Anda di halaman 1dari 14

RINGKASAN, REVIEW DAN KOMENTAR

Kata Pengantar
Kata pengantar ini ditulis oleh Heddy Shri Ahimsa-Putra. Dimulai dengan ungkapan
rasa bahagianya dengan terbitnya terjemahan buku ini, namun di lain pihak dia juga
mengungkapkan tidak mudahnya membaca buku ini berdasarkan pada fakta bahwa latar
belakang Paz adalah seorang penyair dan filosof. Dalam kata pengantar ini Ahimsa juga
mengetengahkan siapa itu Levi-Strauss, landasan pemikirannya, teori teori yang LeviStrauss yang dia kemukakan untuk menanggapi kritikan yang dituliskan oleh Paz yang
ditujukan untuk Levi-Strauss.
Seolah ingin menegaskan kembali (walaupun kata pengantar ini dituliskan sebelum
saya mengikuti perkuliahannya) ungkapan Ahimsa di perkuliahan Epistemologi Antropologi
dimana dia mengatakan bahwa seseorang bisa saja berteori namun apabila tidak ada karya
tulis atau buku yang dia hasilkan maka teori itu, yang kemudian saya tafsirkan, akan
menjadi hisapan jempol belaka, Ahimsa memulai dengan menuliskan karya besar yang
telah dibuat oleh Levi-Strauss yaitu sebuah buku mengenai sistem kekerabatan yang
memiliki judul Les structures elementaires de la parente yang enam bulan setelahnya
disusul dengan buku lainnya yaitu Tristes Tropiquesyang memdudukkan posisi Levi-Strauss
menjadi posisi yang sangat penting dalam dunia antropologi meskipun ada satu hal yang
dirasa oleh Ahimsa berbeda dengan tokoh tokoh antropologi modern lainnya sebelum Levi
Strauss adalah pada sedikitnya waktu yang diluangkan Levi-Strauss di lapangan dalam
melakukan penelitian. Mengapa saya sebutkan tokoh tokoh antropologi modern lebih
kepada penjelasan Ahimsa sendiri dalam perkuliahan Antropologi Modern dimana
Antropologi Modern dimulai oleh Malinowski dengan memiliki perbedaan penting dengan
antropologi klasik sebelumnya pada lamanya penelitian, dimana paling tidak lama penelitian
di lapangan adalah satu tahun dan digunakannya metode penelitian observasi partisipasi.
Poin poin berikutnya yang disuguhkan Ahimsa adalah poin poin penting dari
pemikiran Levi-Strauss yang dibahas oleh Paz dalam buku ini.
1. Larangan Insest: Antara Alam (Nature) dan budaya (Culture)
Dikemukakan dalam poin ini, Levi-Strauss memandang bahwa fenomena larangan
insest sama dengan fenomena fonem dalam bahasa. Fonem, menurut Levi-Strauss
yang dipengaruhi oleh ahli Linguistik Roman Jakobson, dijelaskan dalam kata pengantar
ini sebagai berikut:
- Fonem merupakan unit terkecil yang tidak mengandung makna namun menjadi
wahana yang turut menentukan makna (halaman xvii) yang kemudian saya ringkas
menjadi sesuatu yang tidak bermakna tetapi menentukan makna.
- Dikemukakan juga bahwa fonem berada pada batas antara nature dan culture.
Fonem ada dalam posisinature karena ada dalam semua bahasa di dunia dan juga
berada pada posisi culture karena menentukan makna.

Larangan insest dipandang berada pada batas antaranature dan culture juga dimana
fenomena tersebut ada dalam semua masyarakat (nature) dan juga berbeda antara satu
suku dengan yang lain (culture) atau dengan kata lain makna yang dihasilkan bisa
berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain.
Jelas di sini bahwa Levi-Strauss mengadakan penelitian larangan insest yang ada di
berbagai kelompok masyarakat, menganalisanya dan muncul dengan teori tersebut. Dan
seperti dalam judul buku ini, Levi-Strauss Empu Antropologi Struktural, penting kiranya
melihat analisa yang dibuat oleh Levi-Strauss. Ada prinsip penting dalam analisis
struktural yang disebutkan Ahimsa di sini yaitu salah satu prinsip penting dalam analisis
struktural adalah melihat sesuatu dalam konteks yang lebih luas, yakni dalam konteks
relasi sintagmatis dan paradigmatis (halaman xviii).
Pengertian dari konteks relasi sintagmatis dan paradigmatis akan saya ketengahkan
berdasarkan pada buku Ahimsa yang berjudul Strukturalisme Levi-Strauss; Mitos dan
Karya Sastra. Namun terlebih dulu saya ingin kembali pada fonem yang telah
dikemukakan di atas merupakan unit terkecil dari bahasa yang dapat mempengaruhi
makna
dari
sebuah
kata,
yang
dicontohkan
oleh
Ahimsa
adalah
beda kutuk dankuthuk yang merupakan dua kata dalam bahasa Jawa yang berbeda arti
karena adanya fonem [t] dan [th]. Bagaimanakah konteks relasi sintagmatis dan
paradigmatisnya? Hubungan sintagmatik sebuah kata adalah hubungan yang
dimilikinya dengan kata-kata yang dapat berada di depannya atau di belakangnya dalam
sebuah kalimat (halaman 47 paragraf 2, Strukturalisme Levi-Strauss) sedangkan
konteks relasi paradigmatis menurut Saussure yang dituliskan Ahimsa adalahhubungan
yang dimilikinya dengan kata-kata lain yang dapat menggantikanya dalam suatu kalimat
tanpa membuat kalimat tersebut secara sintagmatis tidak dapat diterima atau tidak
bermakna (halaman 50 paragraf 2, Strukturalisme Levi-Strauss). Dengan kata lain
fonem tidak berdiri sendiri tetapi ada dalam konteks relasi. Seperti dalam
contoh kutukdan kuthuk, fonem juga dipandang merupakan kumpulandistinctive
features atau ciri pembeda yang hanya bisa dilihat dari relasinya dalam sebuah konteks.
Saya
akan
mencoba
melihat
contoh
lain
dalam
bahasa
Inggris.
Kata tough \tf\dan though \th\. Jelas ada perbedaan pronunciation atau suara
dan juga berbeda makna seperti halnya dengan kutukdan kuthuk. Dengan kata
lain saat kita mengucapkan sebuah kata yang terwujud dengan suara, akan timbul
konsep atau yang saya sebut pemvisualisasian dalam pikiran kita atas apa yang
dikandung dalam kata tersebut. Kata yang berbeda akan menimbulkan suara yang
berbeda dengan pemvisualisasian yang berbeda pula. Kata yang berbeda akan
menimbulkan suara yang berbeda dengan pemvisualisasian yang berbeda pula. Jelas
nampak di sini adanya hubungan antara penanda dan tinanda (yang ditandai). Contoh:
pada saat seseorang menyuarakan atau mengucapkan kata televisi maka visualisasi
akan kata televisi yang ada dalam pikiran saya adalah bentuk tv itu sendiri yang berupa
kotak persegi panjang dengan beberapa tombol dan antena (Ringkasan dan Tanggapan
untuk Strukturalisme Levi-Strauss tulisan Ahimsa oleh Diyah Perwitosari). Larangan
insest juga dipandang merupakan penanda peralihan antara nature dan culture. Jika
fonem dikatakan membentuk makna dan menciptakan komunikasi atau pertukaran
makna dan informasi, bagaimana dengan larangan insest. Dituliskan oleh Ahimsa bahwa
dalam larangan insest terjadi pertukaran wanita dan membentuk masyarakat yang

merupakan akibat dari larangan menikah dengan individu dalam lingkaran sosial yang
sama. Dan kalai digambarkan menjadi seperti di bawah ini:
Lingkaran Sosial Kerabat A Lingkaran Sosial Kerabat B

garis menunjukkan berpindahnya perempuan dari satu lingkaran ke lingkaran

lain karena menikah dengan laki laki di luar lingkaran sosialnya.


Dari gambar tersebut terlihat adanya pertukaran dimana perempuan di lingkungan sosial
kerabat A berpindah ke lingkaran sosial kerabat B dan perempuan dari lingkungan
sosial
kerabat B berpindah ke lingkaran sosial kerabat A.
Jenis pernikahan seperti ini disebut Eksogami (yang berkaitan erat dan saling melekat
satu sama lain dengan larangan insest itu sendiri), http://organisasi.org/macam-jenisbentuk-perkawinan-pernikahan-poligini-poliandri-endogami-eksogami-dll,
adalah
perkawinan antara etnis, klan, suku, kekerabatan dalam lingkungan yang berbeda. Lalu
apa makna insest itu sendiri? Terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Levi-Strauss
memandang makna sebagai fungsi. Makna insest menurut Levi-Strauss, yang
kemudian dikritik oleh Paz, adalah prinsip timbal balik dimana di dalamnya terdapat
aturan pertukaran wanita. Paz berpikir bahwa dengan teori tersebut Levi-Strauss belum
menjawab asal muasal dan keuniversalan (sisi natural) dari fenomena larangan insest
yang kemudian segera disanggah oleh Ahimsa dengan mengutarakan bahwa LeviStrauss tidak berusaha untuk mencari tahu asal muasal dari larangan insest tersebut
karena mencari tahu asal muasal larangan insest adalah seperti mencari tahu asal
muasal bahasa. Arti insest bagi Paz sendiri adalah kerja bawah sadar dari pikir/budi
manusia yang dalam dirinya sendiri tidak mempunyai dasar. Lebih lanjut diketengahkan
oleh Ahimsa bahwa mengetahui fungsi larangan insest sekaligus mengetahui nilai dari
larangan insest tersebut yaitu kelompok manusia saling berkomunikasi melalui wanita
wanitanya sehingga membentuk masyarakat (untuk membedakan manusia dengan
binatang) dan adanya saran untuk melihat arti dari suatu fenomena dengan melihat dari
fungsinya bukan dalam arti material ataupun biologis.
Seperti telah diungkapkan di atas bahwa larangan insest melekat erat dengan pernikahan
eksogami layaknya dua sisi mata koin, Ahimsa mengajak pembaca untuk berbicara
mengenai perkawinan dan sistem kekerabatan itu sendiri. Strukturalisme identik dengan

model dan struktur dan hal tersebut, pada era dimunculkannya Strukturalisme oleh LeviStrauss, dirasa asing oleh para positivistis yang lebih kepada data empiris, verifikasi dengan
metode statistik. Pandangan Levi-Strauss mengenai perkawinan dianggap oleh Paz
menghilangkan ciri perkawinan sebagai pengenah antara renunsiasi dan promiskuitas
sehingga terbentuk lingkaran tertutup dan legal dimana permaian erotis boleh berkembang
(hal xxiv). Ahimsa berpikir bahwa Paz memandang perkawinan tersebut dari perspektif
fenomenologi yang berakibat pada dibawanya peneliti pada sisi subyektif dan relatif
perkawinan serta hilangnya sisi keilmiahannya. Dari uraian Ahimsa ini, saya berpikir dia
seperti ingin mengutarakan bahwa Strukturalisme berada antara Positivisme dan
Fenomenologi. Dan nampak bahwa Strukturalisme Levi-Strauss ini, yang merupakan kritisi
Levi-Strauss kepada kaum positivistis dan fenomenologi, mendapatkan kritikan baik dari
kaum positivistis maupun fenomenologi. Lalu apa yang dikatakan oleh Levi-Strauss
mengenai perkawinan itu sendiri? Levi-Strauss berpendapat bahwa perkawinan adalah
persatuan antara pria dan pria dan yang dipertukarakan adalah perempuan yang kemudian
mengubah
pemahaman
akan kinship yang
sudah
ada
sebelumnya
dimana
didalam kinship hanyalah ada ayah, ibu dan anak. Menurut Levi-Strauss, pemahaman yang
ada sebelumnya mengenai kinship gagal menjelaskan perilaku dan menjelaskan
terbentuknya suatu keluarga. Dari penjelasan Ahimsa ini saya bisa memahami bahwa LeviStrauss memang tidak berusaha untuk mencari asal muasal insest tapi dia mencari tahu
asal muasal terbentuknya suatu keluarga dan saudara laki laki ibu pun digambarkan
dalam atom kekerabatan. Konsep persatuan, atau bertemunya, para pria dari lingkungan
sosial lain menunjukkan hubungan anak dengan bapak, anak dengan saudara laki laki ibu
dan pertukaran wanita itu sendiri.
Levi-Strauss menganalisa dengan metode analisa linguistik struktural pranata perkawinan,
larangan insest, perilaku kekerabatan serta pranata pertukaran dalam kehidupan manusia.
Levi-Strauss menganalisa mite yang ada dalam beberapa lingkaran sosial dengan
berlandaskan teori linguistik yang menyebutkan kalimat dalam suatu wacana sirkular, suatu
discourse yang secara konstan mengubah arti, perulangan dan variasi. Mite adalah
fenomena bahasa yang menyampaikan pesan dan seperti bahasa mite juga memiliki
aspek langue danparole atau memiliki struktur dan wujud dalam kehidupan sehari hari.
Pemahaman saya, berdasarkan kata pengantar ini, akanlangue dan parole adalah

Langue

Parole

Struktur struktur yang membentuk sistem

Statistikal (dalam kehidupan sehari-hari)

Tetap

Tidak tetap

Reversible

Non-reversible

Meskipun demikian mite juga berbeda dengan bahasa dalam artian:

1.

Mite memiliki sifat reversible dan non-reversible

2. Isi dan susunan cerita yang khas yang tidak terpengaruh bahasa yang digunakan

sehingga mite dipandang sebagai bahasa itu sendiri.


Hipotesa untuk analisis struktural terhadap mite adalah:
- Mite terbangun dari satuan satuan tertentu
Mite berada di antara simbol dan tanda. Pengertian symbol di sini adalah segala ssuatu
yang diberi makna dan tanda dipandang mempunyai nilai yang dapat dilihat pada saat
diletakkan dalam sebuah konteks.
- Unit unit mite berada pada tatanan yang lebih tinggi dan kompleks
Mite memiliki ceriteme ceriteme (istilah yang digunakan Ahimsa untuk menunjukkan
unit unit dalam mite yang mengambil bentuk cerita cerita), sebagai unit terkecil
dalam bentuk kalimat kalimat atau kata kata. Dan sekali lagi perbedaan mite dengan
bahasa adalah pada bahwa fonem tak bermakna namun bernilai sedangkan ceriteme,
yang dipandang sebagai simbol, memiliki makna referential dan juga memiliki nilai.
Selain kritisi Levi-Strauss terhadap kaum positivistis dan fenomenologi, Levi-Strauss juga
mengkritisi pemahaman orang barat yang menganggap logika masyarakat sederhana
berbeda dengan logika masyarakat modern. Levi-Strauss melihat persamaan itu dalam
bentuk totemisme (untuk masyarakat sederhana) dan agama (untuk orang modern).
Dipaparkan oleh Ahimsa bahwa menurut Levi-Strauss totemisme adalah suatu bentuk
sistem klasifikasi dengan menggunakan sarana atau konsep-konsep yang diambil dari
lingkungan alam atau yang kemudian disebut dengan istilah science of the
concreteperbedaan dengan masyarakat modern adalah pada sarananya. Masyarakat
sederhana mengkateogrisasikan apa yang ada di alam untuk menyampaikan ide abstrak
sedangkan manusia modern memulai dengan merencanakan terlebih dahulu, kemudian
mencari alat dan bahan yang diperlukan. Levi-Strauss merasa sudah ada kesalahan dalam
konsep totemisme itu sendiri yang kemudian pasti lah anggapan akan totemisme itu sendiri
akan salah. Ada satu pernyataan bahwa totemisme tidak melulu religi (halaman xIii).
Dalam penutup kata pengantarnya, Ahimsa mengutarakan bahwa Strukturalisme
merupakan epistemology baru dengan landasan pemikiran dan cara analisisnya yang baru
dengan menggabungkan asumsi asumsi filosofis, dam model serta konsep linguistik.
Disebutkan keinginan akan antro agar menjadi ilmiah dan obyektif, semakin jelas filsafatnya
dan dilakukannya studi perbandingan dalam mempelajari manusia secara mendalam. Di sini
saya menangkap ke positivistisan Strukturalisme yang ingin mempertahankan keilmiahan
dan keobyektifitasan suatu penelitian, studi perbandingan dan mungkin mempelajari
manusia secara mendalam merupakan kefenomenologian dari Strukturalisme.
BAB 1 METAFOR GEOLOGIS. PERSATUAN VERBAL DAN PERSATUAN SEKSUAL:
NILAI,
TANDA, WANITA

Paz juga memulai dengan buku buku Levi-Strauss yang ia baca seperti yang telah
disebutkan Ahimsa dan memandang bahwa buku buku Levi-Strauss memiliki tiga sisi arti
yaitu antropologi, filosofis dan estetis. Dipandang oleh Paz bahwa Levi-Strauss
menggunakan linguistik struktural berangkat dari gagasan gagasan Mauss.
Relasi
Mauss, dalam kaitannya dengan teori Durkheim atas fungsionalisme strukturalisme,
menyatakan bahwa setiap fenomen memiliki ciri-ciri khasnya sendiri dan bahwa fakta
sosial totalnya Durkheim itu terdiri atas serangkaian tataran yang saling tumpang: tiap
fenomen, tanpa kehilangan keunikannya, mengacu pada fenomena lainnya (halaman 5).
Tanda dan Penanda
Mauss juga berbicara mengenai pemberian tanda dimanapemberian tanda itu bersifat
timbal-balik (resiprokal) dan melingkar (sirkular) (halaman 6) yang kemudian diperjelas oleh
Malinowski dengan teori fungsinya: benda benda dan institusi (pranata, lembaga) adalah
tanda tanda bagi fungsi (halaman 7).
Larangan Insest
Tidak ada tujuan lain dari tabu insest kecuali memungkinkan sirkulasi perempuan dan
dalam hal itu tabu insest sejajar dengan kewajiban untuk member, sebagai yang dikaji oleh
Mauss (halaman 14)
Catatan:
Saya tidak begitu memahami apakah di sini artinya Mauss mengkaji dan menyetujui
pemikiran Levi-Strauss ataukah Mauss telah mengkaji tujuan dari larangan insest dan keluar
dengan teori tersebut sebelum Levi-Strauss menyatakannya.
Orisinalitas Levi-Strauss, menurut Paz, adalah pada
1. Cara Levi-Strauss memandang struktur itu sendiri. Levi-Strauss memandang struktur
bukan semata mata fenomen yang bersumber pada asosiasi manusia melainkan
suatu sistem yang tunduk dan ditentukan oleh kohesi internal ... tersingkap dalam
kajian mengenai transformasi yang memungkinkan ditemukannya kembali ciri cirri
yang sama dalam sistem sistem yang kelihatannya berbeda beda (halaman 7).
2. Pandangan Levi-Strauss akan bawah sadar yang menurutnya bukanlah sesuatu yang
irrasional atau sekadar fungsional.
Dalam kaitannya dengan tanda yang ada dalam tabu insest disebutkan oleh Paz bahwa
Levi-Strauss mengatakan wanita merupakan tanda yang ada dalam fenomena larangan
insest. Dan dalam bab ini, Paz mempertanyakan mengenai arti-dari-arti yang dia ungkapkan
dengan dalam kaitannya dengan sebuah teori yang menyatakan bahasa member saranan
tutur yang kemudian dia bertanya apa arti dari tutur itu sendiri dan yang kemudian
ditanggapi oleh Levi-Strauss dengan yang kita hadapi adalah kerja bawah sadar dari

pikir/budi manusia yang dalam dirinya tidak mempunyai dasar kendati bukannya tidak
memiliki kegunaan.
BAB II SIMBOL, METAFORA, DAN EVAKUASI, POSISI DAN ARTI. ASIA, AMERIKA DAN
EROPA. TIGA TRANSPARENSI: BIANGLALA. RACUN, DAN MUSANG. SPIRIT:
SESUATU YANG BUKAN APA APA.
Seperti yang telah dikemukakan Ahimsa bahwa Levi-Strauss menganalisa mite, di sini Paz
juga mengungkapkan bahwa Levi-Strauss menganalisa mite. Sudah banyak diutarakan
Ahimsa pada kata pengantarnya mengenai analisa struktural Levi-Strauss pada mite, dan
sekali lagi Paz mempertanyakan mengenai arti-dari-arti ketika berhadapan dengan analisa
struktural Levi-Strauss terhadap mite. Di sini diketengahkan analisa struktural mite yang
dilakukan Levi-Strauss dalam bentuk tabel dan cara membaca tabel tersebut dari kanan ke
kiri dan dari atas ke bawah. Sebelumnya Paz mengetengahkan langkah- langkah yang
diambil Levi-Strauss:
1.

Menghimpun sebanyak mungkin versi kisah Oedipus

2. Menuliskan mitem mitem pada kartu dan menyusunnya dalam larik dan kolom

Yang kemudian dijelaskan oleh Paz bahwa mitem itu merupakan ekspresi-konkret
untuk suatu fungsi relasional
Dari tabel dan analisa struktural Levi-Strauss, Paz mengungkapkan adanya pemaduan dua
hal yang kontradiktif dan menyadari bahwa strukturalisme tidak berupaya menjelaskan
sejarah serta menyetujui teori bahwa mite merupakan kerja mental yang bertumpu pada
logika yang sama dengan mite mite lain.
Tentang mite, dalam bab ini dan beberapa bab lain ada beberapa teori megenai mite yang
dikeluarkan oleh Paz:
1.

mite menimbulkan mite; oposisi, permutasi, mediasi, dan oposisi baru. Setiap solusi
sedikit berbeda dari solusi sebelumnya sehingga mite bertumbuh seperti spiral.
(halaman 28)

2. arti suatu mite adalah mite lain (halaman 28)


3. Mite adalah suatu kalimat dalam sebuah wacana yang melingkar, suatu wacana

yang terus menerus mengubah artinya: perulangan dan variasi (halaman 28 29)
4. Mite mite saling berkomunikasi sesama mereka melalui manusia sebagai

sarananya, dan tidak sepengetahuan manusia (halaman 29)


5.

Wacana mitis sesungguhnya dari mite tidaklah dapat diterjemah (halaman 30)

6. Tema

sesungguhnya
natur ... (halaman 37).

semua

mite

ini

adalah

oposisi

antara

kultur

dan

7.

Mite mengulang dirinya sendiri, melahirkan kembali dirinya (Bab III, halaman 44)

8. Musik dan Mite bekerja dalam suatu kontinum rangkap yaitu yang eksternal dan

internal (Bab III, halaman 46)


9. Mite adalah bagian dari fungsi puitik: mite adalah benda verbal dan oleh sebab itu

menggunakan kunci linguistik


Paz juga menyadari adanya keuniversalan penalaran atau logika manusia yang dia
ketengahkan pada halaman 34, spirit manusiawi yang di segala tempat dan waktu tunduk
pada hukum hukum yang sama.
BAB III INTERMESO DISONAN. PEMBELAAN BAGI CINDERELLA
PENYIMPANGAN LAIN. SEGITIGA VERBAL: MITE, EPIK, SAJAK.

DAN

Saya tidak akan mengetengahkan mengenai analisa Cinderella serta epik yang dianggap
sebagai penengah antara oposisi biner antara sajak dan mite, namun saya akan
mengetengahkan teori teori besar yang melandasi analisa dan teori mengenai epik
tersebut. Teori kedelapan mengenai mite oleh Paz pada halaman 46 pada bab ini dijelaskan
lebih lanjut.
Kontinum eksternalnya berupa suatu runtunan kejadian historis yang secara teoretis tak
terbatas, dan dari runtunan itulah setiap masyarakat mengambil sejumlah
peristiwa (halaman
46)
sedangkan
kontinum
internalnya
dijelaskan
sebagai
berikut,kontinum internal didasarkan pada waktu psiko-fisik pendengar. Panjang dongeng,
perulangan kemunculan tema, kejutan, paralelisme, asosiasi dan pembagian semuanya itu
memancing mincing reaksi mental serta jasmani khalayak: interes menjadi vital (halaman
47).
Paz juga mengetengahkan perbedaan antara musik dan mite pada struktur verbal dan
nonverbal. Paz berpendapat musik memiliki struktur nonverbal sedangkan mite memiliki
struktur verbal. Keuniversalitasan keduanya dipandang dari pesan atau amanat yang
disampaikan. Amanat verbal dari mite dipandang paz mencakup dua kegiatan yaitu seleksi
dan kombinasi. Sejalan dengan pendapat Levi-Strauss, Paz juga menyatakan,unit minimal
mite ialah frase atau kalimat yang merupakan kristalisasi buhul buhul hubungan (halaman
56).
Selain mengetengahkan perbedaan mite dan musik, Paz juga mengetengahkan perbedaan
mite dengan sajak, ilmu dan filsafat. Dia berpendapat:
Mite bukanlah sajak, bukan ilmu, dan bukan juga filsafat, meski memiliki koinsidensi
dengan ketiganya. Koinsidensinya dengan sajak adalah dalam hal prosedurnya (fungsi
putik). Dengan sains, koinsidensi mite adalah dalam hal logikanya. Dengan filasafat,
koinsidensi terletak pada tujuannya yaitu mengajukan gagasan tentang semesta
Lalu perbedaannya apa?, dengan pemahaman cekak sayaberdasarkan pada uraian Paz:

Puisi mengandung makna plural, sains, dalam hal ini matematika, tanda lebih mudah
diganti-ganti dan filsafat lebih pada tataran konsep.
BAB IV KUALITAS DAN KONSEP: DUA SERANGKAI DAN PASANGAN, GAJAH DAN
HARIMAU. GARIS LURUS DAN LINGKARAN. PEDIHNYA KEMAJUAN. MENELAN
CERNA, MENGUBAHTUKAR, MEMAKSA-ENYAH. AKHIR ZAMAN KEEMASAN, DAN
AWAL-MULA TULISAN.
Adanya persamaan logika pemikiran masyarakat primitif dan modern diulas lebih lanjut oleh
Paz pada bab ini.
1. Dengan menggunakan contoh Paz yaitu herbalis Australia dan ilmuwan Eropa yang
kedua-duanya merumuskan bahwa yang ini seperi itu atau ini tidak seperti itu (halaman
60).
2. Disebutkan oleh Paz bahwa taksonomi masyarakat primitf tidaklah mistikal atau
irasional. Sebaliknya metodenya tidak berbeda dengan metode computer: pada
dasarnya adalah matriks-matriks relasional (halaman 61).
3. Menetapkan suatu relasi antara penanda dengan petanda atau istilah Ahimsa adalah
tinanda
4. Persamaan metode pengintegrasian oposisi biner
Perbedaan antara kedua masyarakat tersebut adalah:

Masyarakat Primitif

Masyarakat Modern

Presisi, ke-eksak-an dan kesempurnaan


penalaran

Presisi, ke-eksak-an dan kesempurnaan


peralatan

Merasa dirinya bagian dari alam dan


mengungkapkan persaudaraanya dengan
spesies hewan tertentu

Ke-tiada-dua-an dan ekslusivitas spesies


manusia sebagai satu satunya yang memiliki
sejarah sekaligus mengetahui sejarahnya
sendiri

Mengkateogrisasikan apa yang ada di alam


untuk menyampaikan ide abstrak

Merencanakan terlebih dahulu, kemudian


mencari alat dan bahan yang diperlukan

Dalam bab ini Paz juga berbicara mengenai totemisme dan kasta yang dipandangnya
sebagai kerja suatu struktur mental yang bersifat bawah-sadar dan kolektif serta berjalan
menurut
metode
kombinasi
antara
pertentangan
(oposisi)
dan
kemiripan
(similaritas) (halaman 63). Menurut Paz Kasta dan totemisme merupakan ungkapan dari

sebuah modus operandi universal yang bersumbu pada relasi antara yang terindera dengan
yang terpikirkan, yang khusus dan yang universal, yang konkret dan yang abstrak dan
kemiripannya ada pada pemikiran bahwa kemarin dan besok sama saja; akhir identik
dengan awal. Namun, seperti disebutkan adanya penengah antar oposisi biner, di sini Paz
mengetengahkan lagi teorinya tersebut. Menurut Paz kasta adalah penengah, perantara
(mediasi) antara totemisme dengan sejarah berdasarkan pada landasan pemikirannya
bawah semua masyarakat primitf berusaha menyingkirkan sisi historisnya. Kasta berkaitan
erat dengan pengelompokkan pengelompokkan yang dianalogikan sama dengan
pengelompokkan tumbuhan atau binatang ke dalam ordo, spesies, famili yang berbeda
beda. Namun tidak seperti binatang yang tetap pada ordo, spesies dan familinya, dalam
kasta seseorang dalam berpindah dari satu golongan ke golongan yang lain tidak halnya
dengan totemisme yang dipahami oleh Paz. Namun Ahimsa dalam kata pengantarnya
menyuguhkan suatu teori mengenai totemisme yang dapat dijadikan sebagai tandingan teori
Paz tersebut. Pada halaman xIii disebutkan:
Sesuatu disebut totemisme bila:
- Suku atau kelompok yang terdiri dari kelompok kelompok totem dari semua populasi
dimana masing masing kelompok memiliki hubungan tertentu (hubungan totemik
dimana tidak saling menikahi, aturan mengenai makanan, penggunaan istilah,
bendera, perilaku pada obyek totemik) dengan sekumpulan obyek totem baik yang
hidup maupun tidak
- Hubungan kelompok sosial dan obyeknya adalah sama
- Anggota kelompok sosial tidak bisa mengubah keanggotaannya kecuali dalam kondisi
tertentu misalnya untuk adaptasi
Sepertinya dalam bab ini, Paz ingin berargumentasi mengenai perlunya analisa sisi historis
suatu fenomena dengan berbicara mengenai progress yang menurut saya sangat memuat
unsur historis. Dia menggarisbawahi apa yang telah dilakukan Levi-Strauss berkenaan
dengan progress. Paz menilau bahwa Levi-Strauss telah menunjukkan bahwa progress
bukanlah suatu hokum historis universal dan bukan pula tolok-ukur nilai yang dapat
diberlakukan pada semua masyarakat. Menanggapi teori Levi-Strauss tersebut Paz
menyatakan bahwa progress merupakan suratan historis kita; hal yang sewajarnya ialah
bahwa kritik kita adalah kritik terhadap progress, kemajuan itu (halaman 76) dan yang
kemudian pembicaraan menjadi meluas kepada permasalahan kekuasaan hingga pada
penulisan sebuah buku adalah dimatikannya dialog antar orang.
BAB V PRAKTEK DAN SIMBOL. YA ATAU TIDAK, DAN LEBIH ATAU KURANG,
KETAKSADARAN MANUSIA DAN TAKSADARAN MESIN. TANDA TANDA YANG
SALING MENGHANCURKAN: TRANSFIGURASI. TAXILA.
Dalam bab ini banyak dilontarkan kritik kritik dari para antropolog yang ditujukan kepada
Levi-Strauss. Pengaruh Jakobson pada Levi-Strauss ditegaskan lagi dalam hal bahwadalam
bahasa tidak ada hak-milik pribadi, semuanya disosialisasikan, Levi-Strauss berpendapat
bahwa masyarakat sebagai suatu sistem komunikasi yang kemudian tidak dijelaskan lebih

lanjut oleh Paz namun saya pikir pasti Paz melandaskannya pada larangan insest di mana
aturan aturan mengenai mereka sendiri disosialisasikan kepada kelompok lain. Paz
mengutarakan keraguannya akan kemampuan Levi-Strauss dalam menjawab atau
berhadapan dengan teori yang memandang budaya sebagai suatu cerminan sederhana dari
relasi relasi materi pada alasan bahwa hasil hasil analisa Levi-Strauss masih terbatas
pada masyarakat masyarakat historis.
Terkait dengan pernyataannya di awal bab ini yang mengungkapkan bahwa LeviStrauss memaklumkan diri sebagai murid Marx, Paz melihat adanya perbedaan antara LeviStrauss dan Marx dalam hal relasi antara praxis dengan pikiran.

Levi-Strauss

- Praktik: ranah etnologi, superstruktur

Marx

- Praxis: ranah sejarah

- Praxis dan pikiran bukan dua utuhan yang


masing masing berdiri sendiri dan
keduanya tidak terpisahkan

- Dijembatani oleh kerangka konseptual

- Konsep historis mengenai materi

- Praxis hanya dapat diangankan jika ia ada


sebelum pikiran, tersamar sebagai objektif
psike dan otak.

- Dunia indrawi adalah dunia praxis: dunia


benda yang dibentuk dan disosok serta
diubah oleh kegiatan manusia

- pengutamaan ihwal kimiawi hayati

- Fungsi praxis: memodifikasi alam secara


historis
- Pengutamaan hal hal historis

Sekali lagi dalam bab ini, Paz mengetengahkan kegelisahannya mengenai historis yang
menurutnya dihilangkan oleh Levi-Strauss dan dia melanjutkannya dengan memperlihatkan
letak perbantahan Levi-Strauss dan Sartre yang bersumber pada masalah historisme.

Levi-Strauss

- Penalaran yang bergerak

Sartre

- Gerak penalaran: gerak yang mengubah


penalaran dan membelokkannya sehingga
berhasil menjadi suatu corak penalaran
lain.
Pertentangan antara penalaran analitis
(penalaran yang tidak dapat memahami dan
menghakimi penalaran dialektis) dan

penalaran dialektis (menegasikan,


menyangkal penalaran analitis) adalah
sesuatu yang nyata, karena bersifat historis

Di lain pihak Paz juga menyatakan bahwa, baik Sartre maupun Levi-Strauss, keduanya telah
mengubah pengertian tentangpraxis Marx membuat mereka berdua menjadi pemikir paruh
kedua abad ini, dengan perbedaan pada tujuan dan pandangan mengenai sejarah.

Levi-Strauss

Sartre

Demi mengutamakan suatu alam yang di luar


sejarah

Demi menjunjung dialektika yang sepenuhnya


bersifat historis semata

Sejarah adalh suatu kategori penalaran

Penalaran merupakan suatu kategori historis

Kritik lain yang diarahkan pada Levi-Strauss diambil Paz dari pernyataan Leach:
- alat analitis yang ampuh namun mengandung kelemahan serta kerugian tertentu. Salah
satu kelemahan itu ialah bahwa alat analitis itu cenderung sewenang melecehkan arti
dari soal soal yang terkait dengan nilai (halaman 92).
- Levi-Strauss menunjukkan pada kita logika kategori religious, dan serentak dengan itu dia
justru mengesampingkan segi segi fenomen yang khas religius itu.
Kembali lagi Paz mengkritisi landasan metode Levi-Strauss yang tidak disinggung oleh
Leach yaitu pada keuniversalan teori komunikasi yang diketengahkan Levi-Strauss
meskipun pada awal bab ini Paz telah mengemukakan bahwa Levi-Strauss terpengaruh
oleh Jakobson yang merupakan salah satu ahli bahasa.
Komentar:
Apakah itu merupakan alasan Paz untuk tidak memperuncing pembahasan mengenai
pengaruh teori Jakobson, bahasa sebagai alat komunikasi yang selalu disosialisasikan,
pada Levi-Strauss di awal bab ini ataukah dia mempertanyakan teori masyarakat sebagai
sistem komunikasi itu sendiri? (atau terjemahannya tidak tepat? ... entah lah!!!)
Pembaca
pun
kemudian
di
bawa
oleh
Paz
untuk
kembali
padaunconscious dan subconscious yang oleh Paz, Levi-Strauss telah mengajukan ciri
pembeda satu satunya di antara keduanya.

Unconscious (tak-sadar)

Subconscious (bawah-sadar)

Selalu kosong melompong, semacam ruang Gudang timbunan citra dan ingatan, kenangan
yang menerima denyut denyut, denyar dan adalah suatu aspek dari ingatan.
denyar emosi, representasi, rangsang
rangsang lain dari luar dan ia menata serta
mentransformasikan semuanya itu. Contoh:
apa yang dilakukan perut terhadap makanan
yang masuk dan lewat di dalamnya

Teori Levi-Strauss mengenai unconscious dan subconscious ini diletakkan oleh Paz berbeda
dengan konsepsi alam-tak-sadar Marx dan Freud dimana manusia mencapai pengetahuan
tentang suatu ketaksadaran yang aktif, yang terikat pada satu tujuan, sedangkan Levi
Strauss, manusia merenung renung suatu alat yang tidak mengenal kegiatan apapun juga
selain mengulang dan itu pun tanpa tujuan. (halaman 99). Paz, selain menunjukkan
perseberangan teori teori Levi-Strauss dan ahli antropologi lain, juga menunjukkan adanya
kemiripan antara sistem Kant dan Levi-Strauss yang ditemukan oleh Riceour dimana kedua
duanya merumuskan pemahaman universal yang diatur oleh kaidah kaidah dan kategori
kategori yang tidak berubah ubah. Dan sekali lagi walaupun menunjukkan kemiripan,
Paz juga menunjukkan perbedaan perbedaan yang ada antara Kant dan Levi-Strauss.

Levi-Strauss

Kant

Membaurkan dan menghablurkan pemahaman


dengan/dalam alam

Berupaya untuk menyingkap batas batas


pemahaman

Menghapuskan pemilahan subyek dan obyek

Adanya subyek dan obyek

Paz bisa saja mengkritisi landasan metode analitis struktural Levi-Strauss, namun pada
halaman 101 dia pada akhirnya berkesimpulan dan mengutarakan pernyataan pernyataan
seperti di bawah ini:
.
1. dengan cara reduksi berantai dan keras-ketat, Levi-Strauss menyusuri jalur filsafat
modern; hanya saja dia menempuh arah yang berlawanan lalu tiba pada simpulan
simpulan yang persis bertolak belakang dengan filsafat modern itu.
Paz memetakan adanya tiga jurus yang dimiliki Levi-Strauss dalam strukturalisme:

Levi-Strauss mereduksi pluralitas masyarakat dan sejarah menjadi suatu dikotomi


yang meliput-cakup serta melarut-lumatkannya, yaitu dikotomi antara pemikiran
primitive dan pemikiran adab

Mengoposisikan alam dan budaya, natur dan kultur

Menyingkap kesamaan antara alam dan budaya

2. Struktur

bukan sesuatu yang historis melainkan alami, dan


terkandunglah sifat-hakekat manusia. Sifat hakekat manusia
sebuah concerto, suatu harmoni, suatu proporsi.

didalamnya
merupakan

Lalu bagaimana dengan pertanyaan Paz mengenai arti-dari-arti?


Mengambil dari jawaban Levi-Strauss kepada Pierce, Paz mengetengahkan jawaban LeviStrauss akan pertanyaannya ini:arti dan bukan apa apa adalah sama belaka. Yang
kemudian ditanggapi Paz dengan pernyataan mereduksi dunia menjadi arti adalah sama
absurdnya dengan mereduksinya indera-mengindera saja.
Buku yang sangat menyenangkan untuk dibaca. Sebuah buku yang penuh dengan emosi
paz terhadap strukturalisme Levi-Strauss yang dia suguhkan dengan mengetengahkan
pertentangan pertentangan teori teori Levi-Strauss dengan pendahulunya dan diakhiri
dengan tanggapan akhir Paz yang sangat membuat saya terhibur setelah membaca buku
ini selama beberapa hari dan meringkasnya kembali semalam suntuk..
P O S T E D B Y D I YAH P E R WI T O S A R I AT 7 : 1 6 AM
L A B E L S : T U G A S P E N G A N T A R S E J A R A H T E O R I A N T R O P O L O G I M O D E R N - P R O F. D R . H E D D Y S H R I A H I M S A PUTRA MA MPHIL

Anda mungkin juga menyukai