PBL Blok 16 Intoleransi Laktosa Digestive
PBL Blok 16 Intoleransi Laktosa Digestive
Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat
yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa
menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian besar
mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa menyusui, pada manusia, laktase
terus diproduksi sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/ tidak
mampu mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut
dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase1.
Anamnesis
Identitas nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang
tua atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan pekerjaan, suku
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan kulit dilakukan dengan cahaya yang cukup sementara pasien berbaring
terlentang. Pemeriksaan fisik abdomen meliputi inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Inspeksi
dilakukan dengan bantuan kaca pembesar.
Inspeksi
Dilihat apa saja kelainan kulit yang ditemukan dan tentukan distribusinya. Asimetris,
simetris, cekung, cembung, superfisial. Bagaimana warna kulit pasien atau warna lesi
dan bentuk lesi yang terdapat pada abdomen pasien. Apakah ada gerakan peristaltik
Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui apakah organ tersebut mengalami pembesaran /
tidak. Lalu apakah organ tersebut berisi udara atau tidak.
Auskultasi
Untuk mendengar bising usus dan bruit. Penngkatan bising usus biasanya terjadi pada
keadaan diare, obstruksi usus, ileus paralitik, peritonitis. Sedangkan bruit dapat
terdengar pada keadaan stenosis arteri renalis dan infusiensi arteri, dll.3
Pemeriksaan penunjang
Metode untuk mendiagnosis intoleransi laktosa dapat dilakukan dengan cara:
1. Pengukuran pH tinja (pH < 6, normal pH tinja 7) maka memperkuat dugaan adanya intoleransi
laktosa.
4. Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktase dalam mukosa tersebut.
Untuk diagnosis klinis biopsi usus penting sekali, karena banyak hal dapat diketahui dari
pemeriksaan ini, misalnya gambaran vilus di bawah dissecting microscope. Gambaran
histologis mukosa (mikroskop biasa dan elektron), aktifitas enzimatik (kualitatifdan
kuantitatif). Biopsi usus ternyata tidak berbahaya dan sangat bermanfaat dalam
menyelidiki berbagai keadaan klinis yang disertai malabsorbsi usus.
5. Diet eliminasi, yaitu dengan cara tidak mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung
laktosa (susu dan produk susu) dan lihat apakah ada perbaikan gejala. Apabila timbul
gejala klinis setelah diberikan bahan makanan yang mengandung laktosa, maka dapat
dipastikan penyebabnya adalah intoleransi laktosa.
6. Hydrogen breath test, merupakan pengujian kadar hidrogen dalam napas. Laktosa yang
tidak terurai oleh laktase akan mengalami fermentasi oleh bakteri sehingga menghasilkan
gas hidrogen didalam saluran cerna. Tes ini dilakukan dengan mempuasakan pasien, lalu
mengukur kadar hidrogen udara dari napasnya, kemudian memasukkan laktosa 2g/kgBB
trus diukur kadar hidrogennya setelah 2-3 jam pemberian. Peningkatan kadar hidrogen
udara dalam napas diatas 20ppm dapat dipastikan pasien menderita intoleransi laktosa.5
Intoleransi laktosa
Di usus halus, laktosa dihidrolisis oleh enzim laktase yang terdapat dalam brush border
menjadi glukosa dan galaktosa untuk selanjutnya diabsorpsi. Jika fungsi ini terganggu maka
dapat timbul kelainan yang disebut dengan malabsorpsi laktosa. Malabsorpsi laktosa adalah
segala sesuatu yang merujuk pada hidrolisis laktosa yang tidak lengkap, yang diukur dengan
uji yang objektif. Hal ini tentunya harus dibedakan dengan intoleransi laktosa dan defisiensi
laktase. Intoleransi laktosa pada dasarnya adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
timbulnya berbagai macam gejala setelah mengkonsumsi laktosa dan defisiensi lactase
sebagai keadaan berkurangnya aktivitas laktase yang diukur pada spesimen biopsy mukosa
usus halus.6
Epidemiologi
Sekitar 70% dari penduduk dunia mengalami intoleransi laktosa. Dari semuanya itu,
penduduk di Eropa memiliki tingkat kejadian paling rendah, sedangkan di Asia serta Afrika
memiliki tingkat kejadian toleransi laktosa yang paling tinggi. Di Amerika terdapat lebih dari
50 juta orang menderita intoleransi laktosa.
Jenis kelamin tidak memiliki peran dalam kasus intoleransi laktosa. Intoleransi
laktosa ini sering muncul pada anak usia mulai 2 tahun keatas, karena produksi enzim laktase
diprogram secara genetik untuk menurun pada usia tersebut. Namun tidak menutup
kemungkinan pada usia dibawah 2 tahun dapat menderita intoleransi laktosa (khususnya
bayi-bayi prematur).7
Etiologi
Laktosa merupakan sumber energi utama dan hanya terdapat di dalam susu mamalia.
Laktosa ini akan diuraikan oleh enzim laktase (-galactosidase) yang terdapat di brush border
mukosa usus halus, menjadi glukosa dan galaktosa, yang kemudian akan diserap oleh tubuh
di usus halus. Enzim Laktase ini terdapat di bagian luar pada brush border mukosa usus
halus, dan jumlah yang sedikit. Intoleransi laktosa ini terjadi karena adanya defisiensi enzim
laktase tersebut sehingga laktosa tidak dapat diurai dan diserap oleh usus halus.7
Patofisiologi
Dikenal tiga macam bentuk karbohidrat, yaitu monosakarida (glukosa, fruktosa, dan
galaktosa), disakarida (laktosa, sukrosa, dan maltosa) dan polisakarida (pati, glikogen,
selulosa). Melalui berbagai reaksi kimia dan enzimatik di saluran pencernaan, karbohidrat
yang kompleks dihidrolisis menjadi struktur yang mudah diabsorpsi. Disakarida, dalam hal
ini laktosa, oleh enzim laktase dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa yang selanjutnya
akan diabsorpsi secara cepat ke dalam pembuluh darah porta.
Enzim laktase adalah enzim yang terdapat dalam usus halus, tepatnya di brush border dari
vili usus. Aktivitas enzim ini maksimal terjadi di proksimal hingga pertengahan yeyunum.
Pada bayi yang sehat, laktosa dihidrolisis dan diabsorpsi seluruhnya di usus halus sehingga
tidak ada laktosa yang mencapai usus besar. Bila seorang anak mengkonsumsi laktosa yang
berlebihan atau enzim laktase tidak dijumpai / berkurang, maka laktosa dapat untuk
selanjutnya diabsorpsi. Jika fungsi ini terganggu maka dapat timbul kelainan yang disebut
intoleransi laktosa. Hal ini dapat menyebabkan osmolaritas di dalam lumen usus meningkat
yang berakibat air tertarik ke dalam lumen dan merangsang meningkatnya peristaltic.
Melalui mekanisme diatas, laktosa tisak dihodrolisis dan diabsorpsi akan mencapi usus besar.
Laktosa akan difermentasikan oleh bakteri usus besar dan hasilnya berupa asam lemak rantai
pendek, pH yang rendah.7
Manifestasi klinis
Gejala klinis dari intoleransi laktosa, antara lain :
-
diare
perut kembung
nyeri perut
kotoran berbau asam dan berlendir, kadang cair
daerah sekitar anus kemerahan (pada bayi)
Gejala-gejala klinis diatas dapat timbul pada 30 menit hingga 2 jam setelah mengkonsumsi
susu dan produk-produk susu (misalnya mentega, keju).7
Penanganan Intoleransi Laktosa
Banyak orang yang mengalami intoleransi laktosa mengatasinya dengan pembatasan
konsumsi laktosa, seperti hanya minum segelas susu. Bagi mereka yang mengalami
intoleransi laktosa, beberapa anjuran berikut ini
mungkin dapat membantu:
a. Baca label pangan dengan seksama
Bagi penderita intoleransi laktosa agar terhindar dari hal hal yang tidak diinginkan,
penting untuk membaca label pangan dengan seksama pada bagian daftar bahan
pangan (ingredient) . Produk pangan perlu dihindari / dibatasi jumlah yang
dikonsumsi, jika mengandung bahan-bahan seperti berikut ini misalnya padatan susu,
padatan susu bebas lemak, whey, gula susu.
b. Mengkonsumsi produk susu fermentasi
Seperti keju matang (mature atau ripened cheeses), mentega atau yoghurt, karena
umumnya jenis makanan ini ditoleransi lebih baik dibanding susu.
c. Minum susu yang mengandung banyak lemak susu
Karena lemak dapat memperlambat transportasi susu dalam saluran perncernakan
sehingga dapat menyediakan waktu yang cukup untuk enzim lactase memecah gula
susu.
d. Hindari mengkonsumi susu rendah atau bebas lemak
Oleh karena akan susu lebih cepat ditransportasi dalam usus besar dan cenderung
menimbulkan gejala pada penderita intoleransi laktosa. Disamping itu, beberapa
produk susu rendah lemak juga mengandung serbuk susu skim yang mengandung
laktosa dalam dosis tinggi.
e. Jangan menghindari semua produk susu
Oleh karena nilai gizi susu pada dasarnya sangat dibutuhkan tubuh.
f. Mengkonsumsi susu dengan laktosa yang telah diuraikan (susu bebas laktosa).
g. Minum susu dalam jumlah yang tidak terlalu banyak
Banyak penderita intoleransi laktosa dapat meminum 240 ml susu per hari, tetapi
perlu untuk mengamati/ seberapa besar tingkatan toleransi tubuh sendiri terhadap
laktosa. Banyak penderita toleran terhadap sejumlah laktosa yang terdapat dalam
setengah cangkir susu full cream, tiga perempat cangkir es krim, tiga perempat
cangkir yoghurt, dan tiga perempat cangkir keju mentah (unripened cheeses).
h. Konsumsi produk susu yang diolah dengan proses pemanasan (seperti susu bubuk)
Karena pada pemanasan, laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan
galaktosa, sehingga produk seperti ini akan ditoleransi lebih baik.
i. Konsumsi produk kedelai
Karena produk kedelai bebas laktosa dan merupakan sumber kalsium yang bagus dan
baik untuk menggantikan susu dan produk susu lainnya.4
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita intoleransi laktosa yaitu dengan diet bebas laktosa.
Pasien diedukasi untuk tidak mengkonsumsi segala bahan makanan yang mengandung
laktosa (misalnya susu mamalia dan turunannya seperti keju), pada anak dapat
mengkonsumsi susu yang rendah laktosa, juga harus mencari bahan makanan pengganti yang
bebas laktosa namun mengandung gizi yang terdapat dalam susu mamalia, misalnya susu
kedelai.4
Komplikasi
Diagnosis banding
1. Alergi susu sapi / cows milk protein sensitive enteropathy (CMPSE)
Adalah sindroma klinik akibat sanitasi seseorang terhadap protein susu sapi yang
diabsorpsi melalui mukosa usus halus yang permeabel. Sindrom ini ditandai dengan
gejala klinis yang khas yaitu : muntah, diare kronis, malabsorpsi, gangguan
pertumbuhan dan biopsi usus halusnya ditemuka mukosa abnormal.
Kriteria diagnostik :
a. Gejala-gejala menghilang sesudah eliminasi susu sapi
b. Gejala-gejala tampak kembali 48 jam sesudah pemberian susu sapi
c. Reaksi-reaksi pada pemberian kembali susu sapi tersebut harus terjadi 3 kali
beturut-turut dengan gejala klinis yang sama baik mengenai masa timbulnya
maupun lama sindromnya.8
2. Sindroma malabsorpsi
Gangguan malabsorpsi atau sindrom malabsorpsi adalah keadaan-keadaan yang
menyebabkan kurangnya asimilasi nutrien yang teringesti sebagai akibat maldigesti
atau malabsorpsi. Gangguan ini sebelumnya dikenal sebagai sindrom seliak, tetapi
istilah ini paling dihindari karena kemungkinan ranccu dengan penyakit seliak yang
spesifik (enteropati sensitif-gluten). Gangguan-gangguan yang menyebabkan cacat
seluruh pada asimilasi nutrien cenderung tampil dengan tanda-tanda dan gejala-gejala
yang sama : perut kembung, tinja pucat, berbau busu, dan retardasi pertumbuhan.
Tinja mungkin tampak berminyak dan mungkin disertai dengan lapisan minyak di
toilet; dengan steatore ringan mungkin tinja tampak normal.
Gangguan kongenital yang mengenai enzim-enzim pencernaan usus atau proses
pengangkutan juga telah dikenali. Gambaran klinis gangguan ini berbeda sekali dari
sindrom malabsorpsi menyeluruh, dan beberapa di antaranya tampil tanpa gejalagejala saluran pencernaan. Defisiensi di sakaridase tidak diragukan merupakan yang
terbanyak ditemukan di antara gangguan-gangguan ini.
Penyebab sindrom malabsorbsi antara lain, tidak ada/ kurangnya lipase dan garam
empedu, mukosa usus halus atrofi atau rusak, gangguan sistem limfe halus.9
Prognosis
Prognosis pada kasus ini adalah akan baik jika sang Ibu melaksanakan apa yang
dokter eddukasikan dengan baik terhadap bayinya.
Kesimpulan
Bayi tersebut menderita intoleransi laktosa.
Daftar pustaka
1. Egayanti, Yusra. Kenali Intoleransi Laktosa Lebih Lanjut dalam InfoPOM vol. 9. No.
1. Januari 2008, hal.1-3.
2. Bickley S. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-5.
Jakarta: EGC, 2006.
3. S Mardi, K Henk, HW Wong, KN Yasavati, AS Marina. Buku panduan keterampilan
klinik. Jilid ke-4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,
2011.h.41-6.
4. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2007.h.423.
5. Heyman, Melvin. Lactose Intolerance in Infants, Children, and Adolescents.
Pediatrics, vol.118. Edisi ke-3. September 2006.h.1279-86.
6. Rusynyk, Alexander dan Christoper Still. Lactose Intolerance. JAOA, vol.101. Edisi
ke-4.h.10-2.
7. Guandalini,
8.
Stefano.
Pediatric
Lactose
Intolerance.
9. Ilmu kesehatan anak : buku kuliah 1. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas