Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Konsep tentang cedera otak
a. Pengertian cedera otak
Cedera otak adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, (2006). Cedera otak
adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun
degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat
mengurangi
atau
mengubah
kesadaran
yang
mana
menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma
kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena robeknya substansia
alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal
disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Cedera otak adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak
dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius
diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil
kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001). Cidera kepala adalah cidera
dengan skala koma GCS 3-8 atau dalam keadaan koma (Mansjoer, 2001 )
Cidera otak berat adalah dimana otak mengalami memar dengan
kemungkinan adanya darah hemoragi, pasien berada pada periode tidak sadar
diri (Smeltzer, S.C & Bare, B.C, 2002). Cidera otak berat atau memar otak
terjadi perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang
kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus
(Harsono, 2000). Dari berbagai pengertian di atas disimpulkan bahwa cidera
otak berat adalah cedera dengan skala 3 8, dimana otak mengalami memar
dengan kemugkinan adanya perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya
robekan meskipun neuron neuron terputus.
b. Penyebab cedera otak
Cedera otak disebabkan oleh:
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Jatuh
3) Trauma benda tumpul
4) Kecelakaan kerja
5) Kecelakan rumah tangga
6) Kecelakaan olahraga
7) Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)
c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut Japardi (2002) pada cedera otak antara lain:
1) Nyeri yang menetap atau setempat.
2) Bengkak pada fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3) Fraktur dasar tengkorak : hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan
darah terlihat di bawah konjungtiva, memar di atas mastoid (tanda battel),
otoreaserebro
spinal
cairan
cerebrospiral
keluar
dari
telinga),
kesadaran
yang
disertai
lateralisasi
(ada
akselerasi
dan
deselerasi
akibat
trauma
yang
perdarahan
subarahnoit
(PSA).
Luasnya
PSA
terjadinya
vasospasme
pembuluh
darah
dan
3)
spinal)
4) Kejang
c) Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3) Otak kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(mansjoer, 2000).
e. Komplikasi Cedera otak
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999)
pada cedera kepala meliputi
1) Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma.
Pada situasi ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu,
setelah 16 masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus
lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih
tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada
vegetatife state lebih dari satu tahun jarang sembuh.
2) Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurangkurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera.
Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
3) Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya
berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke
system saraf yang lain.
4) Hilangnya kemampuan kognitif
bagian tubuh memiliki suhu yang berlainan, dan besar perbedaan suhu
antara bagian-bagian tubuh dengan suhu lingkungan bervariasi. Ekstremitas
umumnya lebih dingin daripada bagian tubuh lainnya. Suhu rectum
dipertahankan secara ketat pada 32C. suhu rectum dapat mencerminkan
suhu pusat tubuh (Core temperature) dan paling sedikit di pengaruhi oleh
perubahan suhu lingkungan. Suhu oral pada keadaan normal 0,5 C lebih
rendah daripada suhu rectum. Mengukur suhu klien dengan menggunakan
thermometer yang di tempatkan di aksi/ketiak. Nilai normal untuk suhu per
aksila Orang dewasa adalah 35,8-37,3C Bayi 36,8-37 C.
d. Teori proses penurunan suhu tubuh
Panas hilang dari tubuh melalui radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.
1) Radiasi
Adalah perpindahan panas dari permukaan satu objek kepermukaan objek
lain, tanpa hubungan antara dua objek.
2) Konduksi
Adalah perpindahan panas dari satu molekul ke molekul lain.
Perpindahan konduksi tidak dapat mengalihkan tanpa hubungan antara
molekul dan nilai normal pada pengeluaran panas. Contoh ketika badan
direndamkan kedalam air es. Jumlah perpindahan panas tergantung pada
perbedaan suhu, besar dan lama hubungan (kontak).
3) Konveksi
Adalah penyebaran panas melalui aliran udara. Biasanya jumlah
sedikit dari udara panas yang berdekatan pada tubuh. Udara panas ini
meningkat dan diganti dengan udara dingin dan orang selalu kehilangan
panas dalam jumlah kecil melalui konveksi.
4) Evaporasi
Adalah penguapan terus menerus dari saluran pernafasan dan dari
mukosa mulut serta dari kulit. Kehilangan air yang terus menerus dan tidak
tampak ini disebut kehilangan air yang tidak dapat dirasakan. Jumlah
kehilangan panas yang tidak dirasakan kira-kira 10% dari produksi panas
basal. Pada saat suhu tubuh meningkat, jumlah evaporasi untuk kehilangan
lebih besar.
e. Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh, adalah antara lain:
1) Umur.
Pada bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus dihindari
dari perubahan yang ekstrim.Suhu anak-anak berlangsung lebih labil
dari pada dewasa sampai masa puber. Beberapa orang tua, terutama
umur lebih 75 thn, beresiko mengalami hypotermi (kurang 36 c). Ada
beberapa alasan, seperti kemunduran pusat panas, diit tidak adekuat,
kehilangan
lemak
subkutan,
penurunan
aktivitas
dan
efisiensi
ovulasi menaikkan suhu tubuh berkisar 0,3c sampai 0,6c diatas suhu
tubuh basal.
5) Stress
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan
panas. Pasien yang cemas saat masuk rumah sakit atau sedang melakukan
pemeriksaan kesehatan suhu tubuhnya akan lebih tinggi dari normal.
Adanya stres dapat dijembatani dengan mengunakan sistem pendukung,
intervensi krisis dan peningkatan harga diri. Sistem pendukung sangat
penting untuk penatalaksanaan stres seperti keluarga (orang tua) yang
dapat mendengarkan, perhatian, merawat dengan dukungan secara
emosional selama mengalami stress. Sistem pendukung pada intinya dapat
mengurangi reaksi stres dan peningkatan kesejahteraan fisik dan mental.
Intervensi krisis merupakan teknik untuk menyelesaikan masalah,
memulihkan seseorang secepat mungkin pada tingkat fungsi semua
dimensi sebelum krisis. Peningkatan harga diri dilakukan untuk membantu
dalam strategi reduksi stres yang positif yang dilakukan untuk mengatasi
stres (Perry, 2005).
6) Lingkungan
Menurut Barabara R Hegner (2003) menjelaskan bahwa suhu tubuh
dipengaruhi oleh:
a) Penyakit
b) Suhu eksternal/lingkungan
c) Obat-obatan
d) Usia
e) Infeksi
f) Jumlah waktu dalam sehari
3. Konsep tentang kompres
a. Pengertian kompres
Menurut Asmadi (2008) kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh
dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat
atau dingin pada bagian tubuh yang memerlukan.
b. Jenis kompres
a) kompres hangat
Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri,
mengurangi atau mencegah spasme otot dan memberikan rasa hangat
pada daerah tertentu (Uliyah & Hidayat, 2008). Kompres hangat dapat
dilakukan dengan menempelkan kantong karet yang diisi air hangat
atau handuk yang telah direndam di dalam air hangat, ke bagian tubuh
yang nyeri. Sebaiknya diikuti dengan latihan pergerakan atau
pemijatan. Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah pelunakan
jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan atau
menghilangkan rasa nyeri, dan memperlancar aliran darah (Kompas,
2009).
b) Manfaat kompres hangat
Kompres hangat bermanfaat untuk meningkatkan suhu kulit lokal,
melancarkan sirkulasi darah dan menstimulasi pembuluh darah,
mengurangi
spasme
otot
dan
meningkatkan
ambang
nyeri,
Misalnya, suhu air panas yang dapat digunakan dalam kondisi biasa
berkisar sekitar 46oC (Mahmud, 2007).
Tugas utama air di sini adalah memompa suhu panas kepada
tubuh, hingga secara perlahan terjadi peringatan mekanis dan kimiawi
yang berdampak positif. Pengaruh lainnya juga kepada tubuh bagian
luar, anggota-anggota tubuh bagian dalam, dan sirkulasi darah. Suhu
panas (panas tubuh) menjadi pendorong yang positif bagi energi tubuh.
Ini terjadi berkat pengaruh efektifnya terhadap komponen-komponen
sel yang terdiri dari berbagai elektron, ion-ion dan lain sebagainya
(Mahmud, 2007).
Air hangat (46,5-51,5oC) memiliki dampak fisiologis bagi
tubuh, yaitu pelunakan jaringan fibrosa, mempengaruhi oksigenisasi
jaringan sehingga dapat mencegah kekakuan otot, memvasodilatasikan
dan memperlancar aliran darah, sehingga dapat menurunkan atau
menghilangkan rasa nyeri. Jenis-jenis kompres hangat antara lain:
1) Kompres hangat kering
Yakni dengan menggunakan pasir yang telah dipanasi sinar matahari
guna mengobati nyeri-nyeri rematik pada persendian. Selain itu, terapi
ini juga dapat mengurangi berat badan dan menghilangkan kelebihan
berat badan.
2) Kompres hangat lembap
Dewasa ini, kompres jenis ini digunakan dengan sarana atau mediasi
sebuah alat yang dikenal dengan nama hidrokolator. Yakni alat elektrik
yang diisi air, digunakan untuk memanaskannya hingga mencapai suhu
tertentu. Di dalam alat ini dicelupkan beberapa alat kompres dengan
bobot bervariasi yang cocok untuk menutupi seluruh bagian tubuh.
Terapis mengeluaran kompre-kompres ini dengan menggunakan
dingin
mengakibatkan
pembuluh
darah
mengecil