Anda di halaman 1dari 21

Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,


dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
A. Tujuan Pemeriksaan
Tujuan dilakukannya pemeriksaan adalah sebagai berikut:
1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan :
a. SPT lebih bayar termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan pajak;
b. SPT rugi;
c. SPT tidak atau terlambat (melampaui jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Teguran)
disampaikan;
d. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; atau
e. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis (risk based
selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan WP yang tidak dipenuhi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Tujuan lain, yaitu:
a. Pemberian NPWP secara jabatan;
b. Penghapusan NPWP;
c. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pencabutan PKP (baca juga: Registrasi
Ulang Pengusaha Kena Pajak);
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
e. Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
f. Pencocokan data dan/atau alat keterangan.
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN.
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
j. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan dan/ atau;
k. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda
B. Hak Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak:
1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak
dan Surat Perintah Pemeriksaan;
2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan pemberitahuan secara tertulis
sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan
Pemeriksaan;
4. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan Tim
Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
5. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
6. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah

ditentukan;
7. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam hal
terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
8. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak
melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan;
9. Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada pihak lain yang
tidak berhak.
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak berhak :
1. Meminta Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal
Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan;
2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan
Pemeriksaan;
3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan
Pemeriksa Pajak mengalami pergantian;
4. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
5. Menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan;
6. Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam hal
terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
7. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak
melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan.
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan,
Wajib Pajak berhak :
1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak
dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada WP pada waktu Pemeriksaan;
2. Meminta kepada Pemeriksaan Pajak untuk memberikan pemberitahuan secara tertulis
sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
3. Meminta kepada Pemeriksaan Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan
tujuan Pemeriksaan;
4. Meminta kepada Pemeriksaan Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila terdapat
perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak dan atau;
5. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak
melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksa.
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib
Pajak berhak :
1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak
dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada WP pada waktu Pemeriksaan;
2. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan
Pemeriksaan;
3. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila terdapat
perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak dan/ atau;
4. Memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak
melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksa.

C. Kewajiban Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan


Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib :
1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang
pajak;
2. Memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara
elektronik;
3. Memberi kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan, barang
bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan
buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain,
uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya
kepada Pemeriksaan Pajak;
4. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa :
a. Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya WP apabila dalam mengakses data yang
dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
b. Memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak
dan/atau tidak bergerak; dan /atau
c. Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal
jumlah buku, cacatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor
Direktorat Jenderal Pajak;
5. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; dan
6. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib :
1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang
ditentukan;
2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara
elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan
bebas WP, atau objek yang terutang pajak;
3. Memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik; dan
6. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan,
Wajib Pajak wajib :
1. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan tujuan
Pemeriksaan;
2. Memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara
elektronik;
3. Memberi kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruangan peyimpan
buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain,
dan/atau barang yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan serta meminjamkannya kepada
Pemeriksa Pajak; dan/atau

4. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.


Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib
Pajak wajib :
1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan tujuan
Pemeriksaan; dan atau
2. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
D. Hal Lainnya Yang Perlu Diketahui
1. Pemeriksaan Pajak dapat dilakukan Kelompok Pemeriksa.
2. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib
Pajak (Pemeriksaan Lapangan) meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan.
3. Apabila WP tidak memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat
atau ruangan tertentu dan menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, maka
pemeriksa pajak berwenang melakukan penyegelan.
Istilah-Istilah Perpajakan - Pemeriksaan
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya
disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
3. Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan,
tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat
lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
4. Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat
Jenderal Pajak.
5. Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas,
wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.
6. Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum
pada kartu tanda pengenal tersebut sebagai Pemeriksa Pajak.
7. Surat Perintah Pemeriksaan adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan
dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

8. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
untuk periode Tahun Pajak.
9. Data yang dikelola secara elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang
dihasilkan oleh komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan
dalam disket, compact disk, tape backup, hard disk, atau media penyimpanan
elektronik lainnya.
10. Penyegelan adalah tindakan menempelkan kertas segel dalam rangka Pemeriksaan
pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang
digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan
buku, catatan, dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik dan bendabenda lain, yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas, atau sumber penghasilan Wajib Pajak yang diperiksa.
11. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (Closing Conference) yang untuk
selanjutnya disebut Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara
Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan
dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh
kedua belah pihak dan berisi koreksi baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui.
12. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan adalah surat yang berisi tentang hasil
Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi,
perhitungan sementara jumlah pokok pajak, dan pemberian hak kepada Wajib Pajak
untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
13. Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur
Jenderal Pajak dalam rangka membahas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati
antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas.
14. Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh
Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan,
dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang
diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
15. Penghasilan Kena Pajak Yang Tidak Dapat Dihitung adalah Pemeriksa Pajak tidak
dapat melakukan pengujian dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena
pajak dengan prosedur sesuai dengan standar pelaksanaan Pemeriksaan.
16. Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan
hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta
sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
17. Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang
telah diterbitkan surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis
pajak dan masa/tahun pajak.

18. Kuesioner Pemeriksaan adalah formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan dan
penilaian oleh Wajib Pajak yang terkait dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
19. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di
bidang perpajakan.
PEMERIKSAAN DAN PENYIDIKAN
LANDASAN HUKUM :
- psl 29 UU KUP tentang pemeriksaan
- psl 29AUU KUP tentang pemeriksaan tbk
- psl 30 UU KUP tentang penyegelan
- psl 31 UU KUP tentang tata cara pemeriksaan
- PMK 198/PMK.03/07 tentang penyegelan
- PMK 199/PMK.03/07 tentang tata cara pemeriksan
- PP 80 thn 07 tentang hak dan kewajiban WP
- SE-10/PJ.04?2008 kebijakan pemeriksaan utk menguji kepatuhan WP
- PER 19 thn '08 tentang petunjuk teknis pelaksaan pemeriksaan lapangan
- PER 20 thn '08 tentang petunjuk teknis pelaksaan pemeriksaan kantor
- PER 9/PJ/2010 tentang standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan WP
A. Pengertian Pemeriksaan
Pemeriksaan pajak merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh fiskus. Landasan dari
pemeriksaan pajak adalah Undang-undang no 6 tahun 1983 tetang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang no 28 Tahun
2007 (sekarang UU KUP No.16 Thn 2009 ). Pemeriksaan pajak dilakukan oleh pemeriksa
pajak yang telah memiliki tanda pengenal pemeriksa serta dilengkapi surat perintah
pemeriksaan yang harus diperlihatkan kepada wajib pajak yang akan diperiksa. pasal 1 angka
25 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemeriksaan adalah
serangkaian keg.mnghimpun dan mngolah data, ket, dan atau bukti yg dilaksanakan
scra objetif dan profesional brdasarkan suatu standar pemeriksaan utk mnguji kepatuhan
kewajiban perpajakan dan atau untuk tjuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang2an perpajakan
*AWAL PROSES PEMERIKSAAN

1.kpala kntor KPP mmbrikan usulan pemeriksaan/ daftar n0rmatif kpd KANWIL
2. kanwil mmbrikan LP2 (lembar penugasan pmeriksan) kpd Kpala KPP
3. Kpala KPP membuat n0ta dinas dan menunjuk tim pemeriksa.
4. n0ta dinas dgunakan oleh tim pmeriksa sbg dasar persiapan n prencanan pmeriksaan
5. kpla KPP menerbitkan SP2 (surat perintah pemeriksan) dan dgunakan oleh tim pemeriksa
sbg dasar melaksnakan pmeriksaan pajak.

B. Sasaran Pemeriksaan
Yang menjadi sasaran pemeriksaan pajak adalah :
1. Interpretasi Undang-Undang yang tidak benar
2. Kesalahan hitung
3. Penggelapan secara khusus dari penghasilan
4. Pemotongan dan pengurangan yang tidak sesungguhnya, yang dilakukan wajib pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
C.TujuanPemeriksaan
Mengapa Dilakukan Pemeriksaan ?, Itu karena amanat UU ( psl 29 UU KUP )
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diambil bahwa tujuan dari pemeriksaan
ada dua macam, yaitu sebagai berikut :

1. Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberi


kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak. Dalam tujuan
ini,pemeriksaan dilakukan apabila terdapat hal-hal sebagai berikut :
1. Surat Pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah
diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
2. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukan rugi.
3. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah
ditetapkan.
4. Surat Pemberitahuan yang memenuhi criteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
5. Ada indikasi kewajiban perpajakan yang tidak dipenuhi.

2.

Untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan


perundang-undangan perpajakan, yaitu sebagai berikut :
1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan.
2. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
3. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
4. Wajib Pajak mengajukan keberatan.
5. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
6. Pencocokan data dan/atau alat keterangan.
7. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.
8. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai.
9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
10. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan.
11. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda.

D. Ruang Lingkup Pemeriksaan


- jenis pajak
terbagi pada : single tax, beberapa jenis pajak, dan all tax
- periode pmbukuan
terbagi pada : 1masa, bbrp masa, bgian thn, thn pajak

E. Jenis Pemeriksaan
Berdasarkan dengan tujuan di atas, pelaksanaan pemeriksaan perpajakan terbagi menjadi 2
jenis pemeriksaan, yaitu sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Lapangan

Pemeriksaan lapangan dilakukan atas suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak untuk tahun
berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau tujuan lain yang dilakukan di tempat
wajib pajak. Pemeriksaan lapangan ini dilaksanakan dapat dengan cara pemeriksaan lengkap
atau pemeriksaan sederhana. Pemeriksaan lengkap terhadap wajib pajak dilakukan dengan
menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada
umumnya sedangkan pemeriksaan sederhana dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik
pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana sesuai dengan ruang lingkup
pemeriksaan.
Pemeriksaan lapangan dapat dilakukan dalam jangka waktu tempat bulan dan dapat
diperpanjang paling lama delapan bulan yang dihitung sejak Wajib Pajak datang memenuhi
Surat Panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil
Pemeriksaan.
2. Pemeriksaan Kantor
Pemeriksaan kantor dilakukan atas suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau
tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan ini
hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana.
Pemeriksaan kantor dapat dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan dan dapat diperpanjang
paling lama enam bulan yang dihitung sejak Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan
dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
Dari perbedaan ruang lingkup pemeriksaan di atas berpengaruh pada jangka waktu
penyelesaianya. Untuk pemeriksaan lengkap, harus diselesaikan dalam jangka waktu dua
bulan dan dapat diperpanjang paling lama delapan bulan. Untuk pemeriksaan sederhana harus
diselesaikan dalam jangka waktu satu bulan dan dapat diperpanjang paling lama dua bulan.
Sedangkan pemeriksaan kantor yang dilakukan secara sederhana harus diselesaikan dalam
jangka waktu empat minggu dan dapat diperpanjang paling lama enam minggu.
Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan kantor yang dilakukan ternyata ditemukan
indikasi adanya transaksi yang mengandung unsur transfer pricing, maka lingkup
pemeriksaanya ditingkatkan menjadi pemeriksaan lapangan, sedangkan apabila dalam
pemeriksaan lapangan ditemukan indikasi unsur transfer pricing yang memerlukan
pemeriksaan yang lebih mendalam serta waktu yang lebih lama, pemeriksaanya dilaksanakan
dalam jangka waktu paling lama dua tahun, akan tetapi jangka waktu dua tahun tersebut tidak
berlaku apabila pemeriksaan yang dilaksanakan berkenaan dengan surat pemberitahuan yang
menyatakan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
*Sebenarnya seluruh pemeriksaan di lakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan. Hanya
beberapa pemeriksaan saja yang dilakukan dengan pemeriksaan kantor. contoh pemeriksaan
kantor adalah pemeriksaan terhadap badan/perusahaan go public yang laporan keuangan nya
WTP ( wajar tanpa pengucualian )
F. Jangka Waktu Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Menguji Kepatuhan

- Pemeriksaan lapangan 4bln sjak SP2 trbit, dpt dprpanjang 8bln


- Pmeriksaan kantor
3bln sjak SP2 trbit, dpt diperpanjang 6 bln
2. Tujuan LAIN
- Pemeriksaan lapangan 2bln sjak SP2 trbit, dpt dprpanjan 4bln
- Pemeriksaan kantor 7hri sjk WP hrs dtg dpt dprpanjang 14 hari
* jika ad indikasi transfer pricing plg lama 2thn
G. Kriteria Pemeriksaan
Ada dua Kriteria yaitu rutin dan khusus
H. Pedoman Pemeriksaan, Norma Pemeriksaan dan Pelaksanaan Pemeriksaan
1. Pedoman Pemeriksaan
Dalam melaksanakan pemeriksaan pajak, pemeriksa pajak harus mengetahui pedoman
pelaksanaan pemeriksaan pajak yang meliputi tiga hal yaitu :
a. Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak

Petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki
keterampilan sebagai pemeriksa pajak.

Dalam menjalankan tugasnya, petugas pemeriksa juga harus bekerja dengan jujur,
bertanggung jawab, penuh pengertian, sopan, dan objektif serta wajib menghindarkan
diri dari perbuatan tercela.

Menggunakan keahlianya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran


yang sesuai dengan keadaan sebenarnya tentang wajib pajak.

Menuangkan hasil pemeriksaan dalam kertas kerja pemeriksaan (KKP) sebagai bahan
untuk menyusun laporan pemeriksaan pajak (LPP)

2. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan

Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan
tujuan pemeriksaan dan mendapat pengawasan yang seksama.


Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus
dikembangkan melalui pencocokan data pengamatan, tanya jawab, dan tindakan lain
berkenaan dengan pemeriksaan.

Pendapat dan kesimpulan pemeriksa pajak harus didasarkan pada temuan yang kuat
dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak

Laporan pemeriksaan pajak (LPP) disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang
lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, kesimpulan pemeriksa pajak yang
didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap
peraturan perundang-undangan perpajakan yang memuat pola pengungkapan
informasi lain yang terkait.

LPP yang berkaitan dengan pengungkapan penyimpangan surat pemberitahuan harus


memperhatikan kertas kerja pemeriksaan (KKP), antara lain mengenai berbagai factor
perbandingan, nilai absolute dari penyimpangan, sifat dari penyimpangan, petunjuk
atau temuan adanya penyimpangan, pengaruh penyimpangan dan hubungan adanya
permasalahan lainya.

LPP harus didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan
pemeriksaan.

I. Norma Pemeriksaan
1. Norma Pemeriksa Pajak
a.

Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pemeriksa yang jelas identitasnya.

b.
Petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan
Surat Perintah Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
c.
Petugas pemeriksa harus menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan kepada Wajib
Pajak.
d.

Pemeriksa pajak wajib membuat laporan pemeriksaan pajak (LPP).

e.
Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada wajib pajak tentang
hasil pemeriksaan yang berbeda dengan surat pemberitahuan untuk ditanggapi wajib pajak.
f.
Pemeriksa pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen
pendukung lainya yang dipinjam dari wajib pajak paling lama tujuh hari sejak selesainya
pemeriksaan.
g.
Pemeriksa pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak
mendapat informasi yang diberitahukan wajib pajak terhadap pemeriksa.

h.
Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
2. Norma Pemeriksaan berkaitan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan
a.

Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau beberapa orang pemeriksa.

b.
Pemeriksaan dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, atau di kantor wajib
pajak, atau di kantor lainya, atau di tempat tinggal wajib pajak atau tempat lain yang
ditentukan oleh Dirjen Pajak.
c.
Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila dipandang perlu dapat
dilanjutkan di luar jam kerja.
d.

Hasil pemeriksaan dituangkan dalam kertas kerja pemeriksaan (KKP).

e.

Laporan pemeriksaan pajak disusun berdasarkan KKP

f.
Hasil pemeriksaan lapangan yang seluruhnya disetujui oleh wajib pajak atau
kuasanya, dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuan tersebut dan ditandatangani oleh
wajib pajak yang bersangkutan atau kuasanya.
g.
Terhadap temuan sebagai hasil Pemeriksaan Lengkap yang tidak atau tidak
seluruhnya disetujui oleh wajib pajak dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan
dibuatkan Berita Acara hasil pemeriksaan.
h.
Berdasarkan LPP diterbitkan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak,
kecualu pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidkan.

3. Norma Pemeriksaan Berkaitan dengan Wajib Pajak


a.
Wajib Pajak harus memberikan akses kepada petugas pemeriksa untuk mengakses
dan/atau mengunduh data dari catatan, dokumen, dan dokumen lain yang berhubungan
dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek
yang terutang pajak.
b.
Wajib Pajak yang diperiksa juga memiliki kewajiban memberikan kesempatan
kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang merupakan tempat
penyimpanan dokumen, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan
usaha Wajib Pajak dan melakukan peminjaman dan/atau pemeriksaan di tempat-tempat
tersebut.
c.
Dalam hal petugas pemeriksa membutuhkan keterangan lain selain buku, catatan,
dan dokumen lain, Wajib Pajak harus memberikan keterangan lain yang dapat berupa
keterangan tertulis dan/atau keterangan lisan.

d.
Dalam hal pemeriksaan lapangan, wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa
pajak untuk memperlihatkan surat perintah pemeriksaan dan tanda pengenal pemeriksa.
e.
Wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa pajak untuk memberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan.
f.
Dalam hal pemeriksaan kantor, wajib pajak wajib memenuhi panggilan untuk
datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
g.
Wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa pajak rincian yang berkenaan
dengan hal-hal yang berberda antara hasil pemeriksaan dengan surat pemberitahuan.
h.
Wajib pajak atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan
apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujuinya.
i.
Dalam hal pemeriksaan lengkap, Wajib pajak atau kuasanya wajib menandatangani
berita acara hasil pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan tidak atau tidak seluruhnya
disetujui.

J. Pelaksanaan Pemeriksaan
Dalam pelaksanaan pemeriksaan, keputusan menteri keuangan no 100/PMK.03/2007
juga telah menetapkan adanya wewenang pemeriksa pajak baik pemeriksaan lapangan
maupun pemeriksaan kantor. Wewenang tersebut adalah sebagai berikut :

1.

Wewenang Pemerisa Pajak dalam Melakukan Pemeriksaan

Lapangan
1. Memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan dan dokumen-dokumen
pendukung lainya termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat elektronik
pengelola data lainya.
2. Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa.
3. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan dokumen,
uang, barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha wajib pajak dan
atau tempat-tempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan di
tempat-tempat tersebut.
4. Apabila wajib pajak tidak menginjinkanya, maka pemeriksa berhak melakukan
penyegelan terhadap hal-hal di atas.
5.

Melakukan penyegelan tempat atau ruangan apabila Wajib pajak atau wakil atau
kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan
dimaksud atau tidak ada di tempat pada saat pemeriksaan dilakukan.

6. Meminta keterangan dan atau darta yang diperlukan dari pihak ketiga yang
mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa
2. Wewenang Pemeriksa Pajak Dalam Melakukan Pemeriksaan Kantor
a.

Memeriksa dan atau meminjam buku-buku dan catatan-catatab wajib pajak.

b.

Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa.

c.

Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang

d.

Mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa.

Pemeriksaan merupakan tahap sebelum proses penyidikan. Apabila di dalam pemeriksaan


didapatkan kejanggalan-kejanggalan maka akan ditindaklanjuti dengan proses penyidikan.

II. Penyidikan Pajak


A. Pengertian
Menurut undang-undang no 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang no 28 Tahun 2007,
pengertian penyidikan adalah sebagai berikut :

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang


dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya.

B. Tujuan Penyidikan
Berdasarkan pengertuan di atas sangat jelas dapat kita simpulkan bahwa tujuan utama dari
dilakukanya proses penyidikan adalah untuk menemukan tersangka yang melakukan tindak
pidana dalam perpajakan. Dengan dilakukanya penyidikan, barang bukti untuk menemukan
tersangka diharapkan dapat ditemukan untuk kemudian segera menjadi dasar dalam
menetapkan tersangka
C. Pihak yang Melakukan Penyidikan
Dalam Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, pihak yang berwenang untuk
melakukan proses penyidikan adalah Pejabat pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan
Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di
bidang perpajakan. Wewenang tersebut adalah sebagai berikut :

1.

Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan

berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lebih lengkap dan jelas.
2.

Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi

atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di
bidang perpajakan.
3.

Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan

sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan.


4.

Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana

di bidang perpajakan.
5.

Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,

pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
6.

Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan

tindak pidana di bidang perpajakan;


7.

Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau

tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda,
dan/atau dokumen yang dibawa;

8.

Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang

Perpajakan.
9.

Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi.


10. Menghentikan penyidikan;dan/atau melakukan tindakan lain yang perlu untuk
kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Dalam melaksanakan proses penyidikan, penyidik memeberitahukan dimulainya


penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik
pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undangUndang Hukum Acara Pidana. Apabila diperlukan, penyidik juga dapat meminta bantuan
aparat penegak hukum lain demi kelancaran proses penyidikan.
D. Ketentuan Pidana
Ketentuan Pidana dimaksudkan agar dalam proses penyidikan terdapat kepastisan hukum
yang jelas. Ketentuan pidana tersebut, sesuai dengan pasal 41B Undang-Undang no 6 tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang no 28 Tahun 2007, pengertian penyidikan bebunyi sebagai berikut :

Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

Sementara itu, apabila tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan oleh pegawai Direktorat
Jenderal Pajak (dalam hal ini melakukan korupsi), maka pegawai Direktorat Jenderal Pajak
yang terbukti melakukan tindak korupsi tersebut akan diproses sesuai dengan UndangUndang Tindak Pidana Korupsi.
E. Penghentian Pelaksanaan Penyidikan
Sesuai dengan Pasal 44 Undang-Undang no 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tatacara Perpajakan, wewenang untuk menghentikan proses penyidikan dimilki oleh Menteri
Keuangan. Apabila Wajib Pajak telah melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar,
atau yang tidak seharusnya dikembalikan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda
sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya

dikembalikan, maka Menteri Keuangan dapat meminta Jaksa Agung untuk segera
menghentikan penyidikan. Selanjutnya, Jaksa Agung dapat melakukan pengehentian
penyidikan sesuai dengan yang diminta oleh menteri keuangan paling lama enam bulan
setelah Menteri Keuangan menyampaikan surat permintaanya.

D. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak


Kewajiban pajak itu timbul setelah memenuhi dua syarat, yaitu :
1. kewajiban pajak subyektif ialah kewajiban pajak yang melihat orangnya.
Misalnya : semua orang atau badan hukum yang berdomisili di Indonesia memenuhi
kewajiban pajak subyektif.
2. Kewajiban pajak obyektif ialah kewajiban pajak yang melihat pada hal-hal yang dikenakan
pajak.
Misalnya : orang atau badan hukum yang memenuhi kewajiban pajak kekayaan adalah orang
yang punya kekayaan tertentu, yang memenuhi kewajiban pajak kendaraan ialah orang yang
punya kendaraan bermotor dan sebagainya.[10]
Kewajiban wajib pajak
Dalam menghitung jumlah yang dipakai untuk dasar pengenaan pajak, diperlukan bantuan
dari wajib pajak dengan cara mengisi dan memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT). Setiap
orang yang telah menerima SPT pajak dari inspeksi pajak mempunyai kewajiban :
a. Mengisi SPT pajak itu menurut keadaan yang sebenarnya
b. Menandatangani sendiri SPT itu
c. Mengembalikan SPT pajak kepada inspeksi pajak dalam jangka waktu yang telah
ditentukan.[11]
Wajib pajak harus memenuhi kewajibannya membayar pajak yang telah ditetapkan, pada
waktu yang telah ditentukan pula. Terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya
membayar pajak, dapat diadakan paksaan yang bersifat langsung, yaitu penyitaan atau
pelelangan barang-barang milik wajib pajak.
Hak-hak Wajib Pajak
Wajib pajak mempunyai hak-hak sebagai berikut :
1. Mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangi atau membebaskan diri dari
ketetapan pajak, apabila ada kesalahan tulis, kesalahan menghitung tarip atau kesalahan
dalam menentukan dasar penetapan pajak.
2. Mengajukan keberatan kepada kepala inspeksi pajak setempat terhadap ketentuan pajak
yang dianggap terlalu berat.
3. Mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak, apabila keberatan yang diajukan
kepada kepala inspeksi tidak dipenuhi.

4. Meminta mengembalikan pajak (retribusi), meminta pemindah bukuan setoran pajak ke


pajak lainnya, atau setoran tahun berikutnya.
5. Mengajukan gugatan perdata atau tuntutan pidana kalau ada petugas pajak yang
menimbulkan kerugian atau membocorkan rahasia perusahaan / pembukuan sehingga
menimbulkan kerugian pada wajib pajak.
Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
A. Penyidik
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
B. Wewenang Penyidik
1. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi
lebih lengkap dan jelas;
2. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan;
4. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan;
5. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan
dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
6. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan;
7. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada
saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang
dibawa sebagaimana dimaksud pada angka 5;
8. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
9. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
10. menghentikan penyidikan;
11. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan menurut ketentuan peraturan peundang-undangan.
Penyidik Pajak tidak berwenang melakukan penahanan dan penangkapan.
C. Penghentian Penyidikan
Penyidikan dihentikan dalam hal :
1. tidak terdapat cukup bukti;
2. peristiwa yang disidik bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan;

3. peristiwanya telah daluwarsa;


4. tersangkanya meninggal dunia;
5. Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung
dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan, sepanjang perkara pidana
tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan.
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dilakukan setelah Wajib
Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya
dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan
Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak (WP), sepanjang
menyangkut pelanggaran ketentuan administrasi perpajakan dikenakan sanksi administrasi,
sedangkan yang menyangkut tindak pidana dibidang perpajakan dikenakan sanksi pidana.
A. Sanksi Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
1. Setiap orang yang karena kealpaannya :
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau
b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali,
didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan
paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau
dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
2. Setiap orang yang dengan sengaja :
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; atau
b.menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. tidak menyampaikan SPT; atau
d. menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau - memperlihatkan pembukuan, pencatatan,
atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan
keadaan yang sebenarnya; atau
f. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak
meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
g. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola
secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia ; atau
h. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu)
tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana

2 (dua) kali lipat dari ancaman pidana yang diatur sebagaimana butir 2.
3. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan
atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka
mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun
dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi
atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang
dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
4. Setiap orang yang dengan sengaja :
a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang
sebenarnya; atau
b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak,
bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah
pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti
setoran pajak.
5. Sanksi tindak pidana berlaku juga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang
menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
B. Daluwarsa Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun
sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau
berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
C. Delik Aduan Dan Sanksinya
Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang
perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan WP yang menyangkut masalah perpajakan.
Pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan WP tersebut dapat diancam sanksi
pidana sebagai berikut :
1. Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan masalah
perpajakan Wajib Pajak antara lain: Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain
yang dilaporkan oleh Wajib Pajak, data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan
pemeriksaan, dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia,
dan dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berkenaan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
2. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang
menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban merahasiakan masalah perpajakan Wajib Pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

D. Keterlibatan dan Sanksi bagi Pihak Ketiga


1. Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau
memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
3. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35A ayat (1) yang bunyinya: Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan
pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada
Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) (yaitu Dalam hal
pihak-pihak yaitu bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi,
dan/atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang
dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan
pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut
ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis
dari Menteri Keuangan), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan
pihak lain yaitu memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada
Direktorat Jenderal Pajak, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan
atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
5. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh
Direktur Jenderal Pajak dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan
atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
6. Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan
sehingga menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Ketentuan ini berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan , yang menganjurkan atau
membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Anda mungkin juga menyukai