PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan bagian terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan
diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Menuju tercapainya tujuan pembangunan kesehatan tersebut
diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh (komperhensif) yang
meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara berjenjang dan
terpadu.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas
kesehatan kabupaten atau kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung
tombak pembangunan kesehatan di Indonesia termasuk memberikan pelayanan kesehatan
terhadap pasien. (Sulastomo, 2007).
Berdasarkan Kepmenkes No. 128 tahun 2004, Puskesmas adalah penanggung
jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama. Puskesmas
merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi sebagai
pusat pengembangan pelayanan, yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan
secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal disuatu wilayah kerja
tertentu. Wilayah kerja puskesmas pada mulanya ditetapkan satu kecamatan, kemudian
dengan semakin berkembangnya kemampuan dana yang dimiliki oleh pemerintah untuk
membangun puskesmas, wilayah kerja puskesmas ditetapkan berdasarkan jumlah
penduduk di satu kecamatan, kepadatan dan mobilitasnya.
Visi Puskesmas Kebasen yang ditetapkan sejak tahun 2010 adalah Terwujudnya
Pelayanan Prima dan Masyarakat Sehat Mandiri dan Berkeadilan Menuju Kecamatan
Sehat Tahun 2015. Untuk mewujudkan visi tersebut maka ditetapkan misi yang antara
lain :
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar paripurna yang bermutu, merata,
terjangkau, dan berkeadilan kepada seluruh lapisan masyarakat.
Mendorong peran serta dan kemandirian perorangan, keluarga, dan masyarakat untuk
hidup sehat.
Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat kepada seluruh lapisan masyarakat.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu menganalisa masalah kesehatan dan metode pemecahan masalah kesehatan
di Puskesmas Kebasen
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran umum keadaan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas
Kebasen
b. Mengetahui secara umum program dan cakupan program P2M Diare di
Puskesmas Kebasen
c. Mengetahui pelaksanaan dan keberhasilan program P2M Diare di Puskesmas
Kebasen
d. Menganalisis kekurangan dan kelebihan pelaksanaan program P2M Diare di
Puskesmas Kebasen
C. MANFAAT PENULISAN
1. Menjadi bahan pertimbangan bagi Puskesmas dalam melakukan evaluasi kinerja
P2M terutama penyakit Diare di Puskesmas Kebasen.
2. Menjadi dasar ataupun masukan bagi Puskesmas dalam mengambil kebijakan jangka
panjang dalam upaya pencegahan penyakit Diare
3. Menjadi bahan pertimbangan bagi Puskesmas untuk mencari alternatif pemecahan
masalah sehingga dapat meningkatkan kinerja 6 program pokok Puskesmas Kebasen
khusunya pada bagian P2M.
4. Menjadi salah satu wacana untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat
pada umumnya dan individu pada khususnya di wilayah kerja Puskesmas Kebasen.
5. Menjadi bahan kajian pustaka dan pertimbangan untuk melakukan penelitian serupa.
II
1. Keadaan Geografis
Kecamatan Kebasen merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten Banyumas
dengan luas wilayah 53,99 km2. Kecamatan Kebasen terdiri dari 12 desa dengan batasbatas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara
: Kecamatan Patikraja
b. Sebelah Selatan
c. Sebelah Timur
d. Sebelah Barat
: Kecamatan Rawalo
: 1.049,60 Ha (19,43 %)
: 1.542,33 Ha (28,56 %)
: 1.041,66 Ha (19,29 %)
d. Tanah Kebasen
: 10,800 Ha (0,20 %)
: 916,000 Ha (16,96 %)
: 565,100 Ha (10,44 %)
g. Lain-lain
: 274,025 Ha (5,09 %)
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kecamatan Kebasen tahun 2014
jumlah penduduk Kecamatan Kebasen adalah 61.090 jiwa terdiri dari 31.097 jiwa
laki-laki (50,9% ) dan 29.993 jiwa perempuan (49,1%) tergabung dalam 15.733 rumah
tangga/KK. Jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2013 jumlah penduduk dalam
tahun 2014 mengalami peningkatan (sumber data dari dirjen kependudukan dan
catatan sipil).
Jumlah penduduk tahun 2014 yang tertinggi di desa Kalisalak sebanyak 10.118
jiwa, sedangkan terendah di desa Tumiyang 1.476 jiwa. Apabila kita bandingkan
dengan luas wilayah, kepadatan penduduk kecamatan Kebasen sebesar 1.131 / km2.
Kepadatan penduduk Kecamatan Kebasen tahun 2014 sebesar 1.131/km2.
Dengan kepadatan tertinggi ada di desa Cindaga dengan tingkat kepadatan sebesar
2.045/km2
b. Tingkat Pendidikan
Tabel 2.1. Jenis Pendidikan menurut Jenis Kelamin
No
Jenis Pendidikan
Tidak/Belum Tamat
SD/MI
Tamat SD/MI
SLTP/Sederajat
SLTA/Sederajat
Diploma III
Universitas
Jumlah
2
3
4
5
6
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
7.806
7.866
9.960
3.481
1.997
392
248
23884
10.197
2.836
1.432
311
158
22800
Jumlah
15.672
20.157
6.317
3.429
703
406
46684
petani (30,68%), buruh tani (42,67%), pengusaha (0,62%), buruh industri (4,45%),
buruh bangunan (6,08%), pedagang (4,41%), pengangkutan (1,19%), PNS (1,80%),
ABRI (0,26%), pegawai BUMN/BUMD (2,47%), pensiunan (0,05%), penggalian
(1,82%), jasa sosial (0,28%) dan lain-lain (3,22%).
B. PENCAPAIAN PROGRAM KESEHATAN
1. Derajat Kesehatan Masyarakat
Untuk melihat gambaran derajat kesehatan masyarakat di Kecamatan Kebasen pada
tahun 2014 disajikan dalam uraian yang yang mencakup mortalitas, morbiditas dan status
gizi masyarakat.
Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian, kesakitan dan
status gizi yang ada di masyarakat. Selain sebagai salah satu indikator derajat kesehatan
masyarakat, kejadian kematian, kesakitan dan status gizi masyarakat juga dapat
digunakan sebagai indikator dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dan
program pembangunan kesehatan lainnya. Perkembangan kejadian kematian, penyakit
dan staus gizi masyarakat di Kecamatan Kebasen pada periode tahun 2014 disajikan
dalam uraian di bawah ini.
a. Mortalitas
1) Angka Kematian Bayi
Pada tahun 2014 di Kecamatan Kebasen ada 958 lahir hidup, dengan 11 lahir
mati dan jumlah bayi mati sebesar 3 bayi. Angka kematian bayi (AKB) di
Kecamatan Kebasen sebesar 3,1 per 1000 lahir hidup, sehingga AKB dilaporkan
sebesar 3,1. Sedangkan AKB tahun 2013 sebesar 7,6. Dengan demikian ada
penurunan AKB sebesar 4,5 . Hal ini disebabkan adanya penurunan jumlah
kelahiran hidup pada tahun 2014 sebesar 958 lahir hidup dibandingkan tahun 2013
sebanyak 1054 lahir hidup. Jika dibandingkan dengan IIS 2013 AKB di Kecamatan
Kebasen terhitung rendah (IIS 2012 = 40 per 1000 kelahiran hidup). Dan juga
didukung oleh peningkatan kualitas pelayanan dengan bertambahnya kemampuan
tenaga medis dan paramedis untuk penanggulangan kegawatdaruratan lewat
pelatihan atau diklat yang diikuti.
Tingginya angka kematian bayi menunjukkan masih rendahnya status
kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang dapat disebabkan oleh masih rendahnya
akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat khususnya pelayanan kesehatan
ibu dan anak, perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat khususnya ibu saat
hamil serta lingkungan masyarakat yang belum sepenuhnya mendukung pentingnya
kesehatan.
2) Angka Kematian Ibu
Pada tahun 2014 di Kecamatan Kebasen jumlah kematian ibu hamil 0, ibu
bersalin 0 dan ibu nifas sebanyak 0 orang. Angka Kematian Ibu (AKI) di
Kecamatan Kebasen pada tahun 2014 sebesar 0 per 100.000 kelahiran hidup.
AKI tahun 2013 di Kecamatan Kebasen sebesar 0 per 100.000 kelahiran
hidup. Dengan demikian AKI di Kecamatan Kebasen pada tahun 2014 tidak
mengalami perubahandan masih bisa mempertahankan dalam nilai 0. Menurut IIS
2014 AKI sebesar 150 per 100.000 kelahiran hidup, dengan demikian AKI di
Kecamatan Kebasen dibawah AKI menurut IIS 2014. Ini menunjukan bahwa
program kesehatan di Kecamatan Kebasen cukup baik. Ditunjang dengan pelayanan
dan kompetensi dari tenaga medis dan paramedis yang semakin meningkat.
3) Angka Kematian Balita
Pada tahun 2014 di Kecamatan Kebasen jumlah Balita sebanyak 4.767 anak,
jumlah balita mati adalah 4 anak. Dengan demikian Angka Kematian Balita di
tahun 2014 sebesar 2,1 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian
Balita di tahun 2013 sebesar 17,1 per 1000 kelahiran hidup. Dengan demikian pada
tahun 2014 ada penurunan Angka Kematian Balita. Ini menunjukkan program
kesehatan di Kecamatan Kebasen cukup baik. Agar tidak terjadi peningkatan angka
kematian anak, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran
dan kemandirian masyarakat tentang kesahatan melalui pemberdayaan dan
pengembangan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat seperti POSYANDU,
Desa Siaga, Dana Sehat dan lainnya selain program kesehatan yang dilaksanakan
oleh Puskesmas dan untuk puskesmas sendiri lebih meningkatkan lagi hal promotif
dan preventif disamping pelayanan pengobatan.
4) Angka Kecelakaan
Pada tahun 2014 di Kecamatan Kebasen terjadi kecelakaan lalu lintas
sebanyak 39 kejadian dengan dengan jumlah korban sebanyak 36 orang luka ringan
,3 orang luka berat, dan tidak ada korban meninggal.
Dibanding kejadian kecelakaan lalu lintas tahun 2013 sebanyak 45 kejadian
dengan jumlah korban sebanyak 36 luka ringan dan 8 luka berat,korban meninggal
0.Angka kejadian kecelakaan lalu lintas pada tahun 2014 menurundibanding tahun
2013. Hal ini dimungkinkan mulai ada kesadaran dari pengendara motor ataupun
mobil untuk disiplin dalam berlalulintas.
b. Morbiditas
1) Penyakit Malaria
Pada tahun 2014 terjadi kasus Malaria positif sebanyak 4 kasus atau Angka
Kesakitan Malaria (API) sebesar 0,1 per 1000 penduduk. Sedangkan kejadian kasus
Malaria Positif pada tahun 2013 sebanyak 4 kasus atau Angka Kesakitan Malaria
(API) sebesar 0,1 per 1000 penduduk. Dengan demikian di Kecamatan Kebasen
tidak terjadi peningkatan kejadian kasus malaria positif. Hal ini bisa dipertahankan
dengan peran aktifnya medis, paramedis, petugas surveilan, promkes, bidan desa
dalam preventif dan promotifnya dan juga dibantu oleh juru malaria desa. Dan
daerah endemis malaria di Kecamatan Kebasen masih berada di desa Kalisalak.
2) TB Paru
Pada tahun 2014 ditemukan kasus baru TB Paru BTA positif sebanyak 25
kasus , klinis 33 dengan perkiraan jumlah kasus BTA positif sebanyak 60 kasus.
Dengan demikian angka Penemuan Penderita TB Paru BTA positif (CDR) di
Kecamatan Kebasen sebesar 38,46%. Dibanding periode yang sama pada tahun
2013 ditemukan kasus baru BTA positif sebanyak 30 kasus dengan perkiraan
jumlah kasus BTA positif sebanyak 65 kasus dengan CDR sebesar 46,15%. Dengan
demikian ada penurunan CDR pada tahun 2014 dibanding tahun 2013.
Hal ini dimungkinkan kurangnya screening dari pemegang program atau
kurang aktifnya pemegang program, medis dan paramedis untuk melakukan
penjaringan di keluarga dengan BTA+.
3) HIV
Pada tahun 2014 di Kecamatan Kebasen tidak ditemukan kasus HIV. Begitu
pula di tahun 2013 adalah 0 kasus. Hal ini dimungkinkan tidak terdeteksinya kasus
HIV di wilayah atau memang tidak ada kasus.
4) Acute Flaccid Paralysis
Standar penemuan kasus polio adalah 2 per 100.000 penduduk usiakurang
dari 15 tahun. Target penemuan kasus di Kabupaten banyumas adalah 8 kasus. Bila
dilihat dari profil Puskesmas Kebasen tahun 2014, di Kecamatan Kebasen pada
tahun 2014 tidak ditemukan kasus AFP.
5) Demam Berdarah Dengue
Jumlah kasus DBD di Kecamatan Kebasen pada tahun 2014 sebanyak 9 kasus
dengan angka kesakitan DBD sebesar 14,7 per 100.000 penduduk. Sedangkan pada
tahun 2013 jumlah kasus DBD sebanyak 8 kasus dengan angka kesakitan DBD
sebesar 13,1 per 100.000 penduduk. Dengan demikian terjadi peningkatan kasus
DBD pada tahun 2014 dibanding tahun 2013. Hal ini dapat disebabkan oleh
semakin tingginya mobilitas penduduk ,kurangnya kesadaran masyarakat untuk
melakukan pencegahan dengan kegiatan PSN secara rutin dan berkesinambungan,
dan kurangnya pengetahuan dari masyarakat tentang DBD dan pemberantasannya.
Masyarakat hanya mengetahui untuk penatalaksaan pemberantasan DBD hanya
dengan fogging tanpa PSN, mungkin kurangnya preventif dan promotif dari
petugas kesehatan ke masyarakat.
c. Status Gizi
Pada tahun 2014 di Kecamatan Kebasen terdapat 1.338 bayi dan 3.789 anak
balita dengan bayi mendapat vitamin A satu kali sebanyak 1.338 bayi (100%), anak
balita mendapat vitamin A dua kali sebanyak 3.687 (97,308%). Dan pada tabel 44
didapati anak BGM sebanyak 75 mendapatkan MP ASI156 dan ditemukan kasus balita
gizi buruk 4 katagori BB/U dan katagori BB/TB 1 anak semuanya sudah mendapat
PMT pemulihan baik dari anggaran APBN (BOK) dan BLUD, dengan pengawasan
dan evaluasi dari petugas kesehatan baik medis, pemegang program gizi dan dibantu
oleh bidan desa akhirnya 5 yang terkatagori gizi buruk terjadi peningkatan BB yang
signifikan.
C. INPUT
1. Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga Puskesmas Kebasen yang ada menurut data tahun 2014 berjumlah 40
orang dengan rincian sebagai berikut:
a. Dokter Umum
: 3 orang
b. Dokter Gigi
: 1 orang
c. Perawat
: 7 orang
d. Perawat gigi
: 1 orang
e. Bidan
: 22 orang
f. Ahli Gizi
: 1 orang
g. Sanitasi
: 1 orang
h. Promkes
: 1 orang
i. Laborat
: 1 orang
j. Rontgen
: 1 orang
k. Akuntansi
: 1 orang
:1
b. Puskesmas Pembantu
:1
c. Poli/BP Swasta
:3
d. Polindes
: 12
e. PKD
: 12
f. Posyandu
: 78
1) Posyandu Pratama
:0
2) Posyandu Madya
: 11
3) Posyandu Purnama
: 65
4) Posyandu Mandiri
:2
3. Pembiayaan Kesehatan
Penyelenggaraan pembiyaan untuk keluarga miskin dan masyarakat rentan di
Kecamatan Kebasen tahun 2014 meliputi BPJS dan KBS. Jumlah masyarakat miskin
sebesar 29618 jiwa, yang mendapat pelayanan kesehatan meliputi rawat jalan 21596
(34,4%), yang mendapat pelayanan rawat inap sebanyak 795 (2,9%).
Dibandingkan dengan standar pelayanan minimal angka tersebut masih dibawah
target yaitu 15% dari total masyarakat miskin, yang berarti belum semua keluarga miskin
tercakup dalam pelayanan kesehatan Gakin dan Masyarakat rentan. Akan tetapi hal
tersebut bisa terjadi karena masyarakat miskin tidak memanfaatkan hak untuk berobat
karena tidak adanya keluhan kesehatan.
D. Analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT)
1. Strength
Aspek kekuatan dari program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Diare
terdapat pada aspek input dan aspek proses (perencanaan).
Input
a. Man
Puskesmas Kebasen memiliki 3 dokter umum, 7 perawat umum, dan 1 pelaksana
kesling berdasarkan data profil Puskesmas Kebasen. Dalam pelaksanaan sehari-hari di
Puskesmas Kebasen, terdapat 1 tenaga kesehatan yang berpengalaman dalam
menjalankan program P2M Diare.
b. Money
Sumber dana dalam pelaksanaan program P2M Diare sudah disiapkan dari
pemerintah, yaitu sumber Dana Bantuan Operasional Kesehatan dan Badan Layanan
Umum Daerah. Dana ini dari Kementerian Kesehatan. Sumber dana ini dapat
digunakan untuk kegiatan promotif dan preventif seperti penyuluhan, kegiatan
penelitian epidemiologi serta dapat digunakan untuk menambah sarana dan prasarana
Puskesmas Kebasen untuk program P2M.
c. Material
Puskesmas Kebasen memiliki sarana dan prasarana untuk menangani
kegawatdaruratan penyakit Diare, pemeriksaan laboratorium lengkap, serta 2 unit
ambulan.
d. Metode
Metode kegiatan program P2M Diare di Puskesmas Kebasen meliputi kegiatan
yang dilakukan di dalam puskesmas maupun di luar puskesmas. Kegiatan di dalam
Puskesmas seperti Penemuan kasus diare pada pasien yang berobat di rawat jalan
ataupun rawat inap Puskesmas Kebasen. Kegiatan di luar puskesmas meliputi kegiatan
penelitian epidemiologi (PE) yaitu melihat secara langsung kondisi rumah penderita
diare dan kondisi lingkungan sekitar tempat tinggal penderita. Kegiatan luar lainnya
adalah penyuluhan kesehatan yang sasarannya adalah kader di tiap desa.
e. Minute
Kegiatan program P2M Diare baik kegiatan di dalam puskesmas maupun di luar
puskesmas sudah rutin dilakukan. Kegiatan di luar puskesmas seperti penyuluhan
kader dan kunjungan rumah untuk penelitian epidemiologi sudah rutin dilakukan
paling tidak tiga kali dalam satu bulan. Kegiatan di dalam puskesmas juga rutin
dilakukan setiap hari kerja puskesmas.
f. Market
Sasaran kegiatan program P2M Diare meliputi seluruh desa di wilayah kerja
Puskesmas Kebasen.
Proses
Perencanaan: program P2M Diare sudah memiliki perencanaan yang baik, yaitu
agar tercapainya kesembuhan pasien Diare berdasarkan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) Puskesmas Kebasen, serta terputusnya rantai penularan Diare di masyarakat
Kebasen.
2. Weakness
Aspek kelemahan dari program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Diare
terdapat pada aspek input dan proses (penggerakan dan pelaksanaan program, serta
pengawasan dan pengendalian kegiatan).
Input
Man: Terdapat petugas khusus di bidang diare tetapi petugas P2M diare juga menjabat
bidang lain sehingga kurang focus.
Proses
a. Penggerakan dan pelaksanaan program
Kader kesehatan di desa kurang aktif dalam menjalankan promosi kesehatan
khususnya tentang penyakit diare, sehingga informasi kesehatan yang diperoleh dari
penyuluhan kesehatan dari pihak puskesmas tidak tersampaikan dengan baik kepada
masyarakat. Faktor lain yang ikut berperan yaitu kesadaran masyarakat yang masih
kurang dalam menjalankan PHBS di lingkungannya.
b. Pengawasan dan pengendalian kegiatan
Pengawasan dan pengendalian kegiatan di tingkat puskesmas dan dinas kesehatan
Banyumas sudah baik, hanya saja kurangnya pengawasan dari tingkat tiap desa di
Kecamatan Kebasen.
Dapat disimpulkan dari aspek proses, kelemahan program P2M Diare
dikarenakan:
Kurangnya sumber daya manusia untuk menangani P2M Diare secara khusus.
Output
Jumlah kasus diare di Kecamatan Kebasen pada tahun 2014 sebanyak 898 kasus.
Sedangkan pada tahun 2015 jumlah kasus diare sebanyak 1226 kasus. Sedangkan untuk
cakupan penemuan dan penanganan penderita diare sebesar 56,70 % pada tahun 2015.
Angka tersebut belum memenuhi target cakupan yaitu 70% pada tahun 2010.
3. Opportunity
Kesempatan untuk mengatasi permasalahan program P2M diare antara lain Dinas
Kesehatan yang turut aktif dalam pemberantasan penyakit menular.
4. Threat
Ancaman kasus Diare terjadi di Kecamatan Kebasen masih tinggi. Banyak juga warga
Kecamatan Kebasen yang belum menyadari pentingnya penerapan perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat sulit diajak kerja sama dalam
kegiatan pemberantasan penyakit menular. Berdasarkan data per Januari 2015 angka
kejadian penyakit diare merupakan masalah yang utama untuk di selesaikan, hal ini
sesuai dengan jumlah angka kejadian diare sebanyak 1226 kasus. Jumlah penderita diare
selalu ada dan memiliki jumlah yang signifikan pada setiap tahun.
III
a. Sistem pendataan lebih efisien, karena bisa menghemat waktu bila dikerjakan dengan
jumlah tenaga yang lebih banyak dan juga lebih memperluas ruang gerak pendataan.
b. Dapat menambah frekuensi penyuluhan tentang P2M sehingga penyampaian
informasi lebih maksimal yang berimbas kepada peningkatan kesadaran masyarakat
akan Kesehatan Lingkungan.
2. Memberi reward pada tenaga pembantu dalam program promosi kesehatan, yang
diharapkan dapat meningkatkan kinerja petugas P2M.
3. Menambah frekuensi penyuluhan kepada masyarakat agar selalu menjaga kebersihan
lingkungan sekitar.
4. Peningkatan kesadaran masyarakat melalui penjaringan kader diare desa
5. Peningaktan kerjasama antar sektor seperti kerja sama melalui sekolah dan komunitas
lain di masyarakat.
IV
A. Kesimpulan
1. Program P2M diare dipilih sebagai salah satu masalah dalam program Puskesmas
Kebasen karena berdasarkan 10 penyakit menular salah satu yang tertinggi di
Puskesmas Kebasen dari bulan Januari-Desember tahun 2015 yaitu penyakit diare
sebanyak 1226 kasus.
2. Beberapa hal yang menjadi sebab kurang tercapainya program P2M diare di
Puskesmas Kebasen adalah :
a
Kurangnya sumber daya manusia untuk menangani P2M Diare secara khusus.
B. Saran
1. Untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan adalah dengan melaksanakan
sosialisasi secara terus-menerus kepada masyarakat yang dilaksanakan oleh petugas
Puskesmas bekerja sama dengan lintas program dan lintas sektoral.
2. Monitoring dan evaluasi kegiatan secara rutin untuk dapat diketahui perkembangan
kegiatan yang telah dilaksanakan dan segera mengetahui permasalahan yang
ditemukan dalam bentuk laporan.
3. Meningkatkan koordinasi lintas program dan sektoral dan penguasaan data bagi
masing-masing pemegang program, sehingga dalam pemecahan masalah dan
penyusunan rencana kegiatan bisa sesuai dengan kebutuhan yang ada.