Abdul Chaer
22 Okt 2011 Tinggalkan komentar
by pacul sastra in Uncategorized
LINGUISTIK UMUM
Linguistik adalah ilmu bahasa , atau telaah ilmiah mengenai bahasa manusia
Linguistik juga sering disebut lingistik umum (general linguistics) karena linguistik
tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja (seperti bahasa jawa), melainkan
mengkaji bahasa pada umumnya.
Linguistik umum adalah linguistik yang mempelajari : kaidah-kaidah bahasa secara
umum, bukan bahasa tertentu. Kaidah-kaidah khusus / spesifik mempelajari bahasa
arab/bahasa sunda. Kajian khusus ini juga bisa dilakukan terhadap satu rumpun /
subrumpun bahasa misal rumpun bahasa austronesia, atau subrumpun indogerman.
Langage : berarti bahasa secara umum, seperti tampak dalam ungkapan manusia
punya bahasa sementara hewan tidak.
Langue : artinya suatu bahasa tertentu, seperti bahasa arab, bahasa inggris, atau
bahasa jawa
Parole : adalah bahasa dalam wujudnya yang konkret yang berupa ujaran.
OBJEK LINGUISTIK: BAHASA
PENGERTIAN BAHASA
Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau
pengertian. Kata bahasa yang terdapat pada kalimat bisa menunjuk pada beberapa
arti atau kategori lain. Menurut peristilahan de Saussure, bahasa bisa berperan
sebagai parole, langue, langage.Sebagai objek kajian linguistik, karole merupakan
objek konkret karena parole itu berwujud ujaran nyata yang diucapkan oleh para
bahasawan dari suatu masyarakat bahasa.Langue merupakan objek yang abstrak
karena langue itu berwujud sistem suatu bahasa tertentu secara
keseluruhan.Langage merupakan objek yang paling abstrak karena dia berwujud
sistem bahasa yang universal.
Apakah bahasa itu? Seperti yang dikemukakan Kridalaksana (1983 dan juga
dalam Djoko Kentjono 1982) Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer
yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Definisi ini sejalan dengan definisi dari
Barber(1964: 21), Wardhaugh(1977:3), Trager(1949:18), de Saussure(1966:16) dan
Bolinger(1975:15).
Masalah yang berkeneen dengan pengertian bahasa adalah bilamana sebuah
tuturan disebut bahasa, yang berbeda dengan bahasa lainnya dan bilamana hanya
dianggap sebagai varian dari suatu bahasa lainnya dan hanya dianggap sebagai
varian dari suatu bahasa.Dua buah tuturan bisa disebut sebagai dua bahasa yang
berbeda berdasarkan dua buah patokan, yaitu patokan linguistis dan patokan
politis. Masalah lain adalah arti bahasa dalam pendidikan formal di sekolah
menengah bahwa bahasa adalah alat komunikasi. Jawaban ini tidak salah tetapi
juga tidak benar sebab hanya mengatakan bahasa adalah alat.
Oleh karena itu, meskipun bahasa itu tidak pernah lepas dari manusia, dalam arti
tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa, tetapi karena rumitnya
menentukan suatu parole bahasa atau bukan, hanya dialek saja dari bahasa yang
lain, maka hingga kini belum pernah ada angka yang pasti berapa jumlah bahasa
yang ada di dunia ini.
HAKIKAT BAHASA
Beberapa ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa adalah
Bahasa sebagi Sistem
Kata sistem sudah biasa digunakan dalam kegiatan sehari-hari dengan makna cara
atau aturan, tapi dalam kaitan dengan keilmuan, sistem bararti susunan teratur
berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi.
Sebagai sebuah sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis dan
sistemis.Dengan sistematis, artinya bahasa itu tersusun menurut pola, tidak
tersusun secara acak, secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya bahasa itu
bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub- subsistem atau sistem
bawahan.
Bahasa sebagai Lambang
Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol dengan pengertian yang
sama. Lambang dikaji orang dengan kegiatan ilmiah dalam bidang kajian yang
disebut ilmu Semiotika atau Semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda
yang ada dalam kehidupan manusia termasuk bahasa. Dalam semiotika atau
semiologi dibedakan adanya beberapa jenis tanda, yaitu antara lain tanda (sign),
lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode,
indeks, dan ikon. Dengan begitu, bahasa adalah suatu sistem lambang dalam wujud
bunyi- bahasa, bukan dalam wujud lain.
Bahasa adalah Bunyi
Sistem bahasa itu bisa berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi.Kata bunyi,
sering sukar dibedakan dengan kata suara.Secara teknik, menurut Kridalaksana
(1983: 27) bunyi adalah kesan dari pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang
telinga yang bereaksi karena perubahan- perubahan dalam tekanan udara.Lalu
yang dimaksud dengan bunyi pada bahasa atau yang termasuk lambang bahasa
adalah bunyi- bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.Jadi, bunyi yang bukan
dihasilkan oleh alat ucap manusia tidak termasuk bunyi bahasa.Tetapi tidak semua
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa, seperti
teriak, bersin, batuk- batuk, dan sebagainya.
Bahasa itu Bermakna
Bahasa itu adalah sistem lambang yang berwujud bunyi, maka tentu ada yang
dilambangkan.Yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, konsep, ide atau
pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi.Oleh karena lambang- lambang
itu mengacu pada suatu konsep, ide atau suatu pikiran, maka dapat dikatakan
bahwa bahasa itu mempunyai makna.Lambang- lambang bunyi bahasa yang
bermakna itu di dalam bahasa berupa satuan- satuan bahasa yang berwujud
morfem, kata, frase, klausa, kalimat dan wacana.Karena bahasa itu bermakna,
maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan bahasa.
Bahasa itu Arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan sewenang- wenang, berubah- ubah, tidak tetap, mana
suka. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan
wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau
pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
Bahasa itu Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkan bersifat
arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat
konvensional.Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi
bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
Bahasa itu Produktif
Kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi. Arti produktif adalah
banyak hasilnya atau lebih tepat terus- menerus menghasilkan . Lalu, kalau
bahasa itu dikatakan produktif, maka maksudnya, meskipun unsur- unsur bahasa itu
terbatas, tetapi dengan unsur- unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat
satuan- satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai
dengan sistem yamg berlaku dalam bahasa itu.
Bahasa itu Unik
Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain.
Bahasa dikatakan unik yang artinya setiap bahasa memiliki ciri khas yang tidak
dimiliki oleh bahasa lain. Salah satu keunikan bahasa Indonesia adalah bahwa
tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaksis, artinya jika kita memberi
tekanan pada kata dalam kalimat maka makna kata itu tetap.
Bahasa itu Universal
Bahasa bersifat universal artinya ada ciri- ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap
bahasa yang ada di dunia ini. Ciri- ciri yang universal ini tentunya merupakan unsur
bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri- ciri atau sifat- sifat
bahasa lain.
Bahasa itu Dinamis
Bahasa adalah satu- satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala
kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk
yang berbudaya dan bermasyarakat.Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu
dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat, kegiatan
manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut
berubah, menjadi tidak tetap dan tidak statis.Karena itulah bahasa itu disebut
dinamis.
Bahasa itu Bervariasi
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan
berbagai status sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama.
Anggota masyarakat bahasa itu ada yang berpndidikan baik ada juga yang tidak,
ada yang tinggal di kota ada yang tinggal di desa, ada orang dewasa dan kanakkanak. Oleh karena latar belakang dan lingkungannya tidak sama maka bahasa
yang mereka gunakan menjadi bervariasi atau beragam.
Bahasa itu Manusiawi
Alat komunikasi manusia yang namanya bahasa adalah bersifat manusiawi, dalam
arti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.Alat komunikasi
binatang bersifat terbatas. Dalam arti hanya untuk keperluan hidup
kebinatangannya itu saja. Kalaupun ada binatang yang dapat mengerti dan
memahami serta melakukan perintah manusia dalam bahasa manusia adalah
berkat latihan yang diberikan kepadanya.
BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA
Objek kajian linguistik mikro adalah struktur intern bahasa atau sosok bahasa itu
sendiri, sedangkan kajian linguistik makro adalah bahasa dalam hubungannya
dengan faktor- faktor di luar bahasa yaitu tidak lain daripada segala hal yang
berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam masyarakat, sebab tidak ada kegiatan
yang tanpa berhubungan dengan bahasa.
Masyarakat Bahasa
Kata masyarakat biasanya diartikan sebagai sekelompok orang (dalam jumlah yang
banyaknya relatif ), yang merasa sebangsa, seketurunan, sewilayah tempat tinggal
atau yang mempunyai kepentingan sosial yang sama. Yang dimaksud dengan
masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa
yang sama. Karena titik berat pengertian masyarakat bahasa pada merasa
menggunakan bahasa yang sama, maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi
luas dan dapat menjadi sempit.
Variasi dan Status Sosial Bahasa
Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk
membedakan adanya dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan
status pemakaiannya. Yang pertama adalah variasi bahasa tinggi ( T ) digunakan
dalam situasi- situasi resmi, seperti pidato kenegaraan, bahasa pengantar dalam
pendidikan, khotbah, surat- menyurat resmi dan buku pelajaran, variasi T ini harus
dipelajari melalui pendidikan formal di sekolah- sekolah. Yang kedua adalah variasi
bahasa rendah ( R ) digunakan dalam situasi tidak formal, seperti di rumah, di
warung, di jalan, dalam surat- surat pribadi dan catatan untuk diri sendiri, variasi R
ini dipelajari secara langsung di dalam masyarakat umum dan tidak pernah dalam
pendidikan formal. Adanya pembedaan variasi bahasa T dan bahasa R disebut
dengan istilah diglosia ( Ferguson 1964 ). Masyarakat yang mengadakan
pembedaan ini disebut masyarakat diglosis.
Penggunaan Bahasa
Adanya berbagai macam dialek dan ragam bahasa menimbulkan masalah,
bagaimana kita harus menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat. Hymes
(1974) seorang pakar sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu komunikasi dengan
menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang diakronimkan
menjadi SPEAKING, yakni :
Setting and scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu
terjadinya percakapan
Participants, yaitu orang- orang yang terlibat dalam percakapan
Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan
Act sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan
Key, yaitu yang menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan
percakapan
Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan apakah secara
lisan atau bukan
Norms, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan
Genres, yaitu menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.
Kedelapan unsur tersebut dalam formulasi lain bisa dikatakan dalam
berkomunikasai lewat bahasa harus diperhatikan faktor- faktor siapa lawan atau
mitra bicara kita, tentang apa, situasinya bagaimana, tujuannya apa, jalurnya apa
dan ragam bahasa yang digunakan yang mana.
Kontak Bahasa
Dalam masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima
kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu
masyarakat, akan terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Bahasa dari
masyarakat yang menerima kedatangan akan saling mempengaruhi dengan bahasa
dari masyarakat yang datang. Hal yang sangat menonjol yang bisa terjadi dari
adanya kontak bahasa ini adalah terjadinya atau terdapatnya apa yang disebut
bilingualisme dan multilingualisme dengan berbagai macam kasusnya, sepertu
interferensi, integrasi, alihkode, dan campurkode.
Bahasa dan Budaya
Satu lagi yang menjadi objek kajian linguistik makro adalah mengenai hubungan
bahasa dengan budaya atau kebudayaan.Dalam sejarah linguistik ada suatu
hipotesisyang sangat terkenal mengenai hubungan bahasa dengan kebudayaan ini.
Hipotesis ini dikeluarkan oleh dua orang pakar, yaitu Edward Sapir dan Benjamin
Lee Whorf ( hipotesis Sapir- Whorf) yang menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi
kebudayaan atau bahasa itu mempengaruhi cara berpikir dan bertindak anggota
masyarakat penuturnya. Jadi bahasa itu menguasai cara berpikir dan bertindak
manusia. Apa yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh sifat- sifat
bahasanya.
KLASIFIKASI BAHASA
Klasifikasi dilakukan dengan melihat kesamaan ciri yang ada pada setiap
bahasa.Bahasa yang mempunyai kesamaan ciri dimasukkan dalam satu
kelompok.Menurut Greenberg (1957: 66) suatu klasifikasi yang baik harus
memenuhi persyaratan nonarbitrer, ekhaustik, dan unik. Nonarbitrer maksudnya
bahwa kriteria klasifikasi hanya harus ada satu kriteria, maka hasilnya akan
ekhaustik. Artinya, setelah klasifikasi dilakukan tidak ada lagi sisanya, semua
bahasa yang ada dapat masuk ke dalam salah satu kelompok.Hasil klasifikasi juga
harus bersifat unik, maksudnya kalau suatu bahasa sudah masuk ke dalam salah
satu kelompok, dia tidak bisa masuk lagi dalam kelompok yang lain, kalau masuk ke
dalam dua kelompok atau lebih berarti hasil klasifikasi itu tidak unik.
Klasifikasi Genetis
Klasifikasi genetis disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan garis
keturunan bahasa- bahasa itu.Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari
bahasa yang lebih tua. Menurut teori klasifikasi genetis ini, suatu bahasa pro
( bahasa tua, bahasa semula) akan pecah dan menurunkan dua bahasa baru atau
lebih. Lalu, bahasa pecahan ini akan menurunkan pula bahasa- bahasa lain.
Kemudian bahasa- bahasa lain itu akan menurunkan lagi bahasa- bahasa pecahan
berikutnya.
Klasifikasi genetis dilakukan berdasarkan kriteria bunyi dan arti yaitu atas
kesamaan bentuk (bunyi) dan makna yang dikandungnya. Bahasa- bahasa yang
memiliki sejumlah kesamaan seperti itu dianggap berasal dari bahasa asal atau
bahasa proto yang sama. Apa yang dilakukan dalam klasifikasi genetis ini
sebenarnya sama dengan teknik yang dilakukan dalam linguistik historis
komparatif, yaitu adanya korespondensi bentuk (bunyi) dan makna. Oleh karena itu,
klasifikasi genetis bisa dikatakan merupakan hasil pekerjaan linguistik historis
komparatif. Klasifikasi genetis juga menunjukkan bahwa perkembangan bahasabahasa di dunia ini bersifat divergensif, yakni memecah dan menyebar menjadi
banyak, tetapi pada masa mendatang karena situasi politik dan perkembangan
teknologi komunikasi yang semakin canggih, perkembangan yang konvergensif
tampaknya akan lebih mungkin dapat terjadi.
Klasifikasi Tipologis
Klasifikasi tipologis dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau tipe- tipe yang
terdapat pada sejumlah bahasa.Tipe ini merupakan unsur tertentu yang dapat
timbul berulang- ulang dalam suatu bahasa.Klasifikasi tipologi ini dapat dilakukan
pada semua tataran bahasa.Maka hasil klasifikasinya dapat bermacam- macam,
akibatnya menjadi bersifat arbitrer karena tidak terikat oleh tipe tertentu.
Klasifikasi pada tataran morfologi yang telah dilakukan pada abad XIX secara garis
besar dapat dibagi tiga kelompok, yaitu:
Kelompok pertama adalah yang semata- mata menggunakan bentuk bahasa
sebagai dasar klasifikasi. ( klasifikasi morfologi oleh Fredrich Von Schlegel)
Kelompok kedua adalah yang menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi
( oleh Franz Bopp).
Kelompok ketiga adalah yang menggunakan bentuk sintaksis sebagai dasar
klasifikasi, pakarnya antara lain H. Steinthal.
Pada abad XX ada juga pakar klasifikasi morfologi dengan prinsip yang berbeda,
misalnya yang dibuat Sapir (1921) dan J. Greenberg (1954).
Klasifikasi Areal
Klasifikasi areal dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara
bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu areal atau wilayah,
tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara genetik atau tidak.
Klasifikasi ini bersifat arbitrer karena dalam kontak sejarah bahasa- bahasa itu
memberikan pengaruh timbal balik dalam hal- hal tertentu yang terbatas.Klasifikasi
inipun bersifat non ekhaustik, sebab masih banyak bahasa- bahasa di dunia ini yang
masih bersifat tertutup dalam arti belum menerima unsur- unsur luar.Selain itu,
klasifikasi inipun bersifat non unik, sebab ada kemungkinan sebuah bahasa dapat
masuk dalam kelompok tertentu dan dapat pula masuk ke dalam kelompok lainnya
lagi.Usaha klasifikasi ini pernah dilakukan oleh Wilhelm Schmidt (1868- 1954) dalam
bukunya Die Sprachfamilien und Sprachenkreise der Ende, yang dilampiri dengan
peta.
Klasifikasi Sosiolinguistik
Klasifikasi sosiolinguistik dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan
faktor- faktor yang berlaku dalam masyarakat, tepatnya berdasarkan status, fungsi,
penilaian yang diberikan masyarakat terhadap bahasa itu. Klasifikasi sosiolinguistik
ini pernah dilakukan oleh William A. Stuart tahun 1962 yang dapat kita baca dalam
artikelnya An Outline of Linguistic Typology for Describing Multilingualism.
Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan empat ciri atau kriteria, yaitu :
historisitas berkenaan dengan sejarah perkembangan bahasa atau sejarah
pemakaian bahasa itu,
standardisasi berkenaan dengan statusnya sebagai bahasa baku atau tidak baku
atau statusnya dalam pemakaian formal atau tidak formal,
vitalitas berkenaan dengan apakah bahasa itu mempunyai penutur yang
menggunakannya dalam kegiatan sehari- hari secara aktif atau tidak,
homogenesitas berkenaan dengan apakah leksikon dan tata bahasa dari bahasa itu
diturunkan.
Dengan menggunakan keempat ciri di atas, hasil klasifikasi bisa menjadi ekshaustik
sebab semua bahasa yang ada di dunia dapat dimasukkan ke dalam kelompokkelompok tertentu.Tetapi hasil ini tidak unik sebab sebuah bahasa bisa mempunyai
status yang berbeda.
BAHASA TULIS DAN SISTEM AKSARA
Dalam bagian yang terdahulu sudah disebutkan bahwa bahasa adalah sebuah
sistem bunyi. Jadi bahasa itu adalah apa yang dilisankan. Juga sudah disebutkan
bahwa linguistik melihat bahasa itu adalah bahasa lisan, bahasa yang diucapkan,
bukan yang dituliskan.Namun linguistik sebenarnya juga tidak menutup diri
terhadap bahasa tulis, sebab apapun yang berkenaan dengan bahasa adalah juga
menjadi objek linguistik, padahal bahasa tulis dekat sekali hubungannya denganm
bahasa.Hanya masalahnya, linguistik juga punya prioritas dalam
kajiannya.Begitulah, maka bagi linguistik bahasa lisan adalah primer, sedangkan
bahasa tulis adalah sekunder.Bahasa lisan lebih dahulu daripada bahasa tulis.Malah
saat ini masih banyak bahasa di dunia ini yang belum punya tradisi tulis.Artinya,
bahasa itu hanya digunakan secara lisan, tetapi tidak secara tulisan.Dalam bahasa
itu belum dikenal ragam bahasa tulisan, yang ada hanya ragam bahasa lisan.
Bahasa tulis sebenarnya bisa dianggap sebagai rekaman bahasa lisan, sebagai
usaha manusia untuk menyimpan bahasanya atau untuk bisa disampaikan
kepada orang lain yang berada dalam ruang dan waktu yang berbeda. Namun,
ternyata rekaman bahasa tulis sangat tidak sempurna.Banyak unsur bahasa lisan,
seperti tekanan, intonasi, dan nada yang tidak dapat direkam secara sempurna
dalam bahasa tulis, padahal dalam berbagai bahasa tertentu tiga unsur itu sangat
penting.
Apakah bahasa tulis itu sama dengan bahasa lisan, atau bagaimana? Meskipun dari
awal sudah disebutkan bahwa bahasa tulis sebenarnya tidak lain daripada rekaman
bahasa lisan, tetapi sesungguhnya ada perbedaan besar antara bahasa tulis dengan
bahasa lisan. Bahasa tulis bukanlah bahasa lisan yang dituliskan seperti yang
terjadi kalau kita merekam bahasa lisan itu ke dalam pita rekaman. Bahasa tulis
sudah dibuat orang dengan pertimbangan dan pemikiran, sebab kalau tidak hatihati, tanpa pertimbangan dan pemikiran, peluang untuk terjadinya kesalahan dan
kesalahpahaman dalam bahasa tulis sangat besar, maka kesalahan itu tidak bisa
secara langsung diperbaiki. Berbeda dengan bahasa lisan.Dalam bahasa lisan
setiap kesalahan bisqa segera diperbaiki, lagipula bahasa lisan sangat dibantu oleh
intonasi, tekanan, mimik, dan gerak- gerik si pembicara.
Berbicara mengenai asal mula tulisan, hingga saat ini belum dapat dipastikan kapan
manusia mulai menggunakan tulisan.Ada cerita yang mengatakan bahwa tulisan itu
ditemukan oleh Cadmus, seorang pangeran dari Phunisia dan lalu membawanya ke
Yunani. Dalam fable Cina dikisahkan bahwa yang menemukan tulisan adalah Tsang
Chien Tuhan bermata empat, dan sebagainya. Para ahli dewasa ini memperkirakan
tulisan itu berawal dan tumbuh dari gambar- gambar yang terdapat dari gua-gua di
Altamira di Spanyol Utara, dan di beberapa tempat lain. Gambar- gambar itu
SPO
Kata berenang menjadi berkategori nomina karena yang dimaksud adalah
pekerjaan berenangnya.Peran dalam struktur sintaksis tergantung pada makna
gramatikalnya.Kata yang bermakna pelaku dan penerima tetap tidak berubah
walaupun kata kerja yang aktif diganti menjadi pasif.Pelaku berarti objek yang
melakukan pekerjaan.Penerima berarti objek yang dikenai pekerjaan.Makna pelaku
dan sasaran merupakan makna gramatikal.Eksistensi struktur sintaksis terkecil
ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan intonasi.Perbedaan urutan kata dapat
menimbulkan perbedaan makna.
Contohnya: tiga jam jam tiga.
Nenek melirik kakek. Kakek melirik nenek.
Dalam kalimat aktif transitif mempunyai kendala gramatikal yaitu fungsi predikat
dan objek tidak dapat diselipi kata keterangan.
Contohnya: Nenek melirik tadi pagi kakek.(salah)
Intonasi merupakan penekanan.Perbedaan intonasi juga menimbulkan perbedaan
makna. Intonasi ada tiga macam yaitu intonasi deklaratif untuk kalimat bermodus
deklaratif atau berita dengan tanda titik, intonasi interogatif dengan tanda tanya,
dan intonasi interjektif dengan tanda seru. Intonasi juga dapat berupa nada naik
atau tekanan.
Contohnya:
Kalimat tersebut sudah berbeda makna karena tafsiran gramatikal yang berbeda
yang disebut ambigu atau taksa. Konektor bertugas menghubungkan konstituen
satu dengan yang lain. dilihat dari sifatnya, ada dua macam konektor. Konektor
koordinatif menghubungkan dua konstituen sederajat.Konjungsinya seperti dan,
atau, dan tetapi. Contohnya: Nenek dan kakek pergi ke sawah. Konektor
subordinatif menghubungkan dua konstituen yang tidak sederajat.Konjungsinya
seperti kalau, meskipun, dan karena. Contohnya: Kalau diundang, saya tentu akan
datang.
Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak
melampaui batas fungsi. Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang
menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu
a.
Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
b.
Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa,
maksudnya frase itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O,
atau K.
Macam-macam frase:
A.
Frase endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan
unsurnya. Frase endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1.
Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur
yang setara, ini dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan
kata penghubung.
Misalnya: kakek-nenek : pembinaan dan pengembangan
laki bini
2.
Frase endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur
yang tidak setara. Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
Misalnya:
perjalanan panjang
hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional
sama dengan seluruh frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting,
sedangkan unsur lainnya merupakan atributif.
3.
Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/
keterangan tambahan.
Misalnya: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini
unsur anak Pak Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak
Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut:
Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai
Susi, ., sangat pandai.
., anak Pak Saleh sangat pandai.
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan
aposisi (Ap).
B.
Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan
unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di .
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong . kelas
C.
1.
Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata
nominal.
Misalnya: baju baru, rumah sakit
2.
Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan
kata verbal.
Misalnya: akan berlayar
3.
Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata
bilangan.
Misalnya: dua butir telur, sepuluh keping
4.
Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata
keterangan.
Misalnya: tadi pagi, besok sore
5.
Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh
kata atau frase sebagai
aksinnya.
Misalnya: di halaman sekolah, dari desa
D.
Frase Ambigu
2.
Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik
disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat.
Misalnya: banyak orang mengatakan.
Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1.
2.
Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan
predikat
3.
Kalimat
a.
Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang
mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap
menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
1.
Kalimat inti disebut juga kalimat dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa
inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif atau netral dan afirmatif. Dalam bahasa
Indonesia paling tidak kalimat inti kita dapati dengan pola sebagai berikut :
FN + FV = Nenek datang
FN + FV + FN = Nenek membaca komik
FN + FV + FN + PN = Nenek membacakan kakek komik
FN + FN = Nenek dokter
FN + FA = Nenek cantik
Wacana
a. Pengertian Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat
konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca
(dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan
apapun.Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari
kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan
kewacanaan lainnya.Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu
sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur
yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.
b. Alat Wacana
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi
kohesif, antara lain: Pertama, konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan
bagian-bagian kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraf. Kedua,
menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis
sehingga bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang melainkan menggunakan
kata ganti. Ketiga, menggunakan elipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang
sama yang terdapat kalimat yang lain.
Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koheren dapat
juga dibuat dengan bantuan berbagai aspek semantik, antara lain: Pertama,
menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat
dalam wacana itu. Kedua, menggunakan hubungan generik spesifik; atau
sebaliknya spesifik generik.Ketiga, menggunakan hubungan perbandingan antara
isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu
wacana.Keempat, menggunakan hubungan sebab akibat di antara isi kedua
bagian kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana.Kelima,
menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Keenam,
menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada
dua kalimat dalam satu wacana.
c. Jenis Wacana
Berkenaan dengan sasarannya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis, dilihat adanya
wacana lisan dan wacana tulis.
Dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik
dibagi wacana prosa dan wacana puisi.Selanjutnya, wacana prosa, dilihat dari
penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana
persuasi dan wacana argumentasi.
d. Subsatuan Wacana
Dalam wacana berupa karangan ilmiah, dibangun oleh subsatuan atau subsubsatuan wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga subparagraf.
Namun, dalam wacana wacana singkat sub-subsatuan wacana tidak ada.
Hakikat Makna
Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari 2
komponen, yaitu komponen signifian (yang mengartikan) yang berwujud runtunan
bunyi, dan komponen signifie (yang diartikan) yang berwujud pengertian atau
konsep (yang dimiliki signifian). Menurut teori yang dikembangkan Ferdinand de
Saussure, makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada
sebuah tanda linguistik.Jika tanda linguistik tersebut disamakan identitasnya
dengan kata atau leksem, berarti makna adalah pengertian atau konsep yang
dimiliki oleh setiap kata atau leksem.Jika disamakan dengan morfem, maka makna
adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik morfem dasar
maupun morfem afiks.
Di dalam penggunaannya dalam pertuturan yang nyata, makna kata atau leksem
itu seringkali terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga
acuannya.Banyak pakar menyatakan bahwa kita baru dapat menentukan makna
sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya.Pakar itu juga
mengatakan bahwa makna kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu
berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya.Bahasa bersifat
arbiter, sehingga hubungan antara kata dan maknanya juga bersifat arbiter.
Jenis Makna
a. Makna Leksikal, Gramatikal dan Kontekstual
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa
konteks apapun. Dapat juga dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang
sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi indera kita atau makna apa adanya.
Makna gramatikal adalah makna yang ada jika terjadi proses gramatikal seperti
afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Makna kontekstual adalah makna
sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks.Makna konteks dapat
juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan
penggunaan bahasa itu.
b. Makna Referensial dan Non-referensial
Sebuah kata atau leksem dikatakan bermakna referensial jika ada referensnya atau
acuannya.Ada sejumlah kata yang disebut kata diektik, yang acuannya tidak
menetap pada satu wujud.Misalnya : kata-kata pronominal seperti, dia, saya dan
kamu.
c. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang
dimiliki oleh sebuah leksem. Makna denotatif sebenarnya sama dengan makna
leksikal. Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna
denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang yang menggunakan kata
tersebut. Konotasi sebuah kata bisa berbeda antara seseorang dengan orang lain.
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi menjadi makna konseptual dan makna
asosiatif. Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem
terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Makna konseptual sebenarnya sama
dengan makna leksikal, deotatif dan makna referensial. Makna asosiatif adalah
makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata bahasa. Makna asosiasi sama dengan
perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan
konsep lain, yang mempunyai kemiripan sifat, keadaaan atau ciri-ciri yang ada pada
leksem tersebut. Makna konotatif termasuk dalam makna asosiatif, karena katakata tersebut berasosiasi dengan nilai rasa terhadap kata itu.Makna stilistika
berkenaan dengan perbedaan penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan
sosial atau bidang kegiatan.Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara
terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan.Makna kolokatif
berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dengan katakata yang bersinonim.
e. Makna Kata dan Makna Istilah
Pada awalnya, makna yang dimiliki oleh sebuah kata adalah makna leksikal,
denotatif atau makna konseptual.Namun, dalam penggunaannya makna kata itu
baru menjadi jelas jika kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau
konteks situasinya.Istilah mempunyai makna yang pasti, jelas, tidak meragukan,
meskipun tanpa konteks kalimat.Oleh karena itu, istilah sering dikatakan bebas
konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks.
f. Makna Idiom dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna
unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal.Idiom terbagi atas
idiom penuh dan idiom sebagian.Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya
telah melebur menjadi satu kesatuan.Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang
salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal sendiri.Peribahasa memilliki
makna yang masih dapat ditelusuri dari makna unsurnya karena adanya asosiasi
antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa.
Relasi Makna
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang
satu dengan yang lain.
a. Sinonim
Yaitu hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu
satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Dua buah ujaran yang bersinonim
maknanya tidak akan sama persis. Ketidaksamaan itu terjadi karena faktor :
1. Faktor waktu
2. Faktor tempat atau wilayah
3. Faktor keformalan
4. Faktor sosial
5. Faktor bidang kegiatan
6. Faktor nuansa makna
b. Antonim
Yaitu hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya
menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang
lain.
c. Polisemi
Yaitu kata yang mempunyai makna lebih dari satu. Dalam kasus polisemi, biasanya
makna pertama adalah makna sebenarnya, yang lain adalah maknamakna yang
dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau
satuan ujaran itu. Oleh karena itu, makna-makna pada sebuah kata atau satuan
ujaran yang polisemi ini masih berkaitan satu dengan yang lain.
d. Homonim
Yaitu dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya kebetulan sama dan
maknanya berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran
yang berlainan. Pada kasus homonim ada dua istilah lain yang biasa dibicarakan,
yaitu homofon dan homograf. Homofon adalah adanya kesamaan bunyi antara dua
satuan ujaran, tanpa memperhatikan ejaannya. Homograf adalah bentuk ujaran
yang ortografinya dan ejaannya sama, tetapi ucapan dan maknanya berbeda.
Perbedaan antara homonim dengan polisemi adalah bahwa homonim yaitu dua
buah bentuk ujaran atau lebih yang kebetulan bentuknya sama, dan maknanya
berbeda, sedangkan polisemi yaitu sebuah bentuk ujaran yang memiliki makna
lebih dari satu. Dengan demikian jelas bahwa antara keduanya tidak punya
hubungan sama sekali.
e. Hiponimi
Yaitu hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup
dalam makna bentuk ujaran yang lain. Relasi hiponimi bersifat searah.
f. Ambiguitas atau Ketaksaan
Yaitu gejala dapat terjadinya kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang
berbeda.Ketaksaan terjadi dalam bahasa tulis akibat perbedaan gramatikal karena
ketiadaan unsur lisan, karena ketidakcermatan dalam menyusun konstruksi
Perubahan Makna
Secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, tetapi secara
diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Dalam masa yang relative singkat,
makna sebuah kata tidak akan berubah, tetapi dalam waktu yang relative lama ada
kemungkinan makna tersebut akan berubah. Ini tidak berlaku untuk semua
kosakata, tetapi hanya terjadi pada sebuah kata saja, yang disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain :
1. Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi
2. Perkembangan sosial budaya
3. Perkembangan pemakaian kata
4. Pertukaran tanggapan indera (sinestesia)
5. Adanya asosiasi
dari lebih kurang abad ke-5 S.M sampai lebih kurang abad ke 2 M. Masalah pokok
kebahasaan yang menjadi pertentangan pada linguis pada waktu itu adalah
pertentangan antara bahasa bersifat alami (fisis) dan bersifat konvensi (nomos).
Bersifat alami atau fisis maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul,
sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu
sendiri.kaum naturalis adalah kelompok yang menganut faham itu, berpendapat
bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjuknya. Atau
dengan kata lain, setiap kata mempunyai makna secara alami, secara fisis.
Sebaliknya kelompok lain yaitu kaum konvensional, berpendapat bahwa bahasa
bersifat konvensi, artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi
dan kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai kemungkinan bisa berubah.
Selanjutnya yang menjadi pertentangan adalah antara analogi dan anomali. Kaum
analogi antara lain Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat
teratur. Karena adanya keteraturan itulah orang dapat menyusun tata bahasa.Jika
tidak teratur tentu yang dapat disusun hanya idiom-idiom saja dari bahasa
itu.Sebaliknya, kelompok anomali berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur.
Kalau bahasa itu tidak teratur mengapa bentuk jamak bahasa Inggris child menjadi
children, bukannya childs; mengapa bentuk past tense bahasa Inggris dari write
menjadi wrote dan bukannya writed ?
Kelompok-kelompok yang termasuk dalam aliriran ini adalah Kaum Sophis (abad ke5 S.M), Plato (429-347 S.M), Aristoteles (384-322 S.M), Kaum Stoik (Abad ke- 4S.M),
Kaum Alexandrian.
Kemudian dikenal lingistik zaman Romawi.Studi bahasa pada zaman Romawi dapat
dianggap kelanjutan dari zaman Yunani, sejalan dengan jatuhnya Yunani dan
munculnya kerajaan Romawi. Tokoh pada zaman romawi yang terkenal antara lain,
Varro (116 27 S.M) dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan
karyanya Institutiones Grammaticae.
Lalu, linguistik zaman Pertengahan. Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa
mendapat perhatian penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan bahasa Latin
menjadi Lingua Franta, karena dipakai sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi,
dan bahasa ilmu pengetahuan. Berikutnya, linguistik zaman Renaisans. Dalam
sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman renaisans ini yang menonjol yang
perlu dicatat, yaitu :
1) Selain menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga menguasai
bahasa Yunani, bahasa Ibrani, dan bahasa Arab.
2) Selain bahasa Yunani, Latin, Ibrani, dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga
mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa dan
malah juga perbandingan.
Dan yang terakhir yang termasuk ke dalam linguistik tradisional adalah masa
menjelang lahirnya linguistik modern.Dalam masa ini ada satu tonggak yang sangat
penting dalam sejarah studi bahasa, yaitu dinyatakan adanya hubungan
kekerabatan antara bahasa Sanskerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin dan
d)
Tata bahasa relasional muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan langsung
terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori sintaksis yang
dicanangkan oleh aliran tata bahasa transformasi.
Tentang Linguistik Di Indonesia
Hingga saat ini bagaimana studi linguistik di Indonesia belum ada catatan yang
lengkap, meskipun studi linguistik di Indonesia sudah berlangsung lama dan cukup
semarak.Pada awalnya penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli
Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan pemerintahan
kolonial. Pendidikan formal linguistik di fakultas sastra (yang jumlahnya juga belum
seberapa) dan di lembaga-lembaga pendidikan guru sampai akhir tahun lima
puluhan masih terpaku pada konsep-konsep tata bahasa tradisional yang sangat
bersifat normatif. Perubahan baru terjadi, lebih tepat disebut perkenalan dengan
konsep-konsep linguistik modern. Pada tanggal 15 November 1975, atas prakarsa
sejumlah linguis senior berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama
Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI). Anggotanya adalah para linguis yang
kebanyakan bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi negeri atau swasta dan
di lembaga-lembaga penelitian kebahasaan.Penyelidikan terhadap bahasa-bahasa
daerah Indonesia dan bahasa nasional Indonesia, banyak pula dilakukan orang di
luar Indonesia.Misalnya negeri Belanda, London, Amerika, Jerman, Rusia, dan
Australia banyak dilakukan kajian tentang bahasa-bahasa Indonesia. Sesuai dengan
fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa negara maka
bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik
dewasa ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pelbagai segi dan aspek
bahasa telah dan masih menjadi kajian yang dilakukan oleh banyak pakar dengan
menggunakan pelbagai teori dan pendekatan sebagai dasar analisis. Dalam kajian
bahasa nasional Indonesia, di Indonesia tercatat nama-nama seperti Kridalaksana,
Kaswanti Purwo, Dardjowidjojo, dan Soedarjanto, yang telah menghasilkan tulisan
mengenai pelbagai segi dan aspek bahasa Indonesia.