Anda di halaman 1dari 2

Imam Ahlussunnah Wal Jamaah,

Imam Abu Hasan al- Asyari dan Imam Abu Mansur alMaturidi bab Mensucikan Allah dari Tempat dan Arah
12 Mei 2013 pukul 11:41, Sumber
Alhamdulillah Puji puja dan sukurku tak henti-hentinya kepada pemilik alam semesta ini, pengatur
hidup makhluk ini, pengasih dan penyayang setiap makhluknya, maha adil, maha bijaksana, maha
pengampun hambanya yang kembali kepadanya. Sholawat dan Salam Allah, Malaikat dan semua
makhluk, tetap tercurah tanpa henti-hentinya kepada makhluk yang paling mulia, kekasih raja alam,
pemimpin manusia, Nabi muhammad SAW, beserta keluarga, para sohabat, tabiin, tabiu tabiin, dan
semua yang mengikuti mereka hingga Akhir alam ini.
" ! #$ %

! *)( !+

, /, !

, .

!:

( 324)

" !%$ %. ! / ,() )( ! ! !


[.(150 / )$4 ! %% $]. %3

Pimpinan Ahlussunnah Wal Jamaah, Imam Abu Hasan al-Asyari (W 324 H) mengatakan sebagai
berikut : Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia menciptakan Arsy dan Kursi dan Dia tiada
membutuhkan kepada tempat. Dan setelah tempat tercipta Dia ada seperti sebelum tercipta makhlukNya,
ada tanpa tempat. Tabyin Kadzib al-Muftari, S.150
"( , ! 4$ 9 3 ! +!

[.(69 / )% $ $!]. .

( 333) %$
$ + %<$ 3 + %(

"( ! !

"( *=!

Imam Ahlussunnah Wal Jamaah , Imam Abu Manshur al-Maturidi (W 333 H) mengatakan sebagai berikut :
Sesungguhnya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Tempat adalah makhluk, memiliki
permulaan dan bisa diterima oleh akal jika ia memiliki penghabisan. Namun Allah ada tanpa permulaan
dan tanpa penghabisan. Dia ada sebelum ada tempat, dan Dia sekarang setelah tempat tercipta Dia tetap
ada tanpa tempat. Dia Maha Suci (mustahil) dari adanya perubahan, habis, atau berpindah (dari satu
keadaan kepada keadaan lain). Kitab at-Tauhid, S.69

$ ($! $ % / %

, ,% ) D% "

! $ %4%! %! / :% % %! :% *>: % $

+ ) )%

$ ! ( % %

$! *

( ,

[.(85 / )% $ $!].

4
% $

Masih dalam kitab karyanya diatas Kitab at-Tauhid, beliau menuliskan tentang rukyatullah
sebagai berikut : Jika ada yang berkata Bagaimanakah Allah nanti dilihat ? Jawab : Dia dilihat dengan
tanpa sifat-sifat benda (Kayfiyyah). Karena Kayfiyyah itu hanya terjadi pada sesuatu yang memiliki bentuk.
Allah dilihat bukan dalam sifat berdiri, duduk, bersandar, atau bergantung. Tanpa adanya sifat menempel,
terpisah, berhadap-hadapan, atau membelakangi. Tanpa pada sifat pendek, panjang, sinar, gelap, diam,
gerak, dekat, jauh di luar atau di dalam. Hal ini tidak boleh dikhayalkan dengan prakiraan-prakiraan atau
dipikirkan oleh akal , karena Allah maha suci dari itu semua. Kitab at-Tauhid, S.85
"

H* %

% ! /
.

= * 3$

$) "=$ .

% " == 3%
=3= %( H %

$% G

* ("

" %+ H* :

4 = 3 " % !

3 # " 3 ! )

" * 3$%

= .

[.(76 -75 / )% $ $!]


Dan masih dalam kitab yang sama beliau mengatakan : Adapun mengangkat tangan ke arah
langit dalam berdoa maka hal itu sebagai salah satu bentuk ibadah kepada-Nya (bukan berarti Allah di
langit). Allah berhak memilih cara apapun untuk dijadikan praktek ibadah para hamba kepada-Nya, dan
juga berhak menyuruh mereka untuk menghadap ke arah manapun sebagai praktek ibadah mereka
kepada-Nya. Jika seorang menyangka atau berkeyakinan bahwa mengangkat tangan dalam berdoa ke
arah langit karena Allah berada di arah sana, maka ia sama saja dengan orang yang berkeyakinan bahwa
Allah berada di arah bawah karena di dalam shalat wajah seseorang dihadapkan ke arah bumi untuk
beribadah kepadaNya, atau sama saja dengan orang yang berkeyakinan bahwa Allah ada di arah barat
atau di arah timur sesuai arah kiblatnya masing-masing dalam shalat saat beribadah, atau juga sama saja
orang tersebut dengan yang berkeyakinan bahwa Allah berada di arah Mekah, karena orang-orang dari
berbagai penjuru yang hendak melaksanakan haji untuk beribadah kepada-Nya menuju arah Mekah
tersebut. Allah Maha Suci dari keyakinan semacam ini semua (berarah, bertempat). Kitab at-Tauhid, S.7576.
Dengan demikian dalam aqidah Ahlussunnah wal Jamaah sangatlah jelas bahwa Allah tiada
membutuhkan atau tiada bertempat pada Arsy, kursi dan tempat, sebagaimana apa yang dituliskan oleh
kedua ULAMA SALAF tersebut yang mana beliau dikenal sebagai seorang yang teguh dalam membela
aqidah Rasulullah SAW dan membantah kesesatan golongan-golongan di luar Ahlussunnah seperti
Mutazilah, Musyabbihah, Khawarij, dan lainnya. Kegigihan beliau dalam membela aqidah dan
menghidupkan syariat menjadikan beliau digelari dengan Imam Ahlussunnah wal Jamaah. Imam
golongan yang selamat.

Anda mungkin juga menyukai