Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Konsep tentang cedera otak
a. Pengertian cedera otak
Cedera otak adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, (2006). Cedera otak
adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun
degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat
mengurangi

atau

mengubah

kesadaran

yang

mana

menimbulkan

kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma
kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia
alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal
disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Cedera otak adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak
dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius
diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil
kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001). Cidera kepala adalah cidera
dengan skala koma GCS 3-8 atau dalam keadaan koma (Mansjoer, 2001 )
Cidera otak berat adalah dimana otak mengalami memar dengan
kemungkinan adanya darah hemoragi, pasien berada pada periode tidak sadar
diri (Smeltzer, S.C & Bare, B.C, 2002). Cidera otak berat atau memar otak

terjadi perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang
kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus
(Harsono, 2000). Dari berbagai pengertian di atas disimpulkan bahwa cidera
otak berat adalah cedera dengan skala 3 8, dimana otak mengalami memar
dengan kemugkinan adanya perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya
robekan meskipun neuron neuron terputus.
b. Penyebab cedera otak
Cedera otak disebabkan oleh:
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Jatuh
3) Trauma benda tumpul
4) Kecelakaan kerja
5) Kecelakan rumah tangga
6) Kecelakaan olahraga
7) Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)
c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut Japardi (2002) pada cedera otak antara lain:
1) Nyeri yang menetap atau setempat.
2) Bengkak pada fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3) Fraktur dasar tengkorak : hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan
darah terlihat di bawah konjungtiva, memar di atas mastoid (tanda battel),
otoreaserebro

spinal

cairan

cerebrospiral

keluar

dari

telinga),

minoreaserebrospiral (cairan keluar dari hidung).


4) Laserasi atau kontusio otak ditantai oleh cairan spinal berdarah
5) Penurunan kesadaran
6) Pusing / berkunang kunang. Absorbsi cepat dan penurunan volume
intravaskuler.
7) Peningkatan TIK
8) Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis ekstermitas.
9) Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan.
10) Hipertermi
d. Patofisiologi cedera otak
Menurut Tarwoto (2007) adanya cedera kepala dapat mengakibatkan
kerusakan struktur, misal kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh
darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan

adenosis tripospat, perubahan permeabilitas faskuler. Patifisiologi cedera


kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera
kepala skunder. Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik
yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak
cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah krusakan yang terjadi pada
masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini
dapat bersifat (fokal) local, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan
jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian
relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya
berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.
Cedera kepala skunder Trauma saraf proses primer atau sekunder akan
menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus
frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala
kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada
kerusakan lobus oksipital akan dijumpai gangguan sensibilitas kulit pada sisi
yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti
dijumpai pada epilepsi lobus temporalis. Kelainan metabolisme yang dijumpai
pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan didaerah
hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hipertermi.
e. Klasifikasi Cedera kepala
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara
deskripsi dapat diklompokan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya cedera
kepala (IKABI, 2004).

a) Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua


yaitu:
1) Cedera kepala tumpul
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu
lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi
akselerasi 7 dan decelerasi yang menyebabkan otak bergerak
didalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas
tulang tengkorak.
2) Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan (IKABI,
2004).
b) Berdasarkan morfologi cedera kepala
Cedera kepala menurut Tandian, (2011). Dapat terjadi di area tulang
tengkorak yang meliputi :
1) Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering di dapatkan pada pasien cedera kepala.
Kulit kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim
SCALP) yaitu skin, connective tissue dan perikrani. Diantara galea
aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang
memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang
kepala, sering terjadi robekan pada jaringan ikat longgar, maka
perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang
cukup banyak.
2) Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi
menjadi:
3) Fraktur linier kalvaria
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau
stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan
tulang kepala. Fraktur linier dapat terjadi jika gaya langsung yang

bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan


tulang kepala bending dan tidak dapat fragmen fraktur yang masuk
ke dalam rongga intrakranial.
4) Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura
tulang tengkorak yang menyebabkan pelebaran sutura-sutura tulang
8 kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita
karenan sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis
pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat
mengakibatkan terjadinya hematum epidural.
5) Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang memiliki
lebih dari satu fragmen dalam satu aarea fraktur.
6) Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga
besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang
kecal. Fraktur impresi pada durameter dan jaringan otak, fraktur
impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau
laserasi pada durameter dan jaringan otak, eksterna segmen yang
impresi masuk di bawah tabula interna segmen tulang yang sehat.
7) Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada
dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali disertai dengan
robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak.
Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi
fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah
basisi kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis kranii
lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis

melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria.


Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan
robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan
cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selapus
otak (meningitis).
8) Cidera kepala di area intrakranial
Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak
fokal dan cedera otak difus , cedera otak fokal yang meliputi:
a) Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH)
Epidural Hematom adalah hematom yang terletak antara
durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah
robeknya Arteri meningica media (paling sering), vena diploica
(oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus
venosus duralis. Secara klinis ditandai dengan adanya
penurunan

kesadaran

yang

disertai

lateralisasi

(ada

ketidaksamaan antara tanta-tanda neurologis sisi kiri dan kanan


tubuh) yang dapat berupa hemiparese/plegi, pupil anisokor,
reflek patologis satu sisi. Gejala lain yang ditimbulkan antra
lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparese.
b) Perdarahan subdural atau subdural hematom (SDH)
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang
subdural yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi
akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri.
Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak.
Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan 10
prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan
epidural.
c) Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik

Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang


subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural
hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah
yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya
inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang
bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi
fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada
lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar (durameter).
Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti dengan
pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga
terjadi proses degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga
terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran semi
permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor
diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan
subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat
ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung,
kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA (transient
ischemic attack).disamping itu dapat terjadi defisit neorologi
yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang.
d) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen
dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra
cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara
parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh
gaya

akselerasi

dan

deselerasi

akibat

trauma

yang

menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih

dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal


dan subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH
antara lain adanya 11 penurunan kesadaran. Derajat penurunan
kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari
trauma yang dialami.
e) Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)
Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh
darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu
akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut
sebagai

perdarahan

subarahnoit

(PSA).

Luasnya

PSA

menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga


menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan
memicu

terjadinya

vasospasme

pembuluh

darah

dan

menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema


cerebri.
3) Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer,
2000) dapat diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS
dan dikelompokkan menjadi
a) Cedera otak ringan dengan nilai GCS 14 15
1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2) Tidak ada kehilangan kesadaran
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
b) Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 13
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak
memberi respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan
1)
2)

Amnesia paska trauma


Muntah

3)

Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata


rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro

spinal)
4) Kejang
c) Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3) Otak kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(mansjoer, 2000).
e. Komplikasi Cedera otak
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999)
pada cedera kepala meliputi
1) Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma.
Pada situasi ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu,
setelah 16 masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus
lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih
tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada
vegetatife state lebih dari satu tahun jarang sembuh.
2) Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurangkurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera.
Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
3) Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya
berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke
system saraf yang lain.
4) Hilangnya kemampuan kognitif

Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori


merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala
mengalami masalah kesadaran.
5) Penyakit Alzheimer dan Parkinson
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit
Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi
tergantung frekuensi dan keparahan cedera.
f. Penatalaksanaan Cedera Kepala
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuatluka
mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan
benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelumlaserasi ditutup.
a) Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan,
lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dgn badan
dengan memasang collar cervikal, pasang guedel/mayo bila dpt
ditolerir. Jikacedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien
harus diintubasi.
b) Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak.
Jikatidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan
selidiki danatasi cedera dada berat spt pneumotoraks tensif,
hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi
O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan
terancan/memperoleh O2 yang adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa
CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien
harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi.
c) Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan
semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya

cedera intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan


tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan
larutan koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi
edema.
d) Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan
harusdiobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahanlahan dandpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil
diberikan fenitoin15mg/kgBB.
e) Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB. Pada semua pasien
dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan fototulang belakang
servikal (proyeksi A-P,lateral dan odontoid), kolar servikal baru dilepas
setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7normal7. Pada
semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat : Pasang infus dgn
larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih efektif
mengganti volume intravaskular daripada cairanhipotonis dan larutan
ini tdk menambah edema cerebri- Lakukan pemeriksaan : Ht, periksa
darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah. Lakukan CT scanPasien
dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya : Hematoma epidural,
darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel, kontusio dan perdarahan
jaringan otak , edema cerebri, pergeseran garis tengah, fraktur cranium,
pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda
herniasilakukan : Elevasi kepala 30, Hiperventilasi, Berikan manitol
20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat
diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar dosis semulasetiap 6 jam
sampai maksimal 48 jam I- Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf

bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub


dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo)
2. Konsep suhu
a. Pengertian Suhu
Suhu yang dimaksud adalah panas atau dingin suatu substansi. Suhu
tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses
tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Meskipun dalam
kondisi tubuh yang ekstrim selama melakukan aktivitas fisik, mekanisme
kontrol suhu manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu jaringan dalam
relatif konstan. Suhu permukaan berfluktuasi bergantung pada aliran darah
ke kulit dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Karena fluktuasi
suhu permukaan ini, suhu yang dapat diterima berkisar dari 360 C atau 380
C. Fungsi jaringan dan sel tubuh paling baik dalam rentang suhu yang
relatif sempit (Perry, 2005)
b. Ada 2 jenis suhu tubuh :
1) Core temperatur (Suhu inti )
Suhu pada jaringan dalam dari tubuh, seperti kranium, thorax, rongga
abdomen dan rongga pelvis.
2) Surface temperatur
Suhu pada kulit, jaringan sub cutan, dan lemak. suhu iniberbeda, naik
turunnya tergantung respon terhadap lingkungan.
c. Suhu tubuh normal
Pada manusia, nilai normal tradisional untuk suhu tubuh oral
adalah 37C (98,6), tetapi pada sebuah penelitian kasar terhadap orangorang muda normal, suhu oral pagi hari rerata adalah 36,7 C dengan
simpang baku 0,2 C. Dengan demikian, 95% orang dewasa muda
diperkirakan memiliki suhu oral pagi hari sebesar 36,3 37,1C. Berbagai

bagian tubuh memiliki suhu yang berlainan, dan besar perbedaan suhu
antara bagian-bagian tubuh dengan suhu lingkungan bervariasi. Ekstremitas
umumnya lebih dingin daripada bagian tubuh lainnya. Suhu rectum
dipertahankan secara ketat pada 32C. suhu rectum dapat mencerminkan
suhu pusat tubuh (Core temperature) dan paling sedikit di pengaruhi oleh
perubahan suhu lingkungan. Suhu oral pada keadaan normal 0,5 C lebih
rendah daripada suhu rectum. Mengukur suhu klien dengan menggunakan
thermometer yang di tempatkan di aksi/ketiak. Nilai normal untuk suhu per
aksila Orang dewasa adalah 35,8-37,3C Bayi 36,8-37 C.
d. Teori proses penurunan suhu tubuh
Panas hilang dari tubuh melalui radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.
1) Radiasi
Adalah perpindahan panas dari permukaan satu objek kepermukaan objek
lain, tanpa hubungan antara dua objek.
2) Konduksi
Adalah perpindahan panas dari satu molekul ke molekul lain.
Perpindahan konduksi tidak dapat mengalihkan tanpa hubungan antara
molekul dan nilai normal pada pengeluaran panas. Contoh ketika badan
direndamkan kedalam air es. Jumlah perpindahan panas tergantung pada
perbedaan suhu, besar dan lama hubungan (kontak).
3) Konveksi
Adalah penyebaran panas melalui aliran udara. Biasanya jumlah
sedikit dari udara panas yang berdekatan pada tubuh. Udara panas ini
meningkat dan diganti dengan udara dingin dan orang selalu kehilangan
panas dalam jumlah kecil melalui konveksi.

4) Evaporasi
Adalah penguapan terus menerus dari saluran pernafasan dan dari
mukosa mulut serta dari kulit. Kehilangan air yang terus menerus dan tidak
tampak ini disebut kehilangan air yang tidak dapat dirasakan. Jumlah
kehilangan panas yang tidak dirasakan kira-kira 10% dari produksi panas
basal. Pada saat suhu tubuh meningkat, jumlah evaporasi untuk kehilangan
lebih besar.
e. Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh, adalah antara lain:
1) Umur.
Pada bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus dihindari
dari perubahan yang ekstrim.Suhu anak-anak berlangsung lebih labil
dari pada dewasa sampai masa puber. Beberapa orang tua, terutama
umur lebih 75 thn, beresiko mengalami hypotermi (kurang 36 c). Ada
beberapa alasan, seperti kemunduran pusat panas, diit tidak adekuat,
kehilangan

lemak

subkutan,

penurunan

aktivitas

dan

efisiensi

thermoregulasi yang menurun. Orangtua terutama yang sensitif pada


suhu lingkungan seharusnya menurunnya kontrol thermoregulasi.
2) Diurnal Variation
Suhu tubuh biasanya berubah sepanjang hari, fariasi sebesar 1c, antara
pagi dan sore.
3) Latihan
Kerja keras atau latihan berat dapat meningkatkan suhu tubuh setinggi
38,3 sampai 40 c, diukur melalui rectal.
4) Hormon
Perempuan biasanya mengalami peningkatan hormon lebih banyak
daripada laki-laki. Pada perempuan,sekresi progesteron pada pada saat

ovulasi menaikkan suhu tubuh berkisar 0,3c sampai 0,6c diatas suhu
tubuh basal.
5) Stress
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan
panas. Pasien yang cemas saat masuk rumah sakit atau sedang melakukan
pemeriksaan kesehatan suhu tubuhnya akan lebih tinggi dari normal.
Adanya stres dapat dijembatani dengan mengunakan sistem pendukung,
intervensi krisis dan peningkatan harga diri. Sistem pendukung sangat
penting untuk penatalaksanaan stres seperti keluarga (orang tua) yang
dapat mendengarkan, perhatian, merawat dengan dukungan secara
emosional selama mengalami stress. Sistem pendukung pada intinya dapat
mengurangi reaksi stres dan peningkatan kesejahteraan fisik dan mental.
Intervensi krisis merupakan teknik untuk menyelesaikan masalah,
memulihkan seseorang secepat mungkin pada tingkat fungsi semua
dimensi sebelum krisis. Peningkatan harga diri dilakukan untuk membantu
dalam strategi reduksi stres yang positif yang dilakukan untuk mengatasi
stres (Perry, 2005).
6) Lingkungan
Menurut Barabara R Hegner (2003) menjelaskan bahwa suhu tubuh
dipengaruhi oleh:
a) Penyakit
b) Suhu eksternal/lingkungan
c) Obat-obatan
d) Usia
e) Infeksi
f) Jumlah waktu dalam sehari
3. Konsep tentang kompres
a. Pengertian kompres
Menurut Asmadi (2008) kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh
dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat
atau dingin pada bagian tubuh yang memerlukan.

b. Jenis kompres
a) kompres hangat
Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri,
mengurangi atau mencegah spasme otot dan memberikan rasa hangat
pada daerah tertentu (Uliyah & Hidayat, 2008). Kompres hangat dapat
dilakukan dengan menempelkan kantong karet yang diisi air hangat
atau handuk yang telah direndam di dalam air hangat, ke bagian tubuh
yang nyeri. Sebaiknya diikuti dengan latihan pergerakan atau
pemijatan. Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah pelunakan
jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan atau
menghilangkan rasa nyeri, dan memperlancar aliran darah (Kompas,
2009).
b) Manfaat kompres hangat
Kompres hangat bermanfaat untuk meningkatkan suhu kulit lokal,
melancarkan sirkulasi darah dan menstimulasi pembuluh darah,
mengurangi

spasme

otot

dan

meningkatkan

ambang

nyeri,

menghilangkan sensasi rasa nyeri, serta memberikan ketenangan dan


kenyamanan (Simkin, 2005).
c) Pengunaan air dalam pengompresan tubuh
Air merupakan sarana yang baik bagi suhu panas, dan lebih
baik daripada udara. Dengan air, kita tidak terlalu banyak terpengaruh
oleh panas maupun dinginnya suhu udara, seperti saat kita
mencelupkan (merendam) tubuh kita ke dalam air panas maupun
dingin. Maksudnya, suhu udara di luar bukanlah satu-satunya hal yang
mempengaruhi (rasa tubuh), tetapi media pemindah dan penyampai
rasa dan juga berperan besar dalam menghasilkan pengaruh rasa.

Misalnya, suhu air panas yang dapat digunakan dalam kondisi biasa
berkisar sekitar 46oC (Mahmud, 2007).
Tugas utama air di sini adalah memompa suhu panas kepada
tubuh, hingga secara perlahan terjadi peringatan mekanis dan kimiawi
yang berdampak positif. Pengaruh lainnya juga kepada tubuh bagian
luar, anggota-anggota tubuh bagian dalam, dan sirkulasi darah. Suhu
panas (panas tubuh) menjadi pendorong yang positif bagi energi tubuh.
Ini terjadi berkat pengaruh efektifnya terhadap komponen-komponen
sel yang terdiri dari berbagai elektron, ion-ion dan lain sebagainya
(Mahmud, 2007).
Air hangat (46,5-51,5oC) memiliki dampak fisiologis bagi
tubuh, yaitu pelunakan jaringan fibrosa, mempengaruhi oksigenisasi
jaringan sehingga dapat mencegah kekakuan otot, memvasodilatasikan
dan memperlancar aliran darah, sehingga dapat menurunkan atau
menghilangkan rasa nyeri. Jenis-jenis kompres hangat antara lain:
1) Kompres hangat kering
Yakni dengan menggunakan pasir yang telah dipanasi sinar matahari
guna mengobati nyeri-nyeri rematik pada persendian. Selain itu, terapi
ini juga dapat mengurangi berat badan dan menghilangkan kelebihan
berat badan.
2) Kompres hangat lembap
Dewasa ini, kompres jenis ini digunakan dengan sarana atau mediasi
sebuah alat yang dikenal dengan nama hidrokolator. Yakni alat elektrik
yang diisi air, digunakan untuk memanaskannya hingga mencapai suhu
tertentu. Di dalam alat ini dicelupkan beberapa alat kompres dengan
bobot bervariasi yang cocok untuk menutupi seluruh bagian tubuh.
Terapis mengeluaran kompre-kompres ini dengan menggunakan

penjepit khusus, lalu melipatnya dengan handuk dan meletakkannya di


atas tubuh pasien agar kompres tersebut berfungsi menghilangkan
penyusutan otot dan membuatnya lentur kembali.
3) Kompres gelatine (jelly)
menjaga panas atau dingin untuk beberapa lama. Kelebihan kompres
ini terletak pada fleksibelitas bentuknya yang dapat dicocokkan dengan
anggota tubuh sehingga mampu menghasilkan suhu yang diharapkan
dan sanggup menggapai seluruh bagian tubuh. Proses pendinginan
kompres ini dihasilkan melalui alat khusus (hidrokolaktor) yang
memungkinkan suhu panas untuk diatur. Kompres gelatine ini
memiliki pengaruh dan cara penggunaan yang sama dengan kompres
dingin (Mahmud, 2007). Ketika memberikan kompres hangat pada
klien, harus tetap diperhatikan suhu dari kompres itu sendiri untuk
keefektifan kompres dalam mengurangi nyeri dan menghindari cedera
pada kulit akibat suhu yang terlalu panas (Potter & Perry, 2010).
d) kompres dingin
Pengertian kompres dingin adalah suatu metode dalam
penggunaan suhu rendah setempat yang dapat menimbulkan beberapa
efek fisiologis. Aplikasi kompres dingin adalah mengurangi aliran darah
ke suatu bagian dan mengurangi perdarahan serta edema. Diperkirakan
bahwa terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat
kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak
lebih sedikit. Mekanisme lain yang mungkin bekerja adalah bahwa
persepsi dingin menjadi dominan dan mengurangi persepsi nyeri (Price,
2005). Kompres dingin tidak direkomendasikan untuk mengatasi demam
karena dapat meningkatkan pusat pengatur suhu (set point) hipotalamus,

mengakibatkan badan menggigil sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh.


Kompres

dingin

mengakibatkan

pembuluh

darah

mengecil

(vasokonstriksi), yang meningkatkan suhu tubuh. Selain itu, kompres


dingin mengakibatkan anak merasa tidak nyaman.
c. Pengaruh Kompres Dingin
Efek terapeutik pemberian kompres dingin :
a) Vasokonstriksi untuk menurunkan aliran darah ke daerah tubuh yang
mengalami cedera, mencegah terbentuknya edema, mengurangi
inflamasi.
b) Anestesi lokal untuk mengurangi nyeri lokal.
c) Metabolisme sel menurun untuk mengurangi kebutuhan oksigen pada
jaringan.
d) Viskositas darah meningkat untuk meningkatkan koagulasi darah pada
tempat cedera.
e) Ketegangan otot menurun yang berguna untuk menghilangkan nyeri.
d. Mekanisme kompres terhadap tubuh (Hegner, 2003)
Kompres panas dan dingin mempengaruhi tubuh dengan cara yang
berbeda.Kompres dingin mempengaruhi tubuh dengan cara :
a) Menyebabkan pengecilan pembuluh darah (Vasokonstriksi).
b) Mengurangi oedema dengan mengurangi aliran darah ke area.
c) Mematirasakan sensasi nyeri.
d) Memperlambat proses kehidupan.
e) Memperlambat proses inflamasi.
f) Mengurangi rasa gatal.
e. Efektivitas antara kompres hangat dan kompres dingin
kompres dingin efektif untuk mengatasi hipertermia, karena dapat
menurunkan temperature kulit dengan cepat. Akan tetapi tidak efektif
untuk mengatasi demam karena memicu terjadinya vasokonstriksi dan
shivering. Oleh karena itu, kompres dingin kurang efektif dalam
tatalaksana demam karena selain kurang nyaman juga merangsang
produksi panas dan menghalangi pengeluaran panas tubuh. Sedangkan
pemakaian kompres hangat efektif untuk mengatasi demam memicu

vasodilatasi yang dapat meningkatkan pengeluaran panas tubuh.


Pemakaian kompres hangat dianjurkan sebagai terapi kombinasi dengan
antipiretik untuk membantu menurunkan temperature tubuh.

Anda mungkin juga menyukai