Anda di halaman 1dari 5

174

Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 167 175
- 173

DENTINO
JURNAL KEDOKTERAN GIGI
Vol II. No 2. September 2014

Laporan Penelitian
GAMBARAN PERAWATAN SALURAN AKAR GIGI
DI POLI GIGI RSUD ULIN BANJARMASIN

Maya Sagita, Cholil, Deby Kania Tri Putri,


Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

ABSTRACT
Background: Root canal treatment (RCT) is a mechanical and chemical treatment procedures that are
biologically acceptable in root canal to eliminate pulp and periradicular disease and also improve health and
repair of periradicular tissues. Purpose: This study aimed to obtain information about RCT based on the
characteristics of age, gender, socioeconomic status and which tooth were often done RCT also the most
respondents reasons who did RCT at dental poly of Regional Public Hospital of Ulin in Banjarmasin. Methods:
This was an observational descriptive study with 100 samples, with purposive sampling method. Data was
collected by interviews and direct observation to patients who did RCT. Results: The results showed the age
group 20-40 years was the most respondents did RCT (67%). Women were more frequently done RCT (65%)
than men (35%). Respondents with lower socioeconomic status was the most respondents who did RCT (41%).
Toothache was the most respondents reason who did RCT (42%). Dental elements which most often performed
RCT were first molar permanent right and left mandibular teeth (13%). Conclusion: Root canal treatment was
most often performed on women in the age group 25-34 years, lower socio-economic status, with toothache
excused at first molar permanent mandibular teeth.
Keywords: root canal treatment, age, gender, socio-economic status
ABSTRAK
Latar belakang: Perawatan saluran akar gigi (PSA) adalah suatu prosedur perawatan mekanis dan
kimiawi yang secara biologis diterima di dalam saluran akar untuk mengeliminasi penyakit pulpa dan
periradikuler serta meningkatkan kesehatan dan perbaikan dari jaringan periradikuler. Tujuan: Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang gambaran PSA berdasarkan karakteristik umur, jenis kelamin,
status sosial ekonomi dan jenis gigi yang sering dilakukan PSA serta alasan responden melakukan PSA di poli
gigi RSUD Ulin Banjarmasin. Metode: Penelitian ini merupakan deskriptif observasional dengan jumlah sampel
100 orang, dengan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi
langsung pada pasien yang melakukan PSA. Hasil: menunjukkan kelompok umur 20-40 tahun merupakan
responden yang paling banyak melakukan PSA (67%). Perempuan lebih sering melakukan PSA (65%) daripada
laki-laki (35%). Responden dengan status sosial ekonomi agak rendah paling banyak melakukan PSA (41%).
Sakit gigi merupakan alasan terbanyak responden melakukan PSA (42%). Elemen gigi yang paling sering
dilakukan PSA adalah gigi molar 1 permanen kanan dan kiri rahang bawah sebagai elemen gigi yang paling
sering dilakukan PSA (13%). Kesimpulan: Perawatan saluran akar paling sering dilakukan pada perempuan
dengan kelompok umur 20-40 tahun, status sosial ekonomi agak rendah, dengan keluhan sakit gigi pada molar 1
permanen rahang bawah.
Kata Kunci: perawatan saluran akar gigi, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi
Korespondensi: Maya Sagita, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarmasin, Jalan Veteran 128 B, Banjarmasin, KalSel, email: maya.aya.sagita@gmail.com

175

Sagita
176 : Gambaran Perawatan Saluran Akar Gigi
PENDAHULUAN
Karies merupakan kerusakan jaringan
keras gigi yang disebabkan oleh asam yang ada
dalam
karbohidrat
melalui
perantara
mikroorganisme yang ada dalam saliva.1 Karies
dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalaman
permukaan, yaitu karies email (karies superfisial),
karies dentin (karies media) dan karies akar (karies
profunda).2 Menurut Branstrom dan Lind (1965)
serta Langeland (1996), reaksi pulpa dapat terjadi
pada lesi dini karies dentin. Meskipun pulpa belum
terbuka, sel-sel peradangan dapat mengadakan
penetrasi ke pulpa melalui tubulus dentin yang
terbuka sehingga jika karies sudah meluas
mengenai pulpa, itu berarti peradangan sudah
kronis. Penyakit pulpa dapat diklasifikasikan
sebagai pulpitis reversibel dan irreversibel, pulpitis
hiperplastik dan nekrosis.3
Respon iritasi pulpa adalah peradangan
dan jika tidak dirawat akan berkembang menjadi
nekrosis pulpa. Peradangan bisa menyebar ke
tulang alveolar sekitarnya dan menyebabkan
penyakit periapikal. Besarnya masalah yang
berhubungan dengan pulpa tidak boleh dianggap
remeh. Konsekuensi paling serius dari penyakit
pulpa adalah sepsis oral. Jika infeksi menyebar dari
gigi maksilaris, dapat menyebabkan sinusitis
purulen, meningitis, abses otak, selulitis orbital dan
cavernous sinus thrombosis, sebaliknya, jika infeksi
berasal dari gigi mandibula dapat menyebabkan
ludwigs
angina,
abses
parapharyngeal,
mediastinitis, pericarditis, emphysema dan jugular
thrombophlebitis.4
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional
menunjukkan bahwa tahun 2007, Kalimantan
Selatan merupakan provinsi ke-dua dengan
persentase pengalaman karies tertinggi, yaitu
84,7%. Kalimantan Selatan juga merupakan
provinsi dengan indeks kesehatan gigi (DMF-T)
tertinggi yaitu sebesar 6,83 meliputi gigi karies atau
decay (D-T) 1,31, gigi dicabut atau missing (M-T)
5,52 dan gigi ditumpat atau filling (F-T) 0,12.5
Dapat disimpulkan bahwa banyaknya gigi yang
ditumpat lebih sedikit daripada gigi yang missing
atau diindikasi pencabutan. Hal ini membuktikan
bahwa masyarakat Kalimantan Selatan masih
kurang menyadari pentingnya merawat dan
mempertahankan gigi di dalam rongga mulut.6
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran
perawatan saluran akar gigi di poli gigi
RSUD Ulin Banjarmasin.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
observasional yang diperoleh dari wawancara dan
observasi langsung pada pasien yang melakukan
perawatan saluran akar gigi. Penelitian ini

merupakan deskriptif observasional dengan jumlah


sampel 100 orang, dengan metode purposive
sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara dan observasi langsung pada pasien
yang melakukan PSA. Penelitian ini dilakukan di
poli gigi RSUD Ulin Banjarmasin. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah alkolhol.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
inform consent, questioner, alat tulis, nier bekken,
kaca mulut, handscoon dan masker.
Penelitian ini diawali dengan meminta
kesediaan pasien yang dilakukan perawatan saluran
akar (PSA) di RSUD Ulin Banjarmasin untuk
menjadi sampel penelitian dengan memberikan
lembar persetujuan (informed consent). Kemudian
subjek penelitian diwawancara oleh peneliti. Tahap
selanjutnya peneliti melakukan observasi secara
langsung gigi yang telah dilakukan PSA.Data yang
didapat dari penelitian ini dikumpulkan dan
dikelompokkan
berdasarkan
tujuan,
yaitu
karakteristik umur, jenis kelamin, status sosial
ekonomi dan jenis gigi yang sering dilakukan PSA
serta alasan responden melakukan PSA di poli gigi
RSUD Ulin Banjarmasin. Data tersebut kemudian
dianalisis dengan statistik deskriptif.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 1
berikut.

Gambar 1.
Gambaran Perawatan Saluran
Akar Gigi (PSA) berdasarkan kelompok
umur
Gambar 1 menunjukkan sampel yang
melakukan PSA di Poli Gigi RSUD Ulin
Banjarmasin paling banyak pada kelompok umur
20-40 tahun (67%), kemudian diikuti kelompok
umur 40-65 tahun (25%), kelompok umur 10-20
tahun (8%) dan lebih dari 65 tahun (0%).
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa yang
paling banyak melakukan PSA adalah kelompok
umur 20-40 tahun (67%), sedangkan yang paling
sedikit adalah kelompok umur lebih dari 65 tahun
(0%).

Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 174 -177
178

176

Gambar 2. Gambaran PSA


kelamin

berdasarkan

jenis

Gambar 2 menunjukkan bahwa responden


yang mendapatkan PSA paling banyak adalah
perempuan sebanyak 65 responden (65%).
Responden laki-laki mendapatkan PSA yaitu 35
responden (35%).

Gambar 4. Gambaran PSA berdasarkan Alasan


Melakukan PSA
Gambar 4 menunjukkan bahwa alasan
terbanyak responden melakukan PSA karena sakit
gigi sebanyak 42 responden (42%). Kemudian
diikuti dengan alasan gigi berlubang (17%), estetik
(11 %), retreatment perawatan saluran akar (9 %),
fraktur (5%), anjuran dokter gigi karena gigi masih
bisa dirawat (5%), takut cabut gigi (4%), penyakit
sistemik (3%), karies sekunder (3%), dan tambalan
lepas (1%).

Gambar 3. Gambaran PSA


Sosial Ekonomi

berdasarkan

Status

Gambar 2. menunjukkan bahwa responden


yang melakukan PSA dengan sosial ekonomi tinggi
adalah 0 responden (0%), menengah ke atas adalah
17 responden (17%), menengah ke bawah 36
responden (36%), agak rendah 41 responden (41%)
dan rendah 6 responden (6%). Berdasarkan data
tersebut diketahui bahwa bahwa responden dengan
sosial ekonomi yang agak rendah merupakan
responden yang paling banyak melakukan PSA
(41%). Tidak ada responden dengan sosial ekonomi
tinggi yang melakukan PSA (0%).

Gambar 5. Elemen Gigi yang dilakukan PSA


Gambar 5 menunjukkan bahwa elemen
gigi terbanyak yang dilakukan PSA adalah gigi
molar 1 kiri bawah dan molar 1 kanan bawah
dengan persentasi 13%, kemudian diikuti gigi

Sagita
178 : Gambaran Perawatan Saluran Akar Gigi
molar 2 permanen kiri bawah (11%), molar 1
permanen kiri atas (9%), insisif sentral permanen
kanan atas (7%), insisif sentral permanen kiri atas
(6%), premolar 2 permanen kanan atas, molar 1
permanen kanan atas dan molar 2 permanen kanan
bawah (5%), premolar 1 permanen kanan atas,
molar 2 permanen kanan atas, premolar 1 permanen
kiri bawah, dan premolar 2 permanen kanan bawah
(4%), premolar 2 permanen kiri atas (3%), premolar
1 permanen kiri atas (2%), serta insisif lateral
permanen kanan, insisif lateral permanen kiri atas,
molar 2 permanen kiri atas, insisif lateral permanen
kanan bawah, dan kaninus lateral permanen kanan
bawah (1%). Kaninus permanen atas, insisif sentral
permanen bawah, insisif lateral permanen kiri
bawah, kaninus permanen kiri bawah dan premolar
2 permanen kanan bawah merupakan elemen gigi
yang tidak dilakukan PSA selama penelitian (0%).
PEMBAHASAN
Berdasarkan Gambar 1, diketahui bahwa
yang paling banyak melakukan PSA adalah
kelompok umur 20-40 tahun (67%), sedangkan
yang paling sedikit adalah kelompok umur lebih
dari 65 tahun (0%). Hal ini mungkin disebabkan
karena
berdasarkan
RISKESDAS
Provinsi
Kalimantan Selatan (2007) pada kelompok umur
35-44 tahun rata-rata kehilangan 5,09 gigi dan pada
kelompok umur 65 tahun ke atas rata-rata memiliki
kehilangan 22,73 gigi. Dapat disimpulkan bahwa
pada usia 35 tahun ke atas banyak masyarakat di
Kalimantan Selatan yang mencabut giginya dan
semakin bertambahnya umur, semakin banyak gigi
yang telah dicabut.6 Selain itu, Kalimantan Selatan
merupakan salah satu wilayah yang memiliki
potensi endapan gambut terluas.7 Daerah dengan
potensi endapan gambut memiliki pH air tanah
yang secara umum cenderung asam, yaitu 3-4,5.8
air gambut memiliki pH yang asam yang dapat
meningkatkan demineralisasi, yang nantinya akan
menyebabkan gigi mudah terkena karies karena
tidak seimbangnya proses demineralisasi dan
remineralisasi.9
Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa
wanita lebih banyak melakukan PSA (65%)
daripada laki-laki (35%). Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian terdahulu oleh Hollanda et al
(2008) di Brazil dan Ahmed et al (2009) di Pakistan
bahwa perempuan lebih banyak melakukan PSA
daripada laki-laki.10,11 Hal ini mungkin terjadi
karena perempuan lebih peduli dengan kesehatan
oral.12 Hal ini didukung juga dengan pernyataan
dari Ambarwati (2012) bahwa perempuan lebih
mengutamakan estetik dibanding laki-laki, sehingga
perempuan sangat memperhatikan kesehatan
giginya.13
Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa
bahwa responden dengan sosial ekonomi yang agak
rendah merupakan responden yang paling banyak

177
melakukan PSA (41%). Tidak ada responden
dengan sosial ekonomi tinggi yang melakukan PSA
(0%) di poli gigi RSUD Ulin. Hal ini didukung oleh
hasil penelitian Budisuari et al (2010) bahwa status
sosial ekonomi rendah cenderung terkena karies
lebih tinggi yaitu sebesar 1.116 kali dibanding
sosial ekonomi yang lebih tinggi.14
Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa
alasan terbanyak melakukan PSA adalah sakit gigi
(42%) sedangkan yang paling sedikit adalah
tambalan lepas (1%). Hal ini mungkin terjadi
karena umumnya pulpitis irreversibel dan nekrosis
diawali dengan karies gigi. Umumnya karies pada
tahap awal belum menimbulkan rasa sakit, sehingga
pasien tidak merasa perlu untuk ditambal. Bila
dibiarkan terus-menerus tanpa ditambal, proses
dapat berlanjut dan mengenai pulpa sehingga
menyebabkan sakit gigi yang berulang.15
Berdasarkan pernyataan Darwita et al (2010), sakit
gigi menurunkan produktivitas kerja seseorang.
Oleh karena hal tersebut, seseorang dengan sakit
gigi paling banyak melakukan PSA.16
Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa
elemen gigi yang paling banyak dilakukan PSA
adalah gigi molar 1 permanen kanan rahang bawah
dan molar 1 permanen kiri rahang bawah dengan
persentasi masing-masing 13%, sedangkan elemen
gigi yang selama penelitian tidak ditemukan
dilakukan PSA adalah gigi kaninus permanen
kanan rahang atas, kaninus kiri permanen rahang
atas, kaninus kiri permanen rahang bawah, insisif
sentral permanen kiri rahang bawah, insisif lateral
permanen kiri rahang bawah, insisif sentral
permanen kanan rahang bawah, dan premolar 1
permanen kanan rahang bawah (0%). Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian terdahulu oleh
Ahmed et al (2009) yang menyatakan bahwa molar
merupakan yang paling banyak dilakukan PSA
(54%) dengan persentasi molar 1 permanen rahang
bawah yang paling banyak (21.2%). 11 Demikian
pula hasil penelitian Oglah et al (2011) yang
menyatakan bahwa molar permanen rahang bawah
merupakan gigi yang paling sering dilakukan PSA
(23.01%).17 Berbeda dengan hasil penelitian
Hollanda et al (2008) dan bahwa PSA paling
banyak dilakukan pada gigi premolar dan molar
permanen rahang atas, demikian pula dengan hasil
penelitian Marza dan Ranj (2009) yang menyatakan
bahwa insisif sentral dan premolar 1 permanen
rahang atas yang paling banyak dilakukan PSA.10,18
Hal ini mungkin terjadi karena gigi molar 1
permanen merupakan gigi permanen pertama yang
erupsi sehingga paling lama terpapar dengan
etiologi karies.19 Hal ini didukung dengan
pernyataan bahwa gigi molar merupakan gigi yang
beresiko mengalami karies, terutama fissure dan
permukaan proksimal, dari aspek mesial molar
kedua sampai aspek distal premolar pertama.20
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, PSA di Poli
Gigi RSUD Ulin Banjarmasin paling sering

Dentino (Jur. Ked. Gigi), Vol II. No 2. September 2014 : 174 179
- 178

178

dilakukan pada perempuan (65%) dengan


kelompok umur 20-40 tahun (67%), status sosial
ekonomi agak rendah (41%), dengan keluhan sakit
gigi (42%) pada molar 1 permanen rahang bawah
(26%).

14.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Samad F. Karies Gigi. Skripsi. Pekanbaru:


FK-UNRI, 2008. P.3.
Bakar A. Kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta:
Quantum Sinergis Media, 2012. P.27.
Tarigan R. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti).
Edisi 2 revisi. Jakarta: EGC, 2006. P.23-27,
35.
Yu C and Abbott PV. An Overview of Dental
Pulp: Its Functions and Responses to Injury.
Australian Dental Journal Endodontic
Supplement 2007; 52 (1 Suppl): S4-S16.
Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS)
2007.
Jakarta:
Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2008. P.191.
Depkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) Provinsi Kalimantan
Selatan Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2009. P: 114.
Tjahjono JAE.
Kajian Potensi Endapan
Gambut Indonesia berdasarkan Aspek
Lingkungan. Jakarta: Pusat Sumber Daya
Geologi, 2006. P.4.
Hartatik W, Idris K, Sabiham S, Djuniwati
dan Adiningsih JS. Pengaruh Pemberian
Fosfat Alam dan SP-36 pada Tanah Gambut
yang Diberi Bahan Amelioran Tanah Mineral
terhadap Serapan P dan Efisiensi Pemupukan.
Padang: Universitas Padang, 2004. P. 13.
Prasetyo A. Keasaman Minuman Ringan
Menurunkan Kekerasan Permukaan Gigi. Maj.
Kedokteran Gigi 2005; 38: 2.
Hollanda ACB, Alencar AHG, Esterela CRA,
Bueno MR, and Estrela C. Prevalence of
Endodontically Treated Teeth in a Brazilian
Adult Population. Braz Dent J. 2008; 19(4):
313-317.
Ahmed H, Durr-e-S, and Munawar R.
Frequency and Distribution of Endodontically
Treated Teeth. Journal of the College of
Physicians and Surgeons Pakistan. 2009;
19(10): 605-8.
Nield-Gehrig JS, and Willmann DE.
Foundation of Periodontics for The Dental
Hygienist. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins, 2003. P.78.
Ambarwati AW. Persepsi Mengenai Tampilan
Susunan Gigi Anterior dan Kebutuhan
Perawatan Ortodonti (Pada anak usia 9-12

15.

16.

17.

18.

19.

20.

tahun). Skripsi. Makassar: FK UNHAS, 2012.


P.35.
Budisuari MA, Oktarina, dan Mikrajab MA.
Hubungan Pola Makan dan Kebiasaan
Menyikat Gigi dengan Kesehatan Gigi dan
Mulut (Karies) di Indonesia. Bulletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2010; 13(1): 8391.
Agtini MD, Sintawati dan Murwanto T. Status
Kesehatan Gigi, Performed Treatment Index
dan Required Treatment Index Anak Sekolah
Dasar di Kabupaten Cianjur, Karawang dan
Serang. Media Litbang Kesehatan. 2005;
15(4): 26-33.
Darwita RR, Rahardjo A dan Amalia R.
Penerimaan Guru SDN 03 Senen terhadap
Program Sikat Gigi Bersama di Dalam Kelas
pada Murid Kelas 1 dan 2. Cakradonya Dent
J. 2010; 2(2): 159-250.
Oglah FS, Baidda MZ and Gholam MK.
Evaluation of Endodontic Treatment in Three
Specialized Private Clinics in Baghdad
(Retrospective Study). Mustansiria Dental
Jounal. 2011; 8(3): 233-236.
Marza RSA and Ranj AB. Prevalence and
Technical Quality of Root Canal Treatment in
Sulaimani
Patiens
(A
Radiographic
Evaluation). J Bagh College Dentistry. 2009;
21(2): 54.
Demiburga S, Tuncay O, Cantekin K,
Cayabatmaz M, Dincer AN, Kilinc HI and
Sekerci AE. Frequency and Distribution of
Early Tooth Loss and Endodontics Treatments
Need of Permanent First Molars in a Turkish
Pediatric Population. Eur J Dent. 2013; 7(1):
S99-104.
Axelsson Per. Diagnosis and Risk Prediction
of Dental Caries. London: Quintessence
Publishing Co. Inc, 2000. P.23.

Anda mungkin juga menyukai