalah untuk memahami
mengapa alveoli pada keadaan normal tidak terisi penuh oleh cairan. Kita
cenderung pertama kali berpikir bahwa epitel alveolus cukup kuat dan cukup
kontinyu untuk menjaga agar cairan tidak bocor dari ruang interstitial ke dalam
alveoli. Hal ini tidak benar, karena percobaan telah membuktikan bahwa selalu
ada lubang yang terbuka di antara sel epitel alveolus yang bahkan dapat dilalui
oleh molekul protein besar, serta air, dan elektrolit.
Namun jika kita ingat bahwa secara normal kapiler paru dan sistem limfatik paru
mempertahankan sedikit tekanan negatif dalam ruang interstitial, maka jelaskah
bawha kapanpun terdapat cairan ekstra dalam alveoli maka cairan itu akan diisap
secara mekanis ke dalam interstitium paru melalui lubang kecil di atara sel epitel
alveolus. Kemudian kelebihan cairan akan dibawa oleh limfatik paru atau
diabsorpsi ke dalam kapiler paru. Jadi, pada keadaan normal, alveolus tetap
kering, kecuali untuk sejumlah kecil cairan yang merembes dari epitel ke
permukaan alveolus untuk menjaga kelembabannya.
Cairan dalam rongga pelura
Bila paru mengembang dan berkontraksi selama bernapas normal, maka paru
bergerak ke depan dan belakang dalam rongga pleura. Untuk memudahkan
pergerakan ini, terdapat lapisan tipis cairan mukoid yang terletak di antara pelura
parietalis dan viseralis. Membran pleura merupakan membran serosa mesenkimal
yang berpori pori, tempat sejumlah kecil cairan interstitial bertransudasi secara
terus menerus ke dalam ruang pleura. Cairan ini membawa protein jaringan yang
Selanjutnya bila molekul gas yang terlalurt dalam cairan mengenai pemrukaan
seperti membran sel, molekul gas itu menggunakan tekanan parsialnya sendiri
seperti halnya dengan suatu gas dalam fase gas.
Faktor yang menentukan tekanan parsial gas terlarut dalam cairan
Tekanan parsial gas dalam larutan ditentukan oleh konsentrasinya, koefisien
kelarutan gas. Beberapa tipe molekul seperti karbon dioksida secara fisika atau
kimiawi ditarik oleh molekul air sedangkan lainnya tidak. Bila ditarik oleh air
maka akan banyak zat terlarut tanpa menghasilkan tekanan parsial berlebihan,
sedangkan bila ditolak akan terjadi sebaliknya. Hal ini dapat digambarkan dalam
hukum Henry.
Difusi gas antara fase gas dalam alveoli dan fase terlarut dalam darah paru
Tekanan parsial memaksa molekul gas untuk masuk ke larutan di dalam darah
alveolus, namun saat telah terlarut dalam darah, molekul gas akan memantul
secara acak dan beberapa masuk kembali ke alveoli. Kecepatannya sebanding
dengan tekanan parsialnya di dalam darah. Ke arah mana difusi netto gas terjadi
ditentukan oleh perbedaan tekanan parsial antara kedua tempat. Jika lebih besar di
alveoli maka akan lebih banyak molekul yang berdifusi ke dalam darah.
Tekanan uap air
Tekanan uap air pada suhu tubuh adalah 47 mmHg. Tekanan uap air bergantung
seluruhnya pada suhu air.
Menghitung kecepatan netto difusi dalam cairan
Selain perbedaan tekanan, beberapa faktor lain juga memengaruhi kecepatan
difusi gas dalam cairan, seperti daya larut gas dalam cairan, luas penampang
cairan, jarak yang harus dilalui gas sewaktu difusi, berat molekul gas, dan suhu
cairan. Makin besar daya larut gas makin banyak jumlah molekul yang tersedia
untuk difusi, makin besar luas penampang, makin banyak jumlah molekul yang
terdifusi, makin jauh jarak yang ditempuh makin lama waktu yang dibutuhkan
untuk berdifusi, makin berat molekul gasnya makin lama sedikit yang berdifusi.
Karbon dioksida memiliki koefisien difusi relatif terhadap oksigen 20,3 kali lebih
besar.
Difusi gas melalui jaringan
Gas yang penting dalam pernapasan memiliki daya larut tinggi dalam lipid, dan
sebagai akibatnya juga memiliki daya larut tinggi dalam membran sel.