Anda di halaman 1dari 23

Tinjauan Pustaka

Angina Pectoris Unstable dan Hipertensi


Agnes Christie
10-2011-396
25 September 2014
Alamat Korespendensi:
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 Telp 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email: aggnnneeeesssss@yahoo.com

Pendahuluan
Nyeri dada adalah keluhan utama yang penting dan sering ditemukan pada penyakit
serius seperti infark miokard, angina, emboli paru, dan pneumotoraks.1 Hipertensi
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan
diastolik sedikitnya 90 mmHg. Penderita hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita
penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lainnya.2
Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai angina pektoris, dengan pendalaman pada
Angina Pektoris tak Stabil, meliputi diagnosis pembanding, yaitu Non ST Elevation
Miocardial Infarction (NSTEMI), ST Elevation Miocardial Infarction (STEMI), Prinzmetal
angina, dan perikarditis menuju ke infark miokard. Selain itu, dalam makalah juga membahas
mengenai hipertensi, dengan diagnosis pembanding yaitu hipertensi sekunder.
Tujuan pembuatan makalah adalah menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan
angina pektoris tak stabil beserta diagnosis pembandingnya, dan membahas mengenai
hipertensi beserta diagnosis pembandingnya.

Isi
1

Anamnesis
Anamnesis harus mencakup penilaian gaya hidup seseorang serta pengaruh penyakit
jantung terhadap kegiatan sehari-hari. Riwayat pasien mencakup riwayat mengenai keluarga
dan insidensi penyakit kardiovaskular pada keluarga tingkat pertama (orang tua dan anak).
Biasanya terdapat gejala dan tanda penyakit jantung berikut pada saat anamnesis penderita
penyakti jantung.
1) Angina. Nyeri dada akibat kekurangan oksigen atau iskemia miokardium. Sebagian
penderita menyangkal adanya nyeri dada dan menjelaskan rasa kekakuan, rasa penuh,
tertekan atau berat pada dada tanpa disertai nyeri. Angina dapat dijumpai sebagai nyeri yang
dijalarkan atau nyeri yang seolah berasal dari mandibula, lengan atas, atau pertengahan
punggung. Terdapat pula angina silent yang timbul tanpa disertai rasa tidak nyaman, tetapi
disertai rasa lemah dan lelah.
2) Palpitasi atau merasakan denyut jantung sendiri terjadi karena perubahan kecepatan,
keteraturan, atau kekuatan kontraksi jantung.
3) Edema Perifer atau pembengkakan akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial
jelas terlihat di daerah yang menggantung akibat pengaruh gravitasi dan didahului oleh
bertambahnya berat badan.
4) Sinkop atau kehilangan kesadaran sesaat akibat aliran darah otak yang tidak adekuat.
5) Kelelahan dan kelemahan, seringkali akibat curah jantung yang rendah dan perfusi
aliran darah perifer yang kurang.
Faktor pencetus gejala dan faktor yang dapat menanggulanginya harus ditentukan
.angina biasanya dicetuskan apabila pasien beraktivitas dan berkurang dengan istirahat. Tabel
1 adalah derajat gangguan yang berkaitan dengan gejala berdasar New York Heart
Association (NYHA). Klasifikasi ini paling sering digunakan utnuk menentukan pengaruh
gagal jantung kongestif pada aktivitas ifsik. Klasifikasi Angina menurut Canadian
Cardiovascular Society pada Tabel 2 paling sering digunakan utnuk menentukan derajat
angina.2

Pedoman Klasifikasi Pasien Menurut New York Heart Association


2

Kelas I

Asimtomatik dengan kativitas fisik biasa

Kelas II

Simtomatik dengan kativitas fisik biasa

Kelas III

Simtomatik dengan aktivitas fisik yang agak ringan

Kelas IV

Simtomatik saat istirahat

Tabel 1. Pedoman Klasifikasi Pasien Menurut New York Heart Association (NYHA)2
Klasifikasi Angina menurut Canadian Cardiovascular Society
Kelas
I

Pasien tidak mengalami angina atau gejala seperti angina


Aktivitas fisik biasa (misal, berjalan, naik tangga) tidak menyebabkan
angina atau gejala seperti angina. Gejala hanya timbul apda saaat aktivitas
yang lama, cepat, dan menegangkan sewaktu bekerja atau bersantai.
Pasien mengalami keterbatasan ringak pada aktivitas biasa akibat angina.
Misalnya : gejalaa dicetuskan oleh yang berikut ini.

Kelas
II

AKTIVITAS

KEADAAN

Berjalan

Berjalan cepat

Menaiki satu anak tangga

Setelah makan

Berjalan lebih dari dua blok pada Pada cuaca dingin


tanah mendartas
Berjalan menanjak
Menaiki lebih dari satu anak tangga

Pada saat banyak angin


Saat stress emosional
Beberapa jam setelah bangun
Pada langkah kecepatan normal

Pasien sangat mengalami keterbatasan aktivitas akibat angina. Misalnya,


gejala dicetuskan dengan berjalan satu atau dua blok pada jalan mendatar
atau menaiki satu anak tangga atau berkurang pada keadaan normal dan
3

pada langkah kecepatan normal.


Kelas
III

Pasien mengalami angina saat istirahat atau dengan aktivitas apapun.

Kelas
IV
Tabel 2. Klasifikasi Angina menurut Canadian Cardiovascular Society2

Pemeriksaan Fisik
Segala pengamatan seperti warna kulit, bentuk tubuh, pola pernapasan, kerja pernapasan,
dan gambaran umum pasien harus diikutesertakana dalam gambaran klinis. Palpasi yang
digabung dengan inspeksi memperluas data dasar. Suhu, turgor, dan kelembaban kulit juga
dievaluasi. Derajat edema diberi nilai +1 sampai +4. +1 menunjukkan depresi ringna yang
cepat menghilang; +4 menunjukkan depresi dalam yang menghilang lambat. Pegnisian
kembali kapiler dapat dinilai dengan menekan ujung kuku hingga mnejadi putih, kemudian
tekanan dilepaskan dan catat waktu yang diperlukan untuk kembali ke warna semual.
Biasanya pengisian kembali kapiler terjadi segera. Struktur berikut ini diperiksa secara
berurutan: arteri, vena, dan dinding dada anterior.2
Pada saat pasien datang, pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan antara lain sebagai
berikut. 1) Apakah pasien memerlukan resusitasi segera? Periksa jalan napas dan pernapasan
pasien. Beri oksigen dan pasang jalur intravena, monitor EKG dan EKG 12-lead. 2) Apakah
pasien tampak sakit berat? Apakah pasien kesakitan, tertekan, nyaman, muntah, cemas,
berkeringat, pucat, demam, sianosis, atau takipnea? Adakah parut bekas operasi? Apakah
perfusi perifer pasien baik atau teraba dingin? Nadi: laju, irama, volume, dan sifat nasdi
perifer yang teraba? Apakah sama di semua tempat? Tekanan darah: samakah di kedua
lengan? Apakah JVP meningkat? Pergerakan dada: mengembang simetris, mengeksaserbasi
nyeri? Denyut apeks? Nyeri timbul kembali atau diperberat oleh tekanan dinding dada?
Perkusi : adakah terdengar pekak? Auskultasi: periksa lapang paru untuk mencari bunyi
tambahan-ronki, gesekan, atau mengi? Bunyi jantung: adakah murmur, gesekan perikard,
4

atau bunyi gallop? Periksa edema perifer, pergelangan kaki, dan sacrum. Adakah urin yang
keluar? Abdomen: adakah nyeri tekan, tahanan, nyeri lepas, bising usus, organomegali, atau
aneurisma? SSP: adakah kelemahan atau defisit fokal? EKG dan rotgen torak tak ternilai
dalama menegakkan diagnosis nyeri dada.1
Tabel 3 menunjukkan diagnosis banding untuk pemeriksaan fisik pada penyakit-penyakit
kardiovaskular.

Tabel 3. Diagnosis banding pada pemeriksaan fisik.1


Pemeriksaan Penunjang

1)

Elektrokardiogram

(EKG).

EKG

adaalah suatu alat pencatat grafis aktivitas


listrik jantung. Pada EKG terlihat bentuk
gelombang

khas

yang

disebut

sebagai

gelombang P, QRS, dan T, sesuai dengan


penyebaran ekstitasi listrik dan pemulihannya
melalui

sistem

hantaran

damiokardium.

Gambar 1 Menunjukkan gelombang normal


EKG beserta keterangannya.
Gambar 1. Gelombang EKG normal

a) Gelombang P sesuai dengan


depolarisasi atrium. Pembesaran atrium

Sumber : www.google.com

dapat meningkatkan amplitude atau lebar gelombang P, serta mengubah bentuk gelombang P.
disritmia jantung juga dapat mengubah konfigurasi gelombang P. misalnya, irama yang
berasal dari dekat perbatasan AV dapat menimbulkan inverse gelombang P, karena arah
depolarisasi atrium terbalik.
b) Interval PR: dalam interval ini tercakup pegnhantaran impuls melalui atrium dan
hambatan impuls pada nodus AV. Interval normal adalah 0,12 sampai 0,20 detik.
Perpanjangan interval PR yang abnormal menandakan adanya gangguan hantaran impuls,
yang disebut blok jantung tingkat pertama.
c) Kompleks QRS

mengambarkan depolarisasi ventrikel. Pemanjangna penyebaran

impuls melalui berkas cabang disebut sebagai blok berkas cabang (bundle branch block) akan
melebarkan komplesk vetrikular. Lairama jantung abnormal dari ventrikel seperti takikardia
ventrikel akan memperlebar dan mengubah bentuk kompleks QRS oleh sebab jalur khusus
yang mempercepat penyebaran impuls memalui ventrikel dipintas. Hipertrofi ventrikel
meningkatkan amplitude kompleks.
d) Segmen ST, sebagai tahap awal repolarisasi ventrikel. penurunan abonormal segmen
ST dikaitkan dengan iskemia miokardium sedangkan peningkatan segmen ST dikaitkan
degnan infark. Penggunaan digitalis akan menurunkan segmen ST. e) Gelombang T.
repolarisasi ventrikel akan menghasilkan gelombang T. inverse gelombang T berkaitan
dengan iskemia miokardium. Hiperkalemi akan mempertinggi dan memerpetajam gelombang
T. f) Interval T meliputi depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. interval QT rata-rata adalah
7

0,36 sampai 0,44 detik. Interval QT memanjang pada pemberian obat-obat antidisritmia
seperti kuinidin, prokainamid, sotalol (betapace), dan amiodaron (cordarone).
Terdapat 12 Sadapan, yaitu sadapan standar anggota tubuh (sadapan I, II, dan III),
sadapan anggota badan yang diperkuat (aVR, aVL, aVF), dan sadapan prekordial (sadapan V 1
V6).2
2) Ekokardiografi. Ekokardiografi merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan
gelombang ultrasonic sebagai media pemeriksaan. Suatu trasnduser yang memancarkan
gelombang ultrasonic atau gelombang suara berfrekuensi tinggi di luar kemampuan
pendengaran manusia, ditempatkan pada dinding dada penderikta dan diarahkan ke jantung.
Ekokardiografdi memberikan informasi penting mengenai struktur dan gerakan bilik, katup,
dan setipa massa pada jantung.
3) Radiografi dada. Suatu seri pemeriksaan radiografi dada dalam empat posisi standar
dapat membantu menata kerangka diagnostic jantung, yaitu posisi posteroanterior, posisi
lateral kiri, posisi miring anterior kanan dengan tubuh berputar sekitar 60 derajat ke kiri, dan
posisi miring anterior kiri dengan bahu kiri ke depan. Hasil pemeriksaan radiografi dada
dapat berupa pembesaran jnatung secara umum, atau kardiomegali, pembesaran lokal salah
satu ruang jantung, kalsifikasi katup atau atrei koronaria, kongesti vena pulmonalis, edema
interstisial atau alveolar, dan pmebasearan arteri pulmonalis atau dilatasi aorta asendens.2
3) Enzim jantung. Enzim creatine phosphokinase (CPK) dapat dideteksi 6-8 jam seelah
infark miokard dan memuncak setelah 24 jam selanjutnya. Isoenzim (CPK-MB) spesifik
untuk otot jantung, namun jgua dapat dilepaskan pada kardiomiositis, trauma jantung, dan
setelah syok yang melawan aliran jantung (direct current/DC). Aspartat amino transferase
(AAT), suatu enzim nonspesifik umumnya diperiksa sebagai bagian skirining biokimiawi,
dapat dideteksi dalam 12 jam, memuncak pada 36 jam, dan kembali ke normal setelah 4 hari.
peningkatan enzim nonspesifik laktat dehidrogenase (LDH) terjadi pada tahap lanjut infark
miokard: peningkatan kadar dapat dideteksi dalam 24 jam, memuncak dalam 3-6 hari dengan
peningkatan yang tetap dapat dideteksi selama 2 minggu.
Isoenzim LDH1 lebih spesifik namun penggunaan klinisnya telah dilampaui oleh
pengukuran troponin. Troponin (T dan I) merupakan protein regulator yang terletak dalam
aparats kontraktil miosit. Keduanya merupakan cedera sel miokard petanda pseisfik dan dapat
diukur dengan alat tes di sisi tempat tidur. Troponin meningkat pada infakr miokard akut,
8

pasien resiko tinggi dengan angina tidak stabil bilak adar CPK tetap normal. Pengukuran
serial enzim jantung diukur setiap hari selama 3 hari pertama: peningkatan bermakan
didefinisikan sebagai dua kali batas tertinggi nilai laboratorium normal.3
Diagnosis Banding
Prinzmetal Angina
Angina Prinzmetal merupakan salah satu dari jenis angina pectoris. Angina Prinzmetal
terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan, pada kenyataannya, sering terjadi
pada saat istirahat atau tidur. Pada angina Prinzmetal (varian), suatu arteri koroner mengalami
spasme yang menyebabkan iskemia jantung di bagian hilir.4 Spasme terjadi pada arteria
epikardium.5 Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan aterosklerosis. Pada lain
waktu, arteri koroner tidak tampak mengalami sklerosis.
Patofisiologi yang terjadi pada angina Prinzmetal, yaitu ada kemungkinan bahwa
walaupun tidak jelas tampak lesi pada arteri, dapat terjadi kerusakan lapisan endotel yang
samar. Hal ini menyebabkan peptide vasoaktif memiliki akses langsung ke lapisan otot polos
dan menyebabkan kontraksi arteri koroner. Disritmia sering terjadi pada angina varian.4
Spasme yang terlokalisir seperti angina Printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak
stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran
dalam pembentukan thrombus.5
Gejala klinis Angina Prinzmetal ditandai dengan nyeri dada akibat iskemi miokard
transien yang terjadi tanpa dapat diramal dan pada saat istirahat; nyeri sering terjadi di malam
hari selama tidur REM (gerak mata cepat) dan bisa memiloiki siklus pola kekambuhan.
Angina Prinzmetal mungkin disebabkan oleh vasospasme pada satu atau lebih arteri koroner
dengan atau tanpa aterosklerosis.
Angina Prinzmetal dapat terjadi akibat hiperativitas sistem saraf simpatis, peningkatan
curah kalsium di otot polos arteri, atau gangguan produksi atau pelepasan prostaglandin atau
tromboksan (ketidakseimbangan antara vasodilator koroner dan vasokonstriktor). 6 Angina
Prinzmetal adalah angina yang jarang, dan lebih sering terjadi pada waktu istirahat daripada
waktu bekerja.2 Pada gambaran EKG, Prinzmetal angina dapat menunjukkan gambaran
adanya elevasi segmen ST.9
Non ST Elevation Miocardial Infarction (NSTEMI)
9

Angina pectoris tak stabil dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)
merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis
sehingga pada prinsipnya penatalaksanaannya sama. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa
peningkatan biomarker jantung.
Di rumah-rumah sakit angka kunjungan untuk pasien Unstable Angina (UA) / NSTEMI
meningkat sedangkan angka infark miokard dengan elevasi ST(STEMI) menurun.
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh osbruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
thrombosis akut atau proses vaskonstriksi koroner. Thrombosis akut pada arteri koroner
diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil.
Gejala khas adalah rasa tidak enak di dada, dapat disertai dispneu, mual, diaphoresis,
sinkop, atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher yang terjadi dalam kelompok
yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
Gambaran EKG secara spesifik berupa deviasi segmen ST yang merupakan penentu
resiko pada pasien. Pada thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi
segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan predictor outcome yang buruk. Peningkatan
resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen
ST, dan

baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya meberikan

tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.


Troponin T atau Troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yangl bebih spesifik
daripada enzim jantung CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal
troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu. Disfungsi
ginjal berhubungan dengan peningkatan resiko outcome yang buruk. Pasien dengan kadar
klirens kreatinin yang lebih rendah memiliki gambaran resiko tinggi yang lebih besar dan
outcome yang kurang baik. 3 faktor patofisiologi yang terjadi pada UA/STEMI yaitu : 1)
ketidakstabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi, 2) inflamasi
vascular, dan 3) kerusakan ventrikel kiri.10
ST Elevation Miocardial Infarction (STEMI)

10

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) adalah bagian dari spectrum sindrom
koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan
IMA dengan elevasi ST. STEMI biasanya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya,
stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid. Pda kondisi yang jarang STEMI juga dapat disebabkan oleh klusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan
berbagai penyakit inflamasi sistemik.
Hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti
aktivitas fisik berat, stress, emosi ata upenyakit medis atau bedah. Walalupun STEMI bisa
terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkardian dilaporkan pada pagi hari dalam
beberapa jam setelah bangun tidur.
Pemeriksaan fisik didapatkan sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat.
Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30
menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark
anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi)
dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis
(bradikardi dan/atau hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas
bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena dsifungsi apparatus katup
mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38 oC dapat dijumpai dalam
minggu pertama pasca STEMI.
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG
adanya elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau 1
mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung ,terutama troponin T yang
meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak

11

perlu menunggu hasil pemeriksaan enzi, menigngat dalaam tatalaksana IMA, prinsip utama
penatalaksanaan adalah time is muscle.11
Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan
darah sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung,
gagal ginjal, kerusakan sistem hormon tubuh, atau karena konsumsi obat-obatan yang paling
sering adalah pil kontrasepsi oral dimana 5% perempuan mengalami hipertensi sejak mulai
penggunaan. Obat lain yang yang terkait dengan hipertensi adalah siklosporin, eritropoietin,
dan kokain.

Working Diagnosis
1. Angina Pektoris tidak Stabil
Angina pektoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai respons
terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat
menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang, atau ke daerah abdomen.
Terdapat tiga jenis angina, yaitu angina stabil, Prinzmetal (varian), dan tidak stabil.
Angina tidak stabil merupakan kombinasi angina klasik dan angina varian, dan dijumpai pada
individu dengan penyakit arteri koroner yang memburuk.4
Etiologi Angina Pektoris tidak Stabil
Apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan
tidak dapat berdilatasi sebagai respons terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan
kemudian terjadi iskemi (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium
mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses
pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat.
Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan degnan
angina pectoris.
Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen menjadi adekuat dan
sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak

12

menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina
pektoris mereda.
Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban jantung. Hal ini tampaknya terjadi
akibat aterosklerosis koroner, yang ditandai perkembangan thrombus yang mudah mengalami
spasme.4 Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil. 5
Terjadi spasme sebagai respons terhadap peptide vasoaktif yang dikeluarkan trombosit yang
tertarik ke area yang mengalami kerusakan. Konstriktor paling kuat yang dilepaskan oleh
trombosit adalah tromboksan dan serotonin, serta faktor pertumbuhan yang berasal dari
trombosit (platelet derived growed factor, PDGF). Seiring pertumbuhan thrombus, frekuensi
dan keparahan serangan angina tidak stabil meningkat dan individu beresiko mengalami
kerusakan jantung ireversibel. Angina tidak stabil termasuk gejala infark miokard pada
sindrom koroner akut.4
Epidemiologi
Penyakit jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan kematian di negara industri
dan mengakibatkan lebih-kurang 30% kematian di Amerika Serikat. Sekitar 80% kematian
jnatung disebabkan oleh penyakit jantung iskemik. 5% sampai 10% kematian jantung juga
secara individual disebabkan oleh penyakit jantung hipertensif (termasuk cor pulmonale),
penyakit jantung congenital, dan penyakit katup.Di Amerika Serikat setiap tahun 1 juta pasien
dirawat di rumah sakit karena angina pektoris tidak stabil; di mana 6 sampai 8 persen
kemudian mendapat serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun
setelah diagnosis ditegakkan.5
Patofisiologi Angina Pektoris tak Stabil
Telah dikatakan sebelumnya bahwa ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab
terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari
pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Dua pertiga
dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau ruang,
dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%.
Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung
jaringan fibrotik. Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan
adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan
intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul
13

pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan
makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak.
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan
kativasi terbentunya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi
infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila thrombus tidak menyumbat 100%, dan
hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.5
Agregasi platelet dan pembentukan thrombus merupakan salah satu dasar terjadinya
angina tak stabil. Terjadinya thrombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi
yang terjadi antara lemak, sel otot polis, makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan
terpenting dalam pembentukan thrombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan
sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam
plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor
VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan
fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet
melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan
pembentukan thrombus.faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan
terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai thrombosis yang intermiten,
pada angina tak stabil.
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet
berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme.
Terjadinya penyempitan juga dapat disebakan karena terjadinya proliferasi dan migrasi dari
otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi
karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat
dan keluhan iskemia.5
Gejala Klinis Angina Pektoris tak Stabil
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama,
mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada
dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat
14

dingin.5 Rasa nyeri dada terletak pada bagian tengah dada, bersifat seperti diikat, terasa berat,
seperti ditekan. Rasa nyeri dapat menjalar ke lengan, epigastrium, rahang, atau punggung.
Nyeri dipicu oleh aktivitas atau emosi, khususnya setelah makan atau pada udara dingin dan
berkurang dalam waktu beberapa menit setelah istirahat atau pemberian gliseril trinitrat
sublingual dan bukal. Pada angina tidak stabil, nyeri terasa bahkan pada saat istirahat. 6 Pada
pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.5 Pada angina tak stabil biasanya nyeri
berkurang dengan beristirahat.4
Pemeriksaan Penunjang Angina Pektoris tak Stabil
1) Elektrokardiografi (EKG). Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis
maupun stratifikasi resiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru
menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda
iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi
segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik
untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4% mempunyai
EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga normal.
2) Uji latih. Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan
tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya
negatif maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan
depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner,
untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi (PCI atu
CABG) karena resiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup
besar.
3) Ekokardiografi. Ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak
stabil secara langsung. Tapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya
insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis
kurang baik. Ekokardiografi stress juga dapat membantu menegakkan adanya iskemia
miokardium.5
4) Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB,
telah diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European
Society of Cariology (ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif
dalam 24 jam, troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah dengan
15

tingkat kenaikan troponin. CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga diketemukan
di otot skeletal, tetapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam
beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam. Kenaikan CRP dalam SKA berhubungan
dengan mortalitas jangka panjang. Marker yang lain seperti amioid A, interleukin-6 belum
secara rutin dipakai dalam diagnosis SKA.5
Penatalaksanaan Angina Pektoris tak Stabil
1) Tindakan umum. Pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensif
koroner, pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen.
Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada
walaupun sudah mendapat nitrogliserin. Hentikan rokok dan kurangi kerja berat.
2) Obat anti iskemia. a) Nitrat. Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena
dan arteriol perifer, degan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi
wall stress dan kebutuhan oksigen (oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplai
dengan vasodilatasi pembuluh koroner akut nitrogliserin atau isosorbid dinitral diberikan
secara sublingual atau melalui infus intravena; yang ada di Indonesia terutama isosorbid
dinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4 mg per jam. Karena adanya
toleransi terhadap nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah
terkendali infuse dapat diganti isosorbid dinitrat per oral.
b) Penyekat Beta. Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium
melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Data-data
menunjukkan penyekat beta dapat memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengna
infark mioakard. Meta analisis dari 4700 pasien dengan angina tak stabil menunjukkan
penyekat beta dapat menurunkan resiko infark sebesar 13%, semua pasien dengan angina tak
stabil harus diberi penyekat beta kecuali ada kontraindikasi. Berbagai macam beta-bloker
seperti propranolol, metoprolol, antenolol, telah ditditeliti pada pasien dengan angina tak
stabil, yang menunjukkan efektivitas yang serupa. Kontraindikasi pemberian beta antara lain
pasien dengan asma bronchial, pasien dengan bradiaritmia.5
c) Antagonis kalsium. Antagonis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar. Golongan
dihidropiridin seperti nifedipin dan golongan nondihidropiridin seperti diltiazem dan
verapamil. Kedua golongan dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan
tekanan darah.
16

Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan


nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek iotropik negatif juga lebih kecil. Meta
analisisi studi pada pasien dengan angina tak stabil yang mendapat antagonis kalsium,
menunjukkan tak ada pengurangan angka kematian dan infark. Pada pasien yang sebelumnya
tidak mendapat antagonis pemberian nifedipin menaikkan infark dan angina yang rekuren
sebesar 16%, sedangkan kombinasi nifedipin dan metoprolol dapat mengurangi kematian dan
infark sebesar 20%, tapi kedua studi secara statistic tak bermakna. Kenaikan mortalitas
mungkin karena pemberian nifedipin menyebabkan takkiardia dan kenaikkan kebutuhan
oksigen.
Verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien
dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berukarng,
pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan nondihiropiridin pada pasien
SKA dengan faal jantung normal. Pemakaian antagonis kalsium biasanya pada pasien yang
ada kontraindikasi dengan antagonis atau telah diberi penyekat beta tapi keluhan angina
masih refrakter.5
3) Obat antiagregasi trombosit. Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam
pengobatan angina tak stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga golongan obat
anti platelet seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP IIb/IIIa telah terbukti bermanfaat. a)
Aspirin. Aspirin dapat mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun
non fatal dari 51-75% pada pasien dengan angina tak stabil. Aspirin dianjurkan diberikan
seumur hidup dengan dosis awal 160 mg per hari dan dosis selanjutnya 80- sampai 325 per
oral.
b) Klopidogrel. Merupakan derivate tienopiridin, yang dapat menghambat agregasi
platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin. Klopidogrel terbukti dapat mengurangi
strok, infark dan kematian kardiovaskular. Klopidogrel dianjurkan untuk diberikan pada
pasien yang tak tahan aspirin. Dapat dianjurkan untuk diberikan bersama aspirin paling
sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg per hari dan selanjutnya 75
mg per hari.
c) Inhibitor Glikoprotein IIb/IIIa. Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada
platelet ialah ikatan terkahir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa
menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi
platelet tidak terjadi. Pada saat ini yang telah disetuji untuk pemakaian dalam klinik, yaitu
17

siklik heptapeptid, dan tirofiban, suatu nonpeptid mimetik. Obat-obat ini telah dipakai untuk
pengobatan angina tak stabil maupun untuk obat tambahan dalam tindakan PCI terutama pada
kasus angina tak stabil. Tirofiban dan eptifibatid harus diberikan bersama aspirin dan heparin
pada pasien dengan iskemia terus menerus atau pasien resiko tinggi dan pasien yang
direncakan ntuk tindakan PCI. Abciximab disetuji untuk pasien dengan angina tak stabil dan
NSTEMI yang direncakan untuk tindakan invasif dan di mana PCI direncakan dalam 12 jam.5
4) Antitrombin. a) Unfractionated Heparin. Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang
terdiri dari pelbagai rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas
antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin, akan bekerja
menghambat thrombin dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma yang lain, sel
darah dan sel endotel, yang akan mempengaruhi bioavailibiliats. Kelemahan lain heparin
adalah efek terhadap thrombus yang kaya trombosit dan heparin dapat dirusak oleh platelet
faktor 4. Pada pemberian selalu perlu pemeriksaan laboratorium untuk memastikan dosis
pemberian cukup efektif.
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH). Hanya bekerja pada faktor Xa, sedangkan
heparin menghambat faktor Xa dan thrombin. Dibandingkan degnan unfractioned heparin,
LMWH mempunyai ikatan protein plasma kurang, bioavailabilitas lebih besar dan tidak
mudah dinetralisir oleh faktor 4, lebih besar pelepasan tissue factor pathway inhibitor (TFPI)
dan kejadian trombositopenia lebih sedikit. LMWH di Indonesia adalah dalteparin,
nadroparin, enoksaparin, dan fodaparinux. Keuntungan penggunaan LMWH adalah karena
cara pemberian yang mudah, yaitu dapat disuntikan secara subkutan dan tidak membutuhkan
pemeriksaan laboratorium.
5) Direct thrombin inhibitors. Mempunyai kelebihan bekerja langsung mencegah
pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma rotein maupun platelet faktor 4.
Activated partial thromboplastin time dapat dipakai untuk memonitor aktivitas antikoagulasi,
tetapi biasanya tidak perlu. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard,
tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin juga menunjukkan efektivitas yang
sama dengan efek samping perdarahan kurang dari heparin. Bivalirudin telah disetujui untuk
menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang menjalankan PCI. Hirudin maupun
bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat
heparin (HIT).

18

6) Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner. Dipertimbangkan pada pasien dengan


iskemi berat, dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di
left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang
kurang tindakan orperasi bypass (CABG) dapat memperbaiki harapan hidup, kualitas hidup
dan mengurangi masuknya kembali ke rumah sakit. Pada tindakan bedah darurat mortalitas
dan morbiditas lebih buruk dari pada bedah elektif.
Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu
pembuluh darah atau 2 pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan
PCI merupakan pilihan utama. Pada angina tak stabil tindakan tergantung dari stratifikasi
resiko pasien; pada resiko tinggi, seperti angina terus-menerus, adanya depresi segmen ST,
kadar troponin yang meningkat, faal ventrikel kiri yang buruk, adanya gangguan irama
jantung yang maligna seperti takikardia ventrikel, perlu tindakan invasif dini.5
Komplikasi Angina Pektoris tak Stabil
Angina tak stabil terjadi sebagai angina awitan baru, angina yang terjadi saat istirahat,
atau angina yang keparahan atau frekuensinya meningkat; pasien mungkin mengalami
dispnea, diaforesis, dan kecemasan yang semakin berat ketika angina memburuk. Angina tak
stabil memiliki resiko tertinggi terjadi komplikasi berupa infark bahkan kematian.7

Prognosis Angina Pektoris tak Stabil


Analisa berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala
dengan onset baru angina berat atau terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan
dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat.5
Pencegahan Angina Pektoris tak Stabil
Pengenalan klinis angina tak stabil termasuk patosiologi, faktor risiko untuk terjadinya
IMA serta perjalan penyakitnya perlu diketahui agar dapat dilakukan pengobatan yang tepat
ataupun usaha pencegahan agar terjadi imfark miokard. Pengobatan bertujuan untuk
mempepanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup baik secara medikal maupun
pembedaan. Prinsipnya menambah suplai O2 ke daerah iskemik atau mengurangi kebutuhan
O2. Pencegahan terhadap faktor risiko terjadinya angina pektoris lebih penting dilakukan dan
19

sebaiknya dimulai pada usia muda seperti menghindarkan kegemukan, menghindarkan stress,
diet rendah lemak, aktifitas fisik yang tidak berlebihan dan tidak merokok.8
2. Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg.2 Hipertensi merupakan masalah
kesehatan yang umum dijumpai dengan konsekuensi yang terkadang sangat merugikan, dan
sering asimtomatik sampai perkembangan tahap lanjut. Hipertensi adalah salah satu faktor
resiko terpenting untuk penyakit arteri koronaria dan cerebrovascular accidents.12

Tabel 4. Derajat Hipertensi

Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan pengobatan penderita hipetensi diiopatik atau esensial adalah untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh gangguan dengan menggunakan cara yang
plaing nyaman. Tujuan utama adalah untuk mencapai tekanan darah kurang dari 140/90
mmHg dan mengendalikan setiap faktor resiko kardiovaskular melalui perubahan gaya
hidup.2
Penatalaksanaan hipertensi harus diberikan pada pasien diet rendah garam. Pengobatan
hipertensi harus dimulai sejak dini untuk mencegah kerusakan organ sasaran. Pada usia lanjut
penurunan tekanan darah harus dilakukan hati-hati dengan memperhatikan apakah terdapat
hipertensi berat yang lama., pada hipertensi resisten diperlukan waktu yang cukup untuk
mencapai sasaran. Pada pasien dengan DM, sasaran tekanan darah adalah kurang dari 130/85
20

mmHg, sedangkan pada gagal ginjal atau jantung, sasaran yang dicapai adalah tekanan darah
yang paling rendah yang dapat ditolerir.14
Pengobatan utamanya secara medika mentosa dapat berupa diuretika, penyekat reseptor
beta-adrenergik, penyekat saluran kalsium, inhibitor ACE, atau penyekat reseptor alfaadrenergik, bergantung pada berbagai pertimbangan pasien, termasuk mengenai biaya
(diuretika biasanya merupakan obat yang paling murah), karakteristik demografi (biasanya
Afro-Amerika lebih berespons terhadap diuretika dan penyekat saluran kasium dibandingkan
terhadap penyekat beta atau inhibitor ACE), penyakit yang terjadi bersamaan (penyekat beta
dapat memperburuk asma, diabetes mellitus, daniskmeia perifer tetapi dapat memperbaiki
angina, disritmia jantung tertentu, dan sakit kepala migren), dan kualitas hidup (beberapa
obat antihipertensi dapat menyebabkan efek samping yang tak diinginkan, seperti gangguan
fungsi seksual).2
Pencegahan Hipertensi
Pencegahan hipertensi yang dapat dilakukan antara lain a) pembatasan konsumsi garam,
dapat menurunkan tekanan darah, b) menurunkan berat badan bagi pasien yang obesitas, c)
membebaskan diri dari stress atau ketegangan jiwa, karena hal tersebut dapat merangsang
kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih
cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.16

Prognosis
Prognosis pada umumnya baik, apabila pasien megikuti pengobatan dengan baik dan
rajin, apabila pasien malas untuk pengobatan maka prognosisnya buruk dan berlanjut ke
komplikasi hingga kematian.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pembahasan yang ada pasien mengalami angina pectoris tidak
stabil karena pasien tersebut mengeluh nyeri dada yang terus menerus dan hilang saat
istirahat, kemudian pasien menderita hipertensi tingkat II karena hasil pemeriksaan yang
cukup tinggi 180/90 mmHg.

21

Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a Glance. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Cetakan ke-11. Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2008.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Volume ke-1. Jakarta: EGC, 2006.
3. Gray HH, Dawkins KD, Simpson IA, Morgan JM. Lecture Notes: Kardiologi. Cetakan ke9 Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007.
4. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC, 2009.
5. Trisnohadi HB. Angina pektoris tak stabil. Dalam Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
InternaPublishing, 2009.
6. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture Notes: Kedokteran klinis. Cetakan ke-10.
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007.
7. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi: pemeriksaan & manajemen. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC, 2008.
8. Dikutip dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3518/1/gizi-bahri2.pdf pada
tanggal 24 September 2012.
9. Hayes PC, Mackay TW. Buku saku diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC, 1997.
10. Harun S, Alwi I. Infark miokard akut tanpa elevasi ST. Dalam Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Interna Publishing, 2009.
11. Alwi I. infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta: InternaPublishing, 2009.
12. Robbins, Cotran. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC, 2010.
13. Alwi I. Penyakit jantung pada penyakit jaringan ikat. Dalam Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta: InternaPublishing, 2009.
14. Suhardjono. Hipertensi pada usia lanjut. Dalam Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
InternaPublishing, 2009.
22

15. Davey P. At a Glance medicine. Cetakan ke-11. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008.
16. Gunawan L. Hipertensi. Cetakan ke-8. Yogyakarta: Kanisius, 2007.

23

Anda mungkin juga menyukai