Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA TUMBUHAN

ACARA V
PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL

Semester:
Ganjil 2015

Oleh:
Muhammad Sofyan A
A1L014139/ 6

KEMENTERIAN RISET,TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN BIOTEKNOLOGI
PURWOKERTO
2015

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Persilangan dua DNA melalui perkawinan dua organisme akan menghasilkan


individu yang bervariasi. Beberapa ciri tampak menyatu, tetapi seringkali hilang,
dan muncul pada generasi berikutnya. Ada individu yang tampak sama dengan
individu asal, tetapi terdapat kemungkinan individu yang sama sekali berbeda
dengan individu asal. Misteri Ilmu Genetika tersebut berhasil diungkap oleh
Mendel pada tahun 1865. ( Raven, 1996 )
Hukum Mendel pertama kali ditemukan oleh Gregor Johan Mendel. ia
menggunakan tanaman kacang ercis (Pisum Sativum) untuk penelitiannya. Ia
menggunakan kacang ercis karena tanaman tersebut hidupnya tidak lama,
memiliki bunga sempurna, dan memiliki tujuh sifat yang jelas perbedaannya.
Prinsip-prinsip yang ditemukan Mendel di terima secara umum namun
penelitipeneliti berikutnya sering menemukan perbandingan fenotipe yang aneh,
seakanakan tidak mengikuti hukum Mendel. Beberapa peneliti genetika
menunjukkan adanya penyimpangan terhadap kedua hukum Mendel tersebut.
Ternyata penyimpangan ini hanya merupakan penyimpangan semu karena pola
dasarnya sebenarnya sama dengan Hukum Mendel.
Persilangan dihibrid (perkawinan dua individu dengan dua tanda beda) dapat
membuktikan kebenaran hukum Mendell II yaitu bahwa gen-gen yang terletak
pada kromosom yang berlainan akan bersegregasi secara bebas dan dihasilkan
empat macam fenotipe dengan perbandingan 9:3:3:1. Pada kenyataannya,

seringkali terjadi penyimpangan atau hasil yang jauh dari harapan yang mungkin
disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya interaksi gen, gen yang bersifat
homozigot letal, dan sebagainya.
Penyimpangan

semu

Hukum

Mendel

adalah

peristiwa

munculnya

perbandingan yang tidak sesuai dengan Hukum Mendel. Disebut penyimpangan


semu karena sebenarnya prinsip segregasi bebas tetap berlaku, tetapi karena gen
gen yang membawakan sifat memiliki ciri tertentu maka perbandingan yang
dihasilkan menyimpang dari Hukum Mendel disebut juga dengan Hukum nonMendel.
Penyimpangan terjadi karena ada beberapa gen saling mempengaruhi dalam
menunjukkan fenotipe. Perbandingan fenotipe dapat berubah, tetapi prinsip dasar
dari cara pewarisan, tetap sesuai dengan prinsip-prinsip Mendel. Beberapa cara
penurunan sifat tidak mengikuti Hukum Mendel II dengan rasio klasik Filial 2
yaitu 9:3:3:1. Kedua pasang gen tersebut akan mengadakan interaksi yang
menghasilkan fenotipe baru, atau adapula terjadi penutupan ekspresi oleh
pasangan gen lain yang disebut Epistasis Terdapat macam-macam epistasis:
a. Epistasis dominan (perbandingan 12:3:1)
b. Epistasis resesif (modifying gen) (perbandingan 9:3:4)
c. Epistasis dominan resesif (Inhibiting gen) (perbandingan 13:3)
d. Epistasis dominan duplikat (polimeri) (perbandingan 15:1)
e Epistasis resesif duplikat (Complementary factor) (perbandingan 9:7)
f. Gen duplikat dengan efek kumulatif (perbandingan 9:6:1)
B.

Tujuan

Tujuan praktikum ini yaitu agar praktikan dapat mengetahui penyimpangan


hukum mendel

II. TINJAUAN PUSTAKA

Persilangan

dua

DNA melalui

perkawinan

dua

organisme

akan

menghasilkan individu yang bervariasi. Beberapa ciri tampak menyatu, tetapi


seringkali hilang, dan muncul pada generasi berikutnya. Ada individu yang
tampak sama dengan individu asal, tetapi terdapat kemungkinan individu yang
sama sekali berbeda dengan individu asal. Misteri Ilmu Genetika tersebut berhasil
diungkap oleh Mendel pada tahun 1865. ( Raven, 1996 )
Pada beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain,
digunakan untuk menumbuhkan karakter. Gen-gen itu mungkin terdapat pada
kromosom sama (berangkai), mungkin pula pada kromosom berbeda. Setelah
penemuan Mendel dan penelitian awal tentang pewarisan sifat secara bebas,
diketahui bahwa tidak semua keturuan yang bersegregasi dapat dipisahkan
menjadi kelas-kelas yang jelas dengan nisbah yang sederhana. Keragaman nisbah
genetika Mendel ini dapat dijelaskan berdasarkan adanya interaksi gen, yaitu
pengaruh satu alel terhadap alel lain pada lokus yang sama dan juga pengaruh satu
gen pada satu lokus terhadap gen pada lokus lain. (Crowder, 1993)
Mendel mempelajari beberapa pasang sifat pada tanaman kapri. Masingmasing sifat yang dipelajari adalah: tinggi tanaman, warna bunga, bentuk biji, dan
lain-lain yang bersifat dominan dan resesif. Mula-mula Mendel mengamati dan
menganalisis data untuk setiap sifat, dikenal dengan istilah monohibrid. Selain itu
Mendel juga mengamati data kombinasi antar sifat, dua sifat (dihibrid), tiga sifat

(trihibrid) dan banyak sifat (polihibrid). Hasil percobaannya ditulis dalam


makalah yang berjudul Experiment in Plant Hybridization (Bima,2008)
Intragenik atau intralelik adalah interaksi yang terjadi antara dua atau lebih
alel yang berasal dari lokus yang sama, untuk menghasilkan fenotip yang sama.
Bentuk interaksi ini meliputi:
1.Kodominan yaitu kehadiran alel dominant dari suatu gen menyebabkan efek alel
resesif dari lokus yang sama akan tertutupi, sehingga fenotip yang tampak adalah
alel dominan.
2.Kodominan parsial yakni interaksi antara dua alel yang menghasilkan fenotip
antara atau intermediate.
3.Kekodominan yaitu alel-alel suatu gen dari lokus yang sama memberikan efek
yang sama pada penamppilan fenotipnya.
Bateson (1907) dalam eksperimennya dengan unggas dan Nilsson Ehle
dengan tanaman gandum menemukan kejadian yang terkenal sebagai epistasis
atau hipotasis ( Dwidjoseputro,1981).
Interaksi antar gen (intergenik) akan menyebabkan peristiwa epistasis yaitu
penutupan ekspresi oleh pasangan gen lain. Sebuah atau sepasang gen yang
menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang epistasis.
Gen yng dikalahkan ekspresinya dinamakan gen hipostasis (Suryo,1992).
Menurut Hukum Mendel II pada pewarisan sifat secara bebas maka gen-gen
pembawa sifat tersebut akan bersegresi, yang dapat dipisahkan menjadi kelaskelas yang jelas dengan nisbah yang sederhana. Namun penelitian lebih lanjut
menunjukkan bahwa tidak semua pewarisan sifat itu mengikuti hipotesis Hukum

Mendel II. Variasi nisbah dari nisbah Mendel ini dapat terjadi karena adanya
interaksi gen pada saat pembentukan gamet (Crowder,1986).
Beberapa cara penurunan sifat tidak mengikuti hokum Mendel II dengan rasio
klasik F2 = 9 : 3 : 3 : 1 . Akan tetapi kedua pasang gen ini akan mengadakan
interaksi (kerjasama) yang menghasilkan fenotip baru., atau ada pula terjadi
penutupan ekspresi oleh pasangan gen lain yang disebut epistasis. Ada beberapa
macam epistasis yaitu :
a.

Epistasis dominan (perbandingan 12 : 3 : 1 ).

b.

Epistasis resesif (modifying gen) (perbandingan 9 : 3 : 4 ).

c.

Epistasis dominan resesif (inhibiting gen) (perbandingan 13 : 3 ).

d.

Epistasis dominan duplikat (polimeri) (perbandingan 15 : 1 ).

e.

Epistasis resesif duplikat (complementary factor) (perbandingan 9 : 7 ).

f.

Gen duplikat dengan efek komulatif (perbandingan 9 : 6 : 1 ).

III.

METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini meliputi: kantong plastik dan
kancing warna. Alat yang digunakan antara lain lembar pengamatan dan alat tulis
B.
1.

Posedur Kerja

Satu kantong plastik berisi kancing warna diambil, kemudian di kocok

hingga homogen.
2.

Satu butir kancing diambil.

3.

Pengambilan kancing dilakukan 90 dan 160x, kemudian dicatat pada

lembar pengamatan yang disediakan saat praktikum.


4.

Data dianalisa dengan uji X2.

5.

Dicantumkan kode kantong di bagian atas.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Jenis penyipangan Hk. Mendel Epistasis Dominan
Tabel 1. Perhitungan X2 90 Kali Pengambilan Kancing
Karakter yang Diamati
Hijau

Merah

T
Putih

otal

Observa

9
61

17

12

si (O)
Harapan

0
9
67,5

16,88

5,63

(E)

0
2

(|OE|)

8
42,25

0,014

40,57
2,83

(|OE|)
E

7,
0,62

0,0008

7,2
82
7,

X2

0,62

0,0008

7,2
82

X2tab = 5,99

X2hit = 7,82

Kesimpulan : X2tab < X2hit artinya hasil observasi tidak sesuai dengan
perbandingan/teori
dominan

penyimpangan

hukum

Mendel

epistasis

Tabel 2. Perhitungan X2 160 Kali Pengambilan Kancing


Karakter yang Diamati

Hijau

Merah

Putih

126

21

13

otal

Observa

si (O)
Harapan

60
1
120

30

10

(E)

60
2

(|OE|)

1
36

81

9
26

(|OE|)
E

3,
0,3

2,7

0,9
9
3,

X2

0,3

2,7

0,9
9

X2tab = 5,99

X2hit = 3,9

Kesimpulan : X2tab > X2hit artinya hasil observasi sesuai dengan perbandingan/teori
penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan.

B. Jenis Penyimpangan Hk. Mendel Epistais Resesif


Tabel 3. Perhitungan X2 90 Kali Pengambilan Kancing
Karakter yang Diamati

Hijau

Kuning

Pink

50

21

19

otal

Observa

si (O)
Harapan

0
9
50,625

16,875

0,39062

17,0156

22,5

(E)

0
2

(|OE|)

2
12,25

25

9,656

(|OE|)
E

1,
0,0077

1,0083

0,544
56
1,

0,0077

1,0083

0,544
56

X2tab = 5,99

X2hit = 1,56

Kesimpulan : X2tab > X2hit artinya hasil observasi sesuai dengan perbandingan/teori
penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif.
Tabel 4. Perhitungan X2 160 Kali Pengambilan Kancing
Karakter yang Diamati

Hijau

Hijau

Pink

83

40

37

otal

Observa

si (O)
Harapan

60
1
90

(E)

30

40
60

(|OE|)

49

100

9
58

4,

(|OE|)
E

0,544

3,33

0,225
099
4,

X2

0,544

3,33

0,225
099

X2tab = 5,99

X2hit = 4,099

Kesimpulan : X2tab > X2hit artinya hasil observasi sesuai dengan perbandingan/teori
penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif.

C. Jenis Penyimpangan Hk. Mendel Epistasis Dominan Resesif


Tabel 5. Perhitungan X2 90 Kali Pengambilan Kancing
Karakter yang Diamati
Kuning
Hitam

Total

13

77

90

16,87

73,13

90

0,67

0,15

0,82

0,67

0,15

0,82

0,67

0,15

0,82

Observasi
(O)
Harapan
(E)
2

(|OE|0,5)

(|OE|0,5)
E
X2
X2tab = 3,84

X2hit = 0,82

Kesimpulan : X2tab > X2hit artinya hasil observasi sesuai dengan perbandingan/teori
penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan resesif.
Tabel 6. Perhitungan X2 160 Kali Pengambilan Kancing

Karakter yang Diamati


Kuning
Hitam

Total

41

119

160

30

130

160

110,25

110,25

220,50

3,68

0,85

4,53

3,68

0,85

4,53

Observasi
(O)
Harapan
(E)
2

(|OE|0,5)

(|OE|0,5)
E
X2
X2tab = 3,84

X2hit = 0,82

Kesimpulan : X2tab > X2hit artinya hasil observasi sesuai dengan perbandingan/teori
penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan resesif.

D. Jenis Penyimpangan Hk. Mendel Epistasis Dominan Duplikat


Tabel 7. Perhitungan X2 90 Kali Pengambilan Kancing
Karakter yang Diamati
Hitam
Pink

Total

82

90

84

90

2,25

2,25

4,5

0,027

0,375

0,4

0,027

0,375

0,4

Observasi
(O)
Harapan
(E)
2

(|OE|0,5)

(|OE|0,5)
E
X2
X2tab = 3,84

X2hit = 0,4

Kesimpulan : X2tab > X2hit artinya hasil observasi sesuai dengan perbandingan/teori
penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan duplikat.

Tabel 8. Perhitungan X2 160 Kali Pengambilan Kancing


Karakter yang Diamati
Hitam
Pink

Total

151

160

150

10

160

0,25

0,25

0,5

0,0016

0,025

0,0266

0,0016

0,025

0,0266

Observasi
(O)
Harapan
(E)
2

(|OE|0,5)

(|OE|0,5)
E
X2
X2tab = 3,84

X2hit = 0,0266

Kesimpulan : X2tab > X2hit artinya hasil observasi sesuai dengan perbandingan/teori
penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan duplikat.

E. Jenis Penyimpangan Hk. Mendel Resesif Duplikat


Tabel 9. Perhitungan X2 90 Kali Pengambilan Kancing
Karakter yang Diamati
Coklat
Kuning

Total

59

31

90

50,62

39,37

89,99

Observasi
(O)
Harapan
(E)

(|OE|0,5)

62,09

61,94

124,03

1,23

1,57

2,8

1,23

1,57

2,8

(|OE|0,5)
E
X2
X tab = 3,84
2

X hit = 2,8

Kesimpulan : X2tab > X2hit artinya hasil observasi sesuai dengan perbandingan/teori
penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif duplikat.

Tabel 10. Perhitungan X2 160 Kali Pengambilan Kancing


Karakter yang Diamati
Coklat
Kuning

Total

72

88

160

90

70

160

56,25

306,25

362,5

0,625

4,375

0,625

4,375

Observasi
(O)
Harapan
(E)
2

(|OE|0,5)

(|OE|0,5)
E
X2
X2tab = 3,84

X2hit = 5

Kesimpulan : X2tab < X2hit artinya hasil observasi tidak sesuai dengan
perbandingan/teori penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif duplikat.

F. Jenis Penyimpangan Hk. Mendel Epistasis Gen Duplikat dengan Efek


Kumulatif
Tabel 11. Perhitungan X2 90 Kali Pengambilan Kancing
Karakter yang Diamati

Merah

Hijau

Kuning

29

56

otal

Observa

si (O)
Harapan

0
8
50,6

33,75

5,6

(E)

9,95
2

(|OE|)

9
466,56

495,06

0,36
61,98

(|OE|)
E

2
9,22

14,66

0,06
3,95
2

9,22

14,66

0,06
3,95

X2tab = 5,99

X2hit = 23,95

Kesimpulan : X2tab < X2hit artinya hasil observasi tidak sesuai dengan
perbandingan/teori penyimpangan hukum Mendel epistasis gen
duplikat dengan efek kumulatif

Tabel 11. Perhitungan X2 90 Kali Pengambilan Kancing


Karakter yang Diamati

Merah

Hijau

Kuning

66

76

18

otal

Observa

si (O)
Harapan

60
1
90

60

10

(E)

60
2

(|OE|)

8
576

256

64
96

(|OE|)
E

1
6,4

4,2

6,4
7
1

6,4

4,2

6,4
7

X2tab = 5,99

X2hit = 17

Kesimpulan : X2tab < X2hit artinya hasil observasi tidak sesuai dengan
perbandingan/teori penyimpangan hukum Mendel epistasis gen duplikat dengan
efek kumulatif.
B. PEMBAHASAN
Penyimpangan Hukum Mendel terjadi karena adanya beberapa gen yang
saling

memengaruhi

dalam

menghasilkan

fenotip.

Meskipun

demikian,

perbandingan fenotip tersebut masih mengikuti prinsip-prinsip Hukum Mendel.


Penyimpangan semu Hukum Mendel tersebut meliputi interaksi gen, kriptomeri,

polimeri, epistasis-hipostasis, gen-gen komplementer, gen dominan rangkap dan


gen penghambat.(Yatim,1983)

1.

Kriptomeri
Kriptos (Yunani) berarti tersembunyi, sehingga kriptomeri dikatakan sebagai

gen dominan yang seolah-olah tersembunyi jika berdiri sendiri dan akan tampak
pengaruhnya apabila bersama-sama dengan gen dominan yang lainnya. Peristiwa
kriptomeri ini pertama kali ditemukan oleh Correns (Tahun 1912) setelah
menyilangkan bungaLinaria marocanna berwarna merah (Aabb), dengan bunga
Linaria maroccana berwarna putih (aaBB). Keturunan F1nya adalah bunga
berwarna ungu (AaBb) yang berbeda dengan warna dari bunga kedua induknya
(yaitu merah dan putih). Rasio fenotip F2nya adalah 9 ungu: 3 merah: 4
putih. Lantas

dari

penelitian plasma

manakah
sel,

warna

ternyata

ungu

warna

tersebut

merah

timbul?

disebabkan

Dari
oleh

hasil
adanya

pigmen antosianin dalam lingkungan asam. Di lingkungan basa, pigmen ini akan
memberikan warna ungu. Jika di dalam plasma tidak terdapat pigmen antosianin,
baik di dalam lingkungan asam atau basa, maka akan terbentuk warna putih.
Faktor A, apabila mengandung pigmen antosianin dalam plasma sel dan faktor a
jika tidak ada antosianin dalam plasma sel. Faktor B, apabila kondisi basa dan b
dalam kondisi asam. Sifat A dominan terhadap a dan sifat B dominan terhadap
sifat b. Oleh karena itu, tanaman yang berbunga merah disimbolkan dengan
Aabb atau AAbb, sedangkan tanaman yang berbunga putih disimbolkan
dengan aaBB atau aabb.(Yatim,1983)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa bunga merah memiliki


antosianin di mana dalam lingkungan plasma sel bersifat asam. Sedangkan bunga
putih tidak memiliki antosianin di mana lingkungan plasma sel bersifat basa.

2.

Polimeri
Polimeri merupakan peristiwa munculnya suatu sifat pada hasil persilangan

heterozigot karena adanya pengaruh gen-gen lain. Hal tersebut disebabkan karena
terdapat dua atau lebih gen yang menempati lokus berbeda, tetapi memiliki sifat
yang sama. Perbandingan fenotip F2 dari polimeri adalah 15:1 (Sutrisno, 1982).
Polimeri adalah peristiwa dengan beberapa sifat beda yang berdiri sendiri
memengaruhi bagian yang sama dari suatu individu.,Contoh soalnya ada
penyilangan antara gandum berbiji merah (R1R1R2R2) dan gandum berbiji putih
(r1r1r2r2), dihasilkan F1 semua gandum berbiji merah. Maka rasio fenotip F2nya
adalah :
Penyelesaian:
P1

R1R1R2R2 (merah)

><

r1r1r2r2 (putih)

Gamet :

R1R2

F1

R1r1R2r2 (merah) artinya: R1 dan R2 memunculkan warna merah

P2

R1r1R2r2 (merah)

Gamet :
F2

r1r2

><

R1r1R2r2 (merah)

R1R2, R1r2, r1R2, R1r2 R1R2, R1r2, r1R2, r1r2

R1R2
R1r2

R1R2
R1R1R2R2
(merah)
R1R1R2r2

R1r2
R1R1R2r2
(merah)
R1R1r2r2

r1R2
R1r1R2R2
(merah)
R1r1R2r2

r1r2
R1r1R2r2
(merah)
R1r1r2r2 (merah)

(merah)
(merah)
R1r1R2R2
R1r1R2r2
r1R2
(merah)
(merah)
R1r1R2r2
r1r2
R1r1r2r2 (merah)
(merah)
Rasio fenotif F2: Merah : putih = 15 : 1

3.

(merah)
r1r1R2R2
(merah)
r1r1R2r2 (merah)

r1r1R2r2 (merah)
r1r1r2r2 (putih)

Epistasis-hipostasis
Kalian tentunya masih ingat tentang istilah epikotil (epi = di atas) dan

hipokotil (hipo = di bawah) bukan? Istilah tersebut dapat dianalogkan dengan


epistasis dan hipostasis. Dalam hal ini, epistasis adalah sebuah atau sepasang gen
yang menutupi atau mengalahkan ekspresi gen lain yang tidak selokus (sealel).
Bagaimana dengan Hipostasis? Hipostasis adalah gen yang tertutupi oleh sebuah
atau sepasang gen lain yang tidak selokus (yang bukan alelnya).
Epistasis dibedakan menjadi tiga, yaitu epistasis dominan, epistasis resesif,
dan epistasis dominan resesif. Nah, agar kalian lebih memahami perbedaannya,
perhatikanlah contoh berikut. (Walker,2011)
a.

Epistasis Dominan
Epistasis dominan terjadi pada persilangan umbi lapis bawang

berwarna merah

dengan

umbi

berwarna

kuning.

Gen A menyebabkan

umbi berwarna merah dan gen B menyebabkan umbi berwarna kuning. Dapat
disimpulkanbahwa epistasis dominan terjadi bila sebuah gen dominan
mengalahkan pengaruh gen lain yang bukan alelnya. Rumusnya adalah gen
A bersifat epistasis terhadap gen B dan b. Oleh karena itu, meskipun dalam
genotip terdapat gen B atau b, gen A tetap menutup ekspresi dari gen B dan b.

b.

Epistasis Resesif
Peristiwa ini terjadi jika gen resesif mengalahkan pengaruh gen dominan

dan resesif yang bukan alelnya. Rumusnya adalah gen aa epistasis terhadap B dan
b. Pada persilangan antara anjing berambut emas dan anjing berambut coklat,
dihasilkan keturunan F1 berambut hitam. Beberapa gen yang berperan adalah gen
B (menentukan warna hitam), gen b (menentukan warna coklat), gen E
(menentukan keluarnya warna), dan gen e (menghambat keluarnya warna). Dari
hasil penyilangan tersebut menunjukkan perbandingan fenotip 9 hitam: 4 emas: 3
coklat. Oleh karena itu, rumus epistasis resesif adalah aa epistasis terhadap B dan
b, dalam contoh ini, aa adalah ee (menghambat keluarnya warna).

c.

Epistasis dominan resesif


Epistasis

dominan

menghambat ekspresi

fenotip

resesif
yang

merupakan
disebabkan

peristiwa
oleh

gen

suatu

gen

mutan

yang

bukan alelnya. Gen mutan tersebut bersifat menghambat, sehingga disebut gen
penghalang atau inhibitor atau gen suspensor. Epistasis dominan resesif terjadi
pada persilangan lalat buah (Drossophila melanogaster). Gen P menentukan warna
mata merah, gen p menentukan warna mata ungu, gen S merupakan gen nonsuspensor, dan s merupakan gen suspensor. Perbandingan fenotipnya adalah 13
merah: 3 ungu. Rumus epistasis dominan resesif adalah A epistasis terhadap B dan
b serta bb epistasis terhadap A dan a.
4.

Gen-gen komplementer

Gen-gen komplementer merupakan interaksi antara gen-gen dominan yang


berbeda, sehingga saling melengkapi. Jika kedua gen tersebut terdapat bersamasama dalam genotip, maka akan saling membantu dalam menentukan fenotip. Jika
salah satu gen tidak ada, maka pemunculan fenotip menjadi terhalang.
Apabila F1 (keturunan pertama) hasil perkawinan 2 orang yang bisu tuli
disilangkan dengan sesamanya, maka generasi atau keturunan F2 ada yang normal
dan bisu tuli. Dalam hal ini, gen T dan gen B tidak akan menunjukkan
sifat normal apabila kedua gen tersebut tidak terdapat bersama-sama dalam satu
genotip. Dengan demikian, jika hanya terdapat gen T tanpa gen B, atau jika hanya
terdapat gen B tanpa gen T maka akan tetap memunculkan sifat bisu tuli. Rasio
fenotip F2 yang dihasilkan adalah 9 Normal : 7 bisu tuli.(Siegel,1997)
Manfaat yang dapat kita ambil adalah setelah kita mempelajari tentang
genetika, kita akan mampu meminimalisir kondisi yang kurang diinginkan,
dengan memperhatikan calon parental untuk menurunkan keturunan yang baik.

V.
1.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN

Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan bentuk persilangan yang


menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut
hukum Mendel. Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotipe yang
diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotipe hukum
Mendel semula.

Penyimpangan Semu dalam Hukum Mendel, dibagi menjadi enam macam,


yaitu: atavisme (interaksi gen), kriptomeri, polimeri, epistasis dan
hipostasis, gen komplemente, serta gen-gen yang mempunyai pengaruh
kumulatif. Epistasis dan hipostasis dibagi menjadi tiga, yaitu epistasis
dominan, epistasis resesif, dan epistasis dominan dan resesif.
B. SARAN
Praktikan harus lebih teliti dalam melaksanakan praktikum agar tidah terjadi

kesalahan pada perhitungan

DAFTAR PUSTAKA

Bima, A. (2008). Categorical Data Analysis Secound Edition.John Wiley & Sons.
New Jersey
Crowder, L.V. 1993. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Pai, Anna C. 1985. Foundations Of Genetics: A Science Society. McGraw-Hill
Book. Singapore.
Siegel, S. (1997). Statistik Nonparametrik untuk Ilmu Ilmu Sosial. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Suryo, H. 1984. Sitogenetika Srata 1. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Sutrisno. 1982. Genetika Kuantitatif. Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara
Walker, R. A. (2011). Caterogical Data Analysis for Behavorial Social
Science. Routledge Taylor and Francis Group. New York.
Yatim, Wildan. 1983. Genetika. Tarsito. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai